Anda di halaman 1dari 11

Analisis Hukum Lingkungan Terhadap Pencemaran Pada Pabrik Tempe Sanaan Dengan

Memperhatikan Asas Best Practicable Means pada Proses Pengolahan


UNTUK MEMENUHI TUGAS 2 MATA KULIAH
HUKUM LINGKUNGAN
Yang Dibina Oleh Ibu Anindita Purnama Ningtyas, S.H., M.H

KELOMPOK 4 :
Putu Nadhia Dewi Aryasa / 215010100111077
Jusuf Obaja Archenedo Sinaga / 215010100111102
Zira Shelfa Azzela / 215010101111154
Michelle Angelina / 215010101111156
Faustine Rira / 215010107111022

KEMENTRIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS HUKUM
MALANG
2023
PENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Penguatan daya saing Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah salah satu
kebijakan pemerintah yang mendorong UMKM untuk naik kelas. Kegiatan usaha mikro, kecil
dan menengah (UMKM) adalah salah satu cara agar produk kreatif daerah dapat dikenal dan
memberikan peluang bisnis bagi pelaku usaha di daerah (Halim, 2020). Berdasarkan RPJM
Nasional Tahun 2020 – 2024 bahwa UMKM menyerap tenaga kerja terbesar yaitu sekitar 97%.
Peningkatan kapasitas dan nilai tambah UMKM dilakukan melalui perluasan akses pasar,
kemudahan berusaha, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, akselerasi pembiayaan dan
penguatan koordinasi lintas sektor.
Tempe merupakan salah satu jenis lauk pauk pokok yang digemari masyarakat Indonesia
dikarenakan rasanya yang enak dan harganya yang terjangkau. Hal ini yang membuat banyaknya
usaha tempe semakin berkembang membuat variasi tempe yang semakin beragam salah satunya
yaitu keripik tempe. Keripik tempe menjadi salah satu oleh-oleh khas malang yang penjualannya
terpusat di Kompleks pemukiman industri kripik tempe Sanan ini memiliki letak di
tengah-tengah kota Malang, merupakan sebuah pemukiman warga yang tergabung dalam sebuah
RW, dan memiliki 3 RT. RT 14, 15, dan 16. RT 14 di area ini terletak pada area pintu masuk
utama, hanya terdiri dari beberapa rumah saja. Aktivitas dalam pembuatan tempe dan keripik
tempe dilakukan secara home industry.
Produksi tempe menghasilkan limbah yang berupa kulit kedelai dan limbah cair bekas
rebusan kedelai, limbah tersebut dimanfaatkan oleh beberapa pengrajin untuk pakan sapi.
Aktivitas pembuatan tempe dan keripik tempe sebagian besar merupakan industri rumahan yang
terus menerus menghasilkan limbah padat dan cair yang dapat menyumbang pencemaran desa
Kripik Sanan. Limbah tersebut merupakan limbah cair dari kedelai yang dihasilkan pada proses
produksi pemasakan kedelai, menurut (Erry Wiryani, 2014), limbah cair dari air rendaman dan
air rebusan kedelai dapat mencemari lingkungan perairan sekitar. Begitu juga pada pengolahan
keripik tempe yang menghasilkan limbah minyak jelantah dan kemasan plastik yang sudah tidak
terpakai atau hanya dimanfaatkan sebagai sampah anorganik. Berdasarkan kondisi yang ada
maka terdapat dua macam limbah yaitu limbah dari kedelai atau dari rumah produktif langsung,
serta limbah dari kandang sapi. Yang pada intinya kedua limbah tersebut pada akhirnya akan
mempengaruhi daya dukung permukiman dan proses berkelanjutan usaha tempe. Perlunya suatu
alternatif yang ditawarkan kepada warga dalam rangka mengurangi dampak negatif yang
terdapat pada lingkungan rumah produktif mereka.

II. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pabrik tempe kampung sanaan melakukan pengolahan tempe dilihat dari
prinsip hukum lingkungan?
2. Bagaimana cara pembuangan limbah hasil pengolahan dilihat dari efektif atau tidaknya
dengan kondisi lingkungan yang ada ?

III. TUJUAN

1. Untuk mengetahui bagaimana pengolahan tempe di pabrik sanan dilihat dari prinsip
hukum lingkungan.
2. Untuk mengetahui bagaimana cara pembuangan limbah hasil pengolahan dilihat dari
efektif atau tidaknya dengan kondisi lingkungan yang ada.
PEMBAHASAN

I. Pengolaan tempe di Pabrik Tempe Sanan menurut Prinsip Hukum Lingkungan

Kampung Sanan merupakan pusat industri tempe di Malang yang terletak di Jl.
Sanan, Purwantoro Kota Malang, Jawa Timur. Kondisi Geografis kawasan sanan yang
pada pada awalnya merupakan lahan pertanian, membuat bahan-bahan pokok untuk
pembuatan tempe diproduksi sendiri tanpa mendatangkan dari daerah lain, terkecuali
bahan utama tempe yang diimpor dari Amerika guna memperoleh hasil yang sesuai
dengan standar produksi tempe di daerah tersebut. Sejak tahun 1998 Hingga sekarang
Industri Tempe di Kampung Sanan masih termasuk home industry, dimana Mulyawan
(2008) menyebutkan bahwa Home Industry suatu unit usaha atau perusahaan dalam
sekala kecil yang bergerak dalam bidang industri tertentu.
Menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM), usaha rumah tangga
adalah suatu perusahaan pangan yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan
peralatan pengolahan pangan manual hingga semi otomatis1. Sesuai dengan dekskripsi
tersebut, Kampung sanaan merupakan pusat dari Industri Tempe yang hampir seluruh
rumah di kawasan sanan menjalankan industri tempe sebagai mata pencaharian. Dengan
konsep pengolahan yang dilakukan di tempat tinggal rumahan, membuat tidak sedikit
pelaku usaha tempe di Kampung Sanan masih menggunakan alat non konvensional
seperti kayu bakar untuk melakukan pengolahan. Meski terdapat beberapa produsen yang
menggunakan alat masak modern, tidak menutup celah bahwa dari cara pengolahan
tempe di kampung sanan dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan maupun dalam
skala kecil.
Faktor penyebab kerusakan lingkungan hidup dapat terjadi karena akibat
peristiwa alam maupun akibat ulah manusia. Kerusakan yang disebabkan oleh ulah
manusia tidak hanya terlepas pada dampak yang dihasilkan hingga menyebabkan
kerusakan, namun juga dapat terjadi jika pengolahan suatu industri tidak sesuai dengan
prinsip Environment - Oriented Law dimana penggunaan lingkungan harus

1
Peraturan Badan pengawas Obat dan Makanan
memperhatikan pelestariannya guna dapat digunakan oleh generasi mendatang2. Indikasi
kurangnya penerapan prinsip hukum lingkungan pada kawasan Kampung Sanan dapat
dilihat dari proses pengolaan tempe yang menggunakan kayu bakar, dimana diperkirakan
presentase komponen pencemar udara utama khususnya kegiatan industri yang
menggunakan bahan bakar kayu yaitu sebagai berikut, formaldehid (CH2O) 60%, karbon
monoksida (CO) 10,53%, oksida sulfur (SOx) 0,9%, nitrogen oksida (NOx) 8,9%,
partikulat sebesar 1,33%, hidrokarbon (HC) 18,34% dan gas rumah kaca (CH4, CO2 dan
N2O) yang tersebar dalam nilai persentase sumber utama3.
Selain itu, pengolahan tempe yang masih menggunakan standar alat rumahan
membuat Industri Tempe di Kampung Sanan belum memperhatikan asas The Best
Practicable Means atau Asas Sarana Praktis yang terbaik/sarana teknis yang terbaik. Asas
tersebut menekankan bahwa sarana-sarana tersebut diterapkan untuk menanggulangi
pencemaran lingkungan yang menurut keadaan praktis maupun teknis yang aktual
dipandang paling efektif dan sekaligus dari segi ekonomik dapat diterima oleh pelaku
pencemaran4. Berdasarkan asas sarana praktis yang terbaik/sarana teknis yang terbaik ini
artinya adalah pengelolaan lingkungan harus dilakukan dengan pengembangan teknologi
bersih dan ramah lingkungan. Dengan teknologi ramah lingkungan dapat dihindarkan
terjadinya pencemaran lingkungan, disamping itu dari segi ekonomi dapat
menguntungkan bagi pelaku usaha dan/atau kegiatan. Kewajiban Pemerintah untuk
memanfaatkan dan mengembangkan teknologi yang akrab lingkungan juga merupakan
perwujudan dalam Asas The Best Practicable Means, terlebih dalam pengolahan tempe di
Kampung Sanan termasuk dalam perkumpulan (paguyuban) yang statusnya berbadan
hukum, dimana terdapat syarat Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT) yang dipenuhi
sebagai sertifikasi perizinan bagi industri yang memproduksi makanan dan minuman
dengan skala rumahan. Namun terpenuhi izin untuk memproduksi makanan tersebut tidak
menjamin diperhatikannya prinsip ramah lingkungan jika alat yang digunakan dalam
pengelolaan tempe di Kampung Sanan masih konvensional. Sehingga untuk memelihara
lingkungan sekitar Kampung Sanan terbebas dari pencemaran dapat dicapai jika alat yang
digunakan untuk memproduksi tempe memperhatikan standar ramah lingkungan. Serta

2
Andi Hamzah, Penegakan Hukum Lingkungan, Sinar Grafika, Jakarta 2005.
3
Susanto, 2004.
4
Suparto Wijoyo, Refleksi Matarantai Pengaturan Hukum Pengelolaan Lingkungan Secara Terpadu (Stud
dilakukan pengolahan limbah yang baik yang memperhatikan Asas Penanggulangan pada
Sumbernya, dimana sebelum dilepaskan ke lingkungan, diperlukan tindakan pengolahan
untuk mencegah terjadinya pencemaran. Walaupun Kawasan Industri Tempe Kampung
Sanan masih bergerak dalam bidang home industry, yaitu dalam skala kecil industri
rumah tangga tetap akan berdampak bagi kawasan sekitar Kampung Sanan jika limbah
hasil industri tidak diolah dengan baik.

II. Tata Cara pembuangan limbah serta dampak bagi Lingkungan sekitar.

Industri Tempe sanaan merupakan sebuah pusat industri rumah tangga yang
mayoritas penduduknya bekerja sebagai produsen tempe maupun keripik tempe. Oleh
karena itu Industri ini membutuhkan bahan baku yang tergolong besar. Dalam
pembuatannya, kedelai yang nantinya akan menjadi tempe melewati banyak tahap seperti
pencucian, perendaman, perebusan, dan peragian dan Dalam setiap proses itu pengrajin
tempe membutuhkan air yang cukup banyak, tetapi sekaligus menghasilkan limbah cair
yang banyak pula5.
Dalam prakteknya, para pelaku industri tempe sudah memaksimalkan dalam
pengolahan limbah dalam bentuk apapun. Hal itu mencakup pada tempe gagal olah
diubah menjadi produk lain, limbah padat seperti ampas kedelai diubah menjadi pakan
ternak. Dan untuk limbah cair, dilakukan upaya sederhana yaitu membuang air rebusan
ke saluran air khusus dan sebagian diberikan sebagai minuman ternak. Sebelumnya telah
dilakukan penelitian yang menyimpulkan bahwa gorong gorong khusus yang digunakan
sebagai aliran limbah tersebut sebenarnya tidak ada bau serta dampak yang menggangu
masyarakat dikarenakan ditutup rapat, tetapi dikarenakan semakin hari semakin
mengendap maka rawan meluap dan akan mengeluarkan endapan endapan serta bau yang
menyengat.Disisi lain apabila Ditinjau dari karakteristik limbah cair ini, didapati bahwa
limbah ini mengandung pati, lemak, minyak, protein serta deterjen6. Kandungan ini
tergolong kandungan yang sulit terurai secara alamiah sehingga diperlukan teknologi

5
Sari, D., & Rahmawati, A. (2020). Analisa kandungan limbah cair tempe air rebusan dan air rendaman
kedelai. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada
6
Wigyanto, N. H., & Ariningrum, A. (2009). Bioremediasi Limbah Cair Sentra Industri Tempe Sanan Serta
Perencanaan Unit Pengolahannya (Kajian Pengaturan Kecepatan Aerasi Dan Waktu Inkubasi). Jurnal
Teknologi Pertanian
yang berorientasi pada pemeliharaan alam. Secara konseptual, masyarakat industri tempe
sanaan ini sudah cukup baik karena telah membuat alternatif dengan memanfaatkan
limbah limbah tersebut sebagai pakan ternak dan memisahkan aliran limbah industri
dengan aliran lain tetapi, akan menunjang limbah kotoran sapi juga. Beberapa pelaku
usaha sudah memamfaatkan hal tersebut untuk menjadi teknologi biogas tetapi perlu
untuk dilakukan perluasan sehingga metode ini dapat dilakukan dengan masif.
Disisi lain, metode penanganan limbah cair juga sedang digiatkan, berdasarkan
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah dicanangkan untuk pembuatan bak
pengendap awal dan bak aerasi untuk menahan laju pencemaran dengan menunggu
hingga kandungan organik telah hancur secara alami lalu dapat dibuang dengan aman
tanpa berdampak pada lingkungan tetapi hal ini butuh dukungan yang besar untuk
diterapkan. Lalu kami meneliti apakah usaha ini telah melakukan pencemaran atau tidak.
Berdasarkan Hasil uji limbah cair tempe akan dibandingkan dengan baku mutu PERGUB
Jatim nomor 72 Tahun 2013 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Industri dan/atau
Kegiatan Usaha Lainnya. Dari hasil uji laboratorium limbah cair tempe air rebusan dan
air rendaman kedelai (Tabel 1) yang dilakukan di STIKES Widyagama Husada di peroleh
data bahwa kandungan BOD,COD,dan TSS melebihi baku mutu7.

Dari hal tersebut maka, beberapa cara yang sudah dijelaskan tadi harus segera
dilaksanakan dikarenakan secara data, akibat dari industri ini terbukti mempengaruhi
alam. Dari penelitian kami, para pelaku industri memang sedang berusaha agar mencapai
standart dalam melakukan proses pengolahan yang ramah lingkungan tetapi perlu
didukung oleh banyak pihak. Dikarenakan jika berdasarkan data penelitian yang

7
Sari, D., & Rahmawati, A. (2020). Analisa kandungan limbah cair tempe air rebusan dan air rendaman
kedelai. Jurnal Ilmiah Kesehatan Media Husada
dilakukan oleh Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya, ditemukan beberapa titik daerah
aliran sungai yang tercemar.

Dari data diatas itu membuktikan bahwa pencemaran benar adanya, sehingga perlu
pengawasan dan pengendalian dari pemerintah tidak hanya untuk sentra industri tempe sanaan
tetapi meluas bagi pelaku industri lainnya.
PENUTUP
KESIMPULAN

SARAN
Alangkah baiknya jika limbah cair yang merupakan hasil dari produksi pengolahan
pembuatan tempe harus diperhatikan. Seperti saat ini metode penanganan limbah cair juga
sedang digiatkan, berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah dicanangkan
untuk pembuatan bak pengendap awal dan bak aerasi untuk menahan laju pencemaran dengan
menunggu hingga kandungan organik telah hancur secara alami lalu dapat dibuang dengan aman
tanpa berdampak pada lingkungan tetapi hal ini butuh dukungan yang besar untuk diterapkan.
Karena ditinjau dari karakteristik limbah cair dari sisa pembuatan tempe ini, didapati bahwa
limbah ini mengandung pati, lemak, minyak, protein serta deterjen. Kandungan ini tergolong
kandungan yang sulit terurai secara alamiah sehingga diperlukan teknologi yang berorientasi
pada pemeliharaan alam.
DAFTAR PUSTAKA

Hamzah, Andi. (2005). Penegakan Hukum Lingkungan. Jakarta : Sinar


Grafika.
Susanto,. (2004).
Suparto Wijoyo, Refleksi Matarantai Pengaturan Hukum Pengelolaan
Lingkungan Secara
Terpadu (StudSari, D., & Rahmawati, A. (2020). Analisa kandungan
limbah cair
tempe air rebusan dan air rendaman kedelai. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Media Husada.
Wigyanto, N. H., & Ariningrum, A. (2009). Bioremediasi Limbah Cair
Sentra Industri Tempe Sanan Serta Perencanaan Unit Pengolahannya (Kajian
Pengaturan Kecepatan Aerasi Dan Waktu Inkubasi). Jurnal Teknologi Pertanian.
LAMPIRAN (FOTO)

Anda mungkin juga menyukai