Anda di halaman 1dari 35

PENAMBAHAN BAHAN ADITIF PADA PAKAN UNTUK MENINGKATKAN

EFISIENSI PAKAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei, Boone 1931)


DALAM UPAYA MENGURANGI LIMBAH ORGANIK KE PERAIRAN

NIA OKTAVIA

USULAN PENELITIAN

DEPARTEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
PERNYATAAN MENGENAI USULAN PENELITIAN DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa usulan penelitian berjudul


“Penambahan Bahan Aditif pada Pakan untuk Meningkatkan Efisiensi Pakan
Udang Vaname (Litopenaeus vannamei, Boone 1931) dalam Upaya
Mengurangi Limbah Organik ke Perairan” adalah benar karya saya, sesuai
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan kepada pihak mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir usulan penelitian ini.

Bogor, Juni 2023

Nia Oktavia
C2501222008
PENAMBAHAN BAHAN ADITIF PADA PAKAN UNTUK MENINGKATKAN
EFISIENSI PAKAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei, Boone 1931)
DALAM UPAYA MENGURANGI LIMBAH ORGANIK KE PERAIRAN

NIA OKTAVIA

USULAN PENELITIAN

sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian di


Departemen Pengelolaan Sumberdaya Perairan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2023
Judul Tesis : Penambahan Bahan Aditif pada Pakan untuk Meningkatkan
Efisiensi Pakan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei, Boone
1931) dalam Upaya Mengurangi Limbah Organik ke Perairan
Nama : Nia Oktavia
NIM : C2501222008

Disetujui oleh,

Pembimbing 1:
Prof. Dr.Ir. Ridwan Affandi, DEA __________________

Pembimbing 2 :
Prof. Dr. Ir. Niken Tunjung Murti Pratiwi, M.Si __________________

Diketahui oleh

Ketua Prodi Studi


Pengelolaan Sumberdaya Perairan:
__________________
Dr.Ir. Mohammad Mukhlis Kamal, M.Sc.
NIP. 196809141994021001

Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan


Wakil Dekan Bidang Akademik dan
__________________
Kemahasisaan
Dr.Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc.
NIP. 196408011989031001

Tanggal Kolokium: Tanggal Pengesahan:


PRAKATA

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, penulis panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan usulan penelitian berjudul “Penambahan Bahan Aditif pada
Pakan untuk Meningkatkan Efisiensi Pakan Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei, Boone 1931) dalam Upaya Mengurangi Limbah Organik ke
Perairan”.
Usulan penelitian ini disusun dan diajukan sebagai syarat untuk melakukan
penelitian di Departemen Pengelolaan Sumberdaya Perairan, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Program
Matching Fund KEDAIREKA 2022 yang memberikan fasilitas dan dana untuk
melakukan penelitian ini. Penulis juga turut berterima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membimbing dalam proses penulisan usulan penelitian yaitu Prof. Dr.Ir.
Ridwan Affandi, DEA sebagai pembimbing I dan Prof. Dr. Ir. Niken Tunjung Murti
Pratiwi, M.Si sebagai pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, masukan,
dan saran dalam penyusunan usulan penelitian. Penulis juga berterima kasih kepada
kedua orang tua dan teman–teman SDP angkatan 2021 yang telah memberikan
dukungan, semangat, dan doa dalam penyelesaian usulan penelitian ini.
Penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan dalam penyusunan usulan
penelitian ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan
dosen pembimbing sangat diterima dalam penyempurnaan usulan penelitian ini.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Bogor, Juni 2023

Nia Oktavia
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vii


DAFTAR GAMBAR vii
I PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 3
Kerangka Pemikiran 4
Tujuan 6
Manfaat 6
II TINJAUAN PUSTAKA 7
Udang Vaname 7
Pakan Udang Vaname 10
Feed Additive 11
Kualitas Air Media Pemeliharaan Udang Vaname 12
III METODE 14
Waktu dan Tempat 14
Ruang Lingkup Penelitian 14
Parameter yang Diamati 16
DAFTAR PUSTAKA 21
DAFTAR TABEL

Akuarium yang diberi perlakuan penambahan feed additive 11


Parameter fisika kimia air, satuan, dan metode/alat ukur 16

DAFTAR GAMBAR

Skema peranan bahan aditif pada pakan 4


Diagram alir kerangka pemikiran penelitian 5
Udang vaname (Litopenaeus vannamei) 10
Tata letak percobaan pada penelitian 12
1

I PENDAHULUAN

Latar Belakang
Udang adalah salah satu komoditas yang dapat meningkatkan devisa negara
dari sektor non-migas. Udang menjadi komoditas yang digemari oleh konsumen di
negara maju karena mempunyai rasa yang gurih dan kandungan gizi yang tinggi.
Udang mempunyai banyak jenis baik itu udang yang hidup di perairan tawar atau
yang hidup di perairan laut (Manijo 2021). Salah satu jenis udang yang banyak
digemari dan dibudidayakan adalah udang vaname (Litopenaeus vannamei). Udang
vaname adalah salah satu komoditas akuakultur yang mempunyai nilai ekonomis
yang tinggi. Udang vaname juga menjadi komoditas ekspor di Indonesia yang
mengalami peningkatan dan mempunyai prospek yang baik secara ekonomi.
Menurut data BPS (2018) nilai ekspor udang budidaya di Indonesia pada periode
Januari-Agustus 2018 mengalami peningkatan sebesar 71,16% dibanding pada
periode Januari-Agustus tahun 2016 yakni sebesar 13,25 juta dollar. Selain itu,
keunggulan dari budidaya udang vaname adalah mempunyai kebutuhan protein
pada pakan yang relatif tidak terlalu tinggi, pertumbuhan yang relatif cepat, toleran
terhadap suhu air, dan oksigen terlarut yang relatif rendah (Cholik et al. 2005).
Udang vaname (Litopeaneus vannamei) merupakan salah satu komoditas
akuakultur yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Adanya peningkatan
produksi budidaya udang vaname harus oleh adanya ketersediaan pakan yang
berkualitas, mudah didapat, dan harga yang terjangkau. Pakan yang digunakan di
tambak salah satunya adalah pakan jenis NOVO yang mempunyai kandungan
protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral. Pakan NOVO yang digunakan
diduga mempunyai kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan dengan
kandungan proteinnya. Pakan komersil biasanya meningkatkan kandungan
karbohidrat sebagai strategi dalam meminimalkan penggunaan protein pada pakan.
Hal tersebut dilakukan karena tingginya harga pakan yang mengandung protein
yang tinggi. Menurut Shiau et al. (1991) udang mempunyai kemampuan yang
terbatas dalam memanfaatkan karbohidrat dan tidak dapat beradaptasi pada
karbohidrat dalam level yang tinggi. Adanya pernyataan tersebut membuktikan
bahwa kebutuhan protein pada pakan sangat diperlukan karena dapat mempercepat
pertumbuhan udang vanname, memperbaiki, dan memelihara fungsi-fungsi rutin
tubuh udang (Cuzon et al. 2015). Oleh karena itu, pakan yang diberikan diharapkan
dapat memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh udang vaname
dengan metode penambahan feed additive pada pakan.
Pemberian pakan yang sesuai dapat memacu pertumbuhan dan
perkembangan udang vaname secara optimal sehingga produktivitasnya dapat
ditingkatkan. Upaya peningkatan produktivitas tersebut dapat dilakukan dengan
penerapan efisiensi penggunaan pakan. Penggunaan pakan yang efisien dapat
menekan biaya dan dapat meningkatkan efisiensi produksi, sehingga diperlukan
suatu sistem yang dapat membuat pakan termanfaatkan optimal oleh udang
(Ulumiah et al. 2020). Ketersediaan pakan yang tepat baik secara kualitas dan
kuantitas menjadi syarat mutlak untuk mendukung pertumbuhan udang vaname.
Pemberian pakan dalam jumlah yang berlebihan dapat meningkatkan biaya
produksi dan menyebabkan peningkatan sisa pakan yang dapat berakibat pada
penurunan kualitas air yang berpengaruh terhadap sintasan dan pertumbuhan udang
2

(Wyban dan Sweeny 1991). Penurunan kualitas air akibat adanya sisa pakan dapat
mempengaruhi kondisi fisiologis udang dan turunnya nafsu makan pada udang.
Kondisi fisiologis udang yang terjadi akibat perubahan lingkungan adalah udang
akan mengalami stress sehingga mudah terkena serangan penyakit (Hermawan et
al. 2016).
Efisiensi penggunaan pakan adalah salah satu upaya untuk mengurangi biaya
pakan agar tetap efisien namun tidak mengurangi laju pertumbuhan. Kandungan
nutrien lemak, protein, karbohidrat, dan lainnya perlu disesuaikan dengan nutrien
udang sehingga dapat mencapai pertumbuhan dan sintasan yang optimum sehingga
pakan yang terbuang seminimum mungkin (Tahe dan Suwoyo 2011). Salah satu
upaya untuk meningkatkan efisiensi pakan dengan tetap memperhatikan
pertumbuhan udang adalah dengan menambahkan bahan aditif pada pakan.
Penambahan feed additives dapat meningkatkan pertumbuhan udang dan efisiensi
pakan sehingga dapat mengurangi biaya produksi dan menurunkan limbah organik
yang berpotensi mencemari lingkungan perairan (Soetomo 1990).
Feed additive adalah suatu bahan yang ditambahkan pada pakan dengan
jumlah yang relatif sedikit untuk mencapai tujuan tertentu (Agustono et al. 2011).
Adanya feed additive diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pakan dan
mengurangi dampak lingkungan yang terjadi sehingga tetap menjaga kondisi
fisiologis udang serta meningkatkan pertumbuhan udang. Kondisi fisiologis udang
terlihat dari kadar gula darah yang ditimbulkan saat udang mengalami penurunan
nafsu makan dan stress. Kadar glukosa digunakan untuk merespon dan beradaptasi
pada stres atau mengalihkan peran energi yang seharusnya digunakan untuk proses
metabolisme menjadi proses pengaktifan sistem fisiologis untuk menghadapi stres
(Andrade et al. 2015).
Feed additive yang ditambahkan pada pakan dalam penelitian ini adalah
produk inovasi Aquapro-IPB Boost yang dapat meningkatkan nafsu makan,
pertumbuhan udang vaname, dan pemanfaatan pakan secara optimal. Penelitian
terkait efektifitas produk Aquapro-IPB Boost terhadap udang vaname yang
diaplikasikan pada skala lapangan belum ada sebelumnya sehingga perlu dilakukan
kajian lebih lanjut sebagai upaya untuk meningkatkan nilai retensi nutrien dalam
tubuh udang, pertumbuhan, melihat respon fisiologis, dan meningkatkan efisiensi
pakan yang dapat mengurangi beban limbah. Oleh karena itu, penelitian ini
diharapkan dapat mengkaji beberapa indikator berupa pengaruh produk terhadap
kondisi fisiologis, komposisi tubuh udang, pertumbuhan, dan efisiensi pakan udang
vaname yang dipelihara dalam skala laboratorium.
3

Rumusan Masalah
Udang vaname merupakan komoditas unggulan dalam sektor akuakultur
yang memerlukan perhatian dalam upaya peningkatan produktivitasnya. Jumlah
pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi penggunaan energi pada udang.
Energi tersebut diperoleh dari perombakan ikatan kimia melalui proses reaksi
oksidasi terhadap komponen pakan seperti protein, lemak, dan karbohidrat yang
diubah menjadi senyawa yang lebih sederhana yaitu asam amino, asam lemak, dan
glukosa sehingga dapat diserap oleh tubuh untuk digunakan (Afrianto dan
Liviawaty 2005). Pakan merupakan komponen biaya produksi yang paling besar
dalam budidaya udang sehingga penggunaannya secara optimal perlu dilakukan.
Penggunaan pakan yang efisien dapat menekan biaya dan dapat meningkatkan
efisiensi produksi, sehingga diperlukan suatu sistem yang dapat membuat pakan
termanfaatkan secara optimal oleh udang (Ulumiah et al. 2020).
Nutrien yang terdapat dalam pakan yaitu protein, lemak, karbohidrat, mineral,
dan vitamin yang dapat dijadikan sebagai sumber energi dan reproduksi.
Kekurangan pakan dapat menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat,
ukuran tidak seragam, tubuh tampak keropos, dan kanibalisme. Selebihnya,
kelebihan pakan dapat memperburuk kualitas air, udang mudah stres, dan
pertumbuhan udang menjadi terlambat (Nuhman 2009). Oleh karena itu, dalam
peningkatan produksi budidaya udang vaname dibutuhkan ketersedian pakan yang
berkualitas, mudah didapat, dan harga yang terjangkau.
Kegiatan budidaya udang vaname tidak hanya menghasilkan keuntungan,
tetapi dapat berdampak negatif jika tidak dikelola secara optimal. Permasalahannya
adalah tidak semua pakan dapat dikonsumsi oleh udang, sehingga ada sisa pakan
yang terbuang yang dapat mengapung di air dan mengendap pada dasar kolam.
Sebagian besar pakan yang diberikan dimanfaatkan udang sebagai sumber energi
dan nutrien dalam proses pertumbuhan yang disimpan sebagai biomassa udang.
Proses eksresi udang mengeluarkan urin yang larut pada air tambak. Kemudian, sisa
pakan yang tidak termakan melalui proses sedimentasi dan mengendap pada dasar
kolam. Kandungan terbesar dalam sisa pakan dan kotoran udang adalah nitrogen
(N) dan fosfor (P) yang dapat menyebabkan kualitas air menjadi buruk baik pada
air tambak maupun air limbah yang terbuang (Wulandari 2020). Permasalahan lain
yang terjadi pada pemberian pakan yang dilakukan petambak adalah tidak
memperhatikan kandungan gizi pada pakan sehingga tidak sesuai dengan standar
kebutuhan nutrien udang. Pakan yang digunakan misalnya mie kadaluarsa, roti
kadaluarsa, atau biskuit kadaluarsa (Rahman et al. 2018). Pakan yang digunakan
dalam kegiatan budidaya udang vanname secara intensif adalah pakan komersil
yang diduga masih mempunyai nilai efisiensi pakan yang rendah (Pantjara et al.
2012).
4

Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas pakan adalah dengan


menambahkan feed additive. Adapun bahan aditif yang biasanya ditambahkan yaitu
atraktan, antioksidan, immunostimulant, mineral mikro, multivitamin, prebiotik,
probiotik, bahan prekursor hormon, dan binder. Bahan tersebut dapat berbentuk
serbuk atau cair yang tergantung pada pakan yang ditambahkan. Berikut adalah
skema peranan feed additive pada pertumbuhan biota.

Gambar 1 Skema Peranan Bahan Aditif pada Pakan


Keterangan :
FA = Food Aditif A = Penyerapan P = Produksi
SE = Sekresi Enzim T = Pengangkutan SR = Kelangsungan Hidup
AE = Aktivitas Enzim M = Metabolisme EP = Efisiensi Pakan
I = Konsumsi Pakan G = Pertumbuhan PAL = Palabilitas
SH = Sekresi Hormon ML= Mutu Lemak

Peningkatan produksi udang vaname dapat didukung melalui ketersediaan


pakan yang berkualitas, mudah didapat, dan harga yang relatif terjangkau.
Berdasarkan uraian tersebut, pokok masalah dalam penelitian ini adalah :
a. Bagaimana pengaruh bahan aditif pada pakan udang vaname terhadap
kondisi fisiologis, komposisi nutrien daging, dan pertumbuhan udang
vaname?
b. Apakah penambahan bahan aditif pada pakan udang vaname dapat
meningkatkan efisiensi pakan sehingga dapat mengurangi limbah organik
yang masuk ke lingkungan ?

Kerangka Pemikiran
Feed additive merupakan bahan yang dapat ditambahkan ke dalam pakan
untuk memaksimalkan fungsi pakan sebagai penopang keberlangsungan hidup dan
pertumbuhan (Pangaribuan et al. 2017). Feed additive diharapkan mampu
meningkatkan nutrien pakan, penyerapan protein, lemak, dan energi optimum
sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan udang vaname. Pemberian pakan
buatan yang tepat bertujuan agar udang vaname tidak mengalami kekurangan pakan
atau kelebihan pakan yang dapat mempengaruhi kualitas air dan kondisi udang
5

vaname. Kelebihan pakan akibat tidak termakan dapat menghasilkan limbah


organik. Adanya limbah organik yang dihasilkan dari pakan dapat menurunkan
kualitas air yang dapat mempengaruhi tingkat kesehatan udang sehingga dapat
beresiko terserang penyakit yang berakibat pada kematian. Kualitas air yang
optimal dapat memberikan pengaruh pada tingkat produktivitas udang.
Produktivitas udang yang dimaksud yaitu berat biomassa udang, sintasan, laju
pertumbuhan, dan nilai FCR pada pakan. Salah satu hal yang diperhatikan adalah
tingkat konsumsi udang yang berhubungan dengan nilai konversi pakan. Nilai
konversi pakan yang rendah akan meningkatkan efisiensi penyerapan pakan
sehingga kandungan nutrien pada pakan dapat termanfaatkan secara efisien dan laju
pertumbuhan tetap stabil. Kandungan nutrien pakan yang diserap dapat
mempengaruhi mutu daging pada udang vaname yang dapat dilihat berdasarkan
komposisi kimia dagingnya. Berikut diagram alir kerangka pikir penelitian
mengenai penambahan bahan aditif pada pakan udang vaname dalam upaya
mengurangi limbah organik ke perairan (Gambar 1).

Gambar 2 Diagram alir kerangka pemikiran penelitian mengenai penambahan


bahan aditif pada pakan udang vaname dalam upaya mengurangi
limbah organik ke perairan
Keterangan :
FA = Food Aditif TKP = Tingkat Konsumsi Pakan
KA = Kualitas Air SU = Sintasan Udang
PB = Pakan Buatan MU = Mutu Daging Udang
UV = Udang Vaname PU = Pertumbuhan Udang
TKU = Tingkat Kesehatan Udang EP = Efisiensi Pakan
KKU = Komposisi Kimia Udang PrU= Produksi Udang
PL = Produksi Limbah
6

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh feed additive terhadap :
1. Kondisi fisiologis dan tingkat kesehatan udang vaname
2. Kualitas udang vaname
3. Kondisi biologis (SR, SGR, EP) udang vaname
4. Jumlah limbah organik

Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa informasi terkait
pengaruh bahan aditif pakan terhadap kualitas, nutrisi udang, pertumbuhan, dan
efisiensi pakan udang vaname. Pengaplikasian produk tersebut diharapkan dapat
menjadi informasi mengenai efisiensi pakan yang sesuai agar tidak mencemari
lingkungan dan meningkatkan produktivitas udang vaname. Penelitian ini dapat
menjadi informasi dasar dalam merumuskan strategi pengelolaan dan
pengembangan tambak udang vaname yang tepat melalui penggunaan pakan yang
efisien agar tidak mencemari lingkungan perairan serta mampu meningkatkan
kualitas udang vaname.
7

II TINJAUAN PUSTAKA

Udang Vaname

Klasifikasi Udang Vaname


Udang vaname (Gambar 2) adalah salah satu komoditas perikanan yang
banyak dibudidayakan di Indonesia. Udang vaname di introduksi ke Indonesia pada
tahun 2001. Udang ini mempunyai beberapa keunggulan yaitu toleransi terhadap
penyakit dan mempunyai laju pertumbuhan yang cepat (Muqsith et al. 2021).
Daerah penyebaran udang vannamei yaitu Pantai Pasifik, Laut Tengah, Meksiko,
dan Selatan Amerika yang mana wilayah tersebut merupakan wilayah dengan suhu
air berkisar 20°C sepanjang tahun. Wilayah tersebut adalah tempat populasi udang
vannamei dan spesies ini relative mudah dalam berkembang biak dan
dibudidayakan sehingga menjadi salah satu spesies yang menjadi andalan
dibeberapa negara (Muzahar 2020). Klasifikasi udang vaname berdasarkan sebagai
berikut :

Gambar 1 Udang Vaname (Litopenaeus vannamei)


(Sumber: Alimaturahim 2021)

Kingdom : Animalia
Filum : Arthopoda
Sub Filum : Crustacea
Kelas : Malascostraca
Sub Kelas : Eumalacostraca
Ordo : Decapoda
Famili : Penaeidae
Genus : Litopenaeus
Spesies : Litopenaeus vannamei (Boone, 1931)
8

Stuktur Morfologis dan Karakteristik Udang Vaname


Udang vaname mempunyai tubuh yang berbuku-buku dan dapat berganti
kulit pada bagian luar secara periodik (moulting). Tubuh udang vaname dapat
terbagi menjadi dua cabang yaitu exopodite dan endopodite. Udang vaname
mempunyai bagian tubuh yang mengalami modifikasi yang digunakan untuk
aktivitas bergerak, makan, menopang insang, dan membenamkan diri ke dalam
lumpur (burrowing). Bagian antena dan antenula adalah organ sensor pada udang
vaname. Morfologi dari udang vaname terbagi menjadi dua yaitu bagian kepala
(thorax) dan perut (abdomen). Bagian kepala terdiri dari antenula, antena,
mandibula, dan ada 2 pasang maxillae. Bagian kepala udang terdapat 3 pasang
maxilliped dan ada 5 pasang periopoda (kaki jalan). Organ yang telah dimodifikasi
untuk organ makan yaitu maxipilled. Bentuk kaki jalan beruas-ruas pada bagian
dactylus. Dactylus ada yang bentuknya seperti capit pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3
dan tidak ada capit pada kaki ke-4 dan ke-5. Kemudian, bagian perut (abdomen)
terdiri dari 6 ruas yang terdapat 5 pasang kaki renang dan satu pasang uropod yang
membentuk kipas bersama dengan telson (Muzahar 2020).
Menurut Aulia (2014) adapun sifat penting yang dimiliki udang vaname yaitu
udang yang tergolong dalam ordo Decapoda, mempunyai kerapas yang
berkembang menutupi bagian kepala dan dada menjadi satu atau disebut
cephalothorax, udang ini mempunyai tanduk (rostrum), famili Penaeidae yang
menetaskan telurnya diluar tubuh, subgenus Litopenaeus yang ditandai memiliki
organ seksual yang terbuka dengan tidak adanya penampung sperma pada spesies
betina. Adapun nama lain dari udang vaname adalah Pacific white shrimp, West
coast white shrimp, Penaeus vannmei, Camaron blaco Langostino, West leg shrimp
(FAO), Crevette pattes blaches (FAO), Camaron pati blaco (FAO).

Fisiologi Udang Vaname


Udang vannamei awalnya digolongkan ke dalam hewan pemakan segala
macam bangkai yang disebut omnivorous scavenger atau juga pemakan detritus.
Namun, udang ini juga sebagai karnivora yang dapat memakan crustacea kecil,
amphipoda, dan polychaeta. Udang vaname adalah nokturnal yang aktif dimalam
hari untuk mencari makan, sedangkan pada siang hari bersembunyi didalam
substrat atau lumpur. Pertumbuhan udang vaname dipengaruhi oleh dua faktor yaitu
frekuensi molting (waktu antar moulting) dan kenaikan angka pertumbuhannya.
Kondisi lingkungan dan makanan dapat menjadi faktor utama yang dapat
mempengaruhi frekuensi molting. Salah satu contohnya adalah ketika suhu yang
tinggi dapat meningkatkan frekuensi molting. Selama proses molting penyerapan
oksigen oleh udang kurang efisien sehingga banyak mengalami kematian. Molting
dapat pula menjadi hal yang dapat mencerminkan tingkat stres pada udang sehingga
para pelaku budidaya diharapkan dapat tanggap terhadap perubahan-perubahan
yang terjadi (Muzahar 2020).
9

Udang vaname mengalami molting atau proses pergantian kulit secara


periodik sehingga ukurannya dapat menjadi lebih besar. Proses molting dapat
menghasilkan peningkatan ukuran tubuh secara diskontinu dan secara berkala.
Ketika terjadi pergantian kulit, tubuh udang menyerap air, bertambah besar, dan
terjadi pengerasan pada kulit udang. Ketika kulit luarnya keras maka ukuran tubuh
udang tetap sampai pada siklus molting berikutnya. Saat proses molting udang
rentan terhadap serangan udang lainnya atau bersifat kanibalisme terhadap udang
lain. Hal ini karena kondisi udang yang lemah dan adanya cairan yang mengandung
asam amino, enzim, dan senyawa organik hasil dekomposisi parsial eksoskeleton
yang baunya dapat merangsang nafsu makan udang lain (Muzahar 2020).
Adapun proses molting yang terjadi terbagi menjadi empat tahapan yaitu
postmolt, intermolt, early premolt, dan late premolt. Postmolt merupakan tahapan
yang terjadi setelah penanggalan eksoskeleton (cangkang) yang lama. Pada proses
ini terjadi pengembangan cangkang karena terserapnya air ke dalam tubuh melalui
epidermis, insang, dan usus. Kemudian, setelah beberapa jam atau hari
eksoskeleton yang baru akan mengeras. Tahapan selanjurnya adala intermolt yang
ditandai dengan eksoskeleton yang semakin keras karena terjadinya deposisi
mineral dan protein. Tahapan ini cangkang udang relatif tipis dan lunak jika
dibandingkan dengan kepiting atau lobster. Selanjutnya proses early premolt yang
terjadi pembentukan epicuticle baru di bawah lapisan endocuticle. Tahapan ini di
mulai dengan meningkatnya konsentrasi hormon molting dalam hemolymph.
Kemudian, tahapan terakhir yaitu late premolt yang terjadinya pembentukan
kembali lapisan exocuticle yang baru dibawah lapisan epicuticle baru yang
terbentuk pada tahapan early premolt. Proses ini juga ditandai dengan cangkang
baru yang baru terbentuk. Siklus molting dikendalikan oleh hormon molting
(Muzahar 2020).
Stres pada pada udang dapat disebabkan oleh berbagai faktor yaitu factor
biologis, kimia, dan fisik, dimana salinitas menjadi faktor yang signifikan yang
mempengaruhi. Stres adalah respon non spesifik pada tubuh terhadap kebutuhan
akibat paparan dari stressor. Respon primer terhadap perubahan salinitas dapat
berhubungan dengan respon dari system endokrin dan pelepasan hormone stress
(seperti kortisol dan katekolamin) ke dalam aliran darah dan tanggapan sekunder
yang terjadi akibat langsung dari pelepasan hormone-hormon (Lowe dan Davidson
2005). Homeostatis fisiologis pada udang menjadi respon fisiologis ketika kondisi
lingkungan tidak menguntungkan dan udang aka n melakukan mekanisme adaptif
spesifik. Salah satu respon adaptif spesifik adalah ketika udang mengalami fluktuasi
oksigen terlarut yang tinggi atau kondisi hypoxia (Hill et al. 1991). Glukosa
menjadi indikator yang dapat melihat terjadinya tingkat stres pada udang. Jika
konsentrasi glukosa hemolymph melebihi mg/dL dapat mengindikasikan bahwa
udang membutuhkan energi yang lebih saat terjadinya molting dan proses
mempertahankan homeostatis konsentrasi glukosa yang meningkat (Cuzon et al.
2004).
Hemosit atau sel darah udang terdiri 3 macam yaitu sel granulosit, sel
agranulosit dan sel hialin. Komposisi atau fungsi hemosit masih belum diketahui
dengan baik namun jumlah dan tipe hemosit serta aktivitas mikrobial dapat
digunakan untuk memantau kesehatan udang. Karakteristik dan aktivitas sistem
pertahanan udang dapat digunakan untuk menilai kesehatan udang. Total hemosit
merupakan parameter hemolimph yang paling sensitif dan konstan terhadap kondisi
10

stres pada budidaya udang Farfantepenaeus paulensis (Perazzolo et al. dalam


Hartinah et al (2014). Perubahan jumlah hemosit sampai batas tertentu diikuti
dengan perubahan komposisi diferensiasi sel-sel hemosit (Hartinah et al. 2014).
Hemosit dapat dijadikan parameter kuantitatif dalam mengukur respon stres pada
udang. Kemampuan inang untuk melawan bahan asing serta beberapa respon
terhadap infeksi dipengaruhi oleh total hemosit sehingga hemosit yang rendah dapat
menyebabkan kerentanan pada serangan patogen. Peningkatan total hemosit
meningkatkan status kesehatan organisme karena memiliki peluang untuk
membentuk sel-sel fagositosis yang sangat berperan dalam mempertahankan diri
dari serangan mikroorganisme (Tenriulo et al. 2014).

Pakan Udang Vaname


Udang vaname adalah organisme perairan yang bersifat omnivora yang
makanannya seperti crustacea kecil dan plychetes (cacing laut). Udang adalah jenis
organisme yang nokturnal, yaitu aktif mencari makan pada malam hari ketika
intensitas cahaya yang kurang. Pakan buatan mengandung nutrisi dengan formula
yang disesuaikan dengan kebutuhan udang. Pakan serbuk digunakan untuk ukuran
udang PL1-PL15, pakan remahan untuk udang dengan ukuran PL20-1 gram, dan
pellet untuk udang dengan ukuran 1-10 gram. Adapun nutrisi yang terdapat dalam
pakan buatan adalah protein, lemak, karbohidrat, serat, dan zat esensial yang
dibutuhkan oleh udang. Pemberian pakan yang tidak sesuai kebutuhan akan
menyebabkan kelebihan pakan yang dapat menyebabkan kualitas air menurun
sehingga kurang mendukung untuk kehidupan udang yang dapat menyebabkan
mudah terserang penyakit (Garno 2004). Pakan yang berkualitas adalah pakan yang
mengandung protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin yang seimbang.
Pengaruh pakan terhadap pertumbuhan udang vaname telah diinvestigasi oleh
berbagai peneliti, terutama terkait pengaruh mineral kalsium dan protein pakan.
Davis et al. (1992) melaporkan bahwa interaksi berbagai macam mineral dalam
pakan dapat meningkatkan pertumbuhan. Selanjutnya pakan dengan rasio Ca/P
berbeda menentukan kandungan kalsium karapas dan efisiensi pakan udang (Davis
et al. 1993). Upaya lain dengan pemberian protein telah menunjukkan bahwa
kebutuhan protein untuk juvenil vaname adalah sekitar 32% (Kureshy and Davis,
2002). Peningkatan untuk vitalitas pasca larva udang vaname dipengaruhi secara
langsung oleh kandungan protein dan kalsium pakan. Davis et al. (2002)
menyatakan bahwa kandungan asam amino dan mineral berperan dalam
pembelanjaan energi selama proses osmoregulasi.
Kebutuhan protein udang dapat didefinisikan sebagai jumlah protein yang
dibutuhkan yang disesuaikan dengan kecernaan pakan. Protein diserap oleh tubuh
dan dimanfaatkan sebagai zat pembangun sehingga udang vaname dapat
mengalami pertumbuhan. Selain protein, lemak juga dikonsumsi dan digunakan
sebagai sumber energi yang kemudian disimpan dan menjadi lemak tubuh. Lemak
disimpan sebagai cadangan energi untuk kebutuhan energi jangka panjang. Kalsium
yang dikonsumsi udang berperan dalam proses molting yaitu dalam proses
pengerasan kulit. Udang dapat mengalami pertumbuhan yang baik jika proses
molting berjalan dengan baik dan konsumsi pakan yang cukup sertas pengaruh
lingkungan yang baik (Zaidy dan Hadie 2009). Menurut Scabra et al. (2022) energi
dari hasil makanan yang dimakan oleh makhluk hidup termasuk udang vaname
dapat untuk bertahan hidup, kebutuhan sekunder, dan reproduksi.
11

Kualitas pakan yang baik tergantung pada kandungan protein, lemak, serat
kasat dan beberapa nutrien lain yang perlukan bagi pertumbuhan udang. Pakan
dengan kadar protein 35%, 15,20% lemak dan serat kasar 5,31% menghasilkan
pertumbuhan yuwana udang vaname dan konversi pakan terbaik. Selain kadar
protein yang sesuai, kadar lemak yang tidak terlalu tinggi membuat udang
mengkonsumsi pakan yang cukup untuk pertumbuhannya. Pada perlakukan dengan
kadar lemak mencapai 17,36%, konsumsi pakan menjadi rendah sebab pada batas
jumlah tertentu udang akan menghentikan aktivitas makannya, ketika energi yang
terlalu tingggi pada pakan serta nutrien pakan seperti protein akan kecil
kemungkinannya untuk masuk ke tubuh udang sehingga laju pertumbuhan menjadi
rendah. Nutrisi pada pakan seperti protein, lemak, karbohidrat, mineral dan vitamin
menjadi faktor penting yang mendukung kelangsungan hidup dan laju pertumbuhan
pada udang (Heptarina et al. 2010). Komposisi pakan udang yang dapat
meningkatkan kelulushidupan dan laju pertumbuhan yang optimal adalah : Protein
sebesar 47.51%, Lemak 13.11, Kadar air 9.17%, Serat Kasar 2,32%, Kadar abu
12.40% dan BETN 15.46% (Yustianti et al. 2013).

Feed Additive
Budidaya yang ramah lingkungan bisa dilakukan dengan beberapa
pendekatan, salah satunya adalah dengan manajemen pakan. Pendekatan
manajemen pakan menekankan upaya pemanfaatan pakan alami (organik) yang
mempunyai dampak positif bagi organisme. Salah satu komponen penting dalam
pakan adalah dengan penambahan feed additive sebagai bahan pemacu
pertumbuhan dan peningkatan efisiensi pakan (Rahayu dan Budiman 2005). Upaya
yang dapat dilakukan dalam peningkatan nutrisi pakan adalah dengan
meningkatkan kualitas pakannya yang dapat meningkatkan pertumbuhan lebih
cepat. Feed additive adalah bahan yang dapat ditambahkan ke dalam pakan dengan
tujuan untuk memaksimalkan fungsi pakan sebagai penopang keberlangsungan
hidup dan pertumbuhan (Pangaribuan et al. 2017). Adapun jenis kandungan yang
terkandung didalam feed aditive dapat berfungsi sebagai atraktan, antioksidan,
immunostimulan, mineral mikro, multivitamin, prebiotik, probiotik, bahan
prekursor hormon, dan binder. Bahan feed additive dapat berbentuk serbuk atau cair
tergantung pada pakan yang ditambahkan.
Pakan diberikan pada udang untuk meningkatkan kualitas dan pertumbuhan
udang. Penambahan bobot dan laju pertumbuhan dipengaruhi oleh penyerapan
nutrisi yang terkandung pada pakan (Suwoyo dan Mengampa 2010). Salah satu
contoh pengaplikasian feed additive salah satunya adalah penambahan bahan
imunostimulan (ragi komersial, vitamin C, β-glukan dan kromium yeast) pada
pakan uji yang mengandung protein 48,49%, karbohidrat 12,46%, dan lemak
19,15% yang mampu memberikan pengaruh yang sama dengan pakan komersil
terhadap laku pertumbuhan ikan (Suprayudi et al. 2006). Beragam penelitian
mengenai pakan buatan yang tepat untuk usaha budidaya dan upaya penambahan
feed additive pada pakan guna mendukung optimalisasi penyerapan pakan dan
peningkatan kualitas kesehatan udang telah banyak dilakukan. Menurut Amrina et
al. (2013) pemberian pakan buatan 10% silase ikan Gabus terbukti berpengaruh
pada pertumbuhan mutlak dapat memberikan asupan protein yang cukup untuk
pertumbuhan udang. Hal ini disebabkan semakin banyak protein yang disimpan
12

dalam tubuh dan semakin sedikit yang dikatabolisme menjadi energi maka nilai
pertumbuhan akan semakin besar (Heptarina et al. 2010).

Kualitas Air Media Pemeliharaan Udang Vaname

Suhu
Suhu air adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas serta
dapat memacu atau menghambat perkembangbiakan organisme perairan. Suhu
yang meningkat dapat meningkatkan metabolisme dan respirasi organisme air dan
selanjutnya dapat meningkatkan konsumsi oksigen (Murjani 2011). Adapun
kualitas air suhu yang layak untuk pemeliharaan udang vaname berkisar 28-31℃
(toleransi 16-36℃). Suhu lingkungan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan.
Suhu memiliki hubungan dengan metabolisme tubuh ikan. Jika suhu meningkat
maka metabolisme akan meningkat. Suhu adalah indikator atau nilai dari derajat
panas atau dingin dari suatu zat cair maupun zat padat.
Nilai suhu pada kegiatan pembesaran udang dapat berhubungan dengan siklus
kehidupan dari udang. Sebab suhu berhubungan oksigen terlarut udang, semakin
tinggi suhu dalam perairan tambak maka oksigen terlaruh semakin rendah (Rafiqie
2021).

Salinitas
Salinitas dapat menunjukkan kadar garam terlarut di perairan dan salinitas
dapat menjadi faktor penentu pertumbuhan udang dan ikan di tambak. Menurut
Anas et al. (2015) ketika terjadi perubahan salinitas yang ekstrim dan tidak sesuai
dengan kondisi dari habitat biota akan berpengaruh terhadap pertumbuhan biota.
Salinitas pada tambak harus sesuai dengan sumber air yang ada di tambak, apabila
sumbernya berasal dari air laut maka salinitas yang sesuai adalah kisaran dari 30-
36 ppt. Namun, udang mampu hidup pada salinitas 15-25 ppt dan akan tetap hidup
ketika salinitas kurang dari 15 ppt jika perubahan salinitas tidak terlalu besar.
Adapun kualitas air salinitas yang layak untuk pemeliharaan udang vaname berkisar
10-25 ppt. Ketika salinitas mengalami perubahan yang ekstrim maka dapat
menyebabkan tekanan osmotic terganggu sehingga udang tidak mampu beradaptasi
dan berdampak pada stress (Aliafatri 2017). Udang vaname dapat hidup pada
kisaran salinitas 1-2 ppt hingg 40 ppt di perairan (Hernandez et al. 2006).

Derajat Keasaman (pH)


Derajat keasaman atau pH adalah ukuran konsentrasi ion hidrogen yang
menunjukkan suasana asam perairan. Nilai pH yang disebut asam kurang dari 7 dan
disebut basa jika lebih dari 7, sedangkan nilai 7 disebut nilai netral (Effendi 2003).
Nilai pH dapat berpengaruh terhadap kehidupan organisme dalam lingkungan
perairan. Menurut Mulyanto (1992) derajat keasaman atau pH adalah konsentrasi
ion hidrogen suatu perairan. Nilai pH dapat berkisar antara 4-9. Ikan dapat hidup
dengan nilai pH berkisar antara 5-9 dan antara 6,5-8,5. Adapun kualitas air pH yang
layak untuk pemeliharaan udang vaname berkisar 7,5-8,2. Kisaran pH yang kurang
dari 6,5 dapat menekan laju pertumbuhan, bahkan tingkat keasaman dapat
menyebabkan kematian dan mengurangi laju reproduksi. Nilai pH yang kurang dari
13

batas optimum dapat menyebabkan ikan mengalami stres dan mengalami gangguan
fisiologis dan kematian (Soesono 1988).

Oksigen Terlarut
Menurut Effendi et al. (2006), oksigen terlarut adalah jumlah oksigen yang
terkandung didalam air dan parameter kualitas air yang penting karena
keberadaanya yang mutlak diperlukan oleh biota perairan untuk proses respirasi.
Kebutuhan oksigen yang diperlukan organisme bervariasi tergantung umur, ukuran,
dan kondisinya. Kadar oksigen terlarut (Dissolved Oxygen atau DO) perairan adalah
salah satu unsur kimia yang sangat penting sebagai penunjang kehidupan semua
organisme. Oksigen dibutuhkan untuk oksidasi bahan-bahan organik dan anorganik
dalam proses aerobik. Adapun oksigen terlarut yang layak untuk pemeliharaan
udang vaname yaitu > 4 mg/L dengan toleransi maksimum 0,8 mg/L. Sumber utama
oksigen dalam suatu perairan berasal sari suatu proses difusi dari udara bebas dan
hasil fotosintesis organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Herlina et al.
2012).

Amonia
Amonia adalah produk sisa metabolisme utama dari ikan. Sumber utama
amonia berasal dari protein pada pakan yang dimakan oleh ikan untuk kebutuhan
energi dan nutrien. Amonia kemudian dikeluarkan melalui insang dan urin.
Amonia dapat mempengaruhi pertumbuhan biota dalam perairan, karena ikan tidak
dapat bertoleransi terhadap kadar amonia yang terlalu tinggi yang dapat
mengganggu proses pengikatan oksigen dalam darah dan pada akhirnya akan
menyebabkan terganggunya sistem tubuh ikan (Nisa et al. 2013). Menurut
Wulandari (2015) kandungan senyawa organik seperti amonia pada perairan media
budidaya udang vannamei dapat mempunyai kencenderungan meningkat dengan
seiring bertambahnya umur udang. Kemudian, peningkatan padat tebar dapat
berpengaruh terhadap tingginya kandungan amonia yang ada di tambak karena
pakan akan bertambah dan sisa-sisa pakan yang tidak termakan serta feses akan
meningkat. Prinsip pemberian pakan yaitu jika semakin tinggi padat tebar maka
semakin sedikit pakan alami sehingga kebutuhan pakan buatan akan semakin tinggi
dan bahan organik akan meningkat (Muzaki 2004). Adapun oksigen terlarut yang
layak untuk pemeliharaan udang vaname yaitu < 0,1 mg/L.
14

III METODE

Waktu dan Tempat


Penelitian dilaksanakan pada periode Mei hingga Juni 2023 selama 30 hari
di Laboratorium Fisiologi Hewan Air (FHA), Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Ruang Lingkup Penelitian

Rancangan percobaan
Penelitian menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL).
Rancangan terbagi menjadi perlakuan dan ulangan. Perlakuan yang dilakukan
terbagi menjadi tiga yaitu P1(Kontrol), P2, dan P3. Setiap perlakuan dilakukan
sebanyak tiga kali ulangan. Perlakuan yang digunakan pada penelitian dapat dilihat
pada Tabel 1.

Tabel 1 Akuarium yang diberi perlakuan penambahan feed additive


Perlakuan Komposisi
P1 (Kontrol) Pakan konvensional 100% + FA 0%
P2 Pakan konvensional 100% + FA 5%
P3 Pakan konvensional 80% + Pakan komersil 20% + FA 5%

Persiapan Wadah
Wadah pemeliharaan menggunakan akuarium yang telah diatur dan dipasang
dengan peralatan pendukung berupa aerasi, filter akuarium, dan termometer
minimum-maksimum. Akuarium yang digunakan sebanyak 9 buah yang berukuran
30 × 30 × 40 cm3 dengan volume air sebesar 30 liter. Berikut Gambar 2 yang
menunjukkan wadah percobaan yang digunakan.

Gambar 2 Wadah Percobaan


15

Persiapan Hewan Uji


. Hewan uji yang digunakan adalah benih udang vaname (Litopenaeus
vannamei, Boone 1931) dengan ukuran kurang lebih 3,15 gr/ekor. Udang vaname
yang digunakan pada penelitian ini diperoleh dari tambak. Udang vaname
dipindahkan ke Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB University. Udang diaklimatisasi pada wadah fiber ukuran 2 x 1,5 x
0,5 m3. Udang vaname kemudian ditebar secara perlahan ke dalam wadah yang
telah disiapkan. Jumlah udang yang ditebar pada tiap akuarium sebanyak 12 ekor.

Pengukuran Kualitas Air


Adapun parameter fisika kimia air yang diukur adalah suhu, konduktivitas,
DO, pH, alkalinitas, dan amonia diamati dan diukur secara rutin. Parameter suhu
diukur dua kali sehari pada pagi dan sore. Parameter suhu, DO, pH, dan
konduktivitas dianalisis secara insitu dengan menggunakan alat seperti termometer,
DO-meter, pH-meter, dan Conductivity meter, sedangkan parameter alkalinitas dan
amonia dianalisis dengan menggunakan metode titrasi dan spektrofotometer.
Parameter kualitas air, satuan, dan metode atau alat ukur disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Parameter fisika kimia air, satuan, dan metode/alat ukur


Parameter Satuan Metode/Alat Ukur
Suhu °C Termometer
Salinitas ppm Refraktometer
pH - pH-meter
DO mg/L DO-meter
Amonia mg/L Spektrofotometer

Persiapan Pakan Uji


Media penambahan zat aditif yang ditambahkan pada pakan dapat bertujuan
untuk meningkatkan pertumbuhan udang sesuai dengan kualitas dan kuantitas
pakan yang tidak menimbulkan tumpukan pakan yang tidak termakan. Feed Additif
yang digunakan adalah produk Aquapro-IPB Boost. Produk ini mengandung asam
amino, agen asidifikasi, penguat rasa, enzim, dan mineral. FA yang digunakan pada
percobaan digunakan sebanyak 5% yang dicampurkan pada pakan konvensional
dan pakan komersial. Adapun pakan konvensional yang digunakan adalah pakan
jenis NOVO yang mengandung kadar air minimal sebesar 12%, sedangkan pakan
komersial yang digunakan adalah serbuk Feng-Li yang mengandung kadar air
minimal 10%. Berikut adalah kandungan nutrien yang digunakan percobaan ini
pada Tabel 3.
16

Tabel 3 Kandungan nutrien pakan percobaan dalam keadaan kering

Komposisi Nutrien
Jenis Pakan Protein Lemak Karbohidrat Abu
(%) (%) (%) (%)
Pakan Konvensional 31,81 5,6 50,1 12,5
Pakan Komersial 44,4 7,7 33,5 14,4
Pakan Campuran 34,32 6,02 47,58 12,08

Pengelolaan Media dan Pemeliharaan Hewan Uji


Udang vaname dipelihara dan diamati setiap hari selama 30 hari dengan
pengamatan kondisi dan tingkah lakunya. Metode pakan yang dilakukan dengan
frekuensi empat kali dengan rentang 4 jam sekali, dimulai dari jam 07.00, 11.00,
15.00, dan 19.00 WIB. Pemeliharaan kualitas air dilakukan dengan penyiponan
setiap hari sebesar 10% dari volume air. Dua kali seminggu dengan penyiponan
sebesar 70% dari volume air yang digunakan.

Pengamatan dan Pengukuran Contoh


Pengukuran parameter pertumbuhan dilakukan untuk mendapat data panjang,
bobot, dan biomassa ikan pada masing-masing perlakuan. Pengamatan
pertumbuhan ini dilakukan pada awal penelitian sebelum dimasukkan ke dalam
akuarium pada masing-masing perlakuan dan dilakukan pada akhir penelitian.
Pengamatan ketahanan hidup udang dan pencatatan panjang bobot udang yang
mengalami kematian dilakukan setiap hari.

Parameter yang Diamati

Sintasan (Survival Rate)


Sintasan atau survival rate (SR) udang vaname dianalisis dengan rumus sebagai
berikut :

Nt
SR = × 100
N0
Keterangan :
SR = Sintasan (%)
Nt = Jumlah udang di akhir percobaan (ekor)
N0 = Jumlah udang di awal percobaan (ekor)

Faktor Kondisi
Faktor kondisi merupakan suatu keadaan kemontokan ikan yang dinyatakan
dalam angka-angka berdasarkan perhitungan dari panjang berat udang vaname
(Maghfiroh et al.2019). Faktor kondisi menggunakan persamaan (Effendi 2000)
sebagai berikut :

100W
FK=
L^3
17

Keterangan :
FK = Faktor kondisi
W = Bobot udang (g)
L = Panjang udang (cm)

Laju Pertumbuhan Spesifik


Laju pertumbuhan spesifik atau specific growth rate udang vaname dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut (Zenneveld et al. 1991):

̅ t-Ln𝑊
Ln 𝑊 ̅o
LPS = × 100
t

Keterangan :
LPS = Laju pertumbuhan spesifik
𝑊̅ t = Bobot rata-rata ikan diakhir percobaan (gr)
𝑊̅ o = Bobot rata-rata ikan diawal percobaan (gr)
t = Lama periode percobaan (hari)

Rasio Konversi Pakan


Rasio konversi pakan atau feed conversion ratio pada udang vaname dihitung
menggunakan tumus sebagai berikut (Effendie 1997) :

F
RKP =
(Bt+D)-Bo

Keterangan :
RKP = Rasio konversi pakan
F = Jumlah pakan yang dikonsumsi selama pemeliharaan (gr)
Bt = Biomassa akhir (gr)
Bo = Biomassa awal (gr)
D = Bobot udang yang mati selama pemeliharaan (gr)
18

Efisiensi Pemanfaatan Pakan


Nilai efisiensi pemanfaatan pakan dapat dihitung menggunakan rumus Tacon
(1987) sebagai berikut :

EPP = (Wt + D) – W0)


F

Keterangan :
EPP = Efisiensi pemanfaatan pakan (%)
W0 = Bobot udang pada awal pemeliharaan (gr)
Wt = Bobot udang pada akhir pemeliharaan (gr)
F = Jumlah pakan ikan yang diberikan selama pemeliharaan (gr)
D = Bobot udang yang mati selama pemeliharaan (gr)

Limbah Organik
Limbah organik pada kegiatan pemeliharaan dan pembesaran udang
merupakan hasil sisa pakan yang terakumulasi didasar perairan dan meningkatkan
sedimentasi (Zai et al. 2023).

40
Limbah Organik = FCR ×
100
Keterangan :
100 = Total Pakan (%)
40 = Pakan yang tidak termakan (%)
FCR = Feed conversion rate (%)

Persentase Penurunan Limbah Organik


Perhitungan persentase penurunan limbah organik menggunakan data jumlah
pakan yang dikonsumsi untuk memperoleh 1 kg daging udang (data FCR) dari nilai
kecernaan bahan kering pakan berdasarkan literatur.

Lk-L
% Penurunan limbah organik (feses) = × 100
1000

Keterangan :
Lk = Limbah Kontrol (gr)
L = Limbah perlakuan (gr)
19

Glukosa
Parameter fisiologi udang dilakukan dengan mengambil kadar glukosa pada
darah udang yang dilakukan pada awal dan akhir penelitian yang dilakukan di
Laboratorium Kesehatan Ikan, Departemen Budidaya Perairan, IPB. Kadar glukosa
cairan tubuh udang diukur sebelum proses adaptasi dan hari ke-5 setelah
sebelumnya dipuasakan selama 1 hari setelah akhir masa adaptasi. Pengukuran
glukosa cairan tubuh benur udang vaname dilakukan dengan metode whole body
melalui penggerusan. Hasil gerusan ditimbang dan dimasukkan ke dalam tabung
eppendorf yang telah dilapisi EDTA. Tabung eppendorf disentrifus selama 5 menit
dengan kecepatan 10000 g. Cairan tubuh diambil dari bagian supernatant
menggunakan spuit suntik dan ditempatkan di tabung eppendorf kosong yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Metode pengukuran kadar cairan tubuh udang
menggunakan kit GOD-PAP dengan bantuan pembacaan spektrofometer.

Jumlah Hemosit (THC/Total Haemocyte Count)


Penghitungan jumlah hemosit dilakukan menggunakan haemocytometer
dengan rumus (Liu dan Chen 2004) sebagai berikut:

1
𝑇𝐻𝐶 = 𝑅𝑎𝑡𝑎 – 𝑟𝑎𝑡𝑎 ∑𝑆𝑒𝑙 𝑡𝑒𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 × × 100 × 𝐹𝑝 × 100
Volume kotak besar

Parameter Kimia Tubuh


Komposisi kimia daging udang vaname (Litopenaeus vannamei, Boone 1931)
diukur dengan analisis proksimat. Komposisi kimia udang dilakukan dengan
analisis proksimat untuk mengetahui kandungan nilai nutrien secara kasar (crude)
yang meliputi kadar air, protein, lemak, dan abu yang terdapat dalam bahan. Sampel
udang yang digunakan adalah udang vaname yang dipelihara selama satu siklus
pemeliharaan (Verdian et al. 2020). Proksimat merupakan suatu metode analisa
kimia yang digunakan untuk mengetahui kandungan nutrisi di antaranya
karbohidrat, protein, lemak, dan serat (Artama 2001). Pengukuran komposisi kimia
dapat menggunakan metode AOAC 2005 di Laboratorium Jasa Pengujian dan
Sertifikasi (Lab Terpadu) IPB, Gedung Pascasarjana, Kampus IPB Baranangsiang
wing Kimia Lt. Dasar, Jl. Pajajaran Bogor 16129.
Pada awal percobaan pengamatan komposisi kimia tubuh udang, sebanyak
lima ekor udang diambil secara acak untuk analisis awal komposisi tubuh. Pada
akhir penelitian (hari ke-30 pemeliharaan), lima ekor udang diambil. secara acak
dari setiap akuarium untuk analisis komposisi tubuh. Kadar air, protein kasar, lemak
kasar dari pakan uji, dan tubuh ikan diukur dengan metode standar. Kadar air diukur
melalui pengeringan dalam oven pada 105℃ selama 24 jam, protein kasar dianalisis
dengan metode Kjeldah, lemak kasar dianalisis dengan metode ekstraksi ether
melalui sistem Soxhlet. Analisis kadar abu dilakukan dengan pengabuan pada suhu
550℃ selama 24 jam dalam muffle furnace.
20

1.1 Analisis Data


Analisis data pada parameter uji dilakukan menggunakan Microsoft Excel versi
2013 dan Rstudio versi 4.0.2. Analisis parameter SR, FK, LPS, RKP, dan EP serta
kualitas air dilakukan dengan menggunakan uji ANOVA. Analisis ragam
(ANOVA) pada selang kepercayaan 95% dilakukan untuk menentukan beda nyata
perlakuan pada setiap parameter. Setelah dilakukan analisis, hasil tersebut diuji
lebih lanjut menggunakan uji Duncan.
21

DAFTAR PUSTAKA

Afrianto E, Liviawaty E. 2005. Pakan Ikan. Yogyakarta (ID) : Kanisius.


Agustono H, Setyono T, Nurhajati M, Lamid MA, Al-Arief WP, Lokapinasari.
2011. Praktikum Teknologi Pakan Ikan. Surabaya (ID) : Universitas
Airlangga.
Akbarurrasyid M, Prajayanti VTF, Nurkamalia I, Astiyani WP, Gunawan BI. 2022.
Hubungan kualitas air dengan struktur komunitas plankton tambak udang
vannamei. Jurnal Penelitian Sains. 24(2):90-98.
Alifatri LO, Hariyadi S, Susanto HA. 2017. Analisis daya dukung lahan untuk
pengembangan budidaya kerapu di perairan tambak Kecamatan Cilebar,
Kabupaten Karawang. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 22(1): 52-66.
Amrina, Wa Ode Rahmiathi, Wa Iba dan Abdul Rahman. 2013. Pemberian silase
ikan gabus pada pakan buatan bagi pertumbuhan dan kelangsungan
hidup udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada stadia larva post
larva. Jurnal Mina Laut Indonesia. Kendari: Universitas Haluoleo
Andrade T, Afonso A, Peres-Jimenez A, Oliva-Teles A, de Las Heras V, Mancera
JM, Serradeiro R, Costas B. 2015. Evaluation of different stocking densities
in a Senengalese sole (Solea senegalensis) farm: Imlicationa for growth,
humoral immune parameters and oxidative status. Aquaculture. 438:6-11.
Anas P, Sudinno D, Jubaedah I. 2015. Daya dukung perairan untuk budidaya udang
vanname sistim semi intensif dalam pemanfaatan wilayah pesisir Kabupaten
Pemalang. J. Penyul. Perikan. Dan Kelaut. 9(2): 29–46.
AOAC [Association of Official Analitycal Chemist]. 2005. Official methods of
analysis of the Association of Analytical Chemist. Arlington, Virginia,
USA: Published by Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Arini E. 2011. Pemberian kapur (CaCO3) untuk perbaikan kualitas tanah tambak
dan pertumbuhan rumput laut Gracillaria sp. Jurnal Saintek Perikanan.
6(2): 23-30.
Boangmanalu R, Wahyuni TH, Umar S. 2016. Kecernaan bahan kering, bahan
organik, dan protein kasar ransum yang mengandung tepung limbah ikan
gabus pasir (Butis amboinensis) sebagai substitusi tepung ikan pada broiler.
Jurnal Peternakan Integratif. 4(3):329-340.
Cholik F, Jagatraya AG, Poernomo RP, Jauzi A. 2005. Akuakultur : Tumpuan
Harapan Masa Depan Bangsa. Kerjasama Masyarakat Perikanan
Nusantara dengan Taman Akuarium Air Tawar TMILPT. Victoria Kreasi
Mandiri.
Cuzon G, Lawrence A, Gaxiol G, Rosa C, Guillaume J. 2004. Nutrition of
Litopenaeus vannamei reared in tanks or in ponds. Aquaculture. 235:513-
551.
Davis, D.A., A.L. Lawrence, and D. Gatlin. 1992. Mineral requirements of Penaeus
vannamei: a preliminary examination of the dietary essentiality for thirteen
minerals. J. World Aquaculture Society, 23:8±14.
Davis, D.A., A. Lawrence, and D. Gatlin III. 1993. Response of Penaeus vannamei
to dietary calcium, phosphorus, and calcium: phosphorus ratio. J. World
Aquaculture Society, 24:504-515.
22

Davis, D.A., I.P. Saoud, W.J. McGraw, and D.B. Rouse. 2002. Considerations for
Litopenaeus vannamei reared in inland low salinity waters. In: CruzSuárez
et al. (eds.). Avances en Nutrición Acuícola VI. Memorias del VI
Simposium Internacional de Nutrición Acuícola. 3 al 6 de Septiembre del
2002. Cancún, Quintana Roo, México. 73-90pp.
Effendi H. 2003. Telaah Kualitas Air. Yogyakarta (ID) : Kanisius.
Elfidiah. 2016. Study kasus optimalisasi tambak udang dari pencemaran amoniak
(NH3) dengan metode bioremediasi. Distilasi. 1(1): 57-61.
Fitasari E, Reo K, Niswi N. 2016. Penggunaan kadar protein berbeda pada ayam
kampung terhadap penampilan produksi dan kecernaan protein. Jurnal
Ilmu-Ilmu Peternakan. 26(2):73-83.
Garno YS. 2004. Pengembangan budidaya udang dan potensi pencemarannya pada
perairan pesisir. Badan Penerapan Pengkajian dan Teknologi. 5(3):187-
192.
Hardi, Esti H, Sukenda, Enang H, Angela ML. 2011. Karakteristik dan patogenitas
Streptococcus agalactiae tipe β-hemolitik dan non-hemolitik pada ikan nila.
Jurnal Veteriner. 12(2): 152-164.
Hartinah, Sennung LPL, Hamal R. 2014. Performa jumlah dan diferensiasi sel
hemosit juvenil udang windu (Penaeus monodon Fab.) pada pemeliharaan
kematian mendadak pada tambak intensif yang kemungkinan besar
disebabkan terjadi stress pada udang windu. Jurnal Bionature, 15(2), 104–110.
Heptarina D. 2010. Pengaruh pemberian pakan dengan kadar protein berbeda
terhadap pertumbuhan yuwana udang putih Litopenaeus vanamei.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Balai Riset Perikanan
Budidaya Air Tawar. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Herlina, Burhanuddin, Malik A, Murni, Saleh S. 2023. Pengaruh oksigen terlarut
terhadap laju mineralisasi ammonia, nitrit, nitrat, dan fosfat pada budidaya
udang vannamei (Litopenaeus vannamei). Jurnal Ruaya. 11(1):80-85.
Hermawan O, Satyantini WH, Prayogo. 2016. Efek penambahan kitosan terhadap
perubahan jumlah total hemosit dan daya tahan terhadap stress salinitas
pada udang vaname (Litopenaeus vannamei). Journal of Aquaculture and
Fish Health. 5(3):100-107.
Hernandez MR, Buckle LFR, Palacios E, Baron BS. 2006. Preferential behavior of
white shrimp Litopenaeus vannamei (Boone, 1931) by progressive
temperature salinity simultaneous interaction. Journal of Thermal Biology.
31: 565-572.
Hidayat R. 2017. Efisiensi pemanfaatan pakan dan pertumbuhan udang windu
(Penaeus monodon) pada media bioflok dengan C/N ratio berbeda. Jurnal
Sains Teknologi Akuakultur. 1(1):11-20.
Hill AD, Taylor AC, Strang RHC. 1991. Physiological and metabolic responses of
the shore crab Carcinus maenans (L) during environmental anoxia and
subsequent recovery. J. Exp. Mar. Biol. Ecol. 150 : 31-50.
Isman H, Rupiwardani I, Sari D. 2022. Gambaran pencemaran limbah cair industri
tambak udang terhadap kualitas air laut di pesisir Pantai Lombeng. Jurnal
Pendidikan dan Konseling. 4(5): 3531-3541.
Kale A, Bandela N, Kulkarni J, Raut K. 2020. Factor analysis and spatial
distribution of water quality parameters of Aurangabad District, India.
23

Groundwater for Sustainable Develompment. 10.


https://doi.org/10.1016/j.gsd.2020.100345
Kilawati Y, Maimunah Y. 2015. Kualitas lingkungan tambak intensif udang
vannamei (Litopenaeus vannamei) dalam kaitannya dengan prevalansi
penyakit WSSV. Research Journal of Life Science. 2(1):1-5.
Khasani I. 2013. Atraktan pada pakan ikan : jenis, fungsi, dan respons ikan. Media
Akuakultur. 8(2):127-133.
Komarawidjaja W. 2006. Pengaruh perbedaan dosis oksigen terlarut (DO) pada
degradasi amonium kolam kajian budidaya udang. Jurnal Hidrosfir.
1(1):32-37.
Kureshy, N. and D.A Davis. 2002. Protein requirement for maintenance and
maximum weight gain for the Pacific white shrimp, Litopenaeus vannamei.
Aquaculture, 204:125-143.
Kuswardani Y. 2006. Pengaruh pemberian resin lebah terhadap gambaran darah
maskoki (Carassius auratus) yang terinfeksi bakteri Aeromonas
hydrophilla [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lowe CJ, Davison W. 2005. Plasma osmolarity, glucose concentration and
erythrocyte responses of two Antartic nototheniid fishes to acute and
chronic thermal change. Journal of Fish Biology. 67:752-766.
Maulina I, Handaka AA, Riyantini I. 2012. Analisis prospek budidaya tambak
udang di Kabupaten Garut. Jurnal Akuatika. 3(1):49-62.
Maghfiroh A, Anggoro S, Purnomo PW. 2019. Pola osmoregulasi dan faktor
kondisi udang vaname (Litopenaeus vannamei) yang dikultivasi di Tambak
Intensif Mojo Ulujami Pemalang. Journal of Maquares. 8(3):177-184.
Mulyanto. 1992. Lingkungan Hidup untuk Ikan. Jakarta (ID) : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Murjani A. 2011. Budidaya beberapa varietas ikan sepat rawa (Tricogaster
trichopterus Pall) dengan pemberian pakan komersial. 1(2).
Muqsith A, Ariadi H, Wafi A. 2021. Analisis kelayakan finansial dan tingkat
sensitivitas usaha pada budidaya intensif udang vaname (Litopenaeus
vannamei). Journal of Economic and of Fisheries and Marine. 8(2):268-
279.
Muzahar. 2020. Teknologi dan Manajemen Budidaya Udang. Tanjungpinang (ID)
: Umrah Press.
Nisa, Khoirun, Marsi, Fitriani M. 2013. Pengaruh pH media air rawa terhadap
kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih ikan gabus (Channa striata).
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 1(1) : 57-65.
Nuhman, 2009. Pengaruh prosentase pemberian pakan terhadap kelangsungan
hidup dan laju pertumbuhan udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 1(2):193-197.
Pangaribuan E, Sasanti AD, Amin M. 2017. Efisiensi pakan, pertumbuhan,
kelangsungan hidup, dan respon imun ikan patin (Pangasius sp.) yang diberi
pakan bersinbiotik. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia. 5(2):140-154.
Pantjara B, Nawang A, Usman, Rachmansyah. 2012. Pemanfaatan bioflok pada
budidaya udang vaname (Litopenaeus vanname) intensif. Jurnal Riset
Akuakultur. 7(1):61-72.
Pratama A, Wardiyanto, Supono. 2017. Studi performa udang vaname (Litopenaeus
vannamei) yang dipelihara dengan sistem semi intensif pada kondisi air
24

tambak dengan kelimpahan plankton yang berbeda pada saat penebaran.


Jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan. 6(1):643-652.
Pratiwi RK, Arfiati D. 2021. Upaya penurunan bahan organic air sisa budidaya
udang vaname (Litopenaeus vannamei) dengan konsorsium bakteri dan
kepadatan Chlorella sp. yang berbeda. Jurnal Pengabdian Perikanan
Indonesia. 1(3): 188-195.
Prihadi TH, Saputra A, Huwoyon GH, Pantjara B. 2017. Pengaruh kepadatan
terhadap sintasan, pertumbuhan, dan gambaran darah benih ikan betutu
Oxyeleotris marmorata. Jurnal Riset Akuakultur. 12(4):341-350.
Rafiqie M. 2021. Analisis kualitas air budidaya udang vaname (Litopenaeus
vannamei) di tambak rakyat kontruksi dinding semen dan dasar tambak
semen di Pantai Konang, Kecamatan Panggul Kabupaten Trenggalek.
Samakia:Jurnal Ilmu Perikanan. 12(1):80-85.
Ridwan M, Fathoni R, Fatihah I, Pangestu DA. 2016. Stuktur komunitas
makrozoobenthos di empat muara sungai Cagar Alam Pulau Dua, Serang,
Banten. Al-Kauniyah Jurnal Biologi. 9(1).
Royan F, Rejeki S, Haditomo AHC. 2014. Pengaruh salinitas yang berbeda
terhadap profil darah ikan nila (Oreochromis niloticus). Journal of
Aquaculture Management and Technology. 3(2):109-117.
Scabra AR, Hermawan D, Haryadi. 2022. Feeding different types of feed on
Vannamei Shrimp (Litopenaeus Vannamei) maintaining with low salinity
media. Jurnal Media Akuakultur Indonesia. 2(1):31-45.
Soetomo M. 1990. Teknik Budidaya Udang Windu. Bandung (ID) : Sinar Baru.
Soesono. 1989. Limnology. Bogor (ID) : Direktorat Jendral Perikanan, Departemen
Pertanian.
Sitorus H, Widigdo B, Lay BW. 2005. Estimasi daya dukung lingkungan pesisir
untuk pengembangan areal tambak berdasarkan laju biodegradasi limbah
tambak di perairan pesisir Kabupaten Serang. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan
dan Perikanan Indonesia. 12(2): 97-105.
Supriatna, Mahmudi M, Musa M, Kusriani. 2020. Hubungan pH dengan parameter
kualitas air pada tambak instensif udang vannamei (Litopenaeus vannamei).
Journal of Fisheries and Marine Research. 4(3):368-374.
Suwoyo, Suryanto H, Mangampa M. 2010. Aplikasi probiotik dengan konsentrasi
berbeda pada pemeliharaan udang vaname (Litopenaeus vannamei).
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. Sulawesi Selatan.
Syah R, Makmur M, Fahrur M. 2017. Budidaya udang vaname dengan padat
penebaran tinggi. Jurnal Ilmiah Kelautan dan Perikanan. 12(1):19-26.
Tahe S, Suwoyo S. 2011. Pertumbuhan dan sintasan udang vaname (Litopenaeus
vannamei) dengan kombinasi pakan berbeda dalam wadah terkontrol.
Jurnal Riset Akuakultur. 6(1):31-40.
Tenriulo A, Parenrengi A, Tampangallo R. 2014. Respons imun udang windu,
Penaeus monodon yang membawa marker DNA tahan penyakit setelah
dipapar bakteri patogen Vibrio harveyi. In Forum Inovasi Teknologi Akualtur.
pp. 991–999.
Ulumiah M, Lamid M, Soepranianondo K. 2020. Manajemen pakan dan analisis
usaha budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) pada lokasi yang
berbeda di Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Sidoarjo. Journal of
Aquaculture and Fish Health. 9(2):95.
25

Verdian AH, Witoko P, Aziz R. 2020. Komposisi kimia daging udang vaname dan
udang windu dengan sistem budidaya keramba jarring apung. Jurnal
Polinela. 20(1):1-4.
Wedemeyer GA. Barton BB. McLeay DJ. 1990. Stress and acclimation. In C.B.
Schreck and P.B. Moyle (Eds). Methods for Fish Biology. Bethesda MD:
American Fisheries Society.
Wulandari A. 2020. Estimasi beban limbah nutrient terhadap daya dukung
lingkungan untuk budidaya udang vannamei (Litopenaeus vannamei)
semi intensif di Desa Banjar Kemuning. [Skripsi]. Surabaya (ID):
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel.
Wulandari, E. (2015). Hubungan Pengelolaan Kualitas Air Dengan Kandungan
Bahan Organik, NO2 dan NH3 Pada Budidaya Udang Vannamei
(Ltopenaeus vannamei) di Desa Keburuhan Purworejo. Journal of
Maquares Management of Aquaculture. 4(3):42-48.
Zaidy AB, Hadie W. 2009. Pengaruh penambahan kalsium pada media terhadap
siklus molting dan pertumbuhan biomassa udang galah, Macrobrachium
rosenbergii (de Man). Jurnal Riset Akuakultur. 4(2):179-189.
26

Anda mungkin juga menyukai