Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI

PEMBUATAN YOGURT

Disusun Oleh:

Nama : Ayu Pramudita

NIM : K4321015

Kelas :A

Kelompok/Asisten : 2/Bagus Nur Wibisono

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2022
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

MIKROBIOLOGI

I. Judul : Pembuatan Yoghurt


II. Tujuan : Mahasiswa dapat mempraktikkan pembuatan Yoghurt
III. Alat dan Bahan
a. Alat
− Panci
− Termometer
− Sendok
− Toples bulat
− Kertas payung
− Karet gelang
b. Bahan
− Susu sapi murni 250 ml
− Starter Lactobacillus bulgaricus 5 ml

IV. Prinsip Kerja :


V. Dasar Teori

Susu adalah substansi cair yang disekresikan oleh kelenjar mamae oleh semua
mamalia. Bagian utamanya adalah air, lemak, protein, gula, dan abu. Susanto (2003)
menyatakan susu merupakan sumber kalsium, fosfor, vitamin B, dan protein yang
sangat baik. Mutu protein susu setara dengan protein daging dan telur. Protein susu
sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan
tubuh. Susu sapi segar adalah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau
ditambah apapun. Ciri-cirinya adalah berwarna putih kekuning-kuningan, tidak tembus
cahaya. Kekuningan karena memiliki kandungan vitamin A yang tinggi (Puspardoyo,
1997).

Susu merupakan bahan pangan yang mempunyai nilai gizi tinggi, sehingga
menjadi medium yang sangat disukai oleh mikroorganisme untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Adanya pertumbuhan berbagai mikroba tersebut dapat merubah
mutu susu yang ditandai dengan perubahan rasa, aroma, warna dan penampakan yang
menyebabkan susu menjadi rusak. Susu dalam waktu yang cepat menjadi tidak layak
dikonsumsi bila tidak ditangani secara benar. Untuk mengatasi hal tersebut perlu
dilakukan pengolahan dan pengawetan, salah satunya ialah dengan fermentasi susu
menjadi yoghurt.

Fermentasi merupakan proses pengolahan susu yang melibatkan aktivitas satu


atau beberapa mikroorganisme yang menguntungkan, sehingga dapat meningkatkan
nilai guna dan nilai sosial ekonomi suatu bahan produk. Proses pengolahan susu
bertujuan untuk memperoleh susu yang beraneka ragam, berkadar gizi tinggi,
berkualitas tinggi, tahan simpan dan mempermudah pemasaran, sekaligus
meningkatkan nilai tukar serta daya guna bahan mentahnya, antara lain jenis produk
susu yang sudah dikenal dikalangan masyarakat adalah yoghurt.

Yoghurt pada umumnya dibuat dengan menggunakan bakteri Streptococcus


thermophilus dengan suhu optimum 38-420C dan Lactobacillus bulgaricus dengan suhu
optimum 42-450C. Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus
merupakan bakteri asam laktat (BAL) yang membantu dalam fermentasi susu menjadi
yoghurt, karena bakteri asam laktat merupakan bakteri yang menguntungkan. Bakteri
Asam Laktat (BAL) melalui proses paesturisasi, dengan atau tanpa penambahan bahan
pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan BAL menghasilkan asam
laktat yang akan menurunkan pH. pH yang rendah akan melarutkan lemak
dan berdifusi melalui membran sel sehingga sel akan mengalami kematian. Bahan
dasar yoghurt adalah susu baik susu hewani seperti susu sapi, susu kuda maupun susu
kambing, ataupun dari susu nabati termasuk susu kedelai (Wigati dkk, 2019).

Efek Kesehatan (Therapeutic purposes) yang telah dibuktikan ketika


mengkonsumsi susu fermentasi diantaranya adalah mengatasi masalah lactose
intolerance, meningkatkan fungsi pencernaan dan penyerapan zat-zat gizi, mengurangi
bakteri jahat dalam saluran pencernaan. Yoghurt biasanya dibuat dengan
menggunakan memanaskan susu sapi pada suhu tertentu ataupun dipasteurisasi.
VI. Hasil Pengamatan dan Pembahasan
a. Tabel Pengamatan Kelompok & Analisis Data Kelompok
Substrat
Aspek
Hari Ke-0 Hari Ke-7

Warna Putih Susu Terbentuk dua


permukaan, bagian bawah
cair dan berwarna
kekuningan transparan,
sedangkan bagian atas
terbentuk gumpalan
berwarna putih susu

Tekstur Cair dan Tidak Menggumpal dan cair


Menggumpal
Aroma Manis seperti aroma Berbau meyengat
gulali
Rasa Tawar sedikit manis Asam

pH 6,5 7

b. Perbandingan Hasil dengan Teori


1. Aspek Warna
Warna yoghurt ternyata dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi
oleh ternak (Timo & Purwantiningsih, 2020). Makanan hijauan adalah sumber
yang baik bagi beta karoten di mana warna kuning pada karoten tersebut akan
terdapat dalam lemak air susu. Hal ini yang menyebabkan mengapa yoghurt dari
susu skim warnanya cenderung lebih putih karena kandungan lemaknya rendah,
sementara karoten yang menyumbangkan warna kuning tersebut berasal dari
lemak susu. Sedangkan hasil praktikum pembuatan menunjukkan yohurt
menghasilkan dua warna yang berbeda, yaitu gumpalan putih pada bagian atas
dan cairan kuning pada bagian bawah. Hal ini dikarenakan wadah susu
terguncang atau dipindahkan saat di fermentasi.
2. Aspek Tekstur
Tekstur dari yoghurt yang dihasilkan menentukan apakah yoghurt
tersebut berkualitas baik. Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang lembut
seperti bubur, tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu padat (Legowo, 2002).
Faktor berbagai level temperatur dan jenis susu serta interaksi dari kedua faktor
tersebut terhadap tekstur yoghurt menunjukkan perbedaan yang sangat nyata.
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan Yogurt, tekstur yang dihasilkan adalah
gumpalan pada permukaan bagian atas. Sedangkan tekstur yoghurt bagian
bawah cair. Hal ini diakibatkan karena susu telah didiamkan semalaman dan
terdapat interaksi antara susu dengan bakteri biakan lainnya, karena pembuatan
yoghurt berada pada ruangan yang sangat terbuka. Hal ini menandakan yohurt
telah terkontaminasi.
Menurut Gilliland (1986) beberapa faktor yang mempengaruhi tekstur
yoghurt adalah perlakuan pada susu sebelum diinokulasikan, ketersediaan
nutrisi, bahan-bahan pendorong, produksi metabolis oleh lactobacilli, interaksi
dengan bakteri biakan lainnya, penanganan bakteri sebelum digunakan dan juga
ada atau tidaknya antibiotika dalam susu.
3. Aspek Aroma
Yoghurt memiliki aroma khas yoghurt yang unik dan asam. Dlam
pembuatan yoghurt, terdapat dua bakteri utama yang berperan yaitu bakteri
Lactobacilus bulgaricus dan Streptococcus termophilus. Dalam aspek aroma
bakteri yang lebih berperan dalam pembentukannya adalah bacteri
Lactobacillus bulgaricus. Aroma ini berhubungan dengan tingkat keasaman dari
yoghurt. . Semakin tinggi kandungan asam maka aroma asam khas yoghurt akan
semakin kuat. Hal ini juga dipengaruhi oleh lama fermentasi, dimana
penambahan waktu fermentasi menyebabkan penurunan nilai pH yang
berpengaruh pada aroma.
Namun berdasarkan praktikum pembuatan yoghurt, aroma yang
dihasilkan tengik dan sangat menyengat. Aroma pada yoghurt dipengaruhi oleh
substrat dan udara yang masuk dalam yoghurt. Bakteri yang membentuk
yoghurt merupakan bakteri non-aerob, bakteri tersebut tidak dapat mengalami
perkembangan apabila peran udara didalamnya. Toples yang digunakan dalam
pembuatan yoghurt terlalu besar dan menyimpan ruang untuk oksigen, sehingga
bakteri yoghurt tidak berada dalam lingkungan yang mendukung untuk
pertumbuhan.

4. Aspek Rasa
Rasa yoghurt yang diamati adalah melalui pemberian yoghurt polos
(tanpa ditambahi perasa apapun) kepada panelis. Yoghurt biasanya memiliki
citarasa asam menyegarkan yang tajam dan aroma yang khas. Yoghurt hasil
praktikum memiliki rasa yang sangat asam dan berbau tengik. Rasa asam pada
yoghurt merupakan indikasi perkembangbiakan dari percampuran bakteri yang
berjalan baik dan cepat (Driessen, 1981). Rasa asam pada yoghurt juga
menunjukkan bahwa adanya asam laktat yang telah terbentuk sebagai hasil kerja
dari bakteri (Eckles, 1980).
Hasil yoghurt pada praktikum tergolong gagal namun, tetap memiliki
rasa asam, mengapa? Karena pada aspek ini memiliki kategori tersendiri.
Berhubungan dengan pH, tingkat keasaman susu sebelum difermentasi adalah
6,5-7. Meskipun yoghurt gagal dalam banyak aspek dan tidak memenuhi,
namun rasa yang tercipta pada yoghurt tetap asam karena kondisi yang tidak
terlalu asam ini memungkinkan kedua bakteri asam laktat ini untuk tumbuh
membentuk rasa. Bakteri asam laktat akan mengubah laktosa menjadi glukosa
dan galaktosa mesuk jalur glikolisis membentuk asam piruvat kemudian asam
piruvat diubah menjadi produk akhir berua asam laktat. Dengan kata lain susu
dalam keadaan basi karena memiliki bau yang menyengat dan rasa asam. Tanpa
dipasteurisasi, susu yang didiamkan selama beberapa hari pun akan menjadi
basi, sehingga apabila dua bakteri asam laktat tidak dapat menjalankan
fungsinya untuk mengasamkan susu dalam pembentukan yoghurt, maka ada
bakteri pathogen lain yang membuat susu menjadi asam seperti Streptococcus
lactis, Escheria coli, Pseudomonas, dan lain-lain. Apalagi dalam pembuatannya
banyak terdapat kontaminan karena di luar ruangan.
.
5. Aspek pH
Yoghurt normal memiliki pH berkisar 4,15 – 4,18, kisaran normal yang
merupakan efek dari aktivitas Lactobacillus yang menurunkan pH menjadi 3,8
- 4,4 (Insyiroh dkk, 2016). Namun pH yoghurt hasil praktikum berkisar antara
6,5-7. Kemungkinan kertas pH yang digunakan tidak akurat karena seharusnya
yoghurt memiliki pH yang lebih asam dari sebelumnya.

c. Faktor Penyebab Kegagalan


Substrat susu murni dipanaskan dalam suhu maksimal 80 derajat celcius untuk
membunuh mikrooganisme pathogen perusak, kemudian didinginkan untuk
memberi kondisi optimum bagi pertumbuhan bakteri starter, lalu diberi starter
yoghurt, selanjutnya diinkubasikan pada suhu stabil 37 derajat celcius dalam
keadaan tertutup rapat.
Berdasarkan hasil praktikum dan pengamatan pembuatan yoghurt setelah hari
ke-7, yoghurt terbentuk gumpalan berwarna putih pada permukaan atas dan cairan
bening kekuningan pada bagian dasarnya, berbau menyengat, dan bertekstur tidak
keseluruhan terbentuk yoghurt. Berdasarkan ciri tersebut, dapat diindikasikan
gagal. Sedangkan kriteria yoghurt berkualitas baik yaitu mempunyai aroma normal
khas yoghurt, rasa asam khas yoghurt, dan tekstur kental/semi padat.
Penyebab kegagalan yang mungkin terjadi dalam prosesnya berdasarkan
praktikum adalah sebagai berikut.
1. Suhu dan Pasteurisasi, terjadi kerusakan pada susu ditandai dengan pecahnya
permukaan atas susu saat pemanasan, dikarenakan tidak stabilnya pengadukan.
Pengadukan ini bertujuan untuk menjaga kestabilan emulsi susu. Jika terjadi
kepecahan pada permukaan atas saat pemanasan, maka dapat dipastikan zat
pengemulsi (emulsifier) susu, yaitu kasein (salah satu protein susu), menjadi
rusak atau pecah. Oleh karena itu susu tidak dapat optimal dalam proses
fermentasi.
2. Selain itu suhu yang diberikan saat pemanasan kurang akurat cenderung terlalu
panas karena thermometer bergerak mencapai suhu optimum dengan sangat
lambat, sedangkan keadaan susu dengan kompor tetap menyala dapat
memberikan suhu yang lebih, akibatnya terjadi pemanasan yang terlalu tinggi.
Pemanasan dengan suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan
protein (denaturasi), emulsi lemak dan vitamin, sedangkan susu yang dibekukan
akan menyebabkan pecahnya emulsi dan lemaknya akan terpisah.
3. Praktikum dilakukan pada ruangan terbuka, dan terkena cahaya matahari
langsung. Susu yang terkena sinar matahari secara langsung dapat berubah cita
rasanya serta terjadi oksidasi lemak dan perubahan protein (Wibisono dkk,
2016). Oksidasi lemak berjalan melalui 3 cara, yaitu autooksidasi, fotooksidasi,
dan oksidasi enzimatis. Kemungkinan telah terjadi fotooksidasi oleh cahaya
matahari. Proses oksidasi lemak dan minyak pada prinsipnya
merupakan proses yang terjadi di sekitar ikatan rangkap (tidak jenuh) dalam
molekul gliserida penyusun lemak dan minyak. Hal inilah yang menjadi
penyebab utama munculnya aroma tengik/bau tidak sedap pada yoghurt, terjadi
karena proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tidak jenuh
dalam minyak.
4. Botol yang digunakan untuk inkubasi terlalu besar, sehingga meskipun tidak ada
sirkulasi udara bebas yang terjadi, namun masih terdapat O2 yang terjebak
dalam toples. Oksigen dapat merusak vitamin, warna susu, cita rasa serta
merupakan pemicu pertumbuhan mikroba aerobik. Susu yang mengandung
lemak dapat menyebabkan ketengikan karena proses lipoksidase.

d. Mekanisme Mikroskopis dalam Yogurt


Yoghurt merupakan suatu produk susu yang difermentasi menggunakan
bakteri asam laktat seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus yang sangat menguntungkan. Bakteri Lactobacilhis bulgaricus
merupakan jenis bakteri gram positif, berbentuk batang, sering membentuk
pasangan dan rantai dari sel-selnya serta dapat mengubah laktosa menjadi asam.
Bakteri Streptococcus thermophilus merupakan jenis bakteri gram positif yang
berbentuk bulat, membentuk rantai serta dapat menghasilkan asam laktat dan
membantu mengawetkan susu. Pada proses fermentasi yoghurt dapat
menggunakan kultur kultur campuran. Produk yoghurt yang menggunakan
kultur campuran bakteri, memenuhi standar yang ditetapkan oleh Food
Standards Australia New Zealand. Kultur campuran dan bakteri asam laktat
seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus merupakan
bakteri yang umum digunakan sebagai kultur starter pada proses fermentasi
susu menjadi yoghurt. Ketika digunakan sebagai kultur campuran, kedua
bakteri ini bersimbiosis mutualisme, dimana Lactobacilhe bulgaricus dapat
menghasilkan asam amino dan peptida pendek yang menstimulasi pertumbuhan
Streptococcus thermophilus, sedangkan Streptococcus thermophilus
menghasilkan asam format yang menunjang pertumbuhan Lactobacillus
bulgaricus. Selain itu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus
dapat bertahan hidup setelah melewati saluran pencemaan manusia (Timo &
Purwantiningsih, 2020)
e. Kandungan Karakteristik Substrat
Kualitas fisik dan kimia susu sapi segar dipengaruhi oleh faktor bangsa
sapi perah, pakan, sistem pemberian pakan, frekuensi pemerahan, metode
pemerahan, perubahan musim dan periode laktasi (Utami et al., 2014). Banyak
faktor yang mempengaruhi kualitas produksi susu sapi, faktor tersebut
diantaranya adalah genetik induk sapi, pakan sapi, dan tatalaksana
pemeliharaan, ketiga faktor tersebut saling berkaitan satu dengan yang lain
(Asmaki et al., 2009). Substrat susu sapi murni ditinjau sifat fisiknya memliki
karakteristik sebagai berikut.
1) Kerapatan
Kerapatan susu bervariasi antara 1,0260 dan 1,0320 pada suhu 20oC.
Keragaman ini disebabkan karena perbedaan kandungan lemak dan zat-zat
padat bukan lemak (Amalia, 2012)
2) Nilai pH
3) Nilai pH susu segar berada di antara pH 6,6 - 6,7 dan bila terjadi cukup
banyak pengasaman oleh aktivitas bakteri, angka-angka ini akan menurun
secara nyata. Telah dilakukan pengukuran pH pada praktikum, susu sapi
murni memiliki pH 6,5 yang artinya susu sapi dalam kondisi asam dari batas
standar. Bila pH susu naik di atas 6,6 - 6,8 biasanya hal itu dianggap sebagai
tanda adanya mastis pada sapi, karena penyakit ini menyebabkan perubahan
keseimbangan mineral dalam susu (Amalia, 2012).
4) Warna
Warna susu sapi murni yang normal adalah putih sedikit kekuningan.
Warna putih dari susu diakibatkan oleh dispersi yang merefleksikan sinar
dari globula-globula lemak serta partikel-partikel koloid senyawa kasein
dan kalsium posfat. Warna kekuningan disebabkan karena adanya pigmen
karoten yang terlarut di dalam lemak susu. Karoten mempunyai keterkaitan
dengan pigmen santofil yang banyak ditemuan di dalam tanam-tanaman
hijau. Bila karoten dan santofil dikonsumsi oleh sapi perah, maka akan ikut
dalam aliran darah dan sebagian terlarut/bersatu dalam lemak susu
(Pinusthika, 2011).
5) Aroma
Susu segar memiliki rasa sedikit manis dan bau (aroma) khas. Rasa manis
disebabkan adanya gula laktosa didalam susu, meskipun sering dirasakan
ada sedikit rasa asin yang disebabkan oleh klorida. Bau khas susu
disebabkan oleh beberapa senyawa yang mempunyai aroma spesifik dan
sebagian bersifat volatil. Oleh sebab itu, beberapa jam setelah pemerahan
atau setelah penyimpanan, aroma khas susu banyak berkurang (Hanum,
2020).
VII. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum pembuatan yoghurt dapat disimpulkan bahwa
yoghurt merupakan minuman fermentasi susu oleh dua bakteri asam laktat yaitu
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus termophillus. Sebelum diberi starter bakteri
untuk fermentasi, susu dipasteurisasi terlebih dahulu agar dalam keadaan steril dari
kontaminan. Aspek yang di nilai dalam pembuatan yoghurt ini adalah warna, pH, rasa,
tekstur, dan aroma. Yoghurt yang berhasil dibuat menghasilkan warna putih susu, pH
4-5, rasa asam tipis khas yoghurt, tekstur padat atau kental namun tidak bening, dan
aroma khas yoghurt. Namun hasil pembuatan yoghurt didapatkan hasil warna putih
susu menggumpal di bagian atasa dan bening dipermukaan, pH 6-7, rasa asam, tekstur
menggumpal di atas dan cair di bawah, serta aroma tengik dan menyengat. Berdasarkan
hasil analisis maka dapat disimpulkan pembuatan yoghurt gagal karena pengaruh
beberapa factor.
VIII. Daftar Pustaka
Asmaki, A.P., Masturi, H., dan Asmaki, T.D. 2009. Usaha Ternak Sapi. CV. Pustaka
Grafika, Bandung

Driessen, F. 1981. Mixed Culture Fermentations, P. Bushell & J. Slater. London:


Educations Academic Press.
Eckles, C. H., W. B. Combs, H. Macy. 1980. Milk and Milk Products. 4th Edition,
Gilliland, S.E. 1986. Bacterial Starter Cultures for Food. Florida, USA: CRC Press.
Hanum, E. A. R. (2020). Pembuatan Keju Mozzzarella Di CV. Brawijaya Dairy
Industry Batu Malang (Doctoral dissertation, UPN'VETERAN'JAWA
TIMUR).
Insyiroh, U., Masykuri, M., & Abduh, S. B. M. (2016). Nilai pH, Keasaman, Citarasa,
dan Kesukaan Susu Fermentasi dengan Penambahan Ekstrak Buah
Nanas. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan, 3(3).
Pinusthika, C. C. (2011). Penerapan konsep haccp (hazard analysis critical control
point) sebagai upaya peningkatan mutu pada proses pembuatan susu
pasteurisasi-homogenisasi di CV. Cita Nasional.

Puspowardoyo, H. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani–Nabati. Yogyakarta: Kanisius.


Syainah, E., & Novita, S. (2014). Kajian pembuatan yoghurt dari berbagai jenis susu
dan inkubasi yang berbeda terhadap mutu dan daya terima. Jurnal
Skala Kesehatan, 5(1).
Timo, A. M., & Purwantiningsih, T. I. (2020). Kualitas Kimia dan Organoleptik
Yoghurt yang dibuat Menggunakan Kultur Yoghurt dan Jenis Susu
yang Berbeda. JAS, 5(3), 34-40.

Utami, K. B., Radiati, L. E., & Surjowardojo, P. (2014). Kajian kualitas susu sapi perah
PFH (studi kasus pada anggota Koperasi Agro Niaga di Kecamatan
Jabung Kabupaten Malang). Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan (Indonesian
Journal of Animal Science), 24(2), 58-66.
WIBISONO, M. A. A., ABDUH, S. B. M., & PRAMONO, Y. B. (2016). Perubahan
Total Bakteri, pH dan Intensitas Pencoklatan Susu Selama Pemanasan
Suhu 70° C.(The Change in Bacteria Number, pH, and Browning
Intensity of Milk an Influenced by Heating at 70° C) (Doctoral
dissertation, Fakultas Peternakan Dan Pertanian Undip).

Wigati, D., Sari, W. K., & Kristantri, R. S. (2019). Uji Aktivitas Antibakteri Yoghurt
Susu Sapi Dan UHT terhadap Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus
aureus. Jurnal Farmasi & Sains Indonesia, 2(2), 9-12.
IX. Lembar Pengesahan

Surakarta, 29 November 2022

Asisten Praktikum Praktikan

(Bagus Hasan Wibisono) (Ayu Pramudita)


NIM. NIM. K4321015
LAMPIRAN

a. Data pengamatan hari ke-0 dan 7


b. Dokumentasi proses pembuatan
c. Laporan sementara
d. Abstrak jurnal

Anda mungkin juga menyukai