Anda di halaman 1dari 29

TEORI – TEORI PERUBAHAN PERILAKU

BAGI INDIVIDU DAN ORGANISASI

Tinjauan dan Pembahasan

Disusun sebagai penugasan dan penilaian tengah semester

Nama : Siti Rochmah


Konsentrasi – NIM : AKK - 25000121410019
Mata Kuliah : Ilmu Perilaku, Berfikir Sistem dan Kepemimpinan
Dosen Pengampu : Dr. dr. Sri Achadi Nugraheni, M.Kes

MAGISTER KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2021
A. Pertanyaan :
1. Mohon Jelaskan teori-teori apa saja yang terkait dengan perubahan perilaku
selain teori precede proceed model, untuk individu dan organisasi.
2. Tolong berikan contoh dari teori-teori tersebut

B. Jawaban :
Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang
masih tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan yang nyata atau
practice/psychomotor).
Teori perilaku menurut badan kesehatan dunia (WHO), bahwa seseorang
berperilaku, karena adanya 4 alasan pokok (determinan), yaitu:
1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling)
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai (personal
reference)
3. Sumber daya (resource)yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat
4. Sosio budaya (culture) setempat biasanya sangat berpengaruh terhadap
terbentuknya perilaku seseorang.
Beberapa teori bidang kesehatan yang menganalisis perilaku individu maupun
masyarakat telah banyak dikemukakan oleh ahli perilaku kesehatan teori –teori
perilaku kesehatan adalah sebagai berikut ;
1) Teori Snehandu B.Kar
Kar mencoba menganalisis perilaku kesehatan dengan bertitik tolak bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari :
a) Niat seseorang untuk bertindak sehubungan dengan
kesehatan atau perawatan kesehatannya (behavior intention).
b) Dukungan sosial dari masyarakat sekitarnya (social – support).
c) Ada atau tiak adanya informasi tentang kesehatan atau fasilitas kesehatan
(accessebility of information).
d) Otonomi pribadi, yang bersangkutan dalam hal ini mengambil tindakan atau
keputusan (personal autonomy).
e) Situasi yang memungkinkan untuk bertindak atau tidak bertindak (action
situation). Uraian di atas dapat dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:
B = Behavior
f = fungsi
BI = Behavior Intention
SS = Social Support
AI = Accesessebility of Information
PA = Personal Autonomy
AS = Action Situation

Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat


ditentukan oleh niat orang terhadap objek kesehatan, ada atau tidak adanya
dukungan dari masyarakat sekitarnya, ada atau tidaknya informasi tentang
kesehatan, kebebasan dari individu untuk mengambil keputusan atau bertindak,
dan situasi yang memungkinkan ia berperilaku/bertindak atau tidak berperilaku
tidak bertindak.
 Contoh Teori Snehandu B.Kar :
Seorang ibu yang tidak mau ikut KB (behavior intention), atau
barangkali juga karena tidak ada dukungan dari masyarakat
sekitarnya (social support). Mungkin juga karena kurang atau tidak
memperoleh informasi yang kuat tentang KB (accessebility of
information), atau mungkin ia tidak mempunyai kebebasan untuk
menentukan, misalnya harus tunduk kepada suaminya, mertuanya
atau orang lain yang ia segani (personal autonomy). Faktor lain yang
mungkin menyebabkan ibu ini tidak ikut KB adalah karena situasi
dan kondisi yang tidak memungkinkan, misalnya alasan kesehatan
(action situation).
2) Teori World Health Organization (WHO)
Menurut teori WHO, terdapat 4 determinan mengapa seseorang
berperilaku yakni (World Health Organization, 2006); (Irwan, 2017);
(Kemenkes, 2016):
1. Pemikiran dan perasaan atau pertimbangan (thoughts and feeling). Hasil
pemikiran dan perasaan seseorang atau dapat disebut pula pertimbangan
pribadi terhadap obyek kesehatan merupakan langkah awal seseorang untuk
berperilaku. Pemikiran dan perasaan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal
seperti pengetahuan, kepercayaan, dan sikap.
2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang yang dipercayai (personal
reference). Perilaku seseorang dapat dipengaruhi oleh orang yang dianggap
penting oleh dirinya seperti tokoh masyarakat. Apabila seseorang itu
dipercaya, maka apa yang dilakukan atau dikatakannya akan cenderung untuk
diikuti.
3. Sumber – sumber daya (resources) yang tersedia. Adanya sumber daya
seperti fasilitas, uang, waktu, tenaga kerja akan memengaruhi terjadinya
perilaku seseorang atau masyarakat. Pengaruh ini dapat bersifat positif
maupun negatif.
4. Kebudayaan (culture), kebiasaan, nilai, maupun tradisi yang ada di
masyarakat.
Dari uraian tersebut dapat dilihat bahwa banyak alasan seseorang untuk
berperilaku. Oleh sebab itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat
disebabkan oleh sebab atau latar belakang yang berbeda – beda.
 Misalnya, alasan masyarakat tidak mau berobat kepuskesmas,
mungkin karena tidak percaya terhadap puskesmas, mungkin tidak
punya uang untuk pergi kepuskesmas, mungkin takut pada
dokternya, mungkin tidak tahu fungsinya puskesmas dan lain
sebgainya.
Secara sederhana teori WHO ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Dimana:
B : Behavior
f : fungsi
TF : Thought and Feeling PR : Personal Reference R : Resources
C : Culture
Disimpulkan bahwa perilaku kesehatan sesorang atau masyarakat
ditentukan oleh pemikiran dan perasaan atau pertimbangan seseorang, adanya
orang lain yang dijadikan referensi dan sumber – sumber atau fasilitas – fasilitas
yang dapat mendukung perilaku dan kebidayaan masyarakat.
 Contoh World Health Organization (WHO) :
Seseorang yang tidak mau membuat jamban keluarga, atau tidak
mau buang air besar di jamban, mungkin karena ia mempunyai
pemikiran dan perasaan tidak enak kalau buang air besar di jamban
(thought and feeling). Atau barangkali karena tokoh idolanya juga
tidak membuat jamban keluarga sehingga tidak ada orang yang
menjadi referensinnya (personal reference). Faktor lain juga,
mungkin karena langkahnya sumber – sumber yang dipperlukan atau
tidak mempunyai biaya untuk membuat jamban keluarga
(resources). Faktor lain mungkin karena kebudayaan (culture),
bahwa jamban keluarga belum merupakan kebudayaan masyarakat.

3) Teori Health Belief Model


Health Belief Model (BHM) merupakan teori yang pertama kali
dikemukakan oleh Resenstock pada tahun 1966, yang kemudian disempunakan
oleh Becker, dkk pada tahun 1970 dan 1980. Teori BHM merupakan teori untuk
mengetahui persepsi individu menerima atau tidak kondisi kesehatan mereka.
Sedangkan menurut Hochbaum (dalam Hyden, 1958) HBM merupakan perilaku
kesehatan yang dipengaruhi oleh persepsi individu mengenai kepercayaan
mereka terhadap penyakit dan cara yang tersedia untuk mengurangi terjadinya
gejala penyait yang diderita.
HBM (Health Belief Model) pada dasarnya adalah psikologi sosial dan
didasari oleh pemikiran bahwa persepsi terhadap ancaman adalah prekusor yang
penting dalam tindakan pencegahan. HBM berakar pada teori kognitif yang
menekankan peran hipotesis atau harapan subjektif individu. Pada perspektif ini,
perilaku merupakan fungsi dari nilai subjektif suatu dampak (outcome) dan
harapan subjektif bahwa tindakan tertentu akan mencapai dampak tersebut.
Konsep ini dikenal sebagai teorinilai-harapan (value-expectancy). Jadi dapat
dikatakan HBM (Health Belief Model) merupakan teori-harapan. Jika konsep ini
diaplikasikan pada perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, maka dapat
diterjemahkan menjadi keinginan untuk tidak sakit atau menjadi sembuh (nilai),
dan keyakinan (belief) bahwa tindakan kesehatan tertentu akan mencegah atau
menyembuhkan penyakit (harapan). Harapan ini kemudian diterjemahkan
sebagai perkiraan seseorang terhadap resiko mengidap suatu penyakit dan
keseriusan akibat suatu penyakit, serta kemungkinan untuk mengurangi ancaman
penyakit melalui suatutindakan tertentu.
HBM terdiri dari tiga bagian yaitu latar belakang, persepsi dan tindakan.
Latar belakang terdiri dari faktor sosiodemografi, sosiopsikologi, dan struktural.
Latar belakang ini akan mempengaruhi persepsi terhadap ancaman suatu
penyakit dan harapan keuntungan kerugian suatu tindakan mengurangi ancaman
penyakit.
Aspek- aspek pokok perilaku kesehatan menurut Rosenstock adalah
sebagai berikut:
a) Ancaman
1. Presepsi tentang kerentanan diri terhadap bahaya penyakit (atau
kesedian menerima diagnosa sakit)
2. Presepsi tentang keparahan sakit atau kondisi kesehatannya
b) Harapan
1. Presepsi tentang keuntungan suatu tindakan
2. Presepsi tentang hambatan-hambatan untuk melakukan suatu tindakan.
c) Pencetus tindakan : media, pengaruh orang lain dan hal-hal yang
mengingatkan (reminder)
d) Faktor-faktor Sosio-demografi (pendidikan, umur, jenis kelamin atau
gender, suku bangsa).
e) Penilaian diri (Persepsi tentang kesanggupan diri untuk melakukan tindakan
itu) (Anonim, 2012)
Untuk mempermudah memahami gambaran Health Belief Model (lihat
Bagan)

Ada 4 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya


berdasarkan teori HBM (Health Belief Model) :
a) Kerentanan yang dirasakan (Perceived susceptibility) : Agar seseorang
bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus
merasakan bahwa ia rentan (susceptible) terhadap penyakit tersebut.
Dengan kata lain, suatu tindak pencegahan terhadap suatu penyakit akan
timbul bila seseorang telah merasakan bahwa ia atau keluarganya rentan
terhadap penyakit tersebut.).
b) Keseriusan yang dirasakan (Perceived Seriousness) : Tindakan individu
untuk mencari pengobatan dan pencegahan penyakit akan didorong pula
oleh persepsi keseriusan penyakit tersebut. Perasaan mengenai keseriusan
terhadap suatu penyakit, meliputi kegiatan evaluasi terhadap konsekuensi
klinis dan medis (sebagai contoh, kematian, cacat, dan sakit) dan
konsekuensi sosial yang mungkin terjadi (seperti efek pada pekerjaan,
kehidupan keluarga, dan hubungan sosial). Banyak ahli yang
menggabungkan kedua komponen diatas sebagai ancaman yangdirasakan
(perceived threat).
 Contoh : Terdapat sebuah anggota keluarga yang dinyatakan positif
menderita penyakit Infeksi Menular Seks (IMS) namun setelah
pemeriksaan tidak melakukan pengobatan dan tidak mengkonsumsi
obat karena tidak ada gejala yang berbahaya menurut pasien IMS
bahkan pasien IMS tidak merubah perilakunya. Setelah 2 bulan
ternyata penyakit IMS semakin parah dan membuat penderita
merasakan sangat sakit sehingga penderita melakukan pengobatan ke
dokter dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.
c) Manfaat dan rintangan-rintangan yang dirasakan (Perceived benafis and
barries) : Apabila individu merasa dirinya rentan untuk penyakit-penyakit
yang dianggap gawat (serius), ia akan melakukan suatu tindakan tertentu.
Tindakan ini tergantung pada manfaat yang dirasakan dan rintangan-
rintangan yang ditemukan dalam mengambil tindakan tersebut. Pada
umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan-
rintangan yang mungkin ditemukan di dalam melakukan tindakan tersebut.
Penerimaan susceptibility sesorang terhadap suatu kondisi yang dipercaya
dapat menimbulkan keseriusan (perceived threat) adalah mendorong untuk
menghasilkan suatu kekuatan yang mendukung kearah perubahan perilaku.
Ini tergantung pada kepercayaan seseorang terhadap efektivitas dari
berbagai upaya yang tersedia dalam mengurangi ancaman penyakit, atau
keuntungan-keuntungan yang dirasakan (perceived benefit) dalam
mengambil upaya-upaya kesehatan tersebut. Ketika seorang
memperlihatkan suatu kepercayaan terhadap adanya kepekaan
(susceptibility) dan keseriusan (seriousness), sering tidak diharapkan untuk
menerima apapun upaya kesehatan yang direkomendasikan kecuali jika
upaya tersebut dirasa manjur dan cocok.
 Contoh : Seseorang yang melakukan pengobatan ke tenaga
kesehatan tradisional kemudian merasakan manfaat kesembuhan,
ketenangan dibandingkan berobat ke tenaga kesehatan, maka jika
pasien mengalami gejala sakit akan memanfaatkan pengobatan
alternatif dibandingkan pengobatan medis.
d) Cues to action adalah tanda atau sinyal yang menyebabkan seseorang
untuk bergerak kearah perilaku pencegahan. Tanda tersebut berasal dari
luar (kampanya di media massa, nasihat dari orang lain, kejadian pada
kenalan atau keluarga, artikel di majalah). Untuk mendapatkan tingkat
penerimaan yang benar tentang kerentanan, kegawatan dan keuntungan
tindakan, maka diperlukan isyarat-isyarat yang berupa faktor- faktor
eksternal. Faktor-faktor tersebut.
 Contoh : pesan-pesan pada media masssa, nasihat atau anjuran
kawan-kawan atau anggota keluarga lain dari si sakit, dan
sebagainya

 Contoh Teori Health Belief Model :


Dalam kondisi penyebaran COVID19 ini, pada awalnya masyarakat
masih banyak yang merasa bahwa penyakit ini masih jauh dan tidak
dekat dengan tempat tinggalnya. Penyakit ini adalah penyakit kutukan
pada bangsa tertentu karena perilaku mereka, sehingga tidak akan
terkena penyakit tersebut. Jadi kemungkinan akan kena, masih jauh atau
bahkan tidak sama sekali. Hal tersebut diperkuat oleh meme yang isinya
mengatakan bahwa manusia Indonesia memiliki penyakit yang lebih
berbahaya dari pada corona sehingga penyakit ini akan takut masuk ke
Indonesia. Ini yang disebut dengan perceive susceptibility (kerentanan
apa yang dirasakan atau diketahui). Kemudian, pada perceive severity
(Bahaya atau keparahan penyakit yang dialami), masyarakat juga
memiliki pemikiran bahwa ini adalah penyakit seperti influenza. Kalau
hanya sakit pilek (Influenza), maka penyakit itu tidak akan membuat
manusia Indonesia akan meninggal. Sudah kebal, baal dan terbiasa
terpapar penyakit itu sepanjang tahun. Ini pemikiran yang ada dalam
benak sebagian besar masyarakat Indonesia. Selain itu, kondisi ini akan
diperparah dengan pemikiran bahwa apabila pergi ke dokter, maka akan
mengeluarkan uang yang banyak karena berobat itu mahal. Lebih baik
uang yang ada dipakai untuk keperluan lain dari pada berobat. Hal ini
disebut sebagai perceive benefit of action (apa manfaat yang akan
didapatkan dari tindakan yang dilakukan). Apa keuntungan yang akan
didapatkan dengan pergi ke dokter, selain mengeluarkan uang?
Kesehatan? Kenyataannya saat ini tidak sakit. Lalu, saat pemerintah
mengumumkan 14 hari bekerja di rumah, maka yang dipikirkan adalah,
kalau tidak keluar rumah, tidak bekerja, maka bagaimana dapat uang?
Apabila tidak ada uang, bagaimana dapat makan? Kalau tidak makan,
maka akan kelaparan. Jadi, himbauan untuk 14 hari berdiam di rumah,
apabila tidak ditunjang kebijakan lain yang menyertai, akan sulit untuk
diikuti oleh masyarakat karena keuntungan yang akan diperoleh tidak
terlihat. Lalu, ada pula yang disebut dengan perceive barrier to action
(hambatan dari tindakan yang akan dilakukan). Hambatan – hambatan
yang dapat muncul didasari beberapa faktor, seperti usia, jenis kelamin,
tempat tinggal, penilaian mengenai diri sendiri, apakah sanggup atau
tidak sanggup mengatasi penyakit tersebut ataupun keyakinan bahwa
tidak akan terkena penyakit tersebut karena berbagai faktor penguat
keyakinan tersebut. Terakhir adalah cues to action (Isyarat untuk
melakukan tindakan). Pada akhirnya tindakan apa yang akan diambil
dan dilakukan terhadap penyakit corona? Apakah akan memeriksakan
diri saat gejala muncul? Adanya instruksi pemerintah, dengan cara
melakukan social disctancing bila harus keluar rumah, apakah berdiam
di rumah selama 14 hari, semua adalah pilihan perilaku yang akan
diambil. Saat keyakinan tidak akan terkena penyakit dan berpikir tidak
mungkin terkena, tanpa disadari kita sudah masuk ke dalam kondisi
optimistic bias. Kondisi ini adalah kondisi yang meyakini bahwa diri
sendiri tidak akan terkena hal – hal yang negatif atau buruk.
4) Teori Stimulus Organisme (SOR)
Perubahan perilaku merupakan sebuah respons atau reaksi seseorang
terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Teori ini didasarkan pada asumsi
bahwa penyebab terjadinya perubahan perilaku tergantung kepada kualitas
ransang (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme. Artinya, kualitas dari
sumber komunikasi (sources) misalnya kredibilitas kepemimpinan, dan gaya
berbicara sangat menentukaan keberhasilan perubahan perilaku seseorang,
kelompok, atau masyarakat. Perilaku manusia dapat terjadi melalui proses:
StimulusOrganismeRespons, kemudian Skinner menyebutkan teori ini
menjadi teori ”SO-R” (stimulus-organisme-respons).

Perilaku Terbuka

Organisme
Stimulus

Perilaku Tertutup

Hosland, et, al (1953) mengatakan bahwa perubahan perilaku pada


hakikatnya adalah sama dengan proses belajar. Proses perubahan perilaku
tersebut menggambarkan proses belajar pada individu yang terdiri dari:
a) Stimulus (ransang) yang diberikan kepada organisme dapat diterima atau
ditolak. Apabila stimulus tersebut tidak diterima atau ditolak berarti
stimulus itu tidak efektif dalam mempengaruhi perhatian individu, dan
berhenti disini. Tetapi bila stimulus diterima oleh organisme berarti ada
perhatian dari individu dan stimulus tersebut efektif.
b) Apabila stimulus telah mendapatkan perhatian dari organisme (diterima)
maka ia mengerti stimulus ini dan dilanjutkan kepada proses berikutnya
c) Setelah itu organisme mengolah stimulus tersebut sehingga terjadi
kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah diterimanya (bersikap).
d) Akhirnya dengan dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan maka
stimulus tersebut mempunyai efek tindakan dari individu tersebut
(perubahan perilaku).
Selanjutnya teori ini mengatakan bahwa perilaku dapat berubah hanya
apabila stimulus (rangsang) yang diberikan benar – benar melebihi dari stimulus
semula. Stimulus yang dapat melebihi stimulus semula ini berarti stimulus yang
diberikan harus dapat menyakinkan organisme. Dalam menyakinkan organisme
faktor reinforcement memegang peranan penting.
Berdasarkan teori ”S-O-R” tersebut, maka perilaku manusia dapat
dikelompokkan menjadi dua , yaitu :
1) Perilaku tertutup (Cover behavior)
Perilaku tertutup merupakan perilaku yang dimiliki oleh seseorang
namun belum bisa dilihat dan diidentifikasi secara jelas oleh orang lain.
Respons yang diberikan oleh individu masih terbatas dalam bentuk
perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan dan sikap terhadap stimulus
yang bersangkutan sehingga tidak bisa diidentifikasi dan dilihat secara
jelas oleh orang lain. Bentuk ”unobservable behavior” atau ”covert
behavior” yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.
2) Perilaku terbuka (Overt behavior) Perilaku terbuka merupakan perilaku
yang dimiliki oleh seseorang dan bisa dapat diamati orang lain dari luar
atau ”observable behavior”. Perilaku terbuka akan dapat dilihat dengan
mudah dalam bentuk tindakan, praktik, keterampilan yang dilakukan oleh
seseorang.
 Contoh Teori Stimulus Organisme (SOR) :
Dalam bidang kesehatan, merubah prilaku masyarakat yang tinggal di
pinggiran sungai agar tidak membuang sampai kesungai, karena selain
merusak lingkungan, air sungai juga digunakan untuk mencuci, mck, dan
semacamnya oleh masyarakat di hilir sungai.
 Analisis Elemen Teori SOR
Berikut adalah beberapa elemen yang ada di dalam teori S-O-R,
diantaranya adalah:
 Stimulus (S): gagasan untuk menyadarkan masyarakat yang
tinggal di sekitar aliran sungai untuk tidak membuang sampah
kesungai
 Organisme (O): masyarakat yang tinggal di pinggir sungai
 Respon (R): berupa efek yang diharapkan terjadi, yaitu
masyarakat merubah kebiasaan mereka mencemari lingkungan.

5) Teori Festinger (Dissonance Theory)


Teori dissonance (cognitive dissonance theory) diajukan oleh Festinger
(1957) telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial .Teori ini sebenarnya
sama dengan konsep imbalance (ketidak seimbangan). Hal ini berarti bahwa
keadaan cognitive dissonance merupakan ketidak seimbangan psikologi yang
diliputi oleh ketengan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan
kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah
terjadi ketenangan diri lagi, dan keadaan ini disebut consonance
(keseimbangan).
Dissonance (ketidak seimbangan) terjadi karena dalam diri individu
terdapat dua elemen kognisi yang saling bertentangan. Yang dimaksud elemen
kognisi adalah pengetahuan, pendapat, atau keyakinan. Apabila individu
mengalami suatu stimulus atau objek dan stimulus tersebut menimbulkan
pendapat atau keyakinan yang berbeda atau bertentangan di dalam diri individu
itu sendiri, maka terjadilah dissonance.
Ketidak seimbangan dalam diri sesorang yang akan menyebabkan
perubahan perilaku dikarenakan adanya perbedaan jumlah elemen kognitif yang
seimbang dengan jumlah elemen kognitif yang tidak seimbang dan sama–sama
pentingnya. Hal ini menimbulkan konflik pada diri individu tersebut.
Titik berat dari penyelesaian konflik ini adalah penyesuaian diri secara
kognitif. Dengan penyesuaian diri ini maka akan terjadi keseimbangan kembali.
Keberhasilan yang ditunjukkan dengan tercapainya keseimbangan Kembali
menunjukkan adanya perubahan sikap dan akhirnya akan terjadi perubahan
perilaku.
 Contoh Teori Festinger (Dissonance Theory) :
seorang ibu rumah tangga yang bekerja dikantor. Di satu pihak, dengan
bekerja ia dapat tambahan pendapatan bagi keluarganya, yang akhirnya
dapat memenuhi kebutuhan bagi keluarga dan anak–anaknya, termasuk
kebutuhan makanan yang bergizi. Apabila ia tidak bekerja, jelas ia tidak
dapat memenuhi kebutuhan pokok keluarga. Di pihak lain, apabila ia
bekerja, ia khawatir perawatan anak–anaknya akan menimbulkan
masalah. Kedua elemen (argumentasi) ini sama – sama pentingnya, yakni
rasa tanggung jawabnya sebagai ibu rumah tangga yang baik.
6) Theory of Reasoned Action (TRA) atau Tindakan Beralasan
Theory of Reasoned Action (TRA) pertama kali diperkenalkan oleh Martin
Fishbein dan Ajzen tahun 1975 yang berasal dari penelitian terdahulu yang
dikenal sebagai theory of attitude, dimana pada teori tersebut digunakan sebagai
rujukan untuk studi tentang sikap dan perilaku. Teori ini menghubungkan antara
keyakinan (belief), sikap (attitude), kehendak atau niat (intention) dan perilaku
(behavior). Kehendak atau niat merupakan prediktor terbaik perilaku, artinya
jika ingin mengetahui apa yang akan dilakukan seseorang, cara terbaik adalah
mengetahui kehendak orang tersebut. Namun, seseorang dapat membuat
pertimbangan berdasarkan alasan-alasan yang sama sekali berbeda (tidak selalu
berdasarkan kehendak). Konsep penting dalam teori ini adalah fokus perhatian
(salience), yaitu mempertimbangkan sesuatu yang dianggap penting. Kehendak
(intetion) ditentukan oleh sikap dan norma subyektif.
Dalam arti lain dikatakan bahwa TRA adalah sebuah teori yang
menyatakan bahwa keputusan untuk melakukan tingkah laku tertentu adalah
hasil dari sebuah proses rasional dimana pilihan tingkah laku dipertimbangkan,
konsekuensi dan hasil dari setiap tingkah laku dievaluasi dan sebuah keputusan
sudah dibuat, apakah bertingkah laku tertentu atau tidak. Kemudian keputusan
ini direfleksikan dalam tujuan tingkah laku yang sangat berpengaruh terhadap
tingkah laku yang tampil.
Gambar Kerangka Dasar Theory of Reasoned Action (Ajzen, 1991)
Kehendak (intention) ditentukan oleh sikap dan norma subyektif. Sikap
merupakan hasil pertimbangan untung dan rugi dari perilaku tersebut (outcome
of the behaviour). Disamping itu juga dipertimbangkan pentingnya konsekuensi
yang akan terjadi bagi individu (evaluation regarding the outcome). Sedangkan
norma subyektif atau sosial mengacu pada keyakinan seseorang terhadap
bagaimana dan apa yang dipikirkan orang-orang yang dianggap penting dan
motivasi seseorang untuk mengikuti pikiran tersebut.
 Contoh Theory of Reasoned Action (TRA) atau Tindakan Beralasan :
Orang tua memiliki harapan keikutsertaan pada program imunisasi bagi
anaknya. Mereka percaya imunisasi dapat melindungi serangan penyakit
(keuntungan), tetapi juga menyebabkan rasa sakit dan demam pada
anaknya (kerugian). Orang tua akan mempertimbangkan mana diantara
keuntungan dan kerugian tersebut yang paling penting.

7) Theory of Planned Behavior (TPB) atau Teori Perilaku Berencana


Teori ini diusulkan oleh Icek Ajzen di tahun 1985. Teori ini merupakan
perluasan dari TRA dengan menambahakan komponen yang belum ada dalam
TRA. TPB menjelaskan bahwa selain sikap terhadap perilaku dan norma
subyektif, individu juga mempertimbangkan kontrol tingkah laku yang
dipersepsikannnya yaitu kemampuan mereka untuk melakukan tindakan
tersebut. Komponen yang ditambahkan ini disebut dengan kontrol perilaku
persepsian (perceived behavioral control).
TRA dan TPB keduanya menganggap bahwa prediktor penting untuk
berperilaku adalah niat untuk berperilaku (behavioural intention), dimana hal
tersebut ditentukan oleh sikap (attitude) terhadap perilaku dan persepsi normatif
sosial (social normative perception) mengenai hal tersebut. TPB adalah
perluasan dari TRA dengan kontruksi tambaha: kontrol yang dirasakan atas
kinerja perilaku (perceived control over performance of the behaviour) seperti
yang ditunjukkan pada gambar berikut ini :

Gambar Kerangka hubungan langsung dan tidak langsung Perceived of


Behavioral Control terhadap Behavior (perilaku) (Ajzen, 1991)
Intensi untuk berperilaku dapat menjadi perilaku sebenarnya hanya jika
perilaku tersebut ada di bawah kontrol individu yang bersangkutan. Individu
tersebut memiliki pilihan untuk memutuskan menampilkan perilaku tertentu atau
tidak sama sekali (Ajzen, 1991). Sampai seberapa jauh individu akan
menampilkan perilaku, juga tergantung pada faktor non motivasional. Salah satu
contoh dari faktor non motivasional adalah ketersediaan kesempatan dan sumber
daya yang dimiliki (misal: uang, waktu, bantuan dari pihak lain dan sumberdaya
lainnya). Secara kolektif, faktor ini mencerminkan kontrol aktual terhadap
perilaku.Jika tersedia kesempatan dan sumber daya dan terdapat intensi untuk
menampilkan perilaku, maka kemungkinan perilaku itu muncul sangatlah
besar.dengan kata lain suatu perilaku akan muncul jika terdapat motivasi
(intensi) dan kemampuan (kontrol perilaku).
Kontrol perilaku yang dirasakan dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu
dan perkiraan seseorang mengenai sulit atau tidaknya untuk melakukan perilaku
tertentu (Azwar, 2003).TPB mengganggap bahwa teori sebelumnya mengenai
perilaku yang tidak dapat dikendalikan sebelumnya oleh individu melainkan,
juga dipengaruhi oleh faktor mengenai faktor non motivasional yang dianggap
sebagai kesempatan atau sumber daya yang dibutuhkan agar perilaku dapat
dilakukan. Sehingga dalam teorinya, Ajzen menambahkan satu dertiminan lagi,
yaitu kontrol persepsi perilaku mengenai mudah atau sulitnya perilaku yang
dilakukan. Oleh karena itu menurut TPB, intensi dipengaruhi oleh tiga hal yaitu:
sikap, norma subjektif, kontrol perilaku.
 Contoh of Planned Behavior (TPB) atau Teori Perilaku Berencana :
 Sikap terhadap perilaku mempengaruhi perilaku :
Pecandu narkoba percaya bahwa ketika dalam situasi yang sulit dan
berbahaya, tidak masalah bagi mereka untuk hidup atau mati
 Norma subjektif mempengaruhi perilaku :
Orang-orang penting di sekitar ibu hamil di Kashan menyarankan agar
dirinya mengkonsumsi jamu dan obat tradisional selama kehamilan
 Persepsi pengendalian diri mempengaruhi perilaku :
Dalam kondisi (mual, muntah), ibu hamil di Kashan dapat menahan diri
untuk tidak mengkonsumsi jamu atau obat tradisional
 Niat berperilaku mempengaruhi perilaku :
Pecandu narkoba terkadang memiliki sedikit keinginan atau
berkeinginan kuat untuk bunuh diri

8) Teori Integrated Behavioral Model (IBM)


Integrated Behavioural Model (IBM) merupakan teori perilaku yang
merupakan pengembangan dari dua teori sebelumnya, yakni Theory Reason
Action (TRA) dan Theory Planned Behaviour (TPB). IBM menekankan bahwa
penentu yang paling penting dari perubahan perilaku seseorang adalah
behavioral intention (niatan berperilaku). IBM menekankan pentingnya niat
sebagai motivasi untuk berperilaku. Tanpa adanya motivasi, seseorang tidak
mungkin melaksanakan perilaku yang direkomendasikan. Dalam berperilaku,
terdapat empat komponen yang mempengaruhi perilaku seseorang secara
langsung, diantaranya:
a. Jika seseorang memiliki niat berperilaku yang kuat, maka dia membutuhkan
pengetahuan dan keterampilan untuk melaksanakan perilaku tersebut.
b. Tidak ada atau sedikitnya kendala lingkungan yang membuat implementasi
perilaku sulit untuk dilakukan.
c. Perilaku harus dibuat menonjol, terlihat dan mudah dikenal atau disadari.
d. Pengalaman mengimplementasikan perilaku bisa menjadikannya sebuah
kebiasaan, sehingga niat menjadi kurang penting dalam menentukan kinerja
perilaku individu.
Point pertama sampai ketiga merupakan point yang sangat penting dalam
menentukan apakah niat berperilaku (behavioral intention) menyebabkan
perilaku seseorang itu dapat terimplementasi (behavioral performance).
Berdasarkan model perilaku terintegrasi tersebut, niat berperilaku ditentukan
oleh tiga faktor, yaitu:

(1). Attitude
Sikap (attitude) sebagai keseluruhan kesukaan (favorableness)
atau ketidaksukaan (unfavorableness) seseorang dalam
mengimplementasikan perilaku tertentu. Keberadaan sikap ini sebagai
gabungan dari dimensi afektif dan kognitif. Ada dua macam sikap
seseorang, yaitu sikap experiential dan instrumental. Sikap experiential
merupakan respon emosional individu terhadap ide dalam menanggapi
sebuah rekomendasi perilaku. Individu dengan respon emosional negatif
yang kuat terhadap perilaku yang direkomendasikan tidak mungkin akan
melakukan perilaku tersebut, sedangkan mereka dengan reaksi emosional
yang kuat positifnya lebih mungkin untuk terlibat di dalamnya. Sedangkan
sikap instrumental adalah berdasarkan kognitif, ditentukan oleh keyakinan
tentang hasil kinerja perilaku, seperti dalam TRA/TPB.
(2). Perceived Norm
Keyakinan norma (Perceived Norm) ini merefleksikan suatu tekanan
atau pengaruh sosial yang membuat seseorang merasa perlu atau tidak
melakukan perilaku yang diharapkan atau direkomendasikan. Faktor ini
dibentuk oleh dua sub-faktor yaitu injunctive norm dan descriptive norm.
Injunctive norm (keyakinan normatif) adalah sejauh mana harapan yang
dipikirkan orang lain (jejaring sosial yang penting bagi orang tersebut)
terhadap perilaku yang diharapkan. Descriptive norm ialah norma yang
mengacu pada persepsi dalam sebuah kelompok masyarakat atau jejaring
pribadinya dalam melakukan perilaku yang dimaksud. Dan perceived
norm itu merupakan gabungan persepsi kedua norma tersebut secara utuh
dan menyeluruh.
(3). Personal Agency
Personal Agency diartikan sebagai kemampuan individu untuk
memulai dan memberikan alasan melakukan sebuah perilaku. Personal
agency ini terdiri dari sub-faktor yakni self efficacy (keyakinan seseorang
mampu mengerjakan tugas atau sebuah perilaku) dan perceived control
(keyakinan seseorang bahwa perilaku yang dimaksud itu mudah atau sulit
dikerjakan). Self efficacy ini tidak sama dengan kompetensi. Self efficacy
mengacu pada keyakinan kemampuan seseorang, sedangkan pada
kompetensi adalah keterampilan yang benar-benar dimiliki seseorang.
Pada perceived control, ada sebuah kontrol dalam diri seseorang untuk
mengendalikan perilakunya.
Selain ketiga variabel tersebut yang membentuk intention to perform
the behaviour, dalam IBM ditambahkan variabel knowledge and skill
(pengetahuan dan keterampilan), habit (kebiasaan), environmental
constraint (keterbatasan lingkungan) dan salience of behaviour (perilaku
yang menonjol), yang secara langsung atau tidak mempengaruhi perilaku
seseorang. Faktor- faktor ini muncul karena terkadang individu sudah
memiliki niatan untuk berperilaku, namun karena ada keterbatasan atau
hambatan yang disebabkan kondisi lingkungan dan keterampilan yang
dimiliki, sehingga perilaku yang diharapkan tersebut tidak terjadi.
Keunggulan dari kerangka IBM ini adalah pada kerangka IBM
memasukkan faktor-faktor karakteristik demografi setempat sebagai
variabel jauh (distal) yang diduga berpengaruh secara tidak langsung
terhadap niat dan perilaku tertentu. Integrated Behavioral Model (IBM)
merupakan teori perilaku yang berada pada level individu yang dapat
dimanfaatkan untuk meramalkan, memahami, dan mengubah perilaku
tertentu (Made, 2015). Agar lebih memahami Teori Integrated Behavior
Model dapat melalui bagan berikut :

Gambar Kerangka Integrated Behavioral Model (IBM), (Glanz, 2008)


 Contoh Teori Integrated Behavioral Model (IBM)
Pada konteks pengendalian vektor DBD, keberadaan semua komponen
itu penting untuk dipertimbangkan ketika merancang beberapa intervensi
untuk mempromosikan perilaku kesehatan di masyarakat. Sebagai
contoh, jika seorang memiliki niat yang kuat untuk melakukan
pengendalian DBD, penting untuk memastikan bahwa dia telah memiliki
cukup pengetahuan mengenai penyakit DBD dan upaya cara
pengendaliannya. Untuk bertindak atas niat ini harus didukung dengan
tidak ada kendala dan hambatan dari lingkungan yang serius, seperti
untuk memutus kontak antara nyamuk dengan manusia, maka kondisi
lingkungannya harus mendukung terhadap program PSN 3M Plus, yaitu
lewat terciptanya perilaku hidup bersih dan sehat.
Untuk suatu tindakan yang dilakukan di interval waktu yang panjang,
seperti program pengendalian DBD itu, perilaku juga harus dibuat
menonjol, atau memiliki tanda atau isyarat, sehingga dia akan ingat untuk
melaksanakan niatnya tersebut secara simultan. Untuk perilaku lain yang
harus dilakukan lebih sering dan yang mungkin berada di bawah kendali
kebiasaan, kendala lingkungan harus dihapus untuk dapat melakukan
perilaku tersebut.
Jadi, sebuah analisis yang cermat harus dilakukan terhadap perilaku dan
populasi yang melaksanakan program pengendalian DBD ini agar dapat
menentukan komponen-komponen yang paling penting untuk
menargetkan promosi perilaku terkait program DBD. Strategi-strategi
yang berbeda-beda mungkin diperlukan untuk menghadapi perilaku yang
berbeda, begitupun untuk perilaku yang sama di setting (tempat) yang
berbeda maka pengaturan yang berbeda pula. Jelasnya, niat berperilaku
yang kuat diperlukan untuk intervensi menghadapi komponen-komponen
IBM, seperti keterampilan, pengetahuan atau hambatan lingkungan, yang
mempengaruhi kinerja perilaku.

9) Teori Antecedents, Behaviour dan Consequences (ABC)


Perilaku dapat dipelajari dan diubah dengan cara mengidentifikasi dan
memanipulasi keadaan suatu lingkungan yang mendahului (anteseden) serta
yang mengikuti suatu perilaku (konsekuen). Elemen inti dari teori ABC adalah
antecedent- behavior-consequences, yaitu sebuah perilaku dipicu oleh beberapa
rangkaian peristiwa anteseden (sesuatu yang mendahului sebuah perilaku dan
secara kausal terhubung dengan perilaku tersebut), kemudian sebuah perilaku
diikuti oleh konsekuensi (hasil nyata dari perilaku yang dapat meningkatkan atau
menurunkan kemungkinan perilaku tersebut untuk berulang kembali). Teori ini
membantu mengidentifikasi cara mengubah perilaku dengan memastikan
keberadaan anteseden yang tepat dan konsekuensi yang mendukung perilaku
tersebut (Septalita & Andreas, 2015).
Penggunaan model ABC merupakan cara yang efektif memahami
mengapa perilaku bisa terjadi dan cara yang efektif meningkatkan perilaku yang
diharapkan. Hal ini karena dalam model perilaku ini terdapat konsekuensi yang
digunakan untuk memotivasi agar frekuenssi perilaku yang diharapkan dapat
meningkat dan berguna untuk mendesain intervensi yang dapat meningkatkan
perilaku, individu, kelompok, dan organisasi (Irlianti dan Dwiyanti, 2014).
 Anteseden
Anteseden adalah peristiwa lingkungan yang membentuk tahap atau
pemicu perilaku. Anteseden yang secara reliable mengisyaratkan waktu untuk
menjalankan sebuah perilaku dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya
suatu perilaku pada saat dan tempat yang tepat. Anteseden dapat bersifat
alamian (dipicu oleh peristiwa-peristiwa lingkungan) dan terencana (dipicu
oleh pesan atau peringatan yang dibuat oleh komunikator) (Wati, 2015).
Anteseden atau activator ini dipengaruhi oleh tata nilai, sikap maupun
kesadaran diri perilaku. Aktivator ini mengarahkan dilakukannya suatu
perilaku atau behavior. Perilaku ini dapat berbentuk:
a. Perilaku aman atau tak aman
b. Melanggar atau patuh aturan/prosedur/standar (Gunawan, 2013).
 Contoh anteseden yaitu peraturan dan prosedur, peralatan dan
perlengkapan yang sesuai, informasi, rambu-rambu, keterampilan
dan pengetahuan, serta pelatihan. Meskipun anteseden diperlukan
untuk memicu perilaku, namun kehadirannya tidak menjamin
kemunculan suatu perilaku. Sebagai contoh, adanya peraturan dan
prosedur keselamatan belum tentu memunculkan perilaku aman.
Bagaimanapun adanya anteseden yang memiliki efek jangka panjang
seperti pengetahuan sangat penting untuk menciptakan perilaku
aman. Anteseden adalah penting untuk memunculkan perilaku, tetapi
pengaruhnya tidak cukup untuk membuat perilaku tersbut bertahan
selamanya. Untuk memelihara perilaku dalam jangka panjang
dibutuhkan konsekuensi yang signifikan bagi individu (Wati, 2015).
 Behavior
Perilaku (behavior) memiliki prinsip dasar dapat dipelajari dan diubah
dengan mengidentifikasi dan memanipulasi keadaan lingkungan atau stimulus
yang mendahului dan mengikuti suatu perilaku. Menurut model ABC,
perilaku dipicu oleh beberapa rangkaian peristiwa activator (sesuatu yang
mendahului perilaku dan secara kausal terhubung dengan perilaku itu sendiri)
dan diikuti oleh consequence (hasil nyata dari perilaku bagi individu) yang
dapat meningkatkan atau menurunkan kemungkinan perilaku tersebut akan
terulang kembali. Analisis ABC membantu dalam mengidentifikasi cara-cara
untuk mengubah perilaku dengan memastikan keberadaan activator yang
tepat dan consequence yang mendukung perilaku yang diharapkan.
 Consequence
Consequence dapat berlaku sebagai activator baru (A’ atau A2) untuk
menjadi pemicu atau perangsang lahirnya perilaku baru (B’ atau B2).
Misalnya, apabila seseorang memperoleh sesuatu yang diinginkan misalnya
hadiah sebagai consequence dari perilaku awal yang dilakukan dan ia merasa
senang, maka hal tersebut dapat menjadi activator baru bagi seseorang untuk
melakukan perilaku baru yang mungkin serupa.
 Contoh lain adalah ketika seseorang mendapatkan hukuman sebagai
consequence akibat perilaku tidak aman yang telah dilakukan, maka
hal itu dapat menjadi activator baru yang melahirkan perubahan
perilaku menjadi perilaku baru atau perilaku lain yang lebih baik dari
perilaku sebelumnya (Affandhy & Nilamsari, 2017).
Contoh Teori Antecedents, Behaviour dan Consequences (ABC)
Konsekuensi (Consequences) adalah peristiwa lingkungan yang
mengikuti sebuah perilaku, yang juga menguatkan, melemahkan, atau
menghentikan suatu perilaku. Secara umum, orang cenderung mengulangi
perilaku-perilaku yang membawa hasil-hasil positif dan menghindari
perilaku-perilaku yang memberikan hasil-hasil negatif. Konsekuensi
didefinisikan sebagai hasil nyata dari perilaku individu yang mempengaruhi
kemungkinan perilaku tersebut akan muncul kembali. Dengan demikian,
frekuensi suatu perilaku dapat meningkat atau menurun dengan menetapkan
konsekuensi yang mengikuti perilaku tersebut (Wati, 2015).
Konsekuensi dapat berupa pembuktian diri, penerimaan, atau penolakan
dari rekan kerja, sanksi, umpan balik, cedera atau cacat, penghargaan,
kenyamanan, atau ketidaknyamanan, rasa terima kasih, dan penghematan
waktu. Ada tiga macam konsekuensi yang mempengaruhi perilaku, yaitu
penguatan positif, penguatan negatif, dan hukuman. Penguatan positif dan
penguatan negatif memperbesar kemungkinan suatu perilaku untuk muncul
kembali sedangkan hukuman memperkecil kemungkinan suatu perilaku untuk
muncul kembali (Wati, 2015).
Model perilaku ABC dapat menjadi cara yang efektif untuk memahami
mengapa perilaku bisa terjadi dan meningkatkan perilaku yang diharapkan
karena dalam model perilaku ini terdapat konsekuensi yang digunakan untuk
memotivasi agar frekuensi perilaku yang diharapkan dapat meningkat. Model
perilaku ABC ini juga berguna untuk mendesain intervensi yang dapat
meningkatkan perilaku, individu, kelompok, dan organisasi (Geller, 2005) dalam
Irianti, A., Dwiyanti, E. 2014). Sesuai singkatannya Antecedents-Behavior-
Consequenses, Antecedents digunakan saat akan mempengaruhi perilaku
sebelum perilaku itu terbentuk, Behavior merupakan perilaku itu sendiri, dan
Consequenses digunakan untuk mempengaruhi perilaku.
 Contoh Teori Antecedents, Behaviour dan Consequences (ABC) :
Mengapa pekerja jasa kontruksi berat tidak menggunakan helm sebagai
alat pelindung kepala dan mengidentifikasi bagaimana cara
mempromosikan helm sebagai alat pelindung kepala bagi pekerja jasa
kontruksi sehingga dapat mengurangi kejadian penyakit akibat kerja.
Salah satu cara yang dapat digunakan untuk menurunkan kecelakaan
kerja ialah dengan mengubah perilaku tidak aman menjadi perilaku
aman. Perilaku tidak aman dapat terjadi karena ketidak tahuan, ketidak
mauan atau ketidak mampuan tenaga kerja untuk berperilaku aman.
perilaku aman tenaga kerja merupakan hasil dari adanya antecedent
internal dan eksternal serta adanya aturan reward dan punishment dari
perusahaan.

10) Teori Perubahan Fungsi


Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu
tergantung kepada kebutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat
mengakibatkan perubahan perilaku seseorang adalah stimulus yang dapat
dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Menurut Katz (1960)
perilaku dilatar belakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan. Katz
berasumsi bahwa:
a) Perilaku memiliki funsi instrumental, artinya dapat berfungsi dan
memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. Seseorang dapat bertindak
(berperilaku) positif terhadap objek demi pemenuhan kebutuhannya.
Sebaliknya bila objek tidak dapat memenuhi kebutuhannya maka ia akan
berperilaku negatif.
 Misalnya, orang mau membuat jamban apabila jamban tersebut
benar – benar sudah menjadi kebutuhannya.
b) Perilaku berfungsi sebagai defence mecanism atau sebagai pertahan diri
dalam menghadapi lingkungannya. Artinya dengan perilakunya, dengan
tindakan – tindakannya, manusia dapat melindungi ancaman – ancaman
yang datang dari luar.
 Misalnya, orang dapat menghindari penyakit demam berdarah
karena penyakit tersebut merupakan ancaman bagi dirinya.
c) Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan pemberi arti. Dalam
perannya dengan tindakan itu seseorang senantiasa menyesuaikan diri
dengan lingkungannya. Dengan tindakan sehari – hari tersebut seseorang
melakukan keputusan – keputusan sehubungan dengan objek atau stimulus
yang dihadapi. Pengambilan keputusan mengakibatkan tindakan –
tindakan tersebut dilakukan secara spontan dan dalam waktu yang singkat.
 Misalnya, bila seseorang merasa sakit kepala maka secara cepat,
tanpa berpikir lama, ia akan bertindak untuk mengatasi rasa sakit
tersebut dengan membeli obat di warung dan kemudian
meminumnya, atau tindakan – tindakan lain.
d) Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam
menjawab suatu situasi. Nilai ekspresif ini berasal dari konsep diri
seseorang dan merupakan pencerminan dari hati sanubari. Oleh sebab itu,
perilaku dapat merupakan layar dimana segala ungkapan diri orang dapat
dilihat.
 Misalnya, orang yang sedang marah, gusar dan sebaginya dapat
dilihat dari perilaku atau tindakannya.
Teori ini berkeyakinan bahwa perilaku mempunyai fungsi untuk
menghadapi dunia luar individu, dan senantiasa menyesuaikan diri dengan
lingkungannya menurut kebutuhannya. Oleh sebab itu didalam kehidupan
manusia, perilaku itu tampak terus menerus dan berusaha secara relatif.
 Contoh Teori Perubahan Fungsi :
Sehat merupakan suatu kondisi yang ingin dimiliki oleh setiap
individunya. Sehat tidak hanya dalam keadaan fisik, namun juga
sehat secara mental dan sehat secara sosial. Tidak hanya meliputi
kebebasan dari suatu penyakit, namun juga sehat meliputi keadaan
psikis dari seseorang. Sehat pada umumnya mempengaruhi perilaku
manusia, begitu pula sebaliknya, perilaku seseorang juga akan dapat
mempengaruhi kesehatan orang tersebut. Perilaku merupakan hal
yang lumrah di lakukan oleh seseorang baik yang secara sadar mau
pun secara tidak sadar. Perilaku seseorang dapat mempengaruhi
keadaan kesehatan seseorang itu sendiri. Perilaku yang baik dalam
menjaga kesehatan dapat meningkatkan kualitas hidup seseorang
menjadi lebih baik dan lebih sejahtera. Salah satunya adalah dengan
melaksanakan perilaku hidup bersih dan sehat. Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat sebaiknya di terapkan setiap saat. Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat seseorang dapat dipengaruhi beberapa faktor. Salah
satu faktor yang mempengaruhi adalah faktor pengetahuan. Menurut
beberapa penelitian, jika pengetahuan seseorang baik, maka Perilaku
Hidup Bersih dan Sehatnya juga akan menjadi baik, dan akan
berdampak baik pula untuk kehidupannya.

11) Teori Kurt Lewin


Lewin berpendapat bahwa perilaku manusia adalah suatu keadaan yang
seimbang antara kekuatan – kekuatan pendorong (driving forces) dan kekuatan –
kekuatan penahan (restining forces). Perilaku itu dapat berubah apabila terjadi
ketidak seimbangan antara kedua kekuatan tersebut didalam diri seseorang
sehingga ada tiga kemungkinan terjadinya perubahan perilaku pada diri
seseorang yakni :
a. Kekuatan – kekuatan pendorong meningkat. Hal ini terjadi karena adanya
stimulus – stimulus yang mendorong untuk terjadinya perubahan – perubahan
perilaku. Stimulus ini berupa penyuluhan – penyuluhan atau informasi –
informasi sehubungan dengan perilaku yang bersangkutan.
 Misalnya, seseorang yang belum ikut KB (ada keseimbangan antara
pentingnya mempunyai anak sedikit dengan kepercayaan banyak
anak banyak rezeki) dapat berubah perilakunya ber KB, ditingkatkan
keyakinannya dengan penyuluhan – penyuluhan atau usaha – usaha
lain.
b. Kekuatan – kekuatan penahan menurun. Hal ini terjadi karena adanya
stimulus – stimulus yang memperlemah kekuatan penahan tersebut.
 Misalnya pada contoh diatas. Dengan pemberian pengertian kepada
orang tersebut bahwa banyak anak banyak rezeki adalah
kepercayaan yang salah, maka kekuatan penahan tersebut melemah
dan akan terjadi perubahan perilaku pada orang tersebut.
c. Kekuatan pendorong meningkat, kekuatan penahan menurun. Dengan
keadaan semacam ini jelas akan terjadi perubahan perilaku.
 Misalnya, penyuluhan KB yang memberikan pengertian terhadap
orang tersebut tentang pentingnya ber KB dan tidak benarnya
kepercayaan banyak anak banyak rezeki akan meningkatkan
kekuatan pendorong dan sekaligus menurunkan kekuatan penahan.
 Lewin mengatakan ada tiga tahap dalam sebuah perubahan, yaitu:
a. Tahap Unfreezing
Masalah biasanya muncul akibat adanya ketidakseimbangan dalam
sistem.
b. Tahap Moving
Pada tahap ini perawat berusaha mengumpulkan informasi dan mencari
dukungan dari orang- orang yang dapat membantu memecahkan
masalah.
c. Tahap Refreezing
Setelah memiliki dukungan dan alternatif pemecahan masalah perubahan
diintegrasikan dan distabilkan sebagai bagian dari sistem nilai yang
dianut.

 Contoh Teori Kurt Lewin


Kasus pandemi Covid-19 yang mulai muncul pada akhir 2019 dan masih
terjadi hingga saat ini telah mempersulit semua orang tanpa terkecuali.
Hal inilah yang mendasari diberlakukannya new normal dengan
melakukan perubahan pada pola hidup masyarakat agar tetap dapat
beraktivitas di tengah pandemi covid-19. Hal ini juga menjawab
pertanyaan dari teori Lewin “mengapa” perubahan tersebut dilakukan.
Jika dikaitkan dengan tahapan melakukan perubahan dalam teorinya, kita
dapat menganalisis sebagai berikut:
Pertama, unfreezing dapat dilihat dari pergerakan manusia yang mulai
sadar bahwa harus beradaptasi dan membuat perubahan yang efektif
untuk memperbaiki keadaan di tengah pandemi Covid-19.
Kedua changing, ini terlihat dari aturan-aturan dan protokol
penanggulangan covid-19 yang diberlakukan untuk melawan virus
tersebut.
Ketiga yaitu refreezing, ini terlihat dengan diberlakukannya konsep new
normal sebagai upaya dalam membawa kembali manusia pada kehidupan
yang baru.
Daftar Pustaka

Irwan. (2017). Etika dan Perilaku Kesehatan. Yogyakarta: CV. Absolute Media.

MRL, Adventus. (2019). Buku Ajar Promosi Kesehatan. Jakarta: Universitas Kristen

Indonesia.

Pakpahan, Martina dkk. (2021). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:

Yayasan Kita Menulis.

Rachmawati, Windi Khusinah. (2019). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku.

Malang: Weneka Media

Anda mungkin juga menyukai