Anda di halaman 1dari 23

Pengantar Isu

Dan Opini Publik


Analisis Media Sosial - Regional Development Academy

Digital Talent
Scholarship
2020
Kata Pengantar

Modul Pelatihan Pengantar Isu dan Opini Publik merupakan bagian dari pelatihan
Analisis Media Sosial pada program Regional Development Academy (RDA), Digital Talent
Scholarship. Program Regional Development Academy (RDA) merupakan program
pelatihan non gelar pengembangan sumber daya manusia yang diperuntukkan bagi
Aparatur Sipil Negara di daerah-daerah prioritas pembangunan yang diselenggarakan
oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika mulai tahun 2020.
Kompetensi Analisis Media Sosial berkaitan erat dengan Unit Kompetensi
Monitoring Media yang menjadi bagian dari Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia
(SKKNI) Bidang Kehumasan, sebagaimana ditetapkan melalui keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor 629 Tahun 2016.
Modul pelatihan ini meruakan salah satu dari empat modul pelatihan Analisis
Medoa Sosial Versi 1.0. Modul-modul lainnya adalah modul Dasar-dasar Analisis Media
Sosial, modul Aplikasi Analisis Media Sosial dan modul Strategi Komunikasi. Modul ini
disusun dengan tujuan agark peserta memiliki pemahaman mengenai isu dan opini publik.
Modul ini diharapkan dapat dijadikan sebagai salah satu referensi bagi peserta pelatihan
agar tujuan pelatihan dapat tercapai secara efektif dan efisien.
Materi modul mencakup pokok-pokok bahasan untuk memahami tentang apa itu
isu dan opini publik, yaitu Pengenalan Konsep Isu dan Opini Publik dan Strategi Agenda
Setting.
Dengan selesainya penyusunan modul ini, kami sampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan
bantuannya. Sebagai versi 1.0, modul ini tentu masih memiliki banyak kekurangan dan
kelemahan, dan oleh karenanya kami mengharapkan masukan perbaikan dari semua
pihak. Akhir kata, kami berharap peserta pelatihan dapat memanfaatkan modul ini dengan
sebaik-baiknya. Terima kasih.

Jakarta, Agustus 2020


Tim Penyusun Modul
Pelatihan Analisis Media Sosial
Pendahuluan

Program Regional Development Academy (RDA) merupakan program pelatihan


pengembangan sumber daya manusia yang ditujukan untuk meningkatkan kompetensi 2500
ASN di Kawasan Prioritas Pariwisata dan 122 Kabupaten Prioritas Pembangunan. Pelatihan ini
berfokus pada 5 (lima) tema yaitu Analisis Media Sosial, Big Data Analitik, Junior Graphic
Designer, Junior Network Administrator dan Smart City.
Sedangkan Pelatihan Analisis Media Sosial (AMS) merupakan salah satu tema pelatihan
Program Regional Development Academy Digital Talent Scholarship 2020 yang bertujuan
meningkatkan kompetensi ASN dalam penyusunan strategi komunikasi di instansinya
berdasarkan hasil analisis media sosial dan analisis situasi yang dihadapi. Peserta Pelatihan
Analisis Media Sosial akan mampu memahami isu dan opini publik dengan baik, memahami
analisis media sosial dengan baik, melakukan analisis media sosial secara kuantitatif
menggunakan aplikasi yang ada dan menyusun pokok-pokok strategi komunikasi. Pelatihan
akan dilaksanakan secara daring (online) selama 8 hari (35 JP). Sedangkan, mata pelatihan
Pengantar Isu dan Opini Publik secara khusus bertujuan agar peserta pelatihan dapat
memahami isu dan opini publik.

Latar belakang

Isu yang muncul dan beredar di masyarakat berpotensi menjadi opini publik, baik negatif dan
positif dan bahkan dapat dijadikan bahan hoax oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.
Pengelolaan isu, khususnya yang berkaitan dengan pemerintahan merupakan hal penting
untuk dilakukan, dengan mengamati peemberitaan yang beredar dimasyarakat melalui media
yang ada, khususnya media sosial yang dinamika nya begitu cepat. Namun dengan
banyaknya akun-akun media sosial dan platform yang ada, akan sulit untuk mengamatinya
satu per satu dan mengetahui siapa berkata apa. Analisis Media Sosial memungkinkan
pengolahan data tersebut dengan menggunakan bantuan aplikasi yang ada, dan dapat
dijadikan rekomendasi untuk langkah komunikasi pemerintah selanjutnya.
Deskripsi Mata Pelatihan

Pelatihan Analisis Media Sosial (AMS) bertujuan meningkatkan kompetensi ASN dalam
penyusunan strategi komunikasi di instansinya berdasarkan hasil analisis media sosial dan
analisis situasi yang dihadapi. Peserta Pelatihan AMS akan mampu memahami isu dan opini
publik dengan baik, memahami analisis media sosial dengan baik, melakukan analisis media
sosial secara kuantitatif menggunakan aplikasi yang ada, dan menyusun pokok-pokok strategi
komunikasi untuk menanggapi perkembangan isu dan opini publik tersebut.

Tujuan Pembelajaran

A. Tujuan Umum
Setelah mempelajari modul ini peserta latih diharapkan mampu memahami isu dan
Opini Publik dengan baik.
B. Tujuan Khusus
Adapun tujuan mempelajari buku modul Pengantar Isu dan Opini Publik ini guna
memfasilitasi peserta latih sehingga pada akhir pelatihan diharapkan memiliki
kemampuan untuk mengenal konsep isu dan opini publik dan memahami tentang
strategi agenda setting.

Kompetensi Dasar

Mampu memahami isu dan opini publik dengan baik

Indikator Hasil Belajar

1. Memahami Konsep Isu dan Opini Publik


2. Memahami Strategi Agenda Setting

INFORMASI PELATIHAN

Akademi Regional Development Academy

Mitra Pelatihan -

Tema Pelatihan Analisis Media Sosial


Sertifikasi -

Persyaratan Sarana Peserta/spesifikasi device Laptop/PC dengan spesifikasi:


Tools/media ajar yang akan digunakan 1. Laptop/PC yang dapat terkoneksi dengan
internet, Web Cam, Aplikasi Video Conference
2. Akses Internet dedicated 512 kbps per peserta
per perangkat.

Aplikasi yang akan di gunakan selama pelatihan 1. Learning Management System (LMS) BPPTIK
2. Aplikasi Webex
3. Aplikasi Zoom Meeting

Tim Penyusun 1. Irene Septine, M. I. Kom


2. Khoirun Nisa’, S.Pd., M.Si

INFORMASI PEMBELAJARAN

Rencana Pembelajaran

1 Pertemuan Ke 1

2 Topik Pengantar Isu dan Opini Publi


o Pengenalan Konseo Isu dan Opini Publik
o Strategi Agenda Setting
3 Durasi 2 JP (90 menit)

4 Rasio : Praktek dan Teori 60 : 40

5 Aktivitas Kelas ● Self study (Belajar mandiri melalui LMS)


● Virtual Classroom :
○ Pemaparan materi, diskusi interaktif, curah
pendapat.
6 Alat Bantu/ Media Laptop, koneksi internet, LMS, bahan tayang, instrumen,
self assesment
7 Output/ Keluaran Daftar isu-isu publik di daerah asal peserta

INFORMASI PELATIHAN

Unit Kompetensi Materi pembelajaran Kegiatan Durasi Rasio Sumber


pembelajaran Pelatihan Praktek : pembelajaran
Teori
Daring/Online Live Virtual 60:40
Pengantar Isu 1. Pengenalan Konsep 1. Modul
dan Opini Isu dan Opini Publik Class 2 JP
@45 Menit 2. Bahan
Publik 2. Strategi Agenda Tayang
Setting
(AMS diambil dari 3. Bahan Ajar
SKKNI 4. Video
Kehumasan) Pembelajaran

Materi Pokok

1. Pengenalan Konsep Isu dan Opini Publik


2. Strategi Agenda Setting

Sub Materi Pokok

1.1 Isu dan Opini Publik


1.2 Agenda Setting
1.3 Framing
1.4 Priming
1.5 Signing

2.1. Strategi Agenda Setting


2.2. Penciptaan Agenda Setting
2.3. Konter Isu dan Opini Publik

A. Pengenalan Konsep Isu dan Opini Publik


Public relations merupakan upaya mengadakan hubungan dengan masyarakat dari
suatu organisasi secara sadar dan sistematis (Syahputra, 2019). Upaya yang dilakukan
berupa pemberian penerangan yang memadai dan lengkap kepada publik, meneliti
dan menghargai pendapat, saran dan sikap dari publik untuk dijadikan pedoman serta
dasar kebijaksanaan dan tindakan yang akan diambil. Hal ini bertujuan agar organisasi
mendapatkan pengertian, citra, dukungan dan integrasi dengan publik.
Penyampaian informasi dari public relations kepada publik dikomunikasikan dengan
berbagai saluran melalui teknologi komunikasi. Salah satu satu teknologi komunikasi
yang digunakan public relations adalah media baru. Penggunaan media baru
mengubah cara berkomunikasi public relations dalam mendapatkan pengertian, citra,
dukungan dan integrasi publik. Perubahan cara berkomunikasi ini berdampak pada
berubahnya praktik public relations menjadi online public relations. Hal ini disebabkan
bahwa media sosial, sebagai salah satu media baru, memperbesar potensi krisis
melalui semakin peduli dan perhatiannya orang-orang terhadap sebuah isu yang
dihadapi organisasi. Semakin banyak orang yang memberikan komentar yang baik
kepada organisasi, maka semakin banyak pula orang-orang memiliki kepercayaan
terhadap organisasi tersebut. Hal ini mengharuskan public relations melakukan
monitoring alur informasi yang tersebar di internet. Selain upaya mendapatkan
pengertian, citra, dukungan dan integrasi publik, praktisi public relations juga perlu
menggunakan media sosial untuk persiapan menghadapi krisis komunikasi organisasi seperti
distribusi informasi, manajemen isu, pemantauan terhadap potensi krisis dan mendeteksi
persepsi publik yang keliru terkait organisasi (Prastya, 2011).

Berikut ini tugas dan fungsi humas yang dapat dibantu oleh media baru (Pienrasmi,
2015):
1. mengaplikasikan program komunikasi untuk menghubungkan publik;
2. melakukan scanning lingkungan seperti mendeteksi potensi masalah dan isu yang
berkembang terkait dengan organisasi;
3. melakukan monitoring terhadap lingkungan sekeliling organisasi;
4. melakukan segmentasi stakeholder dan publik;
5. mengantisipasi isu dan krisis;
6. mengukur hubungan dan reputasi;
7. melakukan evaluasi program seperti melakukan analisis konten online.

Tugas dan fungsi humas terbantu dengan kehadiran media baru, khususnya media
sosial. Hal ini diperlukan karena penetrasi penggunaan internet di Indonesia sudah
mencapai 171,17 juta jiwa yakni 64,8% dari total populasi penduduk Indonesia
(Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, 2019). Sebanyak 18,9% responden
menggunakan internet untuk media sosial sebagai pilihan utama. Sebanyak 50,7%
responden mengunjungi Facebook, 17,8% responden mengunjungi Instagram dan
15,1% responden mengunjungi Twitter. Media sosial sudah menjadi bagian integral
dari perilaku komunikasi dan organisasi harus memberi perhatian pada penggunaan
media sosial dalam berkomunikasi karena media sosial memiliki potensi untuk
menyebarkan kabar secara cepat, baik keluhan hingga rumor yang menjatuhkan
kredibilitas.

Di era media sosial, isu yang dihadapi oleh organisasi dapat dimulai dari konten yang
ada pada blog, website ataupun Facebook. Konten ini dapat berbentuk tuduhan
terhadap individu/organisasi/produk/layanan yang kebenarannya belum tentu dapat
dipertanggungjawabkan. Isu ini berpotensi menjadi sebuah rumor yang berkembang
di masyarakat dan menghasilkan opini publik. Opini publik di media sosial dapat
menyebar dengan cepat dan mudah. Namun, opini publik di media sosial juga dapat
dengan mudah dimonitor atau dipantau. Sebelum melakukan pemantauan/monitoring
isu dan opini publik di media sosial, maka praktisi public relations perlu memahami isu
dan opini publik beserta strategi pengemasan pesan yang digunakan untuk menjawab
isu dan opini publik yang sedang berkembang.

1. Isu dan Opini Publik

Isu didefinisikan sebagai situasi kontemporer dimana mungkin terdapat


ketidakpastian (Soemirat & Yehuda, 2018). Hal ini menguatkan pendapat Chase
dan Jones bahwa isu merupakan masalah yang belum terselesaikan, tetapi siap
untuk sebuah keputusan. Oleh karena itu, Hainsworth dan Meng mengartikan
isu sebagai sebagai konsekuensi dari beberapa tindakan yang diambil, atau
diusulkan untuk diambil, oleh salah satu atau banyak pihak yang
mengakibatkan negosiasi dan penyesuaian pribadi, litigasi perdata atau pidana,
atau bisa menjadi masalah kebijakan publik melalui legislastif atau tindakan
regulasi. Regester dan Larkin mendefinsikan isu secara sederhana sebagai
kesenjangan antara praktik organisasi dengan ekspektasi stakeholder
(Regester & Larkin, 2008).
Isu dari suatu gagasan yang memiliki dampak potensial pada suatu organisasi
atau publik dan dapat mengakibatkan tindakan yang membawa peningkatan
kesadaran dan / atau reaksi dari organisasi atau publik lain (Regester & Larkin,
2008). Bagaimana sebuah gagasan berdampak pada organisasi? Hal ini dijawab
oleh siklus isu oleh Hainsworth dan Meng yang terdiri dari empat tahap, yaitu
origin, mediation dan amplification, organization dan resolution.

a. Tahap 1 - Origin: Isu Potensial

Pada tahap awal (origin), terdapat sebuah kondisi yang tercipta dari
pertimbangan atau pencarian dukungan dari seseorang atau kelompok. Kondisi
ini memiliki potensi untuk berkembang menjadi sesuatu yang penting. Pada
umumnya, beberapa pihak mulai menyadari hal tersebut dan merasa tidak
nyaman terhadap kondisi tersebut.

b. Tahap 2 - Mediation and Amplification: Kemunculan Isu

Tahap ini dimulai saat beberapa individu dan kelompok lain yang memiliki sudut
pandang dan reaksi yang sama terhadap sesuatu mengalami proses mediasi
dan amplifikasi. Tahapan kemunculan isu diindikasi melalui peningkatan
tekanan pada organisasi untuk menerima isu tersebut. Pada tahap ini,
perkembangan isu masih relatif mudah bagi organisasi untuk campur tangan
dan berperan proaktif dalam mencegah atau mengeksploitasi evolusi isu.

c. Tahap 3 – Organization : Isu Saat Ini dan Isu Krisis

Pada tahapan ini, kelompok-kelompok menyusun sudut pandang dan tujuan


mereka dan berusaha untuk mengkomunikasikan posisi masing-masing. Konflik
pun muncul ke publik dan kemungkinan besar akan mendorong isu tersebut ke
dalam proses kebijakan publik. Pada tahap saat ini, isu memperlihatkan
kematangan dan potensinya. Kemudian dalam waktu singkat status isu
meningkat dari status saat ini menjadi status krisis untuk mendapatkan
perhatian organisasi agar memberikan perhatian dan menyelesaikan situasi ini.
d. Tahap 4 – Resolution: Isu Tidak Aktif

Pada saat isu menjadi perhatian publik secara resmi dan memasuki proses
kebijakan maka tindakan penyelesaian isu akan memakan waktu yang lama
dan biaya yang mahal. Pada titik ini, isu mencapai pada posisi puncak dalam
memberi tekanan yang tinggi sehingga memaksa organisasi untuk menerima
kondisi tersebut tanpa syarat.

Isu, sebuah situasi yang tidak pasti namun mendapat perhatian publik,
berpotensi mengalami perkembangan di dalam masyarakat. Soemirat dan
Yehuda (2018) mendefinisikan opini publik sebagai pengintegrasian pendapat
dari sekumpulan orang yang menaruh perhatian terhadap sesuatu isu atau
pokok permasalahan yang sifatnya kontroversial. Pengertian opini publik ini
dijabarkan menjadi ciri-ciri opini publik, yaitu:

1) adanya suatu masalah yang bersifat kontroversial;


2) adanya publik yang memberi perhatian pada masalah tersebut;
3) adanya situasi dan interaksi yang berupa diskusi dan tukar pikiran terkait
masalah tersebut;
4) adanya pendapat yang terintegrasi atau hasil penilaian publik terkait
masalah tersebut.

Pemerintah dapat memanfaatkan opini publik yang terdiri dari bermacam-


macam opini (Bennet, 2017). Opini publik tersebut dapat berupa ekpresi yang
sangat umum dari preferensi semua atau beberapa bagian publik terkait
tindakan pemerintah di masa yang akan datang. Opini publik yang bisa
dimanfaatkan lainnya juga dapat merujuk pada opini orang yang telah
mendapat layanan pemerintah terkait dengan spesifikasi layanan tersebut.
Opini publik lainnya dapat merujuk pada ekspresi kepuasan dari layanan
pemerintah dan contoh lain yang diindikasi sebagai lingkup potensial opini
publik.

Merujuk pada pengertian isu, opini publik, hubungan isu dan opini publik, maka
kita sebagai praktisi public relations perlu mempelajari isu dan opini publik.
Jika praktisi public relations tidak memberikan respon terhadap isu yang
berdampak lebih buruk terhadap organisasi dan membiarkan isu berkembang
menjadi opini publik yang bersifat negatif, maka praktisi public relations
membiarkan reputasi organisasi masuk dalam situasi yang berbahaya (Saputra,
2017). Apalagi di era keterbukaan informasi dan didukung oleh perkembangan
teknologi saat ini, masyarakat memiliki kebebasan berekspresi dalam
memberikan respon terkait isu apapun terutama di media sosial. Di Indonesia,
pada tahun 2012 terdapat gerakan solidaritas di Twitter dengan tanda pagar
(#) #saveKPK akibat keprihatinan publik dalam merespon penangkapan
penyidik KPK, Novel Baswedan, oleh aparat kepolisian. Proses perkembangan
isu KPK versus Polisi berkembang cepat membentuk opini publik di media
sosial. Polisi dianggap sebagai pihak yang bersalah, sedangkan KPK dianggap
sebagai pihak yang benar (Juditha, 2014). Opini publik yang menyudutkan
organisasi atau bersifat negatif seperti ini perlu mendapat respon yang tepat
dari praktisi public relations.

Opini publik terhadap individu/organisasi/produk/layanan yang bersifat negatif


hingga provokatif memiliki potensi menjadi sebuah krisis komunikasi. Krisis
komunikasi yang dialami oleh individu atau organisasi berkaitan dengan respon
organisasi tersebut. Jika sebuah organisasi tidak dapat memberikan respon
yang tepat dan segera terhadap opini publik, maka krisis komunikasi tak dapat
terhindar.

Lantas, bagaimana mencegah isu berkembang menjadi opini publik bahkan


berkembang lebih besar lagi hingga merugikan organisasi? Perhatikan kembali
siklus isu oleh Hainsworth dan Meng pada tahap pertama (origin) dan kedua
(mediation dan amplification). Pada tahap pertama, suatu topik masih berada
dalam fase yang memiliki potensi menjadi isu. Hanya orang-orang tertentu
yang dapat menyadari bahwa hal ini berpotensi menjadi sebuah isu publik.
Pada taha kedua, beberapa orang/kelompok publik yang memiliki topik yang
sama melakukan mediasi dan amplifikasi opini mereka terhadap sebuah isu. Di
media sosial, opini publik ini dapat berwujud percakapan/tulisan/berita yang
dapat diakses dan dipantau dengan cepat dan mudah. Hal menjadi modal awal
para praktisi public relations untuk mengatasi krisis dari media sosial, yakni
melalui analisis media sosial.

Opini publik memiki arah yaitu, positif, netral dan negatif (Juditha, 2014). Opini
positif membuat seseorang bereaksi secara menyenangkan terhadap persoalan
atau orang lain. Opini netral yaitu saat seseorang tidak memiliki opini terkait
persoalan yang mempengaruhi keadaan. Opini negatif membuat seseorang
memberikan opini yang tidak menyenangkan atau beranggapan buruk terhadap
persoalan atau orang lain.

Pemantauan opini publik di media sosial perlu dilakukan dengan hati-hati oleh
praktisi public relations pemerintah. Percakapan di media sosial tidak hanya
terdiri dari agenda publik, tetapi juga mengandung agenda media. Agenda-
agenda dalam opini publik dalam perantara media dilatarbelakangi oleh
kepentingan masing-masing pembuat agenda (Syahputra, 2019). Publik dapat
menyampaikan opini secara langsung sebagai respons terhadap kebijakan
negara. Media massa pun dapat memiliki agenda sendiri untuk memenuhi
kepentingannya. Pemerintah juga dapat membuat agenda negara dalam
menyampaikan kebijakannya kepada publik.

2. Agenda Setting

Public relations memiliki tujuan untuk memberi informasi kepada publik dengan
menarik publik dalam mempertahankan pandangan tertentu terkait suatu hal
yang ditawarkan. Public relations bertugas untuk memengaruhi, membentuk,
dan mengelola opini publik. Salah satu strategi kehumasan dalam
memengaruhi, membentuk, dan mengelola opini publik adalah dengan
menggunakan agenda setting.

Agenda setting adalah penciptaan kesadaran dan kepedulian masyarakat


terhadap isu yang ditonjolkan oleh media. Menurut Teori Agenda Setting dari
Maxwell McCombs dan Donald Shaw (Syahputra, 2019), media mampu
memengaruhi arti penting dari topik dalam agenda publik. Hal ini dilakukan
media dengan memberitakan suatu topik secara terus menerus dan mencolok,
sehingga topik tersebut akan dianggap sesuatu yang penting untuk dipikirkan
publik.

Agenda setting adalah bagaimana membentuk opini publik terhadap suatu


persoalan, sehingga persoalan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang penting
bagi masyarakat luas termasuk bagi pemerintah (Maman, Kartini, & Yuningsih,
2016). Setelah opini publik terbentuk, maka akan mendorong lahirnya
kebijakan publik atau keluaran yang diharapkan dari perancang agenda setting
tersebut. Selain itu, praktisi public relations juga dapat menggunakan agenda
setting untuk mengcounter isu dan opini publik yang bersifat negatif dan
beredar di masyarakat. Praktisi public relations sebagai ujung tombak
penyebaran informasi perlu mengetahui teori agenda setting agar informasi-
informasi yang disampaikan dapat memengaruhi publik dan diterima dengan
baik (Andres, 2020). Strategi agenda setting tidak sesederhana memilih media
kemudian mengarahkan publik tentang apa yang harus mereka pikirkan.
Namun, agenda setting memerlukan pembingkaian (framing) pesan dan
penonjolan isu (priming).

3. Framing
Entman mengartikan framing sebagai seleksi realitas yang membuat realitas
tertentu lebih menonjol dalam teks komunikasi dengan menekankan pengertian
dari sebuah masalah, penyebab masalah, membuat keputusan modal dan
merekomendasikan penyelesaian tertentu (Eriyanto, 2019). Gofman
(Syahputra, 2019) mengenalkan konsep frame (bingkai) interpretasi yang
digunakan dalam pengalaman kita sehari-hari untuk memahami dunia. Teori
framing memiliki tujuan untuk mengidentifikasi skema terkait cara individu
melihat dunia. Contoh penggunaan framing yang dapat digunakan adalah
terkait stereotip, frame berbasis gender, etnis minoritas dan sejenisnya.

Framing mengacu pada efek media massa berdasarkan apa yang diliput dan
isu yang ada di dalamnya. Framing dapat mengakomodasi makna terkait
fenomena sosial melalui informasi yang disorot dan dikemas. Framing
memengaruhi bagaimana orang memahami masalah, tetapi efeknya
tergantung pada seberapa banyak faktor yang memengaruhinya di tingkat
individu.

Framing dapat digunakan praktisi public relations untuk pengetahuan


pemberitaan di media massa. Media online Republika dan Berita Satu misalnya,
sama-sama memberitakan isu nuklir, namun dengan pembingkaian yang
berbeda (Muharromah, 2020). Republika.co.id mendeskripsikan tentang
fasilitas nuklir Iradiator Gama Merah Putih (IGMP). Sementara Beritasatu.com
cenderung mengkonstruksi isu irradiator sebagai bagian pengembangan
teknologi nuklir.

Praktisi public relations dapat menggunakan framing (pembingkaian) untuk


mengimbangi agenda setting media yang menyudutkan pemerintah. Namun,
framing yang digunakan harus didasarkan pada fakta dan data yang valid dan
akurat untuk menyampaikan informasi terkait kebijakan dan kinerja pemerintah
kepada masyarakat dengan berimbang. Praktisi public relations harus
menonjolkan aspek-aspek yang dapat membangun dan meningkatkan citra
pemerintah. Selain itu, praktisi public relations harus mampu menggunakan
sudut pandang yang tepat dalam memberikan informasi hal-hal positif terkait
pemerintah.
4. Priming
Menurut Roskos-Ewoldsen (Eriyanto, 2019), priming mengacu pada efek dari
isi media yang memengaruhi perilaku atau penilaian seseorang terhadap
peristiwa tentang isi media tersebut. Priming (penonjolan) merupakan apa yang
digambarkan media bisa melekat di dalam benak penonton. Hal ini
dimungkinkan pada saat ide atau konsep disimpan sebagai simpul dalam
jaringan dan berhubungan dengan ide-ide atau konsep lain dengan jalur
semantik. Priming mengacu pada aktivasi penonjolan dalam suatu sistem
jaringan yang berfungsi sebagai filter.

Efek priming merupakan salah satu upaya mempromosikan kriteria penilaian


tertentu dan memiliki peran untuk mengatur berita. Efek ini dapat berhasil pada
orang yang tidak memiliki pengetahuan yang rumit terkait suatu topik dan tidak
memperhitungkan seluruh pengetahuan pada saat membuat keputusan, tetapi
lebih mempertimbangkan apa yang lebih mudah diingat dalam pikiran. Oleh
karena itu, efek priming akan sangat bervariasi tergantung pada pengetahuan
individu.

Priming sebagai fakta bahwa ide-ide baru dan yang sering diaktifkan masuk ke
pikiran lebih mudah daripada ide-ide yang belum diaktifkan. Priming dapat
bekerja jika individu cenderung mengandalkan pengolahan berbasis memori
informasi daripada membentuk sikap berdasarkan tayangan. Individu
cenderung memilih informasi yang lebih menonjol (atau ditonjolkan oleh
media).

Kaitan priming di dalam konteks opini publik, didefinisikan Iyengar sebagai standar
atau kriteria yang digunakan untuk menilai sebuah kebijakan atau pejabat publik
(Eriyanto, 2019). Priming memiliki efek besar pada pembentukan opini publik.
Penilaian publik terhadap sebuah kebijakan ditentukan oleh standar atau acuan yang
mereka gunakan. Persetujuan atau penolakan publik terhadap sebuah kebijakan atau
pejabat publik bergantung pada standar atau acuan yang digunakan.
5. Signing
Sign (tanda) adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami di dalam
kerangka penggunaan/konteks orang-orang yang menempatkan tanda-tanda
tersebut (Fiske, 2014). Tanda lahir dari pemahaman bahwa komunikasi adalah
penghasil makna. Saat beberapa individu dan kelompok lain yang memiliki
sudut pandang dan reaksi yang sama terhadap sesuatu mengalami proses
mediasi dan amplifikasi, disitulah komunikator menciptakan pesan yang terdiri
dari berbagai tanda agar dapat dapat dipahami komunikan. Pesan tersebut
akan menstimulasi komunikam untuk menciptakan makna bagi dirinya sendiri
dimana makna tersebut berkaitan dengan makna yang pada awalnya diciptakan
oleh komunikator. Semakin mereka berbagi kode yang sama, maka semakin
mungkin mereka menggunakan system tanda yang sama, sehingga kedua
“makna” yang mereka miliki akan semakin mirip satu sama lain.

Implikasi signing bagi praktisi public relations adalah bahwa praktisi kehumasan
harus dapat menciptakan pesan melalui sistem tanda yang sama antara yang
organisasi dan publik/masyarakat. Praktisi public relations sebagai bagian dari
jurnalis pemerintah harus mampu mengambil bagian penting yang merupakan
atribut dari pemerintah seperti ciri khas atau tanda-tanda spesifik yang dimiliki
organisasi atau lembaga yang harus terekam dalam sebuah pesan (Toruan,
2020). Salah satu tanda yang dapat digunakan untuk menciptakan pesan
adalah foto dalam berita.

B. STRATEGI AGENDA SETTING


1. Penciptaan Agenda Setting
Pengetahuan dan pemahaman mengenai agenda setting bagi kehumasan akan
memiliki banyak manfaat, terutama apabila memiliki kepentingan untuk meng-
counter suatu isu yang berkaitan dengan daerah/instansi/kebijakan tertentu
yang ingin kita tekankan dan harapkan bisa mendapatkan perhatian lebih dari
masyarakat.
Pada pembahasan sebelumnya sudah dijelaskan tentang agenda setting,
dimana agenda setting dalam lingkup kehumasan adalah menciptakan public
awareness (kesadaran masyarakat) dengan menekankan sebuah isu yang
dianggap paling penting untuk dilihat, didengar, dibaca dan dipercaya di media
massa. Sebagai contoh, dimasa-masa ini, banyak sekali isu yang muncul
sehubungan dengan kondisi negara kita yang masih berjuang dengan pandemi
covid-19..

Ada beberapa peristiwa atau kebijakan yang diangkat. Apabila pemerintah ingin
agar masyarakat bisa lebih aware dengan tetap mengedepankan gaya hidup
dengan mentaati protokol kesehatan, maka agenda setting yang bisa dilakukan
adalah dengan membandingkan data bagaimana angka sebaran covid-19 pada
lingkungan yang mentaati protokol kesehatan dan yang tidak. Pada awal
munculnya pandemi, pemerintah menggunakan media untuk mengedukasi
masyarakat mengenai virus corona ini, bagaimana penularannya, gejala-
gejalanya dan apa yang harus dilakukan apabila memiliki gejalanya. Berlanjut
hingga kini, media digunakan untuk mensosialikasikan gaya hidup sehat yang
harus kita adaptasi, penggunaan masker, mencuci tangan dan tetap menjaga
jarak untuk membantu memutus mata rantai penyebaran covid-19

Dan apabila suatu media memberitakan tentang suatu isu, biasanya media lain
akan ikut memberitakannya dan semua itu adalah bagian dari agenda setting
media. Agenda setting akan memfokuskan pada isu apa yang diberitakan.
Apabila ada sudut pandang yang berbeda dari beberapa media, maka itu
tergantung bagaimana media-media tersebut mem-framingnya.

Apa peran kehumasan pada agenda setting ini? Humas pemerintah tentu saja
merupakan narasumber yang memberikan informasi kepada media, sehingga
humas pemerintah juga dapat turut serta menentukan headline dan isi berita
yang ada di media setiap harinya, khususnya bagi media cetak lokal yang slot
beritanya memang banyak dikhususkan untuk pemberitaan yang bersumber
dari pemerintah daerah.
Informasi yang bagaimana yang bisa diberikan kepada media? Tentu saja
tergantung kepentingan dari instani/pemerintah daerah saat itu. Dan ada
baiknya informasi yang diberikan adalah informasi yang memang dibutuhkan
oleh masyarakat atau yang sedang tren, atau bahkan lebih baik lagi, yang bisa
menjawab kebingungan, pertanyaan keingin tahuan masyarakat, yang tren-nya
bisa ketahui dengan melakukan analisis media sosial yang akan dipelajari pada
materi berikutnya di pelatihan ini.

2. Konter Isu Dan Opini Publik


Selama ini ada beberapa krisis isu yang instansi pemerintah/pemerintah daerah
alami, yang sebenarnya hal tersebut bisa dihindari apabila humas memiliki
kesigapan untuk meng-konter isu tersebut sebelum menjadi krisis.
Akan tetapi, harus diakui, masih banyak instansi pemerintah/pemerintah
daerah yang menganggap enteng isu yang muncul dan tidak perlu dikelola,
berharap seiring dengan waktu isu tersebut bisa hilang dengan sendirinya.
Namun, di era dimana media sosial yang dikendalikan oleh perorangan, tanpa
adanya gate keeper sebelum postingan personal beredar, dan jangkauan
postingan di media sosial begitu luas dan tidak terbatas, isu yang tidak dikelola
bisa menjadi bumerang bagi instansi/pemerintah daerah. Dan bukan tidak
mungkin, menjadi celah bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk
menciptakan hoax karena ketidaksigapan pihak terkait dalam memberikan
respond atas isu yang muncul.
Pada pokok bahasan sebelumnya, telah dipelajari siklus isu, dari siklus isu ini
bisa dilihat bahwa pada awalnya isu bisa tidak berpotensi menjadi krisis apabila
dicounter dengan tepat, pada waktu yang tepat, dengan menggunakan media
yang tepat.

Bagaimana bisa meng-counter isu dengan tahapan yang efektif dan efisien?
Salah satunya dengan menggunakan analisis media sosial yang akan menjadi
bahasan utama dari rangkaian pelatihan ini. Dengan analisis media sosial bisa
diketahui potensi isu menjadi masalah bagi instansi pemerintah/pemerintah
daerah.
Lalu bagaimana agar masalah atau isu yang timbul tidak menjadi-jadi dan
merugikan? Sebagai humas, metode 4R dari Stocker anda bisa digunakan
beberapa metode, namun yang akan kita bahas kali ini adalah.
a Regret
Langkah awal yang harus dilakukan instansi/pemerintah daerah adalah
menyatakan penyesalan apabila publik merasa ketidak puasan atas suatu hal
atau kebijakan yang merupakan ranah instansi anda atau kurang
memuaskannya kualitas pelayanan publik yang dilakukan oleh
instansi/pemerintah daerah dan nyatakan komitmen instansi/pemerintah
daerah agar situasi tersebut tidak terjadi lagi di masa yang akan datang. Namun
pernyataan ini harus dibarengi dengan pertanyaan lebih detail unit mana yang
menimbulkan ketidak puasan sehingga bisa ditindak lanjuti, Dengan melihat
adanya pertanyaan dari instansi , publik bisa melihat adanya upaya untuk
memperbaiki keadaan.
b Responsibility
Tentu saja publik tidak cukup puas dengan pernyataan penyesalan, sehingga
langkah tanggung jawab kita dalam memperbaiki situasi atau kekurangan
tersebut harus benar-benar ditunjukkan.
c Reform
Transparansi atas proses tindak lanjut dari keluhan publik sangat penting agar
publik mengetahui bahwa keluhan mereka di repons. Tidak adanya akses bagi
mereka untuk mengetahui perbaikan yang dilakukan bisa menimbulkan asumsi
negatif dari publik yang tidak meredam masalah/isu yang muncul.
d Restitution
Apabila masalah yang dikeluhkan oleh publik menimbulkan kerugian, tentu saja
instansi/pemerintah daerah harus memberikan kompensasi dengan tetap
melihat aturan atau undang-undang yang berlaku untuk masalah yang muncul.
Memberikan kompensasi harus dilakukan berdasarkan kesadaran itu memang
merupakan bagian dari tanggung jawab. Apabila kompensasi diberikan ketika
masalah sudah menjadi sangat berlarut-larut dan bisa jadi viral, hal tersebut
bukanlah merupakan langkah antisipasi yang baik untuk memperbaiki
kesalahan.

Rangkuman
Di era digital ini, penggunaan internet, khususnya dengan menggunakan media sosial
yang dimiliki instansi/pemerinta daerah ketika muncul krisis, dapat membantu pihak-
pihak mengidentifikasi masalah dengan cepat dan mengkomunikasikannya kepada
publik secara langsung tanpa adanya intervensi dari pihak lain. Media sosial
merupakan bagian yang penting bagi instansi/pemerintah daerah untuk menjangkau
publiknya, dan membangun hubungan dengan publik serta menyediakan informasi
terkait instansi/kebijakan/pemerintah daerah dengan benar sehingga bisa mengurangi
adanya potensi krisis komunikasi ataupun disinformasi (hoax) di masyarakat. Isu tidak
akan akan menjadi opini publik dan berakhir menjadi krisis apabila bisa dikelola
dengan benar, dengan menggunaan pengetahuan yang kita miliki sebagai humas di
instansi kita.

Tugas Dan Proyek Pelatihan

1. Kuis
2. Daftar isu-isu publik di daerah asal

Link Referensi Modul Pertama

1. Video Pembelajaran
2. Bahan ajar

Link Pertanyaan Modul


Bahan Tayang

Bisa berupa Link/ Screen Capture Slide pelatihan


DAFTAR PUSTAKA

Amalia, A. C. (2020, April 13). https://binus.ac.id/malang/2020. Retrieved from


https://binus.ac.id/: https://binus.ac.id/malang/2020/04/teori-agenda-setting-dan-
framing-dalam-media-relations/
Andres, D. (2020). Agenda-Setting Humas Pemerintah. In I. Indonesia, The Real GPR: 111
Tulisan Pranata Humas Indonesia (pp. 130-132). Jakarta: Iprahumas Indonesia.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia. (2019, Mei 18). Survei. Retrieved from
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia: www.apjii.or.id
Bennet, S. E. (2017). Applying Public Opinion in Governance: The Uses and Future of Public
Opinion in Managing Government. Cham: Palgrave Macmillan.
Eriyanto. (2019). Media dan Opini Publik: Bagaimana Media Menciptakan Isu (Agenda
Setting), Melakukan Pembingkaian (Framing) dan Mengarahkan Pandangan Publik
(Priming). Depok: Rajawali Pers.
FAuziah, R. (2014). Analisis Manajemen Isu dan Krisis Pada Kasus Hilangnya Malaysia
Airlines MH370. SKRIPSI ILMU KOMUNIKASI.
Fiske, J. (2014). Pengantar Ilmu Komunikasi (3 ed.). (H. Dwiningtyas, Trans.) Depok:
Rajagrafindo Persada.
Juditha, C. (2014). Opini Publik terhadap Kasus "KPK Lawan Polisi" dalam MEdia Sosial
Twitter. Pekommas, 17(2), 61-70.
Lippmann, W. (1998). Public Opinion (2 ed.). New Brunswick: Transacions Publishers.
Maman, Kartini, D. S., & Yuningsih, N. Y. (2016). Agenda Setting dalam Proses
PEmbentukan Kabupaten Bandung Barat. Jurnal Ilmu Pemerintahan, 2(1), 66-94.
Muharromah, I. A. (2020). Membingkai Isu Pemberitaan Nuklir. In I. Indonesia, The Real
GPR: 111 Tulisan Pranata Humas Indonesia (pp. 121-123). Jakarta: Ikatan Pranata
Humas Indonesia.
Pienrasmi, H. (2015). Pemanfaatan Social Media oleh Praktisi Public Relations di
Yogyakarta. Jurnal Komunikasi, 9(2), 199-210.
Prastya, N. M. (2011). Komunikasi Krisis di Era New Media dan Social Media. Jurnal
Komunikasi, 6(1).
Regester, M., & Larkin, J. (2008). Risk Issues and Crisis Management in Public Relations: A
Casebook of Best Practice (4 ed.). Philadelphia: Chartered Institute of Public
Relations.
Saputra, A. (2017). Manajemen Isu terkait Pemberitaan Kebakaran Hutan dan Lahan Humas
PT. RAPP dalam Mempertahankan Citra Perusahaan di Provinsi Riau. JOM FISIP,
4(2), 1-14.
Soemirat, B. R., & Yehuda, E. (2018). Opini Publik (4 ed.). Tangerang Selatan: Universitas
Terbuka.
Syahputra, I. (2019). Opini Publik: Konsep, Pembentukan, dan Pengukuran (2 ed.).
Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Toruan, S. L. (2020). Fotografi dalam Perspektif Kehumasan Pemerintah. In I. Indonesia,
The Real GPR: 111 Tulisan Pranata Humas Indonesia (pp. 68-71). Jakarta:
Iprahumas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai