Anda di halaman 1dari 5

Notulensi Rekomendasi Kebijakan Mekanisme Insentif Bagi Airline dalam

Penggunaan Sustainable Aviation Fuel (SAF)


Tanggal: Rabu, 15 Maret 2023

PIC/ Narasumber Keterangan


Pak Teguh (PIC) (Brief) Masukan dan tanggapan untuk penajaman TOR tentang
mekanisme intensif bagi SAF, terutama di ruang lingkup dan
kebutuhan tenaga ahlinya.

Tenaga ahli yang digunakan (sesuai TOR), apakah ada tanggapan


mengenai kebutuhan tenaga ahli

Pak Gunung Usulan ini sebenarnya bukan berasal dari kami, sehingga TOR nya
sedikit masih kurang karena memang di tempat kami masih belum
cukup analis yang memiliki kemampuan dalam hal ini, sehingga
kami harapkan masukan-masukannya agar TOR lebih baik lagi.

1. Tambahan/ instruction: Terkait IKN karena dia menjadi


pelabuhan udara yang spesial (peduli lingkungan,
autonomous car dll) sehingga menjadi masalah manakala
pesawat militer tidak menggunakan komponen BBM yang
tidak memenuhi unsur BBM (requirement). Karena
pelabuhan udara special, tapi juga ada private jet yang
memiliki izin khusus di IKN. Hal ini menjadi pertanyaan, (1)
apakah seluruhnya yang masuk ke IKN termasuk militer,
termasuk yang menggunakan SAF. (2) Dari pesetujuan 15
saat ini yang kategori bandara international, jika ini menjadi
std. international kalau ini sudah merupakan peraturan ICAO
artinya seluruh pesawat indonesia yang akan melewati
border minimal require dari ketentuan yang disebutkan tadi.
(3) bagaimana kita memetakan dari Industri hulu sampai ke
hilir, terutama menggunakan minyak kelapa sawit; kemudian
berapa volume yang dibutuhkan; kemudian produksinya
dimana.
2. Instruction: Terkait dengan narasumber di diskusikan
kembali, apa saja aspek yang harus dipenuhi dan
dimasukan, setelah itu kita hitung ulang apakah kita
membahas khusus pesawat IKN saja atau boleh ditambah di
15 bandara internasional yang baru disetujui

Pak Iman 1. Ide nya bagi saya sangat baik (judul) karena biasanya
Reksowardojo (ITB) intensif bukan untuk airlines tapi biasanya untuk pihak
energinya. Karena dari airline juga perlu dapat
penyemangat, sampai saat inipun bagi kita sangat sulit
untuk membuat terrealisir dengan baik masuk ke
operasional.
2. Intinya sudah baik tapi detail nya perlu didalami satu persatu
untuk TOR nya. yang terpenting juga tenaga Ahli harus
banyak dan sesuai dengan stakeholdernya, tidak semata
mata dari Perhubungan/ESDM/Pertamina.
3. Sesuai masukan pak Rais yang cerita tentang SAF. Yang
menentukan betul-betul SAF adalah ICAO dengan Corsia
nya. Nah, apakah kajian ini hanya untuk SAF dengan ICAO,
atau membeli insentif keuntungan untuk airlines yang
domestik. Karena kalau domestik tidak ada hubungan
dengan ICAO, Jadi kita bisa melakukan penggunaan
bioavtur buatan indonesia tanpa ada hubungannya dengan
SAF yang didefinisikan oleh ICAO melalui Corsia.
*Bioavtur belum memenuhi syarat dari ICAO tadi
4. Terkait tenaga ahli seharusnya dari hulu ke hilir agar mudah
merinci nya: (Hulu) Sumber Bahan Bakar-> Pertamina/
Kilang/ Teknologi dan Inovasi, bertahap hingga (hilir)
tenaga ahli bidang Penerbangan dst. Harus diurut dari awal,
karena tanpa diikutkan dari awal ditengah jalan bisa saja
terhenti (sesuai dengan pengalaman sebelumnya karena
harga menjadi tidak eknomis sehingga beberapa pihak yang
terlibat tidak tertarik lagi). Maka dari itu kita perlu tahu
bagaimana strategi para tenaga ahli awal/hulu.
5. Dari TOR ini saya tidak lihat tenaga ahli yang dari Hulu,
yaitu dari pertamina atau ESDM.

Pak Dr. Rais Zain 1. Dasar sustainable fuel kan isu ICAO yang dioperasikan oleh
(ITB) corsia, dimana di 2027 akan ada rencana mandatory. Jadi
saya berpikir jika kita akan mengikuti scene nya corsia ini,
maka yang lebih kita perhatikan adalah international flight.
Karena tidak semua pesawat yang ada di Indonesia, namun
hanya international flight
2. Saat ini perlu dihitung berapa sebenarnya kebutuhan. Kalau
saat ini ada sekitar yang di declare 32 bandara internationl,
namun 8 diantaranya tidak ada penerbangan internasional,
jadi ada sekitar 24 bandara international yang ada kegiatan
international flight. Pertama ini yang harus dihitung saat ini
berapa dan sampai 2030 kebutuhannya berapa (khusus
international flight saja)
3. Nah soal bagaimana kenyataan bahwa harga bahan bakar
nabati yang ada di dalam campuran zat hewani itu membuat
harganya lebih tinggi dari zat hewan saja (yang jadi isu) agar
selisih harga tidak membebani direct operating cost dari
operator. Selisih harga itu, apakah diwujudkan secara
intensif kepada setiap pesawat yang sedang menjalani
penerbangan internasional dengan SAF atau selisih ini ada
yang menanggung (subsidi) sehingga harga yang harus
dibayar oleh operator yang sedang terbang ke LN tidak
merasakan kenaikan yang signigikan.
4. Kalau boleh usul selisih di tangguh oleh 3 komponen agar
tidak memberatkan operator (porsi nya kita studi):
- Airlines itu sendiri
- Pemerintah; akan banyak keuntungan jika SAF
diterapkan.
- Asosiasi, yang dana nya untuk sementara bisa
dipakai. Contoh: Badan Pengelola Dana
Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)
5. Operator mendapat keuntungan karena dia bisa terus
dengan leluasa melakukan penerbangan internasional dan
nantinya akan mandatory, maka mau tidak mau harus
melakukan hal seperti itu.
6. Hal yang menarik justru dari tahun 2024 (pertamina mulai
meghasilkan produksi pertama bioavtur sampai akhir 2026)
inilah disebut masa subsidi tadi, yang dibagi kepada 3
komponen tadi. Pola subsidinya menurun kepada akhir
2026. 3 tahun adalah masa transisi untuk dapat subsidi.
Kenapa 2027 saat mandatory tidak ada subsidi? bagi
operator yang melakukan penerbangan internasional,
dimana saja dia beli bahan bakar ya memang akan ketemu
dengan bahan bakar yang harganya lebih mahal dari zat
hewan atau pakai zat hewan tetapi bayar penalty. Baik, itu
pola subsidi- penyusutan waktu- dan yang harus
diperhatikan penerbangan international saja (termasuk
pesawat asing yang membeli SAF di Bandara international)
7. Kenapa saya hanya mengatakan penerbangan internasional
saja? Bagi Pertamina kalau harus menyediakan SAF sampai
ke airport perintis itu terlalu besar biaya distribusi dan
persoalan handling storage dibandara yang kecil statusnya.
8. Mungkin tambahan soal definidi SAF, karena eligible SAF itu
minyak sawit entah dari CPO atau PKO ini kan belum
langsung diakui, tapi masih ada cari lain bahwa itu yang
harus dihitung histori lahannya. Saran: agar masuk eligible
entah dari CPO atau PKO, ada dua kemungkinan yaitu:
- Menggunakan lahan yang sudah lama bukan
konversinya
- Memakai campuran cooking oil agar produk berlaku
dipakai ke LN sebagai bagian dari eligible SAF.
9. Terkait tenaga ahli, memang kita perlu tenaga ahli dari pihak
hulu jadi paling kita tau berapa saat ini rencana produksi nya
dan berapa harganya. Dari data air transportation kita bisa
menghitung berapa yang penggunaan untuk international.
Dari tahun ke tahun berapa kapasitas produksi bioavtur nya
pertamina, kalau kita menyiapkan domestik dan international
malah tidak cukup (belum berbicara harga masih kapasitas).
Kita juga bisa memperkirakan kandungan berapa persen
yang digunakan (menurut aturan 5%). Kalau menurut
perhitungan kasar saya bahwa dengan kapasitas produksi
yang ada sekarang (rencana 2024) itu untuk mencukupi
international saja sudah kerja keras, mungkin juga menjadi
selektif. Jangan-jangan hingga sampai 2026 kita tidak dapat
menyediakan pada seluruh international aiprot, maka harus
ada international airport mana saja yang harus disediakan.
Bahkan saya berpikir kita mulai dengan jawa dan bali. Maka
penting tau informasi dari hulu, untuk forecast hingga 2027
hingga 2030 bisa Kemenhub memiliki data atau
menghubungi airlines yang memiliki penerbangan ke LN
(Contoh: Garuda).
10. Tambahan: Sebelumnya bahas subsidi, selain pertamina
mungkin bisa diundang BPDPKS dan perwakilan yang
kemungkinan bisa meng-goal-kan subsidi dari pemerintah.
Namun dari Kemenhub di team ini harus menjelaskan
keuntungan apa dari sisi pemerintah sehingga ini layak
mendapatkan sebagian subsidi dari pemerintah. Untuk itu
kisa bisa jelaskan:
- Membuka lapangan pekerjaan
- Citra negara sudah masuk ke green technology
dalam ikut menjaga kelestarian lingkungan
Hal ini untuk pengajuan agar dapat di approve dengan nilai yang
ada, agar juga semakin menuju landasan yang dapat
diimplementasikan.

Pak Sri 1. Apakah ruang lingkup dan tenaga ahli sudah cukup?
2. Seperti yang disampaikan oleh Pak Raiz, Intinya pak untuk
kalau yang international mandatory kan 2027 dan rencana
Pertamina produksi 2024, jadi kita akan survey terkait suply
SAF untuk penerbangan internasional. Namun yang
disampaikan Pak Imam tadi, kan rencana kita adalah IKN
(sesuai ruang lingkup). Maka dari itu, apakah nanti kita
dengan kebutuhan dana itu akan dikaji dua-dua nya?
3. Masukan terkait TOR untuk tenaga ahli apakah mencukupi
untuk melaksanakan implementasi dari harapan yang
diigninkan?
4. Menanggapi tanggapan Pak Raiz sebelumnya memang
kalau kita jika mandatory sudah diratifikasi di Indonesia
tahun 2027 berarti Indonesia harus siap untuk dalam
penerbangan LN untuk supply BBM tersebut, sehingga nanti
bagaimana strategi kita misalnya nanti dalam survey
lapangan rencana kebutuhan terkait dengan aftur SAF
mungkin kita bisa lihat dari sisi hulu (pertamina). Kira kira
dalam tahun-tahun tersebut mampukah pertamina untuk
meng-supply bahan tersebut- volume nya untuk kapal
penerbangan international. Sehingga lebih dalam nanti
(tahap kedua) untuk dalam negri/ IKN.
5. Instruction (PIC): Terkait dengan waktu dan tenaga ahli jika
nanti sudah kita dapatkan dari narasumber, selanjutnya
apakah pendanaan kita saat ini mencukupi? Sehingga
selanjutnya jika sudah kita sesuaikan maka akan kembali
didiskusikan dengan para narasumber.

Bu Santi 1. Mencermati dari KAK yang disampaikan kalau mengdengar


penjabaran dari pak Rais akan sulit dalam mengukur
keseluruhan pesawat komersial Indonesia. Karena memang
kalau kita lihat dari output adalah rekomendasi kebijakan
dari Kemenhub dalam penggunaan SAF. Namun kalau
generate untuk seluruh pesawat komersil, pasti ada lingkup
yang harus dipikirkan lebih lanjut bahwa industri nasional
sudah siap,
2. Saya juga sepakat dengan yang disampaikan Pak Raiz.
Langkah pertama memang sebaiknya concern di
international flight. Istilahnya kita mengoptimalkan langkah
pertama. Jadi nanti kita bisa mengkaji skema yang terbaik
untuk antisipasi dengan adanya kebutuhan dari international
flight terhadap SAF. Untuk saya sendiri masih banyak hal
yang harus dipelajari terkait SAF di dunia penerbangan
3. KAK untuk IKN ini agak sulit menyambungkannya. Karena
kita tidak pernah tau karakter bandara IKN international apa
tidak maka perlu dikaji lebih lanjut. Menyambung yang
dikatakan Pak Sri, kita memang butuh masukan lebih lanjut
kedepannya. atau yang apa yang minimal kedepannya agar
antisipasi benar-benar melibatkan expert yang sesuai.

Pak Arman 1. Apakah nanti setiap airlines sudah siap dengan ini (perlu
ada kebijakan sendiri kedepannya)
2. Regulator harus kedepannya harus seperti apa yang
mendukung SAF. Terutama dengan nanti adanya seperti
yang dikatakan, komersial international atau jenis-jenis
pesawat harus menjadi perhatian atas kebijakan tersebut.
3. Teknologi: mesin pesawat sendiri apakah perlu ada
perubahan, juga perlu ada kebijakan.

Anda mungkin juga menyukai