net/publication/362504320
CITATIONS READS
0 886
1 author:
Esti Royani
Lecturer at Universitas 17 Agustus 1945 Samarinda
134 PUBLICATIONS 0 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Esti Royani on 05 August 2022.
Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BUKU AJAR HUKUM ADAT
Penulis
Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Tata Letak
Ulfa
Desain Sampul
Zulkarizki
15.5 x 23 cm, xxii + 168 hlm.
Cetakan I, Januari 2022
ISBN: 978-623-466-019-7
Diterbitkan oleh:
ZAHIR PUBLISHING
Kadisoka RT. 05 RW. 02, Purwomartani,
Kalasan, Sleman, Yogyakarta 55571
e-mail : zahirpublishing@gmail.com
Anggota IKAPI D.I. Yogyakarta
No. 132/DIY/2020
Penulis
viii Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB VII
HUKUM ADAT SEBAGAI HUKUM YANG TIDAK TERTULIS
YANG DITAATI OLEH MASYARAKAT................................................... 71
A. Hukum Tak Tertulis........................................................................... 72
B. Hukum Dalam Masyarakat Adat................................................. 74
C. Hukum Adat Mampu Atasi Konflik Berkelanjutan............... 75
D. Hukum Pidana Adat dalam Era otonomi Daerah................. 77
E. Hukum Adat Perkawinan............................................................... 83
TES FORMATIF 7 ............................................................................... 88
BAB VIII
CONTOH HUKUM ADAT YANG DITULISKAN ................................ 91
TES FORMATIF 8 ............................................................................... 100
BAB IX
ASAS-ASAS HUKUM PIDANA ADAT INDONESIA......................... 103
A. Sebuah Penjelajahan Normatif dan Philosofis...................... 103
B. Sifat Hukum Pidana Adat Indonesia......................................... 108
C. Kearifan Lokal Hukum Pidana Adat Sebagai Alas
Philosofis Filsafat Pemidanaan Indonesia............................... 111
TES FORMATIF 9 ............................................................................... 117
BAB X
HUKUM ADAT DI KALIMANTAN SELATAN ..................................... 121
A. Hukum Badamai................................................................................ 123
B. Hukum Basasuluh Adat Badamai............................................... 125
C. Kasus Basasuluh Badamai............................................................. 126
TES FORMATIF 10 ............................................................................ 127
BAB XI
HUKUM ADAT DI KALIMANTAN UTARA.......................................... 131
A. Kasus Hukum adat di Kalimantan Utara.................................. 132
B. Hukum Pidana................................................................................... 134
C. Hukum Perdata.................................................................................. 135
TES FORMATIF 11 ............................................................................ 136
x Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
I. ANALISIS CAPAIAN PEMBELAJARAN
Peta (CapaianPembelajaran )
Setelah Mengikuti 13 Kali Pertemuan Mahasiswa Mampu Menganalisis
Konferehensif tentang Batasan dan Ruang Lingkup Hukum Adat
Menganalisis Menganalisis
Menganalisis Tentang
Tentang Hukum Tentang Hukum
Hukum Adat di
Adat di Kalimantan Adat di Kalimantan
Kalimantan Selatan
Barat Utara
Bab X
Bab XII Bab XI
Menjelaskan
Menjelaskan Menjelaskan
Menjelaskan Tentang Menjelaskan
tentang tentang
tentang Hukum Adat Tentang
Hukum Perkembangan
Adat Dalam Perkem- Perkembangan Perdebatan
Hukum adat
Perkem- bangan Dalam Hukum Definisi
yurisprudensi
bangan Hukum Adat Positif Di Hukum
Indonesia
Bab II Indonnesia Bab V
Bab I Bab IV
Bab III
xii Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
VII. ORGANISASI MATERI
Materi kuliah terdiri dari beberapa pokok bahasan, yang dapat
digambarkan sebagai berikut :
- Hukum Adat DalamPerkembangan
• Hukum Adat DalamPerkembangan
• ParadigmaSentralismeDalamPerkembangan
• Pengertian Hukum Adat
• Azas- Azas Hukum Adat
• Sifat Corak Hukum Adat
- Perkembangan Hukum Adat :
• ParadigmaTeori
- Hukum Adat Perkembangan Dalam Hukum PositifDi Indonesia
• Hukum Asli Indonesia
• PolitikHindia Belanda Terhadap Hukum Adat
• Hukum Adat Dalam Masa Kemerdekaan
• Hukum Adat Dalam UU No. 5 Tahun1960 TentangPeraturan
Dasar Pokok Agrarian
- Perkembangan Hukum Adat Yurisprudensi Indonesia
• Prinsip Hukum Adat
• MenguatnyaKedudukanKeluarga Inti
• MenguatnyaPerlindunganKepada PerempuanDalam
Hukum Waris
- PerdebatanDefinisi Hukum
• Terminolgi
• PerdebatanIstilah Hukum Adat
• PerdebatanDefinisi Hukum Adat
• Definisi Hukum Adat
• Lingkungan Hukum Adat
• Penegak Hukum Adat
• Aneka Hukum Adat
xiv Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
diterapkanadalah ― Belajar ―( Learning ) bukan ― Mengajar―
(Teaching) Dosen memfasilitasi mahasiswa untuk belajar.
2. Strategi Pembelajaran
Kombinasi daring (3 kali pertemuansinkronus, tatap maya,
ceramah, tanyajawab, diskusidalamsebulan) dan luring (1
kali pertemuan sinkronus tatap muka, ceramah, tanya jawab,
diskusi dalam sebulan). Satu kali pertemuanuntukUjian Tengah
Semester dan satu kali pertemuan untuk Ujian Akhir Semester.
Total pertemuan 16 kali.
3. Pelaksannan Proses Pembelajaran
3.1 Strategi dan Teknik Pembelajaran
Perkuliahan tentang sub – sub pokok bahasan dipaparkan
dengan alat bantu media zoom, power point serta bahan bacaan
tertentu yang dipandang sulit diakses oleh mahasiswa. Sebelum
mengikuti perkuliahan mahasiswa sudah mempersiapkan diri
(self study) mencari bacaan (materi), membaca dan memahami
pokok bahasan yang akan dikuliahkan, sesuai dengan arahan
(guidance) dalam buku ajar teknikperkuliahan : pemaparan
materi, tanya jawab dan diskusi (proses pembelajaran duaarah).
3.2 Strategi Tutorial
A. Mahasiswa mengerjakan tugas – tugas (Discussion Task,
Study Task dn Problem Task ) sebagai bagian dari self study,
berdiskusi dan tutorial presentasi power point.
B. Dalam perkuliahan, mahasiswa diwajibkan :
Mengumpulkan tugas – tugas yang diberikan dosen berupa
membuat makalah yang ada di Kalimantan.
xvi Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Indonesia: Jakarta 1945-1965‘.PhD,University of New South
Wales, Sydney.
6. Feridhanusetyawan, T. and Pangestu,M.,2003.‗Indonesian Trade
Liberalisation: Estimating Gains‘,Bulletin of Indonesian Economic
Studies,39 (1):51-74.
7. Ford,M.,2006.‗Emerging Labour Movements and the
Accountability Dilemma: The Case of Indonesia‘.InM.Dowdle(ed)
Public Accountability: Design and Experience. Cambridge
University Press,Melbourne:153-173.
8. ——,2000.‗Continuity and Change in Indonesian Labour
Relations in the Post- Suharto Era‘,Southeast Asian Journal of
Social Science, 28(2):59-88.
9. ——, 1999. ‗Testing the Limits of Corporatism: Reflections
on Industrial Relations Institutions and Practice in Suharto‘s
Indonesia‘, Journal of Industrial Relations,41(3):371-392.
10. Fox, J., 1997.Labour Lawunder the New Order:The Interaction
Between Workers‘ Rights and Economic Priorities in Indonesia,
Working Paper No. 13, Centre for Employment and Labour
Relations Law,The University of Melbourne, Melbourne.
11. Glasius, M.,1999. Foreign Policyand Human Rights: Its Influence
on Indonesia under Suharto, Intersentia-Hart, Antwerpen.
12. Godement,F.,2004.The Downsizing of Asia, Routledge, London.
Hadiz, V.R.,2001.‗New Organising Vehiclesin Indonesia:
Originsand
13. Prospect‘.InJ.Hutchisonand A. Brown(eds),Organising Labourin
Globalising Asia. Routledge, London:108-26.
14. ——,1997.Workers and the State in New Order Indonesia,
Routledge, London.
15. ——,1996.‗Buruh dalamPenataanPolitik Awal Orde
Baru‘,Prisma,7:3-15. Human Rights Watch/Asia,1994. The Limits
of Openness: Human Rights in Indonesia and East Timor, Human
Rights Watch/Asia,NewYork.
No Hari/Tanggal PokokBahasan
1. Rabu, 13 September 2021 Hukum Adat
DalamPerkembangannya
2. Rabu, 20 September 2021 Perkembangan Hukum Adat
3. Rabu, 27 September 2021 Hukum Adat
PerkembanganDalam Hukum
Positif di Indonesia
4. Rabu, 03 November 2021 Perkembangan Hukum Adat
Yurisprudensi Indonesia
5. Rabu, 10 November 2021 PerdebatanDefinisi Hukum
6. Rabu, 17 November 2021 PerdebatanDefinisi Hukum
7. Rabu, 24 November 2021 Posisi Hukum Adat dalam
Hukum Indonesia
8. Rabu, 1 Desember2021 Hukum Adat Sebagai Hukum
Yang Tertulis yang Ditaati Oleh
Masyarakat
9 Rabu, 8 Desember 2021 Contoh Hukum Adat Yang
Ditulis Perjanjiannya
10. Rabu, 15 Desember2021 Azas-Azas Hukum Pidana Adat
Indonesia
xviii Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
No Hari/Tanggal PokokBahasan
11. Rabu, 22 Desember2021 UTS ( Ujian Tengah Semester)
12 Rabu, 29 Desember2021 Hukum Adat di Kalimantan Selatan
13. Rabu, 5 Januari2022 Hukum Adat di Kalimantan Utara
14. Rabu, 12 Januari2022 Hukum Adat di Kalimantan Barat
15. Rabu, 19 Januari 2022 Hukum Adat di Kalimantan Timur
16. Rabu, 26 Januari 2022 UAS (Ujian Akhir Semester)
PERTEMUAN I
BAB I HUKUM ADAT DALAM PERKEMBANGAN
- Hukum Adat DalamPerkembangan
- ParadigmaSentralismeDalamPerkembangan
- Pengertian Hukum Adat
- Azas- Azas Hukum Adat
- Sifat Corak Hukum Adat
PERTEMUAN II
BAB II PERKEMBANGAN HUKUM ADAT
- ParadigmaTeori
PERTEMUAN III
BAB III HUKUM ADAT PERKEMBANGAN DALAM HUKUM POSITIF
DI INDONESIA
- Hukum Asli Indonesia
- PolitikHindia Belanda Terhadap Hukum Adat
- Hukum Adat Dalam Masa Kemerdekaan
- Hukum Adat Dalam UU No. 5 Tahun
- 1960 TentangPeraturan Dasar Pokok Agrarian
PERTEMUAN IV
BAB IV PERKEMBANGAN HUKUM ADAT YURISPRUDENSI
INDONESIA
PERTEMUAN V
BAB V PERDEBATAN DEFINISI HUKUM
- Terminolgi
- Perdebatan Istilah Hukum Adat
- Perdebatan Definisi Hukum Adat
- Definisi Hukum Adat
- Lingkungan Hukum Adat
PERTEMUAN VI
BAB V PERDEBATAN DEFINISI HUKUM
- Penegak Hukum Adat
- Aneka Hukum Adat
- Pengakuan Adat Oleh Hukum Formal
- Pengertian Hukum Adat Menurut Ahli
PERTEMUAN VII
BAB VI: POSISI HUKUM ADAT DALAM HUKUM INDONESIA
- Definisi Hukum Adat Dan ImplementasiDi Indonesia
- Faktor Yang Mempengaruhi
PERTEMUAN VIII
BAB VII HUKUM ADAT SEBAGAI HUKUM YANG TIDAK TERTULIS
YANG DITAATI OLEH MASYARAKAT
- Hukum TakTertulis
- Hukum Dalam Masyarakat Adat
- Hukum Adat Mampu AtasiKomplik Yang Berkelanjutan
- Hukum Pidana Adat Dalam Era Otonomi Daerah
xx Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
- Hukum Adat Perkawinan
PERTEMUAN IX
BAB VIII : CONTOH HUKUM ADAT YANG
- Dituliskan Perjanjiannya
PERTEMUAN X
BAB IX AZAS-AZAS HUKUM PIDANA ADAT INDONESIA
- Sebuah Pembelajaran Normatif Dan Philosofis
- Sifat Hukum Pidana Adat Indonesia
- Kearifan Lokal Hukum Pidana Adat Sebagai
- Alat Philosofis Filsafat Pemidanaan Indonesia
PERTEMUAN XI
PERTEMUAN XI. UJIAN TENGAH SEMESTER
PERTEMUAN XII
BAB X HUKUM ADAT DI KALIMANTAN SELATAN
- Hukum Badamai
- Hukum Basasuluh adat Badamai
- Kasus Basasuluh Badamai
PERTEMUAN XIII
BAB XI HUKUM ADAT DI KALIMANTAN UTARA
- Kasus Hukum adat di Kalimantan Utara
- Hukum Pidana
- Hukum Perdata
PERTEMUAN XIV
BAB XII HUKUM ADAT DI KALIMANTAN BARAT
- Hukum Adat Di Kalimantan Barat
- Jenis dan Macam Hukum Adat Dayak Kalis
PERTEMUAN XV
BAB XIII HUKUM ADAT DI KALIMANTAN TIMUR
- Hukum Adat Kalimantan Timur
- Hukum Pidana di Kalimantan Timur
PERTEMUAN XVI
PERTEMUAN KE XVI UJIAN AKHIR SEMESTER
xxii Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB I
HUKUM ADAT DALAM PERKEMBANGAN
2 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
bentuk rumusan yang abstrak untuk kemudian melalui proses
stufen weisekon kretisierung (kongkritisasi secara bertingkat dari
atas-kebawah, Hans Kelsen), akhirnya hukum yang semula abstrak
menjadi kongkrit.
Sentralis hukum yang juga disebut hukum modern, dicirikan
oleh beberapa sarjana: misalnya oleh Marc Galanter menyebuttidak
kurang dari 11 karakteristik hukum modern itu. Beberapa diantaranya
adalah: (1) hukum itu lebih bersifat teritorial dari pada personal,
dalam arti penerapannya tidak terikat pada kasta, agama atau ras
tertentu; (2) sistemnya diorganisir secara hirarkhis dan birokratis; (3)
sistem juga rasional yang artinya, tehnik-tehniknya dapat dipelajari
dengan menggunakan logika dan bahan-bahan hukum yang tersedi
adan (4) disamping itu hukum dinilai darisudut kegunaannya sebagai
sarana untuk menggarap masyarakat, tidakdari kwalitas formalnya:
(5) hukum itu bisa diubah-ubah dan bukan merupakan sesuatu
yang keramat-kaku; eksistensi hukumdikaitkan pada (kedaulatam)
negara.
Sedangkan Lawrence M.Friedman, yang membagi unsur
sistemhukum dalam tiga macam:(1) Struktur, (2) substansi dan
(3)kultur, maka hukum modem lebih tepat menggunakan tolok
ukur kultur hukum, maka hukum lebih dilihat dari sudut kegunaan
(utilitarian), sehingga ia mencirikan hukum modem sebagai:(1)
sekuler dan pragmatis;(2) berorientasi pada kepentingan dan
merupakan suatu usaha yang dikelola secara sadar oleh manusia
(enterprise); (3) bersifat terbuka dan mengandung unsur perubahan
yang dilakukan secara sengaja.
Sehingga Lawrence M. Friedman lebih dekat dengan pendapat
David M. Trubek, yang memerinci konsepsi hukum modem sebagai:
(1) sistem peraturan-peraturan; (2) berupa karya manusia dan(3)
bersifat otonom, artinya merupakan bagian dari negara tetapi
sekaligus juga terlepas dari padanya.
Pada posisi (sebagai hukum modem) ini hukum
memperolehpenyempitan makna, karena hukum semakin menjadi
4 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
bahwa; “Penerapan suatu sistem hukum yang tidak berasal atau
ditumbuhkan dari kandungan masyarakat merupakan masalah,
khususnya di negara-negara yang sedang berubah karena terjadi
ketidakcocokan antara nilai-nilai yang menjadi pendukung sistem
hukum dari negara lain dengan nilai-nilai yang dihayati oleh anggota
masyarakat itu sendiri.
Paradigma pemahaman hukum adat dan perkembangannya
harus diletakkan pada ruang yang besar, dengan mengkaji secara
luas:
1. Kajian yang tidak lagi melihat sistem hukum suatu negara
berupa hukum negara, namun juga hukum adat hukum agama
serta hukum kebiasaan;
2. Pemahaman hukum (adat) tidak hanya memahami huku madat
yang dalam berada dalam komunitas tradisional-masyarakat
pedesaan, tetapi juga hukum yang berlaku dalam lingkungan
masyarakat lingkungan tertentu (hybrid law atau unnamed law);
3. Memahami gejala trans nasional law sebagaimana hukum yang
dibuat oleh organisasi multilateral, maka adanya hubungan
interdependensi antara hukum internasional, hukum nasional
dan hukum lokal.
Dengan pemahaman holistik: dan intregratif maka
perkembangan dan kedudukan hukum adat akan dapat dipahami
dengan memadahi.
Maka studi hukum adat dalam perkembangan mengkaji
hukum adat sepanjang perkembangannya di dalam masyarakat,
dilakukan secara kritis obyektif analitis, artinya hukum adat akan
dikaji secara positif dan secara negatif. Secara positif artinya hukum
adat dilihat sebagai hukum yang bersumber dari alam pikiran dan
cita-cita masyarakatnya. Secara negatif hukum adat dilihat dari
luar, dari hubungannya dengan hukum lain baik. yang menguatkan
maupun yang melemahkan dan interaksi perkembangan politik
kenegaraan. Perkembangan hukum secara positif artinya hukum
adat akan dilihat pengakuannya dalam masyarakat dalam dokrin,
6 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
secara substansial harus benar-benar memenuhi kebutuhan
masyarakat. Selanjutnya, hak atau kewajiban yang hendak
diciptakan itu juga sesuai dengan tujuan kita untuk mencapai
masyarakat yang adil dalam kemakmuran serta makmur dalam
keadilan.
8 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
1. Nilai Primer merupakan nilai pegangan hidup bagi suatu
masyarakat, bersifat abstrak dan tetap seperti: kejujuran,
keadilan, keluhuran budi, kebersamaan dan lain sebagainya.
2. Nilai subsider berkenaan dengan kegunaan, karena itu lebih
berbicara hal-hal yang bersifat kongkrit. Maka hukum lebih
banyak ditujukan pada nilai-nilai sekunder yaitu nilai-nilai yang
berguna untuk memecahkan persoalan kongkrit yang sedang
dihadapi masyarakat, atau orang-perorang. Timbulnya nilai
sekunder tersebut, telah melalui penyaringan (sannering) oleh
nilai-nilai primer. Nilai sekunder bisa berubah menyesuaikan
dengan kebutuhan dan perkembangan dan menjawab
persoalan yang ada dalam masyarakat. Hukum, termasuk
hukum adat, sesungguhnya juga didasarkan pada nilai primer,
namun pendasaran pada nilai sekunder, sifatnya lebih nyata
dilihat dan dipahami.
Hukum adat merupakan istilah tehnis ilmiah, yang menunjukkan
aturanaturan kebiasaan yang berlaku di kalangan masyarakat
yang tidak berbentuk peraturan-perundangan yang dibentuk oleh
penguasa pemerintahan.
Beberapa definisi hukum adat yang dikemukakan para ahli
hukum, antara lain sebagai berikut:
1. Prof. Van Vallen Hoven, yang pertamakali menyebut hukum
adatmemberikan definisi hukum adat sebagai : “ Himpunan
peraturan tentang perilaku yang berlaku bagi orang pribumi
dan timur asing pada satu pihak yang mempunyai sanksi
(karena bersifat hukum) dan pada pihak lain berada dalam
keadaan tidak dikodifikasikan (karena adat)’. Abdulrahman, SH
menegaskan rumusan Van Vallen Hoven dimaksud memang
cocok untuk mendeskripsikan apa yang dinamakan Adat Recht
pada jaman tersebut bukan untuk Hukum Adat pada masa kinil.
2. Prof. Soepomo, merumuskan Hukum Adat: Hukum adat adalah
synomim dari hukum yang tidak tertulis di dalam peraturan
legislatif (statuary law), hukum yang hidup sebagai konvensi
di badan-badan hukum Negara (Parlemen, Dewan Propinsi
10 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
dari atas (penguasa) telah diputuskan untuk mempertahankan
Hukum Adat padahal hukum itu sudah mati, maka penetapan itu
akansia-sia belaka. Sebaliknya seandainya telah diputuskandari
atas bahwa Hukum Adat harus diganti, padahal di desa-desa, di
ladang-ladang dan di pasar-pasar hukum itumasih kokoh dan kuat,
maka hakim pun akan sia-sia belaka. Dengan kata lain memahami
hukum adat harus dilakukan secara dinamik, dan selaras antara
atas yang memutuskan menggunakan agar dapat diketahui dan
perkembangannya.
Menurut Soepomo, Hukum adat adalah suatu hukum yanghidup
karena ia menjelmakan perasaan hukum yang nyata dari rakyat.
Dalam berbagai seminar, maka berkembang kemudianhukum
yang hidup dalam masyarakat (living law) yang lazim dipergunakan
untuk, menunjukkan berbagai macam hukum yang tumbuh dan
berkembang dengan sendirinya di dalam masyarakat, yangmenurut
Satjipto Raharjo, akan tetap ada sebagai kelengkapan dari Hukum
Nasional. Penyebutan Hukum Adat untuk hukum yangtidak tertulis
tidak mengurangi peranannya dalam memberikan penyaluran dari
kebiasaan, kepentingan-kepentingan yang tidak terucapkan dalam
hukum tertulis.
12 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
dan cara berfikir yang tertentu oleh karena itu unsur-unsur hukum
adat adalah:
a. Mempunyai sifat kebersamaan yang kuat; artinya, manusia
menurut hukum adat, merupakan makluk dalam ikatan
kemasyarakatan yang erat, rasa kebersamaan mana meliputi
sebuah lapangan hukum adat;
b. Mempunyai corak magis - religius, yang berhubungan dengan
pandangan hidup alam Indonesia;
c. Sistem hukum itu diliputi oleh pikiran serba kongkrit, artinya
hukum adat sangat memperhatikan banyaknya dan berulang-
ulangnya hubungan-hubungan hidup yang kongkret.Sistem
hukum adat mempergunakan hubungan-hubungan yang
kongkrit tadi dalam pengatur pergaulan hidup.
d. Hukum adat mempunyai sifat visual, artinya hubungan-
hubungan hukum dianggap hanya terjadi oleh karena
ditetapkan dengan suatu ikatan yang dapat dilihat (atau tanda
yang tampak).
Moch Koesnoe mengemukakan corak hukum adat :
Segala bentuk rumusan adat yang berupa kata-kata adalahsuatu
kiasan saja. Menjadi tugas kalangan yang menjalankan hukum adat
untuk banyak mempunyai pengetahuan dan pengalaman agar
mengetahui berbagai kemungkinan arti kiasan dimaksud;
a. Masyarakat sebagai keseluruhan selalu menjadi pokok
perhatiannya. Artinya dalam hukum adat kehidupan manusia
selalu dilihat dalam wujud kelompok, sebagai satu kesatuan
yang utuh;
b. Hukum adat lebih mengutamakan bekerja dengan azas-
azas pokok. Artinya dalam lembaga-lembaga hukum adat
diisimenurut tuntutan waktu tempat dan keadaan serta
segalanya diukur dengan azas pokok, yakni: kerukunan,
kepatutan, dan keselarasan dalam hidup bersama;
c. Pemberian kepercayaan yang besar dan penuh kepada para
petugas hukum adat untuk melaksanakan hukum adat.
■ TES FORMATIF 1
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Hukum yang berkembang dalam masyarakat dan tradisi rakyat
yang ada disebut?
a. Hukum dagang
b. Hukum agama
14 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
c. Hukum sosial
d. Hukum adat
2. Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat
yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan,
pernyataan tersebut dikemukakan oleh?
a. Terhaar
b. Van Vollenhoven
c. Soepomo
d. Hazairin
3. Kalau suatu masyarakat itu memeluk agama tertentu maka
hukum adat masyarakat yang bersangkutan adalah hukum
agama yang dipeluknya, teori apakah yang menyatakan
pendapat diatas
a. Reception in coplexu
b. Snouck Hurgronje
c. Obligation
d. Terhar
4. Berikut corak-corak hukum adat di Indonesia, kecuali?
a. Bercorak religius
b. Bercorak komunal
c. Bercorak demokrasi
d. Bercorak vandalisme
5. Salah satu sumber hukum adat dibawah ini yang benar adalah ?
a. Tentang pribadi
b. Pelanggaran
c. Yayasan
d. Adat istiadat
6. Pasal berapa yang mengakui keberadaan hukum adat secara resmi ?
a. Pasal 12B ayat (2) UUD 1945
b. Pasal 18B ayat (1) UUD 1945
16 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB II
PERKEMBANGAN HUKUM ADAT: PARADIGMA
TEORI
Table:I
PERKEMBANGAN PENGERTIAN HUKUM ADAT
1 Perkembangan Awal Adat yang mempunyai sanksi
2 Berkembang Segala keputusan-keputusan yang
diambil penguasa adat dalam
lingkungan masyarakat dan dalam
hubungannya denganikatan struktural
masyarakatnya. Hukum Adat dilihat
sebagai hukum yang lahir
3 Setelah Itu Langsung dari pikiran dan cita-cita serta
kebutuhan rakyat Indonesia;
Hukum yang lahir dari kepribadian
bangsa Indonesia,
4 Akhirnya singkatnya hukum nasional bangsa kita
atau hukum asli Indonesia
Table:2
PERKEMBANGAN ATAS KEDUDUKAN HUKUM ADAT
1 Perkembangan Awal Hukum untuk golongan tertentu;
golongan masyarakat asli, timur asing
tertentu
2 Perkembangan Hukum yang membawa bentuk
semangat kebangsaan
3 Perkembangan Hukum Nasional
selanjutnya
4 Akhirnya Hukum Pancasila
Table: 3
PERKEMBANGAN HUKUM ADAT ATAS LINGKUNGAN KUASA
ATAS ORANG DAN RUANG
1 Perkembangan Diisi dalam taraf ilmu pengetahuan sesuai
Awal dengan waktunya, dengan ketentuan
yang letaknya pada taraf kebiasaan dari
golongan sukusuku yang ada
2 Perkembangan Ditarik kepada pokok-pokok ketentuan
yang abstrak, sehingga diversitas isinya
menjadi tampak berkurang
3 Perkembangan Ditarik lebih jauh lagi yakni kepada azas-
Selanjutnya azas hukum adat.
18 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
4 Akhirnya Diarahkan kepada nilai-nilai hukum yang
hidup di dalam masyarakat. Semakin
abstrak pengisiannya, semakin lebih luas
daya mencakup lingkungan kuasa atas
orang dan ruangnya sehingga akhimya
berlaku secara Nasional
20 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
1. Frans de Rigaux, Brussels, Bruylant, 1993, pp. 59-68, p. 60.
2. The phenomenon of soft law has gathered pace overthelast thirty
3. years. 2 Although soft forms of regulation initially mainly
governed the
4. work of the international organizations, they now also cover
some relations
5. between states. They are also often used by non-state actors such as
6. multinational companies, trade unions, pressure groups and
other non governmental
7. organizations (NGOs) to regulate the international dimension
8. of theirrelations. As a result of this growing use of soft form
sof regulation
9. and the number of different actors using them,consideration
10. needs to be given to the role of soft lawin today’s international
legal system
11. What is the function of soft law for decentralized societies such
12. as we see in the international community, and whatare the
consequences
13. ofthe proliferation of soft law for international labour law in
particular?
■ TES FORMATIF 2
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Hukum adat sebagai salah satu gejala sosial, hidup, tumbuh,
dan berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat.
Penemuan dan perkembangan hukum adat pun selalu
mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan, terutama para
praktisi dan pengamat hukum. Karena sifatnya yang dinamis,
proses perkembangan hukum adat dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti di bawah ini, kecuali...
a. Pergaulan dengan orang luar
b. Kepercayaan magis dan animisme
22 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
a. Mendapat kesempatan untuk melindungi hak desa atas
tanah (hak Ulayat)
b. Pembagian wilayah hukum adat Indonesia dalam 19
lingkungan hukum adat(adat rechtkringen)
c. Menempatkan hukum adat dalam tempatnya tersendiri di
dalam lingkungan yang luas dari bahan yang ethnologis
d. Mengeluarkan peraturan tentang adat istiadat Minahasa
7. Periodisasi hukum adat yang ada pada zaman penjajahan
belanda tahun 1800 – 1848, adalah...
a. Zaman Daendles dan zaman Ruffles
b. Zaman Chr. Baud
c. Zaman Van Der Capellen
d. Zaman KomisiJendral
8. Pada masa VOC datangke Nusantara, kedudukan hukum adat
sebagai hukum positif yang berlaku sebagai hukum yang nyata
dan ditata oleh rakyat di berbagai kerajaan yang hidup dan
berkembang di beberapa kepulauan antara..
a. Samudra Pasifik dan Samudra Atlantik
b. Samudra Hindia dan Samudra Pasifik
c. Samudra Pasifik dan Samudra Antartika
d. Samudra Hindia dan Samudra Arktik
9. Pada tahun berapakah bukti bahwa sebelum bangsa asing
masuk ke Indonesia sudah ada hukum adat yang mengatur
kehidupan di lingkungan istana...
a. Tahun 1350, di Bali ditemukan kitab hukumAdigama
b. Tahun 1413-1430, Kanaka Patih Majapahit membuat kitab
Kutaramanava
c. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari
Jawa Timur dalam kitab Civacasana
d. Tahun 1331, Gajah Mada Patih Majapahit membuat kitab
Awig-awig
24 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB III
HUKUM ADAT PERKEMBANGAN DALAM
HUKUM POSITIVE DI INDONESIA
26 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
2. Perbuatan pidana bila dituntut berdasarkan atas hukum pidana
adat dapat mengakibatkan sipelaku bebas;
Perkembangan hukum adat pada masa daendels bernasib sama
dengan masamasa sebelumnya yakni di subordinasikan hukum
Eropa.Terkecuali untuk hukum sipil. Termasuk hukum perdata dan
hukum dagang, Daendels tetap membiarkan sebagaimana adanya
menurut hukum adat masing-masing.
Pada masa penjajahan Inggris (Raffles), hal yang menonjol
adalah adanya keleluasaan dalam hukum dan peradilan dalam
menerapkan hukum adat, asa1 ketentuan hukum adat tidak
bertentangandengan: the universal and acknowledged principles
of natural justice atau acknowledge priciples of substantial justice.
Pada perkembangan lanjutan, politik hukum adat tampak pada
pemerintahan penjajahan Belanda, ketika dimulainya politik unifikasi
hukum dan kodifikasi hukum melalui Panitia Scholten, di antaranya:
Algemene Bepalingen van Wetgeving voor Nederlands Indie (AB),
Ketentuan Umum tentang peraturan Perundang-undangan di
Hindia Balanda; Burgerlijke Wetboek, Wetboek van Koopenhandel;
reglemen op Rechtelejke Organisatieen het beleid de justitie (RO).
Maka dalam perkembangannya terbentuklah unifikasi dalam
pengaturan hukum pidana bagi golongan Eropa, Timur Asing
dan Pribumi, dengan dibentuknya Wetboek van Strafrecht (WvS),
sebagi tiruan Belanda (1881) yang meniru Belgia, diberlakukan bagi
golongan Eropa dengan Stb 1866:55 dan berlaku bagi Golongan
Pribumi dan Timur Asing denganStb 1872:85 yang mulai berlaku
tanggal I Januari 1873. Proses kodifikasi dan unifikasi, maka hukum
adat kecuali berkenaan dengan ketertiban umum dengan kodifikasi
hukum pidana, tidak disangkutkan pengaturannya, sehingga yang
dijadikan rujukan hukum adat adalah pasa l11 AB:
Kecuali dalam hal-hal orang pribumi atau yang disamakan
dengan mereka (orang timur asing) dengan sukarela menaati
(vrijwillige onderwerping) peraturan-peraturan hukum perdata
dan hukumdagang Eropa, atau dalam hal-hal bahwa bagi mereka
berlaku peraturan perundangan semacam itu, atau peraturan
28 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Hukum merupakan kesatuan norma yang bersumber pada
nilai-nilai (values). Namun demikian hukum dan hukum adat pada
khususnya menurut karakternya, ada :
1. Hukum adat memiliki karakter bersifat netral, dan
2. Hukum adat memiliki karakter bersifat tidak netral karena
sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai relegius.
Pembedaan ini penting untuk dapat memahami pembentukan
atau perubahan hukum yang akan berlaku dalam masyarakat.
Hukum netral - hukum lalulintas - adalah hukum yang relatif longgar
kaitannya dengan nilai- nilai religius - susunan masyarakat adat-
hal ini berakibat, perubahan hukum yang termasuk hukum netral
mudah pembentukannya dan pembinaan hukum dilakukan melalui
bentuk perumusan hukum perundang-undangan (legislasi).
Sedangkan hukum adat yang erat kaitannya dengan nilai-nilai
relegius-karena itu relatif tidak mudah disatukan secara nasional,
maka pembinaan dan perumusannya dalam hukum positif dilakukan
melalui yurisprudensi.
Hukum adat oleh ahli barat, dipahami berdasarkan duaasumsi
yang salah, pertama, hukum adat dapat dipahami melalui bahan-
bahan tertulis, dipelajari dari catatan-catatan asli atau didasarkan
pada hukum-hukum agama. Kedua, bahwa hukum adat disistimatisasi
secara paralel dengan hukum-hukum barat. Akibat pemahaman
dengan paradigma barat tersebut, maka hukum adat dipahami secara
salah dengan segala akibat-akibat yang menyertai, yang akan secara
nyata dalam perkembangan selanjutnya di masa kemerdekaan.
30 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
karakter manusia pemimpin publik yang memiliki watak berani,
bijaksana, adil, menjunjung kebenaran, berperasaan halus dan
berperikemanusiaan”. Pokok pikiran keempat adalah: negara adalah
berdasarkan Ketuhanan yang Maha Esa, hal ini mengharuskan
cita hukum dan kemasyarakatan harus senantiasa dikaitkan
fungsi manusia, masyarakat memiliki keimanan dan ketaqwaan
kepadaTuhan Yang Maha Esa, dan negara mengakui Tuhan sebagai
penentu segala hal dan arah negarahanya semata-mata sebagai
sarana membawa manusia dan masyarakatnya sebagai fungsinya
harus senantiasa dengan visi dan niat memperoleh ridhoTuhan
yang maha Esa.
Namun setelah amandemen konstitusi, hukum adat diakui
sebagaimana dinyatakan dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal
18 D ayat 2 menyatakan: Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak
tradisi onalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan
perkembanganmasyarakat dan prinsip Negara KesatuanRepublik
Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Memahami rumusan pasal 18 d UUD 1945 tersebut maka:
a. Konstitusi menjamin kesatuan masyarakat adat danhak-hakt
radisionalnya;
b. Jaminan konstitusi sepanjang hukum adat itu masih hidup;
c. Sesuai dengan perkembangan masyarakat; dan
d. Sesuai dengan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
e. Diatur dalam undang-undang
Maka konsitusi ini, memberikan jaminan pengakuan dan
penghormatan hukum adat bila memenuhi syarat:
a. Syarat Realitas, yaitu hukum adat masih hidup dan sesuai
perkembangan masyarakat;
b. Syarat Idealitas, yaitu sesuai dengan prinsip negara kesatuan
Republik Indonesia, dan keberlakuan diatur dalam undang-
undang;
32 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
ratus, yaitu sebagai hukuman pengganti bilamana hukuan adat
yang dijatuhkan tidak diikuti oleh pihak terhukum...
• Bahwa bilamana hukum adat yang dijatuhkan itu menurut
pikiran hakim melampaui pidananya dengan kurungan atau
denda,...maka dapat dikenakan hukuman pengganti setinggi 10
(sepuluh) tahun penjara, dengan pengertian bahwa hukum adat
yang menurut paham hakim tidak selaras lagi dengan zaman…
• Bahwa suatu perbuatan yang menurut hukum harus dianggap
perbuatan pidana dan yang ada bandingannya dengan KUHP
Sipil maka dianggap diancam dengan hukum yang sama dengan
hukum bandingannya yang paling mirip dengan perbuatan itu.
Ketentuan tersebut berusaha untuk menghapus hukum pidana
adat berikut sanksinya bagi pribumi dan orang-orang timur asing
dengan peradilan pidana adat, kecuali hanya diselenggarakan
oleh peradilan umum, peradilan agama dan peradilan desa (hakim
perdamaian desa).
Dengan demikian sejak dikeluarkan UU Drt Nomor 1Tahun 1951,
maka hukum pidana adat sudah tidak mendapat tempat semestinya
karena sangat dibatasi dalam politik hukum NKRI. Dalam Pasal 2
Peraturan Menteri Agraria/KBPN No. 5 Tahun 1999 tentang Pedoman
Penyelesaian masalah hak ulayat masyarakat hukum adat, disebutkan:
a. Pelaksanaan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih
ada dilakukan oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan
menurut ketentuan hukum adat setempat.
b. Hak ulayat masyarakat hukumadat masih ada apabila:
1) Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat
oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama
suatu persekutuan hukum tertentu, yang mengakui dan
menerapkan ketentuan-ketenuan persekutuan tersebut
dalam kehidupan sehari-hari.
2) Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan
hidup para warga persekutuan hukum tersebut dan
tempatnya mengambil keperluan hidupnya sehari-hari, dan;
34 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
yang kemudian dikontruksi kembali sebagai bentuk pelimpahan
kewenangan negara dalam pelaksanaan dapat dilimpahkan kepada
pemerintah di bawahnya. Maka Hak Ulayat dalam masyatakat adat
yang semula bersifat mutlak dan abadi, telah direduksi dengan
tergantung kepentingan dan ditentukan oleh negara.
Akibat lebih jauh adalah, timbulnya hale atas tanah menurut
hukum adat, yaitu dengan Hale Membuka Tanah (ontginningrecht)
yang diberilcan oleh ulayat, sehingga ia memiliki Hak Menikmati
(genotrecht), dan memiliki hak terdahulu (voorkersrecht) atas tanah
yang digarapnya, timbulnya hak milik melalui penunjukan rapat
desa di Jawa Tengah (pekulen, norowito) dan Jawa Barat (kasikepan,
kanomeran, kacacahan), oleh UUPA direduksi dandisubordinasikan
melalui peraturan pemerintah, sebagaimana diatur pasal 22 ayat
(1) UUPA: Terjadinya hak milik menurut hukum adat diatur dengan
Peraturan Pemerintah.
■ TES FORMATIF 3
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Hukum adat adalah keseluruhan aturan tingkah laku masyarakat
yang berlaku dan mempunyai sanksi dan belum dikodifikasikan
adalah definisi menurut?
a. Prof. Mr. B. Terhaar Bzn
b. Prof. Mr. Cornelis van Vollen Hoven
c. Dr. Sukanto, S.H
d. Prof. Dr.Soepomo, S.H
2. Unsur-unsur dari pada hukum adat sebagai berikut, kecuali..
a. Adanya tingkah laku yang terus menerus dilakukan oleh
masyarakat.
b. Tingkah laku tersebut teratur dan sistematis.
c. Tidak tertulis
d. Adat/kebiasaan
3. Sejarah hukum adat sebagai sistem hukum dari yang tidak
dikenal hingga dikenal dalam ilmu pengetahuan dapat di bagi
36 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
c. Disamakan derajatnya dengan hukum barat
d. Tidak dapat di berlakukan
8. Berikut ini adalah kriteria masyarakat hukum adat..
a. Adanya seorang pemimpin sebagai penguasa masyarakat
hukum adat
b. Masyarakat hukum yang didasarkan atas tingkatan sosial
c. Sekelompok orang yang terikat dengan tatanan hukum
adat
d. Hukum masyarakat adat yang di terapkan sesuai dengan
hukum nasional.
9. Contoh atribut authority adalah?
a. Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai jangka
waktu panjang dan harus dianggap berlaku juga dikemudian
hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
b. Adanya keputusan dari penguasa masyarakat dan mereka
yang berpengaruh dalam masyarakat.
c. Rumusan hak-hak dan kewajiban dari kedua belah pihak
yang masih hidup.
d. Adat/ kebiasaan mencakup aspek yang sangat luas
sedangkan hukum adat hanyalah sebagian kecil yang telah
diputuskan untuk menjadi hukum adat.
10. Pasal berapakah yang di atur dalam “Pelaksanaan hak ulayat
dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat
hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya masih ada,
harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan
nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa
serta tidak boleh bertentangan dengan undang-undang dan
peraturan-peraturan lain yang lebih tinggi”.
a. Pasal 18 ayat (2)
b. Pasal 27 ayat (1)
c. Pasal 31 ayat (1)
d. Pasal 3 UUPA
40 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
2. Kedudukan Janda dalam Hukum Waris
Perkembangan awal seorang janda bukan ahli waris, dalam
kenyataannya kemudian janda menjadi menderita sepeninggal
suaminya, kemudian timbul praktek pemberian hibah oleh
suami kepada istrinya untuk melindungi dan mempertahankan
kehidupan sosial ekonomi sepeninggal suaminya, praktek
demikian semakin lama semakin melembaga. Perkembangan
hukum adat berikutnya adalah, janda sebagai ahli waris bersama-
sama dengan anak-anak almarhum suaminya. Selanjutnya
janda sebagai ahli waris yang kedudukannya sama dengan
ahli waris anak. Perkembangan selanjutnya janda sebagai ahli
waris kelompok keutamaan, yang menutup ahli waris lainnya.
Yurisprudensi Putusan MA No. 387K/Sip/1956 tanggal
29 Oktober 1958, Janda dapat tetap menguasai harta gono
gini sampai ia meninggal dunia atau kawin lagi. Puncaknya
adalahYurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No.3190K/
Pdt/985, tanggal 26 Oktober 1987, janda memiliki hak waris
dari harta peninggalan suaminya, dan haknya sederajad dengan
anak kandungnya, jika tidak memiliki anak, ia jadi penghalang
ahli waris saudara suaminya,terhadap harta bawaan dan harta
gono gini.
3. Prinsip-Prinsip Jual Beli Tanah
Jual bell tanah sah bila memenuhi syarat terang dan tunai, hal
ini ternyata secara konsisten dipegang dalam yurisprudensi
tentang jual beli tanah. Terang artinya transaksi peralihan hak
atas tanah harus disaksikan oleh Pejabat Umum. Tunai artinya
jual beli tanah hanya sah bila berlangsung adanya pembayaran
lunas dan penyerahan tanah pada saat yang sama.
4. Prinsip Pelepasan Hak Sebagai Dasar Timbul atau Hilangnya Hak
Bukan Daluarsa Hukum adat tidak mengenal lembaga daluarsa,
melainkan mengenal apa yang disebut lembaga pelepasan
hak (rechsververking), artinya bila sebidang tanah dibiarkan,
maka lama kelamaan haknya akan menyurut dan puncaknya
akan terlepas, seiring semakin renggangnya hubungan fisik
42 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Mahkamah Agung dalam putusan Nomor 3898K/Pdt/1989,
tanggal 19 Nopember 1992, mengenai pelanggaran adat serupa
di daerah Kafe menanu, namun diajukan secara perdata dengan
gugatan, intinya: Jika dua orang dewasa melakukan hubungan
kelamin atas dasar suka sama suka yang mengakibatkan di
perempuan hamil, dan si laki-laki tidak bertanggung jawab atas
kehamilan tersebut, barus ditetapkan suatu sanksi adat berupa
pembayaran belis (biaya atau mas kawin) dari pihak laki-laki
kepada pihak perempuan (di kenal dengan nama Pualeu Manleu).
2. Perbuatan melanggar hukum adat Logika Sanggraha di Bali.
Dalam perkara Nomor 854K/Pid/1983 tanggal 30 Oktober
1984, Menurut Mahkamah Agung, seorang laki-laki yang tidur
bersama dengan seorang perempuan dalam satu kamar dan
pada satu tempat tidur, merupakan bukti petunjuk bahwa laki-
laki tersebut telah bersetubuh dengan wanita itu. Berdasarkan
keterangan saksi korban dan adanya bukti petunjuk dari para
saksi-saksi lainnya, terdakwatelah bersetubuh dengan saksi
korban sebagaimana dimaksud dalam dakwaan subsider.
Mengenai dakwaan primer, Mahkamah Agung berpendirian
bahwa dakwaan ini tidak terbukti dengan sah, karena unsur
barang dalam pasal 378 KUHP tidak terbukti dengan sah
dan meyakinkan, dengan demikian maka terdakwa harus
dibebaskan dari dakwaaan primer ex pasal 378 KUHP.
Berdasarkan pertimbangan diatas Mahkamah Agung dalam
diktum putusannya berbunyi:
a. Membebaskan terdakwa dari dakwaan primer;
b. Menyatakan terdakwa bersalah terhadap dakwaan subsider
melakukan tindak pidana adat Logika Sanggraha;
c. Menghukum terdakwa dengan hukuman penjara dua bulan;
Hukum adat pidana Logika Sanggraha di Bali Peswara Bali,
merupakan suatu perbuatan seorang pria yang memiliki unsur-
unsur:
- bersetubuh dengan seorang gadis;
44 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
1 Y tahun 1951 yang ada bandingannya dalam KUHP, yaitu
pasal381 KUHP, sehingga pria si pelaku dapat dipidana. Sikap
MA-RI terhadap persoalan tersebut sejak putusannya Nomor
93K/Ke/1976, menjadi yurisprudensi tetap
5. Penerapan delik pasal 293 KUHP Pia yang ingkar janji kawin,
MA menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan
bersalah melakukan kejahatan:
“Penyesatan dengan sengaja, membujuk seorang yang belum
dewasa untuk melakukan perbuatan cabul, padahal tentang
belum cukup umurnya itu dihitung selayaknya harus diduganya;
■ TES FORMATIF 4
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Hukum adat pertama kali dikemukakan oleh seorang negara
Belanda ahli dalam bidang sastra timur, seseorang tersebut
Bernama ?
a. Antoine Lavoisier
b. John Dalton
46 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
b. Harta di Tangguh oleh anak
c. Tidak ada kedudukan laki-laki dan perempuan
d. Istri tidak dapat harta suami apabila suami meninggal dunia
7. Dimanakah lokasi putusan MK-RI nomor 2898 K/Pdt/1989
tanggal 19 November 1989?
a. Bandung
b. Manado
c. Jakarta
d. Nusa Tenggsara Timur
8. Yang mana termasuk asas hukum adat?
a. Asas politik
b. Asas kebangsaan
c. Asas hukum
d. Asas negara
9. Bagaimana eksistensi hukum adat dalam sistem di Indonesia,
sebutkan…?
a. Bahwa hukum adat sebagai kebiasaan yang tidak tertulis
akan tetap menjadi sumber hukum
b. Keberadaan hukum adat dalam tata hukum nasional
c. Adanya proses sanksi atau hukum
d. Menjadi pengatur dalam hukumadat
10. Apakah yang dimaksud hukum adat sebagai pencerminan jiwa
masyarakat Indonesia..?
a. Peraturan Menteri ia tidak lagi memiliki kepercayaan
b. Adalah suatu ciri khas hukum adat
c. Merupakan hukum asli masyarakat yang mencermin kan
budaya bangsa Indonesia
d. Yang berlaku bagi masyarakat indonesia
A. Terminologi
Ada dua pendapat mengenai asa1 kata adat ini. Di satu pihak
ada yang menyatakan bahwa adat diambil dari bahasa Arab yang
berarti kebiasaan. Sedangkan menurut Prof. Amura, istilah ini
berasal dari Bahasa Sanskerta karena menurutnya istilah ini telah
dipergunakan oleh orang Minangkabau kurang lebih 2000 tahun
yang lalu. Menurutnya adat berasal dari dua kata, a dan dato. A
berarti tidak dan dato berarti sesuatu yang bersifat kebendaan.
50 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Namun menurut Van Dijk, kurang tepat bila hukum adat
diartikan sebagai hukum kebiasaan. Menurutnya hukum kebiasaan
adalah kompleks peraturan hukum yang timbul karena kebiasaan
berarti demikian lamanya orang bisa bertingkah laku menurut suatu
cara tertentu sehingga lahir suatu peraturan yang diterima dan juga
diinginkan oleh masyarakat. Jadi, menurut Van Dijk, hukum adat
dan hukum kebiasaan itu memiliki perbedaan.
Sedangkan menurut Soejono Soekanto, hukum adat hakikatnya
merupakan hukum kebiasaan, namun kebiasaan yang mempunyai
akibat hukum (das sein das sollen) Berbeda dengan kebiasaan
(dalam arti biasa), kebiasaan yang merupakan penerapan dari hukum
adat adalah perbuatan-perbuatan yang dilakukan berulang-ulang
dalam bentuk yang sama menuju kepada rechtvaardige ordening
der samenlevingen.
Menurut Ter Haar yang terkenal dengan teorinya Beslissingenleer
(teori keputusan) mengungkapkan bahwa hukum adat mencakup
seluruh peraturan-peraturan yang menjelma didalam keputusan-
keputusan para pejabat hukum yang mempunyai kewibawaan dan
pengaruh, serta di dalam pelaksanaannya berlaku secara serta merta
dan dipatuhi dengan sepenuh hati oleh mereka yang diatur oleh
keputusan tersebut. Keputusan tersebut dapat berupa sebuah
persengketaan, akan tetapi juga diambil berdasarkan kerukunan
dan musyawarah. Dalam tulisannya Ter Haar juga menyatakan
bahwa hukum adat dapat timbul dari keputusan warga masyarakat.
Syekh Jalaluddin menjelaskan bahwa hukum adat pertama-tama
merupakan persambungan tali antara dulu dengan kemudian, pada
pihak adanya atau tiadanya yang dilihat dari hal yang dilakukan
berulang-ulang. Hukum adat tidak terletak pada peristiwa tersebut
melainkan pada apa yang tidak tertulis dibelakang peristiwa tersebut,
sedang yang tidak tertulis itu adalah ketentuan keharusan yang
berada dibelakang fakta-fakta yang menuntut untuk bertautnya
suatu peristiwa dengan peristiwa lain.
Ter Haar
Ter Haar membuat dua perumusan yang menunjukkan
perubahan pendapatnya tentang apa yang dinamakan hukum adat.
• Hukum adat lahir dan dipelihara oleh keputusan-keputusan
warga masyarakat hukum adat, terutama keputusan yang
berwibawa dari kepala-kepala rakyat (kepala adat) yang
membantu pelaksanaan-pelaksanaan perbuatan-perbuatan
hukum, atau dalam hal pertentangan kepentingan keputusan
para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang
keputusan-keputusan tersebut karena kesewenangan atau
kurang pengertian tidak bertentangan dengan keyakinan
hukum rakyat, melainkan senafas dan seirama dengan kesadaran
tersebut, diterima, diakui atau setidaknya ditoleransi.
52 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
• Hukum adat yang berlaku tersebut hanya dapat diketahui dan
dilihat dalam bentuk keputusan-keputusan para fungsionaris
hukum (kekuasaan tidak terbatas pada dua kekuasaan saja,
eksekutif dan yudikatif) tersebut. Keputusan tersebut tidak
hanya keputusan mengenai suatu sengketa yang resmi tetapi
juga diluar itu didasarkan pada musyawarah (kerukunan).
Keputusan ini diambil berdasarkan nilai-nilai yang hidup sesuai
dengan alam rohani dan hidup kemasyarakatan anggota-
anggota persekutuan tersebut.
54 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
17. Jawa Pusat, JawaTimur serta Madura (Jawa Pusat, Kedu,
Purworejo, Tulungagung, Jawa Timur, Surabaya, Madura)
18. Daerah Kerajaan (Surakarta, Yogyakarta)
19. Jawa Barat (Priangan, Sunda, Jakarta, Banter)
56 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
I. Pengertian Hukum Adat Menurut Ahli
Definisi hukum adat menurut para sarjana adalah sebagai
berikut: Van Vollenhoven menjelaskan bahwa hukum adat adalah
Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak
mempunyai sanksi (oleh karena itu disebut hukum) dan dipihak lain
dalam keadaan tidak dikodifikasikan (oleh karena itu disebut adat).
Bushar Muhammad menjelaskan bahwa untuk memberikan
definisi hukum adat sulit sekali karena, hukum adat masih dalam
pertumbuhan; sifat dan pembawaan hukum adat ialah:
- Tertulis atau tidak tertulis
- Pasti atau tidak pasti
- Hukum raja atau hukum rakyat dan sebagainya.
Ter Haar berpendapat bahwa hukum adat dalam ditahun 1930
dengan judul Peradilan landraad berdasarkan hukum tidak tertulis yaitu:
- Hukum adat lahir dari & dipelihara oleh keputusan-keputusan,
seperti:
- Keputusan berwibawa dari kepala rakyat (para warga masyarakat
hukum)
- Para hakim yang bertugas mengadili sengketa, sepanjang
keputusan-keputusan itu tidak bertentangan dengan keyakinan
hukum rakyat (melainkan senafas/seirama).
- Dalam orasi tahun1937 Hukum Hindia belanda didalam ilmu,
praktek & pengajaran menjelaskan bahwa hukum adat adalah
keseluruhan peraturan yang menjelma dalam keputusan-
keputusan para fungsionaris hukum yang berwibawa serta
berpengaruh dan yang dalam pelaksanaannya dipatuhi dengan
sepenuh hati. (Para fungsionaris hukum: hakim, kepala adat,
rapat desa, wali tanah, petugas dilapangan agama, petugas
desa ajaran keputusan (Bestissingenteer) lainnya.
Koentjaningrat mengatakan batas antara hukum adat & adat
adalah mencari adanya empat ciri hukum / attributes of law yaitu:
58 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Ketentuan hasil seminar Hukum adat di Yogyakarta Tahun
1975 tentang definisi hukum adata dalah sebagai berikut:
Hukum adat adalah Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis
dalam perundang-undangan RI dan disana-sini mengandung unsur
agama. Kedudukan Hukum Adat sebagai salah satu sumber penting
untuk memperoleh bahan-bahan bagi pembangunan hukum
nasional yang menuju pada unifikasi hukum (penyamaan hukum).
■ TES FORMATIF 5
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Apakah yang dimaksud dengan hukum adat?
a. Keseluruhan sikap tingkah laku masyarakat yang berlaku
dan mempunyai sanksi dan belum di kondifikasikan.
b. Mengikuti perkembangan masyarakat
c. Berkembang mengikuti perkembangan
d. Keseluruhan aturan tingkah laku
2. Menurut Van Dijk?
a. Kurang tepat bila hukum adat di jadikan kebiasaan
b. Hukum yang di atur
c. Hukum yang daribudaya
d. Hukum yang tertata
3. Pasal 2 ayat (1) RUU KUHP?
a. Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat
(1)
b. Tidak mengurangi berlakunya hukum yang hidup dalam
masyarakat yang menentukan seseorang patut di pidana
walaupun perbuatan tersebut tidak diatur di UU
c. Yang diatur didalam UU
d. Tidak terkandung di dalam UU
4. Apa yang dimaksud dengan sistem hukum?
a. Hukum non-statutair yang sebagian besar merupakan
hukum islam
60 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
c. Keseluruhan aturan tingkah laku positif yang di satu pihak
mempunyai sanksi
d. Di satu pihak
10. Apa pentingnya mempelajari hukum adat?
a. Mudah mempelajari
b. Maka kita mudah memahami hukum positif. Karena hukum
adat di bentuk menurut kebiasaan masyarakat Indonesia
c. Mengetahui lebih dalam
d. Tidak selaras apa yang di jalankan
64 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
memerintahkan kepada Presiden dan DPR untuk merubah UU No.
41/1999, sehingga UU ini dengan semua peraturan pelaksanaannya
yang terkait dengan hak-hak masyarakat adat atas hutan adat sudah
tidak layak digunakan sebagai produk hukum untuk menetapkan
Legalitas penebangan hutan.
sumber:
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/ll/definisi-hukum adat.html
http://www.kedaiartikelilmuhukum.blogspot.com/2009/ll/macam-
hukum-adat indonesia.html
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/l l/hubungan-hukum-adat-
indonesiadengan.html
66 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
3. sejak tahun 1927, yaitu hukum Adat berganti haluan dari
’unifikasi’ beralih kekodifikasi.
sumber:
http://www.gudang-hukum.co.cc/2009/1 l/sejarah-hukum-adat.html
■ TES FORMATIF 6
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Dasar berlakunya Hukum Adat di Indonesia dalamUndang-
Undang Dasar 1945 pada ketentuan Aturan dalam Undang-
Undang Pasal l menyatakan bahwa ....
a. Bagi warga negara Indonesia asli tetap berlaku Hukum Adat
b. Hukum Adat diakui sebagai hukum yang berlaku di Indonesia
c. Hukum positif sebagai hukum yang berlangsung berlaku
di Indonesia
d. Segala badan negara dan peraturan yang ada masih
berlangsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar ini
2. Sifat umum Hukum Adat Indonesia adalah konkret (visual)
yaitu....
a. Didasarkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong
royong
b. Keyakinan masyarakat tentang sesuatu yang bersifat sakral
c. Terbuka, tidak dilakukan secara diam-diam
d. Suatu perbuatan hukum selesai seketika
3. Berikut ini adalah cakupan Hukum Adat ....
a. Terdiri dari hukum publik dan hukum privat
b. Pelanggaran berupa pelanggaran perdata dan pidana
c. Tidak membedakan hak kebendaan dan hak perseorangan
68 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
d. Tidak mengatur mengenai hubungan kekeluargaan dan
kekerabatannya
4. Peraturan perkawinan campuran sebagaimana tercantum dalam
staatsblad 1893 No. 153 pasal 2 mengandung upaya untuk
menakut-nakuti wanita Eropa agar jangan menikah dengan
pria pribumi karena akan berada dibawah ketentuan hukum....
a. Islam
b. Adat
c. Antar golongan
d. Antar agama
5. Menurut Soepomo, dalam hukum adat seseorang dianggap
dewasa apabila ....
a. Sudah menikah
b. Sudah bekerja
c. Telah berusia 16 tahun
d. Telah berusia 19 tahun
6. Hukum adat juga dapat dinyatakan sebagai suatu sistem karena
merupakan bagian dari hukum....
a. Tidak tertulis
b. Tertulis
c. Yang menyeluruh
d. Yang memiliki sanksi
7. Setelah kemerdekaan RI, aktualisasi hukum adat ini terlihat
pada tiga dokumen negara, yaitu?
a. Pembukaan UUD 1945, BatangTubuh UUD 1945, dan
Penjelasan 1945
b. KUH Perdata, KUH Pidana, UUPA, UU tentang Perkawinan.
c. Pancasila Sakti
d. Pancasila, UU dan UUD
8. Hukum adat merupakan bahasa serapan dari bahasa?
70 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB VII
HUKUM ADAT SEBAGAI HUKUM YANG TIDAK
TERTULIS YANG DITAATI OLEH MASYARAKAT
72 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Di dalam melakukan inventarisasi hukum, yang perlu kita
pahami adalah terdapat tiga konsep pokok mengenai hukum, yaitu :
1. Hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan
diundangkan oleh lembaga atau oleh pejabat negara yang
berwenang.
2. Hukum dikonstruksikan sebagai pencerminan dari kehidupan
masyarakat itu sendiri (norma tidak tertulis).
3. Hukum identik dengan keputusan hakim (termasuk juga)
keputusan-keputusan kepala adat.
Mencoba menggaris bawahi terhadap poin kedua diatas bahwa
hukum sebagai cerminan kehidupan masyarakat. Memang benar
hal yang demikian. Alngkah baiknya kita tidak menggunakan sudut
pandang legisme-positivisme yang hanya menganggap aturan
hukum berasal dari undang-undang belaka.
Senada dengan hal tersebut diatas, Soetandyo mengkonsepsikan
tiga konsepsi utama tentang hukum yaitu :
1. Konsepsi kaum legis-positivis, yang menyatakan bahwa
hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat
serta diundangkan oleh lembaga atau pejabat negara yang
berwenang.
2. Konsepsi yang justru menekankan arti pentingnya norma-
norma hukum tak tertulis untuk disebut sebagai (norma) hukum.
Meskipun tidak tertuliskan tetapi apabila norma-norma ini secara
de facto diikuti dan dipatuhi oleh masyarakat (rakyat) setempat,
maka norma-norma itu harus dipandang sebagai hukum.
3. Konsepsi yang menyatakan bahwa hukum itu identik sepenuhnya
dengan keputusan-keputusan hakim.
Pada dasarnya hukum merupakan sebuah norma dan terbentuk
akibat adanya aktivitas dan kegiatan manusia. Hukum adat lahir
dari segala kebiasaan baik.
Berbeda dengan tradisi yang juga berasal dari suatu yang
kurang baik. Karena adat lahir dari kebiasaan yang baik maka hukum
adat ditaati oleh masyarakat. Bagaimanapun kesadaran masyarakat
74 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
tinggi bersama, karena kehendak kelompok inilah yang menyebabkan
timbul dan terpeliharanya kewajiban moral warga masyarakat.
Hukum adat sebagai hukum tak tertulis juga memiliki kekurangan
dan kelebihan sebagai mana manusia itu sendiri. Karena bagaimanapun
juga karena hukum tak tertulis merupakan bentukan manusia.
76 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
kalah. Semua yang bermasalah memiliki kepuasan dari hasil
hukum adat yang diputuskan. Tapi tentu dengan perimbangan
pelaku hukum adat ini masih memiliki wibawa yang cukup besar
untuk memimpin hukum informal ini disuatu wilayah tertentu.
Contoh, ya di Kajang (Bulukumba). Kenapa lingkungan
sekitarnya bersih dan teratur, karena aturan adatnya jelas, yakni
mengatur tentang kerusakan alam dan sebagaianya.
* Bagaimana menjabarkan aturan adat ini dalam konteks modern?
Itu susah. Karena masyarakat dalam wilayah tertentu hanya
mampu mengaplikasikan aturan adat ini diwilayahnya sendiri.
Mereka tentu memiliki cara sendiri untuk menyikapi berbagai
persoalan yang menimpanya. Coba Anda pergi kedesa, disana
akan Anda temukan suatu keharmonisasian.
* Bagaimana Anda melihat fenomena sekarang?
Saat ini hukum adat sudah ditinggalkan. Tapi ironisnya,
masyarakat yang melalui jalur hukum pengadilan justru banyak
yang kecewa. Karena kalaupun menang, tak ada kepastian
untuk melakukan eksekusi. Ini sangat memprihatinkan.
Tapi kalau hukum adat, tak ada istilah dikotomi antara
yang menang dan kalah. Semuanya dilakukan dengan dasar
kekeluargaan dan kebersamaan. Jadi sekali lagi tak menimbulkan
konflik berkepanjangan. (*)
78 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
1. Di era pemberlakuan otonomi daerah saat ini, apakah Hukum
Pidana Adat yang bersumber dari berbagai daerah itu masih
dapat digunakan ataukah dapat lebih diperhatikan dalam
menghadapi suatu permasalahan dalam lapangan hukum pidana.
2. Apakah Hukum Pidana Adat dapat diramu ataupun diunifikasikan
menjadi kaidah perundang-undangan yang akan mengisi
hukum pidana nasional.
Istilah Hukum Pidana Adat merupakan terjemahan dari istilah
Belanda yaitu Adat Delicten Rech tatau Hukum Pelanggaran
Adat. Istilah yang demikian tidak dikenal dikalangan masyarakat
adat.Mereka menggunakan istilah lain seperti Salah (Lampung),
Sumbang (Sumatera Selatan) untuk menyatakan perbuatan yang
bertentangan dengan hukum adat. Hukum Pidana Adat adalah
hukum yang menunjukan peristiwa dan perbuatan yang harus
diselesaikan (dihukum) dikarenakan peristiwa dan perbuatan
tersebut mengganggu keseimbangan masyarakat.
Masyarakat Indonesia, terutama yang bermukim di desa-desa
yang letaknya jauh dari kota sangatlah dipengaruhi oleh alam
sekitarnya yang magis religius. Alam pikirannya mempertautkan
antara yang nyata dan tidak nyata, anatara yang alam fana dan
alam baka, antara kekuasaan manusia dan kekuasaan gaib dan
antara hukum manusia dengan hukum Tuhan alam pikiran yang
demikian tersebut mengandung azas-azas dari Pancasila seperti
azas Ketuhanan, perikemanusiaan, persatuan dan kebersamaan,
kerakyatan dan kesepakatan, serta keadilan dan kemasyarakatan.
Oleh karenanya, hukum adat dikatakan hukum yang berfalsafah
Pancasila dan berbhineka tunggal ika dikarenakan hukum adat
dimasing-masing daerah adalah berbeda satu samalain. Meskipun
berbeda namun tetapi dalam negara kesatuan Republik Indonesia.
Hukum Pidana Adat merupakan hukum yang hidup (living law).
Hukum Pidana Adat dijiwai oleh Pancasila, dijiwai oleh sifat-sifat
kekeluargaan yang magis religius, dimana yang diutamakan bukanlah
rasa keadilan perorangan melainkan rasa keadilan kekeluargaan
sehingga cara penyelesaiannya adalah dengan penyelesaian damai
80 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh
bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik
luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal,
agama serta kewenangan bidang lain.
Dengan demikian, meskipun daerah tersebut memiliki
kewenangan namun kewenangan itu terbatas dimana tidak
termasuk dalam peradilan. Jika suatu daerah diberi kewenangan
dalam peradilan, dalam hal ini menggunakan Hukum Pidana
Adatnya sendiri maka akan menimbulkan kerancuan karena tidak
adanya kesatuan persepsi mengenai hukum (unifikasi hukum). Hal
ini berbahaya karena ada kemungkinan, kejahatan disuatu daerah
itu dianggap bukanlah kejahatan di daerah lain walaupun masih
dalam kerangka suatu negara.
Undang-undang No. 14 Tahun 1970 tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman menyebutkan bahwa hakim dapat menggali
asas-asas yang ada didalam masyarakat apabila terjadi kekosongan
hukum. Asas-asas yang dimaksud di sini adalah asas-asas yang
hidup dimasyarakat. Salah satu contohnya adalah asas keadilan.
Bahwa dalam menjatuhkan hukuman, hak ini tidak selalu berpegang
teguh kepada ketentuan yang ada di dalam KUHP. Hakim juga
memperhatikan hal-hal lain yang dapat mempengaruhi seseorang
berbuat demikian yang dapat mempengaruhi keputusan hakim.
Hal yang demikian merupakan ketentuan hukum adat, dimana
ketentuannya tidak bersifat pasti, artinya bersifat terbuka untuk
segala peristiwa atau perbuatan yang mungkin terjadi. Yang
dijadikan ukuran disini adalah rasa keadilan, selain itu hakim dalam
mengambil keputusan juga sering memperhatikan ketentuan-
ketentuan adat dari suatudaerah dimana hakim tersebut bekerja,
meskipun ketentuan tersebut tidak secara mutlak digunakan.
Jadi, didalam era otonomi daerah ini, Hukum Pidana Adat masih
dapat digunakan sepanjang tidak bertentangan dengan kaidah
hukum nasional yang berlaku. Namun disini bukan berarti Hukum
Pidana Adat dapat dijadikan landasan ataupun sumber hukum yang
utama didaerah, Hukum Pidana Adat hanyalah menjadi pendukung
82 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
yang kurang sesuai dengan hasil yang akan diraih dibandingkan
dengan kesulitan yang dialami.
84 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
2. Contoh Pemberlakuan Hukum Adat Perkawinan
Perkawinan Adat Jawa
Berbeda dari upacara-upacara perkawinan adat yang berlaku
dilingkungan masyarakat adat diluar pulau Jawa, maka upacara
perkawinan adat Jawa Tengah atau dikalangan masyarakat adat
yang berasal dari Jawa Tengah, tidak begitu jauh berbeda dengan
yang berlaku dilingkungan masyarakat adat Pasundan. Dipulau
Sumatra antara masyarakat adat yang satu dan masyarakat adat
yang lain terdapat perbedaan-perbedaan yang menyolok, walaupun
masyarakat adat itu termasuk dalam satu lingkaran hukum adat
(adat rechtskringen) sebagaimana pembagian Iingkaran hukum adat
menurut Van Vallenhoven. Misalnya saja upacara perkawinan adat
bagi masyarakat adat “Pepadun” dan masyarakat “Peminggir” dalam
lingkungan hukum adat Lampung saja sudah jauh berbeda. Dikalangan
Peminggir tidak melakukan adat hibal serba dan turun duwai.
Dikalangan masyarakat adat Jawa Tengah setelah pihak pria
dan pihak wanita saling menyetujui dalam acara lamaran, dan pihak
wanita telah menerima “panjer” atau “paningset” dari pihak pria,
maka berlakulah masa pertunangan dan ditentukanlah hari baik
untuk melangsungkan perkawinan. Dalam mengambil keputusan
untuk melakukan perkawinan tidak perlu meminta persetujuan para
anggota kerabat, cukup diselesaikan dan dimusyawarahkan oleh
orangtua dan anggota keluarga terdekat.
Dalam masa menanti hari perkawinan pihak keluarga pria akan
mengantar calon mempelai pria ketempat kediaman calon mempelai
wanita untuk “nyantri”, untuk membantu pekerjaan-pekerjaan calon
mertua yang berat-berat, misalnya nyangkul disawah, “ngangon”
kerbau, dan lain-lain. Calon mempelai pria ini akan menetap diam
di rumah keluarga pihak wanita yang ditunjuk itu yang disebut
“pondokan temanten”. Dekat pada saat-saat untuk melaksanakan
upacara perkawinan pihak keluarga pria telah menyampaikan pula
“asektukon” dan lain-lain.
86 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Selanjutnya kedua menuju tempat duduk mempelai, jika
mempelai wanita anak sulung, maka kedua mempelai digendong,
yaitu dilingkari dengan selendang sampai mereka ditempat duduk.
Sebelum duduk kedua mempelai saling bertukar “kembar mayang”
yaitu batang pisang yang dihiasi “janur” daun kelapa muda dan
bunga kelapa (mayang) dan ditempatkan disamping kanan kiri
tempat duduk mempelai. Untuk memeriahkan upacara “panggih
temanten”, maka jika upacara itu mengundang kesenian wayang
kulit, gamelan dibunyikan dengan irama “kebogiro”, yaitu irama
khusus untuk tamunya temanten.
Adakalanya dilaksanakan juga acara “menimbang temanten”,
yangdilakukan oleh ayah mempelai wanita, dimana mempelai
pria didudukan diatas pangkuan kaki kanan dan mempelai wanita
diatas pangkuan kaki kiri. Pada acara ini ibu mempelai wanita akan
bertanya mana yang lebih berat, maka walaupun salah satu lebih
berat harus dijawab “sama berat” oleh yang menimbangnya.
Kemudian setelah itu kedua mempelai “nyungkemi” atau
“ngabekti”, yaitu berlutut dan memberi salam pada para pinesepuh
dan orang-orang tua untuk meminta do’a restu. Selanjutnya kedua
mempelai untuk “dahar kembul, yaitu makan bersama nasi kuning
dengan “ingkung ayam”. Di beberapa daerah sering juga setelah
selesai upacara kedua mempelai melakukan acara “kirab”, yaitu
mengunjungi anggota keluarga tetangga “sacyubingblarak”, yang
berkediaman sekampung.
Setelah masa “sepasaran” (lima hari) dari upacara perkawinan
dimana tarub sudah dibongkar semua, maka pihak keluarga
mempelai pria datang ditempat mempelai wanita untuk menjemput
mereka agar ketempat pria beserta semua anggota keluarga
mempelai wanita guna acara selamatan ditempat pria.
Dalam acara ini jika keluarga mempelai pria mampu dapat pula
melaksanakan upacara sebagaimana yang telah berlaku di tempat
wanita. Begitu pula setelah masa 35 hari dapat lagi diadakan upacara
“selapanan” di tempat mempelai pria dalam bentuk sederhana yaitu
■ TES FORMATIF 7
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Hukum adalah aturan tingkah laku para anggota masyarakat.
Definisi kutipan tersebut adalah kutipan seseorang yang
bernama …
a. Leon Duguit
b. Herman Warner Muntinghe
c. Prof SnouckHurgronje
d. Thomas John Newbold
88 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
2. Yang bukan merupakan sebuah aturan yang di kemukakan oleh
kansil adalah …
a. Undang-undang
b. Yurisprudensi
c. Kebiasaan
d. Responsive
3. Berikut yang merupakan kelemahan hukum adat sebagai
hukum yang tidak tertulis adalah …
a. Responsive
b. Tidak kaku
c. Sesuai dengan rasa keadilan
d. Kurangnya kepastian hukum
4. Istilah kata “adat” berasal dariahasa Arab yang berarti …
a. Norma
b. Kebiasaan
c. Tradisional
d. Nenek moyang
5. Dalam hukum adat, seseorang dianggap cakap apabila …
a. Sudah dewasa
b. Menghasilkan uang sendiri
c. Menikah
d. Akil baliq
6. Sifat umum hukum adat Indonesia adalah kongkret (visual) yaitu …
a. Di dasarkan rasa kebersamaan, kekeluargaan, dan gotong
royong
b. Keyakinan masyarakat tentang suatu yang bersifat sacral
c. Terbuka, tidak dilakukan secara diam-diam
d. Suatu perbuatan hukum selesai seketika
90 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB VIII
CONTOH HUKUM ADAT YANG
DITULISKAN PERJANJIANNYA
Pasal 1 s/d 15
Penyeragaman hukum adat basil Rapat Damai Tumbang Anoi tahun
1894 meliputi pasal-pasal berikut ini:
Pasal1
Singer Tungkun (denda adat merampas istri orang lain)
Dikenakan pada barangsiapa yang berani membujuk, merampas
istri atau suami orang lain sehingga akibatnya pria/wanita itu cerai
dengan suami/istri yang terdahulu dan kawin dengan wanita/pria
baru yang menungkun. Contoh: A berani mengambil wanita/pria
B, suami/istri C. Singer Tungkun dapat dikenakan pada A.
Ancaman singer tungkun:
- Dua kali nilai palaku adat kawin B dulu bagi C.
- Lima belas kati ramu (tekap bau mate) bagi keluarga C.
- Pakaian sinde mendeng (satu stel pakaian bagi C).
- Nilai ganti rugi biaya pesta kawin B dulu bagi C sekeluarga.
- A menanggung biaya pesta perdamaian adat khusus (makan-
minum bersama, memotong dua ekor babi bagi alam dan
masyarakat setempat, dimana acara saling saki, lamiang sirau
sirih masak kiri-kanan, lilis peteng, sanaman pangkit hambai
hampahari, dll pelengkapnya.
- A menanggung biaya pesta kawin barunya dengan B.
- A menanggung resiko singer terhadap anak/istrinya sendiri jika
dia sudah berkeluarga..
Pasal 3
Singer Hatulang Belom (denda dalam perceraian sepihak)
Pihak mantir atau pemangku adat memperhatikan perjanjian dan
keterangan para saksi perkawinan dulu dan mempelajari kasus
kejadian, pihak mana yang bersalah melanggar perjanjian sendiri,
mempertimbangkan alasan, sengaja atau tidak sengaja alasan yang
masuk akal atau dibuat-buat.
Ancaman hukuman:
- Sesuai dengan perjanjian kawin.
- Para mantir adat dapat memberatkan atau menambah hukuman
setinggi-tingginya 30 kati ramu jika dipandang perlu.
- Jika ada anak, segala barang rupa tangan dibagi dua atau
terkecuali ada pertimbangan lain oleh mantir
- Biaya pesta adat makan-minum bersama ditanggung pihak
yang bersalah.
Pasal 4
Singer Hatulang Palekak Sama Handak (denda perceraian
karena kehendak bersama)
Oleh mantir adat, atas permintaan yang bersangkutan untuk
mengusahakan suatu perceraian, mempelajari alasan-alasan
mereka, mempertimbangkan, menuntut hak dan beban masing-
masing antara lain:
92 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
- Memberi harta rupa tangan menurut perjanjian kawin dahulu.
- Jika ada anak, harta rupa tangan menjadi hak anak.
- Jika tidak ada anak, harta dibagi secara damai, bagi dua, atau
bagi tiga dipatutkan dengan pertimbangan para mantir adat.
- Biaya pesta adat, makan-minum bersama hambai hampahari
(pesta persaudaraan) dengan hakekat pengumuman bagi segala
unsur lingkungan hidup, baik yang tampak maupun yang tak
nampak (panggutin petak danum) ditanggung bersama oleh
kedua belah pihak.
Pasal 5
Singer Palekak Pisek/Panggul Pupuh (denda batal janji
tunangan atau calon tunangan)
Kasusnya:
Kedua pihak orang tua pernah saling janji dikuatkan dengan pesta
pisek akan mengawinkan anaknya, walaupun anak mereka pada
waktu itu masih kecil. Kemudian oleh salah satu pihak dibatalkan
sehingga patut dihukum.
Sanksinya:
- Pihak yang membatalkan dihukum sesuai dengan janji semula.
- Jika pihak wanita yang membatalkan, maka semua barang titipan
yang pernah diterimanya dari pihak pria, patut dikembalikan
dua kali lipat, ditambah dengan beberapa, patut menuntut
pertimbangan para mantir adat, namun pisek dikembalikan.
- Jika pihak pria yang membatalkan, maka pihaknya tidak boleh
menuntut apa saja yang suda diberikan malah dapat dihukum
membayar singer kaleket sekurang-kurangnya biaya pesta pisek
dulu
- Biaya pesta adat makan bersama, ditanggung oleh pihak yang
membatalkan.
Pasal 7
Singer Tihi Sarau Sumbang Tulah (denda hamil gelap,
sumbang tulah)
Kasusnya:
Wanita A hamil gelap (sarau) akibat zina dengan pria B yang salah
janjang atau sumbang (hurui tamput) atau karena silsilah kerabat
yang bukan silsilah darah atau akibat zina, tulah (salah jenjang
silsilah darah). Diperlukan darah hewan korban yang besar, babi
atau sapi atau kerbau demi pelestarian alam lingkungan hidup
masyarakat setempat (penggantin petak danum) diperlukan upaya
pembasuhan maksiat, palis pali, bersih desa, pelestarian lingkungan.
Sebagai penjelasan, masyarakat adat paling tidak suka atau enggan
menerima kehadiran predikat anak sarau karena hal itu terjadi
akibat atau gejala kehancuran kesusilaan manusia. Gejala yang
memudarkan pengendalian diri sehingga mendekati moral binatang,
kelestarian lingkungan tidak lagi serasi-selaras dan seimbang, gara-
94 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
gara ulah dua orang jenis manusia yang diam-diam menjadikan
dirinya sebagai binatang; jadi merusak ungkapan belom bahadat.
Justru itu mekanisme pengusutan kasus ini memerlukan ketrampilan
khusus dari para pemangku adat, terutama bagaimana menggali
keterangan dari pihak wanita yang bersangkutan, sehingga pihak
pria yang bersangkutan tidak berkutik. Biasanya kasus pasal ini
dibagi menjadi 3 kategori:
- Zina hasil sesama jenjang silsilah
- Zina, hasil tidak sejenjang silsilah yang sumbang bukan silsilah
darah (hurui tamput)
- Zina, hamil tidak sejenjang silsilah darah (hurui daha) keatas
atau kebawah (hurui anak, aken, atau esu) biasa disebut tulah
Jika sudah diketahui teman zina (pria) yang menghamili wanita
bersangkutan dan diketahui kategori mana peristiwa itu, maka
pengusutan konkrit dilaksanakan oleh masyarakat setempat
bersama-sama dengan ketua adat atau pemangku adat.
Pelaksanaan sanksi:
Jika sarau sumbang:
- Pesta adat potong hewan babi, darahnya dibagi-bagi ke seluruh
kampung untuk saksi palas bumi, air dan langit (lingkungan
hidup). Dagingnya dimakan bersama, pesta diluar rumah, pria dan
wanita bersangkutan dipanggil seperti memanggil hewan untuk
makan dan mengambil makanan tidak boleh dengan tangan
sendiri tetapi mengambil makanan langsung dari mulutnya.
- Mereka berdua harus meniru-niru binatang, makan dan minum
dihadapan orang banyak dimuka umum.
- Pihak pria yang bersangkutan menanggung biaya pesta adat
pelestarian itu seluruhnya.
- Pihak pria membayar 90-180 kati ramu kepada pihak wanita.
- Tekap bau mate 30-60 kati ramu bagi keluarga wanita.
- Tambalik Jela, 15-30 kati ramu kalau mereka jadi.
- Terus kawin ditambah nilai serendah-rendahnya 45 kati ramu.
Tetapi jika mereka tidak jadi kawin, pria yang bersangkutan
Pasal 8
Singer Tihi, Sarau Sawan Oloh (denda hamil gelap dengan
istri orang lain)
Kasusnya:
Pria A berani mengganggu, merayu, berzina sampai hamil wanita
B istri C. Dengan cukup bukti, C menuntut keberatan.
Sanksi:
Jika B belum pernah beranak maka A diancam hukuman denda 30-
75 kati ramu. Tetapi kalau wanita B sudah ada anak maka dendanya
dapat diancam denda 120 kati ramu sampai dengan 180kati ramu
bagi C dan anaknya.
96 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Pakaian sinde mendeng bagi bapak dan anak. Pesta adat, saki palas
darah babi, makan-minum bersama, lilis peteng, sanaman pangkit,
seluruhnya ditanggung A. Tekap bau mate dari A bagi waris B dan
C sedikitnya 15-30 kati ramu.
Pasal 9
Singer Sarau Tihi Bujang (denda hamil gelap gadis perawan)
Kasusnya:
Seorang pria A mengganggu, menggoda, membujuk wanita B yang
bujang, berzina sampai hamil kemudian diketahui oleh orang lain/
umum dan menjadi kasus.
Sanksi:
- Singer tekap bau mate 15-30 kati ramu.
- Singer dosa sala (zina) 30-45 kati ramu.
- Jika tidak kawin, harus adanya jaminan anak yang dikandung
wanita B, 30-60 kati ramu.
- Jika terus kawin, pria membayar jalan hadat kawin.
- Jika pria A ada anak-istri, istrinya dapat menuntut sebagai kasus
tersendiri.
- Biaya pesta adat makan-minum bersama ditanggung oleh A.
Pasal 10
Singer Marusak Balu (denda merusak janda)
Kasusnya:
Pria A kedapatan berzina atau sampai hamil wanita janda B, bekas
istri arwah C.
Sanksi:
Pria A dapat diancam singer karusak balu sesar 30-60 kati ramu
bagi waris arwah C jika B belum tiwah. Tapi jika sudah tiwah, maka
materi singer itu jatuh ke tangan waris wanita B. Jika wanita B ada
anak, maka singer ditambah 15-30 kati ramu bagi anak-anaknya.
Pesta adat makan-minum ditanggung oleh pria A.
Pasal 12
Singer Sala Basa dengan Bawi Bujang (denda salah tingkah
pada gadis perawan)
Kasusnya:
Seorang pria yang mengajak seorang atau beberapa orang gadis
perawan dengan tidak seijin keluarga atau bapak-ibunya, menyendiri
atau tidak jelas tujuannya. Tingkah-laku demikian dapat dianggap
memberi malu bagi keluarga, seolah-olah menjadikan gadis itu
dibuat menjadi ringan di mata umum (tidak sopan)
Sanksi:
Pria sedemikian dapat dihukum dengan ancaman singer sala basa
15-30 kati ramu.
Pasal 13
Singer Sala Basa dengan Oloh Beken (denda salah tingkah
dengan orang lain)
Kasusnya:
Perbuatan atau tingkah lakunya terhadap seseorang atau orang lain
ke arah yang memberi malu, merusak nama baik, mengancam, oleh
seseorang terhadap orang lain pria/wanita atau terhadap barang
kepunyaan orang lain.
98 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Sanksi:
Perbuatan atau tingkah demikian dapat diancam hukuman sala
basa 15-30 kati ramu.
Pasal 14
Singer Paranggar Raung (denda pelanggaran raung atau peti
mati)
Kasusnya:
Pria A kawin dengan wanita B denda bekas suami arwah B yang
masih belum ditiwahkan. Menurut adat oleh janda B (pengurusan
tulang-belulang C masih menjadi beban/tanggung jawab janda
B), sedangkan perkawinan AB tidak seijin waris terdekat almarhum
C sehingga ahli waris C dapat menuntut singer paranggar raung
terhadap A dan B.
Sanksi:
A dan B dapat diancam denda sebesar 90-120 kati ramu bagi waris C
untuk cadangan biaya tiwah, tapi tidak berarti sang janda bebas dari
kewajiban tiwah arwah suaminya (C). Biaya pesta adat ditanggung
A dan B.
Pasal 15
Singer Palangi Pangarai (singer cadangan untuk biaya tiwah)
Kasusnya:
Pria duda A istrinya B dan baru saja mati karena bersalin melahirkan
anak, pihak keluarga wanita B ingin mengharap kepastian atau
jaminan dari upacara meniwahkan arwah B.
Sanksi:
Pria duda A diharuskan memberi kepastian atau jaminan dengan
menyisihkan atau menitipkan materi senilai 120-150 kati ramu,
untuk cadangan biaya tiwah pada pihak keluarga B dihadapan para
orang-tua, dalam pesta adat kecil melalui behas tawur diberitahukan
juga arwah B di negeri akhirat.
■ TES FORMATIF 8
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Hukum adat pertama kali dikemukakan oleh seorang negara
Belanda ahli dalam bidang sastra timur, seseorang tersebut
Bernama ?
a. Antoine Lavoisier
b. John Dalton
c. Amedeo Avogardo
d. Prof. Snouck Hurgrounje
2. Berasal dari manakah Prof. Snouck Hurgraunje?
a. Belanda
b. Inggris
c. Jepang
d. Jerman
3. Pada tahun berapakah istilah adat recht diresmikan dalam
peraturan hukum negeri Belanda?
a. Tahun 1999
b. Tahun 1945
c. Tahun 1929
d. Tahun 1939
4. Apakah judul buku dari Prof. Mr. Cornelis Van Vollenhoven?
a. Hukum adat
b. Adat Recht Van Nederlansch Indie
c. Adat Recht
d. Van Indie
5. Perkembangan hukum adat, melalui Yurisprudensi dapat di
lacak dalam beberapa hal. Manakah yang termasuk…
100 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
a. Prinsip Hukum Adat
b. Prinsip Hidup
c. Keputusan pengadilan
d. Gugatan
6. Isi Yurisprudensi tanggal 17 januari 1959 b nomor 320k/sip/
adalah….
a. Anak yang dewasa dipelihara dan berada dalam
pengampunan ibu
b. Harta di Tangguh oleh anak
c. Tidak ada kedudukan laki-laki dan perempuan
d. Istri tidak dapat harta suami apabila suami meninggal dunia
7. Dimanakah lokasi putusan MK-RI nomor 2898 K/Pdt/1989
tanggal 19 November 1989?
a. Bandung
b. Manado
c. Jakarta
d. Nusa Tenggsara Timur
8. Yang mana termasuk asas hukum adat?
a. Asas politik
b. Asas kebangsaan
c. Asas hukum
d. Asas negara
9. Bagaimana eksistensi hukum adat dalam sistem di Indonesia,
sebutkan…?
a. Bahwa hukum adat sebagai kebiasaan yang tidak tertulis
akan tetap menjadi sumber hukum
b. Keberadaan hukum adat dalam tata hukum nasional
c. Adanya proses sanksi atau hukum
d. Menjadi pengatur dalam hukum adat
102 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB IX
ASAS-ASAS HUKUM PIDANA ADAT INDONESIA
104 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Hal tersebut dapat dipakai dasar kajian untuk memahami
asas-asas yang terkandung dalam Hukum Pidana Adat, mengingat
hukum adat khususnya Hukum Pidana Adat bagian terbesar terdiri
dari aturan-aturan tidak tertulis dan disana-sini terdapat aturan-
aturan tertulis (di Bali dalam bentuk Awig-Awig).
Berkaitan dengan itu, Koesnoe mengemukakan pendekatan
hukum adat dalam penyelesaian konflik adat berdasarkan tiga asas
yakni, asas rukun, asas patut, dan laras diuraikan sebagai berikut.
1. Asas rukun.
Asas kerukunan merupakan suatu asas kerja yang menjadi
pedoman dalam menyelesaikan konflik adat. Penerapan asas
rukun dalam penyelesaian konflik adat dimaksudkan untuk
mengembalikan keadaan kehidupan seperti keadaan semula,
status dan kehormatannya, serta terwujudnya hubungan yang
harmoni sesama krama desa. Dengan demikian asas rukun tidak
menekankan menang kalah pada salah satu pihak, melainkan
terwujudnya kembali keseimbangan yang terganggu, sehingga
para pihak yang bertikai bersatu kembali dalam ikatan desa adat.
2. Asas Patut
Patut adalah pengertian yang menunjuk kepada alam kesusilaan
dan akal sehat, yang ditujukan pada penilaian atas suatu
kejadian sebagai perbuatan manusia maupun keadaan Patut
berisi unsur-unsur yang berasal dari alam susila, yaitu nilai-
nilai baik atau buruk. Patut juga mengandung unsur-unsur
akal sehat, yaitu perhitungan-perhitungan yang menurut
hukum dapat diterima.Pendekatan asas patut dimaksudkan
agar penyelesaian konflik adat dapat menjaga nama baik pihak
masing-masing, sehingga tidak ada yang merasa diturunkan
atau direndahkan status dan kehormatannya selaku krama desa.
3. Asas Laras.
Ajaran keselarasan mengandung anjuran untuk memperhatikan
kenyataan dan perasaan yang hidup dalam masyarakat,
yang telah tertanam menjadi tradisi secara turun temurun.
Oleh karenaitu, pengalaman dan pengetahuan tentang adat
106 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
c. Tri Hita karana manut tata cara Agama Hindu
d. Selunglung sebayantaka.
e. Pikukuh Rajeg ring Agama Hindu.
Terjemahan bebasnya : Desa Adat Mengwi berdasarkan :
a. Pancasila
b. Undang Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 18.
c. Tri Hita Karana berdasarkan AgamaHindu
d. Keseimbangan/keharmonisan.
e. Berdasarkan AgamaHindu.
Dalam Pawos (Pasal) 3 dinyatakan Luwir petitis Desa Adat
Mengwi:
a. Mikukuhin Miwah Ngajegang Adat Lan agama
b. Ngrajegang tata sukertaning desa saha pawongania, desa
lan panegara mejalaranantuk gilig seguluk selunglung
sebayantaka.
c. Ngutsahayang karma pawonganyang ida prasida
ngalaksanayang dharma susila.
Terjemahan bebasnya, adalah : Tujuan Desa Adat Mengwi :
a. Melaksanakan adat dan agama.
b. Menjaga keamanan dan ketertiban warga masyarakat dan
Negara berdasarkan kebersamaan dan persaudaraan.
c. Mengusahakan agar dapat melaksanakan tata susila
dengan sebaik-baiknya.
Berdasarkan kedua awig-awig tersebut terdapat kesamaan
rumusan tentang dasar dan tujuan desa adat (pakraman), yakni
dasar awig-awig berupa Pancasia, Undang-Undang Dasar1945 dan
konsepsi Tri Hita Karanaya itu untuk mencapai kesejahteraan lahir
batin, diperlukan keharmonisan hubungan antara manusia dengan
Tuhan Yang Maha Esa (Parhyangan), keharmonisan hubungan
manusia dengan manusia (Pawongan), dan keharmonisan hubungan
antara manusia dengan alam lingkungan (Pelemahan).Konsekuensi
108 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
terjadi. Ketiga, membeda-bedakan permasalahan dimana bila terjadi
peristiwa pelanggaran yang dilihat bukan semata-mata perbuatan
dan akibatnya tetapi dilihat apa yang menjadi latar belakang dan
siapa pelakunya. Oleh karena itu, dengan alam pikiran demikian
maka dalam mencari penyelesaian dalam suatu peristiwa menjadi
berbeda-beda. Keempat, peradilan dengan permintaan dimana
menyelesaikan pelanggaran adat sebagian besar berdasarkan adanya
permintaan atau pengaduan, adanya tuntutan atau gugatan dari
pihak yang dirugikan atau diperlakukan tidak adil. Kelima, tindakan
reaksi atau koreksi tidak hanya dapat dikenakan pada sipelaku tetapi
dapat juga dikenakan pada kerabatnya atau keluarganya bahkan
mungkin juga dibebankan kepada masyarakat bersangkutan untuk
mengembalikan keseimbangan yang terganggu.
Sedangkan menurut Hilman Hadikusuma alam pikiran
tradisional yang tercermin dalam sifat-sifat hukum pidana adat
sebagai berikut :
1. Menyeluruh dan menyatukan
Ketentuan-ketentuan dalam hukum pidana adat bersifat
menyeluruh dan menyatukan, oleh karena latar belakang yang
menjiwai bersifat kosmis, dimana yang satu dianggap bertautan
dengan yang lain, maka yang satu tidak dapat dipisah-pisahkan
dengan yang lain.
Hukum pidana adat tidak membedakan antara pelanggaran
bersifat pidana, dengan pelanggaran bersifat perdata.
Kesemuanya akan diperiksa dan diadili oleh hakim adat
sebagai satu kesatuan perkara yang pertimbangannya bersifat
menyeluruh berdasarkan segala faktor yang mempengaruhinya.
2. Ketentuan yang terbuka
Oleh karena manusia tidak akan mampu meramalkan masa
yang akan datang, maka ketentuan hukum pidana adat tidak
bersifat pasti, sifat ketentuannya selalu terbuka untuk semua
peristiwa yang mungkin terjadi. Yang penting dijadikan ukuran
adalah rasa keadilan masyarakat. Dalam penyelesaian peristiwa
110 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
C. Kearifan Lokal Hukum Pidana Adat Sebagai Alas Philosofis
Filsafat Pemidanaan Indonesia
Pada dasarnya, pengertian secara filsafati “filsafat pemidanaan”
atau “falsafah pemidanaan” diartikan mempunyai dimensi dan
orientasi pada anasir “sistem pemidanaan” dan “teori pemidanaan”
khususnya bagaimana tujuan penjatuhan pidana dan proses
peradilan terhadap para pelaku tindak pidana adat. Lebih lanjut M.
Sholehuddin menyebutkan bahwa “filsafat pemidanaan” hakikatnya
mempunyai 2 (dua) fungsi, yaitu:
Pertama, fungsi fundamental yaitu sebagai landasan dan
asasnormatif atau kaidah yang memberikan pedoman, kretaria atau
paradigma terhadap masalah pidana dan pemidanaan. Fungsi ini
secara formal dan intrinsik bersifat primer dan terkandung di dalam
setiap ajaran sistem filsafat. Maksudnya, setiap asas yang ditetapkan
sebagai prinsip maupun kaidah itulah yang diakui sebagai kebenaran
atau norma yang wajib ditegakkan, dikembangkan dan diaplikasikan.
Kedua, fungsi teori, dalam hal ini sebagai meta-teori.Maksudnya,
filsafat pemidanaan berfungsi sebagai teori yang mendasari dan
melatarbelakangi setiap teori-teori pemidanaan.
Menurut Mahmud Mulyadi diskursus mengenai tujuan
pemidanaan telah menjadi pembicaraan dari zaman ke zaman
dan menjadi issu sentral dalam hukum pidana karena pidana atau
hukuman selalu berkenaan dengan tindakan-tindakan yang apabila
bukan dilakukan oleh negara dengan berlandaskan hukum, maka
akan menjadi tindakan yang bertentangan dengan moral. Oleh
karena itulah falsafah (filsafat) pemidanaan berusaha mencari
pembenaran terhadap tindakan negara. Perkembangan pemikiran
tentang hakik at tujuan pemidanaan tercermin melalui beberapa
teori yaitu retributif atau teori absolut, teorirelatif (deterrence), teori
penggabungan (integratif), treatment dan perlindungan sosial
(social defence).
Teori Retributif melegitimasi pemidanaan sebagai sarana
pembalasan atas kejahatan yang telah dilakukan seseorang.
Kejahatan dipandang sebagai perbuatan yang imoral dan asusila
112 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan
tindakan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation).
Social Defence adalah aliran pemidanaan yang berkembang
setelah PD II dengan tokoh terkenalnya adalah Fillipo Gramatica, yang
pada tahun 1945 mendirikan Pusat Studi Perlindungan Masyarakat.
Dalam perkembangan selanjutnya, pandangan social defence ini
(Setelah Kongres Ke-2 Tahun 1949) terpecah menjadi dua aliran,
yaitu aliran yang radikal (ekstrim) dan aliran yang moderat (reformis).
Pandangan yang radikal dipelopori dan dipertahankan
oleh Fillipo Gramatica yang salah satu tulisannya berjudul “The
fight against punishment” (La Lotta Contra La Pena). Fillipo
Gramatica berpendapat bahwa: “Hukum perlindungan sosial
harus menggantikan hukum pidana yang ada sekarang. Tujuan
utama dari hukum perlindungan sosial adalah mengintegrasikan
individu kedalam tertib sosial dan bukan pemidanaan terhadap
perbuatannya.” Jadi pandangan radikal ini mendukung aliran positif
dengan metode rehabilitasi kepada pelaku kejahatan.
Marc Ancel (Perancis) mengembangkan pandangan social
defence yang moderat sebagai lawan dari social defence yang
radikal.Mare Ancel menamakan alirannya sebagai “Defence Sociale
Nouvelle” atau “New Social Defence” atau “Perlindungan Sosial Baru”.
Menurut Marc Ancel, tiap masyarakat mensyaratkan adanya tertib
sosial, yaitu seperangkat peraturan-peraturan yang tidak hanya
sesuai dengan kebutuhan untuk kehidupan bersama, tetapi sesuai
dengan aspirasi warga masyarakat pada umumnya. Oleh karena
itu, peranan yang besar dari hukum pidana merupakan kebutuhan
yang tidakdapat dielakkan bagi suatu sistem hukum.
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa aliran moderat
lahir sebagai jawaban terhadap kegagalan aliran positif lewat
paham rehabilisionisnya. Konklusi dasar konteks diatas tentang
dialektikateori pemidanaan di dunia menunjukkan terjadinya
pergeseran paradigma yang menghasilkan pula paradigma yang
lama dengan format baru. Paradigma ini juga menunjukan bahwa
hakikat pemidanaan tidak bisa terlepas dari konteks kehidupan
114 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
yaitu yang biasanya disebut dengan tindak pidana adat. Untuk
memberikan dasar hukum yang mantap mengenai berlakunya
hukum pidana adat, makahal tersebut mendapat pengaturan secara
tegas dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana ini. Ketentuan
pada ayat ini merupakan pengecualian dari asas bahwa ketentuan
pidana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Diakuinya
tindak pidana adat tersebut untuk lebih memenuhi rasa keadilan
yang hidup didalam masyarakat tertentu.”
Kemudian dalam ketentuan Pasal 54 huruf c RUU KUHP Tahun
2008 ditentukan pula tujuan pemidanaan yaitu “menyelesaikan
konflik dan mengembalikan keseimbangan” yang berorientasi
kepada eksistensi kearifan lokal yang berakar dari budaya
Indonesia, selain konsep pemidanaan Barat. Tujuan pemidanaan
“pengembalian keseimbangan dalam masyarakat atau pemulihan
keadaan” didasarkan pada pemikiran bahwa dalam masyarakat
adat, menurut Mallinc Krodt sebagaimana yang, dikemukakan
oleh Lublink Weddik bahwa delik bukan saja dipandang sebagai
perbuatan yang merugikan secara materil pada diri seseorang
semata, melainkan juga mengakibatkan kerugian secara magis
berupa gangguan keseimbangan alam sehingga masyarakat juga
merasa akan terkena pengaruhnya (kerugian) atas gangguan ini.
Gangguan keseimbangan menurut Van Vollenhoven merupakan
suatu keadaan keseimbangan magis yang terputus yang juga
mengakibatkan gangguan ketertiban hidup dalam masyarakat.
Oleh karena itu bila terjadi perbuatan pidana di dalam masyarakat,
maka keseimbangan yang terganggu ini harus dikembalikan atau
dipulihkan melalui pengenaan reaksi adat.
Menurut Harkristuti Harkrisnowo, sebenarnya sistem pidana
dan pemidanaan di wilayah Indonesia sejak zaman dahulu telah
mengenal falsafah pemidanaan. Hal ini terlihat dari berbagai
kitab hukum kuno dan hukum adat dari berbagai daerah telah
menyiratkan tujuan dari respon masyarakat terhadap terjadinya
pelanggaran ketertiban hidup. Sejumlah kitab kuno ini antara lain:
116 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
menekankan rasa kebersamaan dalam masyarakat. Sebagai contoh
adalah hukum pidana adat yang ada di Undang-undang Simbur
Cahaya. Di dalam Undang-Undang ini dikenal beberapa asas dalam
pemidanaan yang bisa disepadankan dengan asas-asas hukum
pidana didunia seperti asas legalitas dapat diditemukan pada rumusan
Pasal 6 Bab II tentang Adat Perhukuman, yaitu sebagai berikut:
“Segala perkara jang menjadi salah pada atoeran Radja atau
pada adat, hendak Pasirah Proatin priksa dan hoekoem bagi
mana terseboet di dalam ini oendang-oendang” (Segala perkara
yang menjadi salah pada aturan Raja atau pada adat, hendaklah
Pasirah Proatin periksa dan hukum sebagaimana tersebut di
dalam undang-undang ini).
■ TES FORMATIF 9
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Asas legalitas pertama dirumuskan oleh ...
a. J.G. Starke.
b. Johan Anselm Von F.
c. Prof. Dr. Bismar Nasution S.H, M.H.
d. Chaler Cheny Hyde.
2. Pada tahun berapa buku Lehrbuch des Peinlichen Recht
dirumuskan ...
a. 1802
b. 1891
c. 1892
d. 1801
118 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
7. Berikut ini adalah objek dari tanah adat ...
a. Peninggalan kuno
b. Tanah
c. Patung
d. Rumah
8. Penyelesaian masalah masyarakat yang bersifat ketetanggaan
atau yang penduduknya campuran dilaksanakan dengan cara ...
a. Dengan sekretaris desa
b. Dengan kepala adat
c. Dengan ketua RW
d. Dengan kepala desa
9. Salah satu cara agar menyatukan masyarakat dan budaya
satudengan yang lain adalah ...
a. Rapat desa
b. Agama yang sama
c. Acara adat tahunan
d. Mengadakan lomba antar desa
10. Bentuk perkawinan yang masih berkaitan dengan orang tua
adalah suku adat ...
a. Kalimantan
b. Sulawesi
c. Papua
d. Jawa
122 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
kenyataan ini dijelaskan dalam sabda Nabi Muhammad SAW.
yang diriwayatkan oleh Abu Dawud. Sedangkan dalam Peraturan
Mahkamah Agung (selanjutnya disingkat PERMA) Nomor 1 Tahun
2008 terdapat istilah mediasi yang berarti cara penyelesaian sengketa
melalui proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan para
pihak dengan dibantu oleh mediator.
A. Hukum Badamai
Badamai berasal dari akar kata bahasa Banjar yang berasal dari
kata damai yang berarti damai, tenang sejahtera. Kata badamai
merupakan kata bentukan dari bahasa Banjar. Istilah ini berasaldari
akar kata damai ditambah imbuhan (ber) menjadi berdamai. Dalam
Ensiklopedi Hukum Islam damai sepadan dengan kata as-sulh,
yang artinya akad untuk menyelesaikan suatu persengketaan atau
perselisihan menjadi perdamaian. Dalam pengertian yang lain ialah
upaya yang dilakukan secara damai. Dalam bahasa Banjar kata
badamai dipadankan dengan kata berjalan dengan bajalan, bermain
dengan bamain. Maksud mencapai suatu keputusan sebagai
penyelesaian dari suatu masalah. Adat badamai dilakukan dalam
rangka menghindarkan persengketaan yang dapat membahayakan
tatanan sosial. Putusan Badamai yang dihasilkan melalui mekanisme
musyawarah merupakan upaya alternatif dalam mencari jalan keluar
guna memecahkan persoalan yang terjadi dalam masyarakat.
Pada masyarakat Banjar jika terjadi persengketaan diantara
warga atau terjadi tindak penganiayaan atau pelanggaran norma
(adat) atau terjadi perkelahian ataupun pelanggaran lalulintas,
maka warga masyarakat berkecenderungan menyelesaikan secara
badamai. Warga masyarakat enggan menyelesaikan sengketa itu
melalui lembaga ligitasi (jalur lembaga peradilan). Adat badamai ini
diakui efektif dalam menyelesaikan pertikaian atau persengketaan.
Dikatakan bahwa yang dimaksud dengan Hukum Adat
Badamai pada masyarakat Banjar adalah keseluruhan hukum yang
tidak tertulis yang berlaku di kalangan orang-orang Banjar yang
untuk sebagian dipengaruhi oleh Hukum Islam. Persoalannya
124 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
mekanis, dalam kondisi seperti ini adat badamai fungsional dan
sangat tepat sebagai mekanisme solutif dalam menyelesaikan
berbagai masalah dalam masyarakat.
Ketika masyarakat berubah sesuai dengan perubahan dan
modernisasi yang terjadi, maka posisi adat badamai masih mendapat
tempat dalam aspek keperdataan yaitu ketika berada dalam ruang
dan tatanan masyarakat yang bercirikan solidaritas organis, yang
lebih mengandalkan mekanisme penyelesaian sengketa dengan
pendekatan litigasi. Namun dalam aspek pidana tampaknya
pendekatan adat badamai tidak dapat difungsikan, kecuali pada
masyarakat pedesaan yang masih akrab dengan solidaritas mekanis.
Kedepan posisi adat badamai cukup prospektif dan masih tetap
dipertahankan oleh masyarakat, meskipun masihperlu mendapat
dukungan dari masyarakat sendiri untuk memperjuangkan dan
mengupayakan pelestarikan nilai-nilai adat badamai sebagai hukum
yang hidup pada masyarakat.
126 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
dibagi rata kepada masing-masing ahli waris. Hingga akhirnya
hartawarisan tersebut dibagi rata kepada enam ahli waris.
Berdasarkan hasil wawancara, disimpulkan bahwa basuluh
yang dilakukan oleh keluarga Hj. Ismawati termasuk kepada fara’id
islah karena sebelumnya dilakukan penentuan ahli waris dan
penghitungan bagian menurut hukum Islam kemudian dilanjutkan
dengan pembagian harta warisan secara musyawarah.
Mediasi menurut PERMA No. 1 Tahun 2008 adalah cara
penyelesaian sengketa melalui proses perundingan untuk
memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.
41 Dari definisi tersebut, maka nampak unsur-unsur esensial dalam
mediasi, yaitu, mediasi merupakan penyelesaian sengketa dengan
menggunakan konsensus para pihak; dibantu oleh pihak ketiga yang
bersifat tidak memihak (mediator); serta mediator tidak bersifat
memutus. Dasar Hukum Mediasi Pada awalnya lembaga perdamaian
dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 130 HIR/154 RBg. Pasal
tersebut menggambarkan bahwa penyelesaian sengketa melalui
jalur damai merupakan bagian dari proses penyelesaian sengketa
di pengadilan. Upaya damai menjadi kewajiban hakim, dan ia tidak
boleh memutuskan perkara sebelum melakukan upaya mediasi.
■ TES FORMATIF 10
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Suku Banjar atau biasa disebut Urang Banjar, berasal dari
wilayah Kalimantan Selatan, menurut sensus penduduk tahun
2010 jumlah orang yang bersuku banjar berjumlah?
a. 2,7 juta orang.
b. 1 juta orang
c. 500 ribu orang
d. 4,1 juta orang.
2. Suku Banjar terbentuk dari suku-suku Bukit, Maanyan, Lawangan,
dan Ngaju yang banyak juga dipengaruhi oleh Melayu dan
Jawa, suku ini umumnya terbagi lagi menjadi 3 sub suku, yaitu?
128 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
7. Apa sistem yang dianut oleh hukum adat Banjar?
a. Sistem individual bilateral
b. Sistem bilateral
c. Sistem individual
d. Semua salah
8. Apa peran dari tokoh “tuan guru” dalam hukum adat Banjar?
a. Untuk membagi harta warisan
b. Memberikan dakwah
c. Menasehati saat ada perkelahian
d. Semua benar
9. Apakah yang dimaksud dengan sistem pewarisan individual
bilateral dalam hukum adat Banjar?
a. Sistem pewarisan yang masing-masing pihak atau ahli
waris telah ditentukan besarnya bagian masing-masing
dan ahli waris mendapatkan kedudukan waris dari garis
kedua orang tuanya.
b. Sistem pewarisan yang dibagi masing masing
c. Sistem pewarisan yang dapatditentukan
d. Semua benar
10. Ciri khas Utama yang dimiliki oleh orang banjar adalah?
a. Mereka memiliki keahlian menyanyi
b. mereka memiliki keterampilan mengolah area pasang surut
c. Rajin dan trampil
d. Memiliki kecerdasan
132 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Hukum Sumpah Dolop air akan diberikan kepada warganya
bila tertuduh namun tidak mau mengakui kesalahannya. Ketua adat
akan membawa orang tertuduh dan yang menuduh ini menuju
kesungai yang dinilai warga adat sangat keramat. Proses ini juga
disaksikan seluruh kalangan masyarakat Dayak Agabak maupun
penduduk setempat. Saat di lokasi, ketua adat akan memanggil
roh-roh penguasa air, hutan, gunung, untuk datang dalam upacara
Sumpah Dolop Air tersebut, yang kemudian para tertuduh harus
menyelam kedalam air sungai selama beberapa jam lamanya sambil
memegang sebatang kayu dan membaca doa yang disebut Wok.
Dikatakan Pintalan, hukum adat ini akan benar-benar terbukti
dan terlihat ajaib apabila warga yang menyelam itu benar-benar
bersalah atau melakukan kesalahan. Warga itu akan merasa
diserang oleh segala macam binatang sungai seperti ular, buaya
dan sebagainya.
Bahkan lumpur, pasir, menjadi hidup. Pelaku ini akan muncul
kembali kepermukaan air dengan kondisi hidung, mulut, mata, telinga,
berlumuran darah. “Sementara warga yang menyelam benar-benar
tidak bersalah atau tidak melakukan kesalahan atau pelanggaran
akan mampu bertahan selama berjam-jam. Bahkan berhari-hari
di dalam air, seakan-akan bisa benapas di dalam air,” jelasnya.
Jandri Markus (25) yang menetap di RT 1 Desa Paguluyon,
Kecamatan Sembakung Atulai, mengungkapkan sering kali
menyaksikan dua sumpah tersebut dalam menyelesaikan sengekata
antar warga di wilayahnya. Dikatakannya, pengadilan adat khas Dayak
Agabag terbilang unik dan juga sakti. Sebab, kata Jandri, hasilnya
akanbenar-benar terbukti. “Menariknya, pengadilan hukum adat ini
tidak bisa diintervensi oleh uang maupun kekuasaan,” kata Jandri.
Kasus Tentang pencurian untuk di wilayah kalimantan utara adalah:
Hukum Sumpah Dolop air akan diberikan kepada warganya
bila tertuduh namun tidak mau mengakui kesalahannya. Ketua adat
akan membawa orang tertuduh dan yang menuduh ini menuju
kesungai yang dinilai warga adat sangat keramat. Proses ini juga
B. Hukum Pidana
Secara ringkas, Pasal 362 jo. Pasal 364 Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (“KUHP”) menerangkan bahwa:
134 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda
paling banyak dua ratus lima puluh rupiah.
Pasal 1 Peraturan Mahkamah Agung Nomor 02 Tahun 2012
tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan JumlahDenda
KUHP (“PERMA 02/2012”) kemudian menguraikan bahwa:
Kata-kata “dua ratus puluh lima rupiah” dalam pasal 364,
373, 379, 384, 407 dan pasal 482 KUHP dibaca menjadi Rp
2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah).
C. Hukum Perdata
Kepala PN Tanjung Selor Benny Sudarsono mengungkapkan,
kasus-kasus yang ditangani dan diselesaikan itu sudah di-
minutasiatau di-arsipkan. Di mana dalam kasus perdata yang paling
banyak diselesaikan adalah kasus perbaikan dalam akta kelahiran
sebanyak 21 kasus. Menyusul kemudian perbuatan melawan hukum
sebanyak 16 kasus.
“Kasus perceraian yang kita selesaikan juga cukup tinggi, yaitu
sebanyak 11 kasus. Sementara untuk kasus wanprestasi yang berhasil
diselesaikan sebanyak delapan kasus serta gugatan memperoleh
akta perdamaian atas kesepakatan perdamaian di luar pengadilan
sebanyak dua kasus,” kata melalui rilis yang disampaikan.
■ TES FORMATIF 11
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Istilah kata “adat” berasal dari bahasa Arab yang berarti …
a. Norma
b. Kebiasaan
c. Tradisional
d. Nenek moyang
2. Kewarisan dalam kehidupan bermasyarakat hukum adat
Indonesia dapat diartikan sebagai peninggalan suatu harta
kekayaan dari …
a. Keluarga
b. Orang tua
c. Istri/suami
d. Seseorang yang telah meninggal
136 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
3. Asas hukum adat yang mengutamakan mempertahankan
kerukunan keluarga tercermin dalam hal …
a. Selalu berpegang pada agamanya
b. Musyawarah penyelesaian harta warisan
c. Setiap orang harus diperlakukan secara wajar
d. Setiap ahli waris mendapatkan bagian yang sama, dengan
tidak membedakanl aki-laki dan perempuan
4. Dalam melaksanakan perkawinan di Indonesia pada umumnya
terjadi inkulturasi, yaitu ...
a. Bebas
b. Hukum adatsaja
c. Hukum agama saja
d. Hukum adat dan hukum agama
5. Berikut ini adalah cakupan hukum adat …
a. Terdiri dari hukum publik dan hukum privat
b. Pelanggaran berupa pelanggaran perdata dan pidana
c. Tidakmembedakanhakkebendaan dan hakperseorangan
d. Tidak mengatur mengena ihubungan kekeluargaan dan
kekerabatannya
6. Pada tahun berapakah kalimantan utara terpisah dari provinsi
kalimantan timur ?
a. a. 2014
b. b. 2016
c. c. 2018
d. d. 2020
7. Suku apakah yang mendomisili di kalimantan utara ?
a. Sukudaya, sukutidung, melayu bulungan, suku kutai
b. Suku sunda, suku bugis, suku jawa
c. Suku betawi dan suku batak
d. Suku gayo dan tionghoa
138 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB XII
HUKUM ADAT DI KALIMANTAN BARAT
140 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam dari Banjar
menyerahkanJelai, Sintang dan Lawai (Kabupaten Melawi) kepada
pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Tahun 1846 daerah koloni
Belanda di pulau Kalimantan memperoleh pemerintahan khusus
sebagai Dependensi Borneo. Pantai barat Borneo terdiri atas asisten
residen Sambas dan asisten residen Pontianak.
Divisi Sambas meliputi daerah dari Tanjung Dato sampai muara
sungai Doeri. Sedangkan divisi Pontianak yang berada di bawah
asisten residen Pontianak meliputi distrik Pontianak, Mempawah,
Landak, Kubu, Simpang, Sukadana, Matan, Tayan, Meliau, Sanggau,
Sekadau, Sintang, Melawi, Sepapoe, Belitang, Silat, Salimbau, Piassa,
Jongkong, Boenoet, Malor, Taman, Ketan, dan Poenan Sebelumnya
menurut Staatsblad van Nederlandisch Indië tahun 1849 No. 40,
ada 14 daerah (Sambas, Mampawa, Pontianak, Koeboe, Simpang,
Soekadana, Matan, Landak, Tajan, Meliou, Sangouw, Sekadouw,
Blitang, Sintang) di wilayah ini termasuk dalam wester-afdeeling van
Borneo berdasarkan Bêsluit van den Minister van Staat, Gouverneur-
Generaal van Nederlandsch-Indie, per tanggal 27 Agustus 1849, No.
8. Pada 1855, negeri Sambas dimasukan kedalam wilayah Hindia
Belanda menjadi Karesidenan Sambas
Menurut Hikayat Malaysia, Brunei, dan Singapore wilayah
yang tidak bisa dikuasai dari kerajaan Hindu sampai kesultanan
Islam di Kalimantan Barat adalah kebanyakan dari Kalimantan
Barat seperti Negeri Sambas dan sekitarnya, dan menurut Negara
Brunei Darussalam Hikayat Banjar adalah palsu dan bukan dibuat
dari kesultanan Banjar sendiri melainkan dari tangan-tangan yang
ingin merusak nama Kalimantan Barat dan disebarluaskan keseluruh
Indonesia sampai saat ini, karena menurut penelitian para ahli
psikolog di dunia Negeri Sambas tidak pernah kalah dan takluk
dengan Negara manapun.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan
Keputusan Gubernur Jenderal yang dimuat dalam STB 1938 No.
352, antara lain mengatur dan menetapkan bahwa ibu kota wilayah
administratif Gouvernement Borneo berkedudukan di Banjarmasin
142 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Tatanan kehidupan masyarakatnya hingga kini masih memegang
teguh aturan adat istiadat (hukum adat) nenek moyang yang
diturunkan secara lisan oleh para tetua adat (Ulu Kampung, Ulu
Banua) dan para pemegang adat yang ditunjuk. Yang dimaksud
dengan hukum adat Dayak Kalis adalah hukuman atau aturan
yang terdiri dari norma-norma kesopanan, kesusilaan, ketertiban,
sampai kepada norma-norma keyakinan dan kepercayaan yang
dihubungkan dengan alam gaib dan Sang Pencipta yang menjamin
keadilan. Sedangkan Adat Kalis adalah suatu kebiasaan kehidupan
masyarakat Kalis yang diakui, dipatuhi, dijalankan dan dipelihara
dengan sebaik-baiknya oleh seluruh masyarakat Kalis. Dan dapat
dikatakan bahwa Adat Kalis merupakan persatu paduan kebudayaan,
kerohanian, dan kemasyarakatan yang meliputi kehidupan
keagamaan, kesusilaan, hukum, kemasyarakatan dan kekerabatan,
bahasa, seni, teknologi, dan sebagainya.
Sesuai dengan perkembangan jaman, perlu adanya upaya
pelestarian nilai-nilai adat istiadat leluhur ini agar tetap terjaga
kelestariannya. Sebagai upaya melestarikan adat istiadat leluhur,
dipandang perlu menginventarisir kembali serta membukukan
nilai-nilai adat khususnya yang bersifat mengatur. Upaya pertama
penulisan hukum adat Suku Dayak Kalis telah dilakukan melalui
Musyawarah I Masyarakat Adat Dayak Kalis pada tahun 1997
khususnya oleh kelompok kerja hukum adat yang dikoordinir
oleh Bapak Y.P Paolanus, SH dengan narasumber para tetua adat
kampung. Upaya penyempurnaan terus dilakukan dengan tetap
mengacu pada nas-nas murni serta istilah pokok yang digunakan
berikut penyesuaian nilai adat yang dikaitkan dengan nilai rupiah.
Kitab Hukum Adat Dayak Kalis merupakan hasil penyempurnaan
pertama melalui Musyawarah Adat Suku Dayak Kalis yang
diselenggarakan pada 26-28 Oktober 2007 di Desa Nanga Danau.
Musyawarah ini melibatkan banyakpihak, diantaranya tokoh-
tokohadat, masyarakat, serta kaum intelektual dari suku Dayak
Kalis sendiri. Hukum adat Suku Dayak Kalis ini bersifat mengikat
dan mengatur tata kehidupan masyarakat dalam komunitas Suku
144 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
dalam proses perkara. Dan kepada pelanggar wajib melunasi
sanksi yang dikenakan kepadanya.
2. Hukum Tambahan atau suatu hukum yang berlaku terhadap
kasus diantara semua anggota masyarakat persekutuan adat.
Hukuman ini merupakan suatu hukuman yang dituntut oleh
masyarakat atau kampung yang dapat menyebabkan marahnya
roh gaib sekitarnya. Hukuman adat semacam ini disebut
hukuman tambahan yang dinamakan Tulak Bala. Sementara
untuk perbuatan zina hingga mengakibatkan kehamilan, akan
dikenakan sanksi adat Manyauti Mataso yang diikuti dengan
Saut Banua yakni 1 balanga atau 20 bua’ adat. Sedangkan benda
adatnya yang digunakan adalah hewan kurban berupa 1 ekor
babi, 1 ekor ayam, beras dan sesajen lainnya. Proses Manyauti
Mataso ini dilakukan selayaknya adat persembahan Mamariang.
146 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
D. Hukum Perdata di Kalimantan Barat
Karhutla merupakan kejahatan serius karena berdampak
langsung pada kesehatan masyarakat, ekonomi, kerusakan
ekosistem dan berdampak pada wilayah yang luas untuk waktu
lama. Jadi pelaku karhutla harus ditindak tegas agar jera.
“Penegakan hukum yang kami lakukan ini harus menjadi
pembelajaran bagi pembakar hutan dan lahan lainnya. Hentikan
tindakan mencari untung di atas penderitaan masyarakat
dan akibat asap dan kerusakan ekosistem. Kami tidak hanya
menindak secara hukum pidana, tapi kami juga menggugat
secara perdata, untuk ganti rugi lingkungan, termasuk mencabut
izin. Sudah banyak yang kami tindak”, kata Rasio Sani dalam
keterangan tertulis yang diterima Kontan, Senin (10/8).
148 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
c. Adat kampung
d. Saut
5. Jenis keputusan terhadap sesuatu kasus baik disengaja
maupun tidak disengaja, yang dampaknya terhadap korban
mengakibatkan cacat seumur hidup atau luka parah, sehingga
kepada pelaku dikenakan sanksi adat satanga’ baar, merupakan
pengertian jenis hukum adat Dayak kalis dari…….
a. Saut
b. Pati nyawa
c. Satanga baar
d. Hukum pokok
6. Jenis keputusan bagi setiap kasus yang menyebabkan kematian
seseorang. Kepada pelaku, walaupun sudah dikenakan hukuman
adat baar, yang bersangkutan tetap diajukan kepada aparat
yang berwajib untuk menjalani proses hukum yang berlaku,
merupakan pengertian jenis hukum adat Dayak kalis dari……….
a. Satanga baar
b. Pati nyawa
c. Adat kampung
d. Hukum pokok
7. Jenis hukuman yang dikenakan terhadap pelaku yang kasusnya
langsung tertangkap basah dan telah terbukti adanya perbuatan
yang melanggar adat kampung, merupakan pengertian jenis
hukum adat Dayak kalis dari………
a. Saut
b. Pati nyawa
c. Adat kampung
d. Hukum pokok
150 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
BAB XIII
HUKUM ADAT DI KALIMANTAN TIMUR
152 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Janda Atau Duda Menika Lagi
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat
suku dayak yang terjadi karena ada masalah yaitu merebut Janda
atau duda menikah lagi. Adat janda atau duda menikah lagi dalam
perspektif masyarakat suku.
Perceraian
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat
suku dayak yang terjadi karena ada masalah yaitu perceraian. Adat
perceraian dalam perspektif masyarakat suku.
Poligami
Tentang adat istiadat dan proses perkawinan dalam masyarakat
suku dayak yang terjadi karena ada masalah yaitu poligami. Adat
poligami dalam perspektif masyarakat suku.
Pasal 284
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak
(overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku
baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak,
padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin;
b. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan
perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut
bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.
3. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/
istri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal
27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan
permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan
itu juga.
4. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
5. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam
sidang pengadilan belum dimulai.
6. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak
diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena
perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja
dan tempat tidur menjadi tetap.
■ TES FORMATIF 13
Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!
1. Asas hukum adat yang mengutamakan mempertahankan
kerukunan keluarga tercermin dalam hal…
154 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
a. selalu berpegangan pada agamanya
b. musyawarah penyelesaian harta warisan
c. setiap orang harus diperlakukan secara wajar menurut
keadaannya
d. setiap ahli waris mendapat bagian yang sama, dengan tidak
membedakan laki-laki dan perempuan
2. Garis keturunan yang sebenarnya menarik garis melalui garis
bapak (patrilineal) namun karena permasalahan dalam keluarga,
maka anak keturunannya beralih menarik garis keturunan ibu
(matrilineal), disebut dengan …
a. parental
b. bilateral
c. uniteral ganda
d. patrilineal beralih-alih
3. Seorang perempuan yang menikah maka harus masuk kedalam
keluarga suami dan terlepas dari keluarga orang tuanya hingga
tidak mendapat warisan dari orang tua kandungnya, merupakan
ciri-ciri dari perkawinan …
a. jujur
b. jasa
c. semendo
d. bebas
4. Bentuk hubungan persekutuan dengan tanah adat diwujudkan
dalam bentuk …
a. menyewakan tanah adat untuk digarap
b. menjual untuk selamanya
c. tidak mengambil/memanfaatkan dari wilayah/tanah adat
d. upacara-upcara yang dilakukan waktu-waktu tertentu
5. Hak perkarangan tidak terbatas dalam hukum adat terjadi
kalau anggota masyarakat hukum adat secara beramai-ramai
membuka tanah kosong untuk …
156 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
9. Penyelesaian delik adat dari masyarakat yang bersifat
ketetanggaan atau yang penduduknya campuran dilaksanakan
oleh …
a. tetangga
b. kepala kerabat
c. kepala adat
d. kepala desa
10. Jika perselisihan perkara adat tidak dapat didamaikan oleh
kepala desa, maka perkara adat sekarang dapat dibawake …
a. mediator
b. kepolisian
c. pengadilan negeri
d. pengadilan agama
TesFormatif 1
1. D. Hukum Adat
2. B. Van Vollenhoven
3. A. Reception in Coplexu
4. D. Bercorak Vandalisme
5. D. Adat Istiadat
6. D. Pasal 18B ayat (2) UUD 1945
7. B. Kebiasaan
8. C.Tidak di lakukan secara diam-diam (terbuka)
9. D. Hukum Adat dan Hukum Agama
10. D. Pertalian Darah
Tes Formatif 2
1. Perbuatan Kebiasaan
2. D. Mempunyai pasal yang dijelaskan secara terperinci
3. A. Kediri, Singasari, Mataram dan Majapahit
4. D. Kitab Tapanuli
5. B. Pembagian wilayah Hukum adat Indonesia dalam 19
lingkungan hukum adat (adat recht kringen)
6. A. Zaman Daendles dan Zaman Ruffles
7. B. Samudra Hindia dan Samudra Pasifik
8. C. Tahun 1000, pada zaman Hindu, Raja Dharmawangsa dari
Jawa Timur dalam kitab Civacasana
9. D. Soepomotahun 1927 yang menulis tentang hukum Adat
Jawa Timur
10. A. Pasal 6 UU PokokAgraria( UU No. 5 Tahun 1960)
158 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Tes Formatif 3
1. Prof. Mr. B. TerhaarBzn
2. D. Adat/ Kebiasaan
3. C. Pada Zaman Raffles
4. C. Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai jangka
waktu panjang dan harus di anggap berlaku juga dikemudian
hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
5. A. Prof. Snouck Hurgrounje
6. D. Kebiasaan
7. A. Hanya untuk kalangan pribumi
8. C. Sekelompok orang yang terikat dengan tatanan hukum adat
9. A. Bahwa putusan-putusan kepala adat mempunyai jangka
waktu panjang dan harus di anggap berlaku juga dikemudian
hari terhadap suatu peristiwa yang sama.
10. D. Pasal 3 UUPA
Tes Formatif 4
1. Prof. Snouck Hurgrounje
2. A. Belanda
3. C. Tahun 1929
4. B. Adat Recht Van Nederlansch Indie
5. A. Prinsip Hukum Adat
6. A. Anak yang dewasa dipelihara dan berada dalam pengampunan
ibu
7. D. Nusa Tenggara Timur
8. B. Asas Kebangsaan
9. A. Bahwa Hukum Adat sebagai kebiasaan yang tidak tertulis
akan tetap menjadi sumber hukum
10. C. Merupakan hukum asli masyarakat yang mencerminkan
budaya bangsa Indonesia
Tes Formatif 6
1. Segala badan negara dan perturan yang ada masih berlangsung
berlaku sebelum diadakan yang baru menurut Undang-Undang
Dasar ini
2. C. Terbuka, tidak dilakukan secara diam-diam
3. C. Tidak membedakan hak kebendaan dan perseorangan
4. B. Adat
5. B. Sudah bekerja
6. A. Tidak tertulis
7. A. Pembukaan UUD 1945, Batang tubuh UUD 1945, dan
penjelasan 1945
8. B. Jawa
9. A. Teritorial
10. B. Van Vollenhoven
160 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Tes Formatif 7
1. A. Leon Duguit
2. D. Respnsive
3. D. Kurangnya kepastian hukum
4. B. Kebiasaan
5. A. Sudah dewasa
6. C. Terbuka, tidak secara diam-diam
7. B. Sekelompok orang yang terikat dengan tatanan Hukum Adat
8. A. Hanya untuk kalangan Pribumi
9. C. Sukabangsa
10. D. Segala badan negara dan peraturan yang ada masih
berlangsung berlaku sebelum diadakan yang baru menurut
undang-undang dasar ini.
Tes Formatif 8
1. D. Prof. Snouck Hurgrounje
2. A. Belanda
3. C. Tahun 1929
4. B. Adat Recht Van Nederlansch Indie
5. A. Prisiphukumadat
6. A. Anak yang dewasa dipelihara dan berada dalam pengampunan
ibu
7. D. Nusa Tenggara Timur
8. B. Asas kebangsaan
9. A. Bahwa hukum adat sebagai kebiasaan yang tidak tertulis
akan tetap menjadi sumber hukum
10. C. Merupakan hukum asli masyarakat yang mencerminkan
budaya bangsa Indonesia
Tes Formatif 10
1. D. 4,1 juta orang
2. A. Banjar pahuluan, banjar batang banyu, dan banjar kuala
3. C. Madihin
4. D. Kalimantan Selatan
5. B. Panting
6. C. Akat untuk menyelesaikan persengketaan atau perselisihan
menjadi perdamaian
7. A. Sistem individual bilateral
8. A. Untuk membagi harta warisan
9. A. Sistem pewarisan yang masing-masing pihak atau ahli waris
telah ditentukan besarnya bagian masing-masing dan ahli waris
mendapatkan kedudukan waris dari garis kedua orang tuanya.
10. B. Mereka memiliki keterampilan mengolah area pasang surut
Tes Formatif 11
1. B. Kebiaaan
2. D. Seseorang yang telahmeninggal
162 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
3. A. Selalu berpegang pada agamanya
4. D. Hukum adat dan hukum agama
5. C. Tidak membedakan hak kebendaan dan hak perseorangan
6. D. 2020
7. A. Sukudaya, suku tidung, melayu bulungan, suku kutai
8. D. Negara
9. A. Anggota kelompok
10. A. Untuk menjaga keharmonisan antara masyarakat adat
dengan hutannya
Tes Formatif 12
1. A. Hukum adat Dayak kalis
2. B. Adat kalis
3. D. 6
4. D. Saut
5. C. Satangabaar
6. A. Satangabaar
7. C. Adat kampung
8. D. Hukum adat
9. D. Kalimantan Barat
10. A. Pelanggaran pada saat pantang dan tulak bala
Tes Formatif 13
1. B. Musyawarah penyelesaian harta warisan
2. D. Patrilineal beralih-alih
3. A. Jujur
4. D. Upacara-upacara yang dilakukan waktu-waktu ertentu
5. D. Perkampungan
6. C. Harus diperbaiki dengan penembusan oleh pihak yang
melanggar hukum
7. C. Tidak pra-exixtance
164 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
DAFTAR PUSTAKA
Buku- buku
Abdulrahman, SH: Hukum Adat Menurut Perundang-undangan
Republik Indonesia, Cendana Press, 1984, hal 18
Achid Masduki, Peranan Hukum Adat Dalam Mengatasi Masalah
Pemilikan pada Masyarakat Industri, dalam, Hukum Adat Dan
Modernisasi Hukum, UII, Jogyakarta, hal 226
Dr. Eman Suparman, SH, MH, Asal Usul Serta Landasan pengembangan
Ilmu Hukum lndonesia (Kekuatan Moral Hukum Progresif
sebagai das Sollen)
Dr. Khundzalifah Dimyati, SH, M.Hum: Teoritisasi Hukum: Studi
Tentang Perkembangan Demikian Hukum di Indonesia I 945-
1990, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004 -22.
Eman Suparman, asal usul serta landasan pengembangan ilmu
hukum indonesia (Kekuatan Moral Hukum Progresif sebagai
das Sollen),
Esmi Warassih Pujirahayu, “Pemberdayaan Masyarakat Dalam
Mewujudkan
H. Noor Ipansyah Jastan, S.H. dan Indah Ramadhansyah. Hukum
Adat. Hal. 76-78. (disadur dari Prof. Mr. Comelis van Vollenhoven)
H Noor lpansyah Jastan, S.H. dan Indah Ramadhansyah. Hukum
Adat.
Hilman Hadukusuma: Pengantar Ilmu Hukum Adat Indonesia,
Mandar Maju, Bandung, 2003, hal 8
Hukum agama hanya dapat berlaku dan mengikat masyarakat
sepanjang tidak bertentangan dan telah diresepsi kedalam
hukum adat.
Hukum dan Kemajemukan Budaya: Sumbangan Karangan Untuk
Menyambut Hari UlangTahun ke-70 Prof.Dr. T.O. Ihromi
Antropologi Indonesia 61,2000
I Gede A.B.Wiranata: Hukum Adat Indonesia, Perkembangan dari
Masa Ke Masa, Citra Aditya Bakti, 2005, hal 40
166 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.
Ter Haar. Peradilan Lanraad berdasarkan Hukum Tak Tertulis. Dalam
pidato Dies Natalies. 1930.
Ter Haar. Hukum Adat Hindia Belanda didalamIImu, praktek dan
pengajaran Hukum Adat itu dengan mengabaikan bagian-
bagiannya yang tertulis dan keseluruhan peraturan yang
menjelma dalam keputusan-keputusan fungsionaris hukum yang
mempunyai wibawa serta pengaruh dan dalam pelaksanaannya
berlaku serta merta dan dipatuhi sepenuh hati. Dalam orasi.
1937.
Tujuan Hukum (Proses Penegakan Hukum dan Persoalan Keadilan)”;
Pidato Pengukuhan Guru Besar Fakultas Hukum Undip,
Semarang, 14 April 2001,
Van Vallenhoven, Orientasi Dalam Hukum Adat Indonesia, Jambatan,
Jakarta,1983,
Abdulrahman, SH:Hukum Adat menurut Perundang-undangan
Republik Indonesia, Cendana Press, 1984,17.
Perundang- undangan
Diaturdalam Amandemen Kedua Undang-undang Dasar 1945 yang
disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000.
Pasal 25 ayat1 :penguasa tidak akan mengikatkan keuntungan atau
kerugian kepada termasuk warga negara sesuatu golongan
rakyat, ayat 2: Perbedaan dalam kebutuhan masyarakat dan
kebutuhan hukum golongan rakyat akan diperhatikan
Peraturan- peraturan
Varia PeradilanNomor 39 Desember 1988
VP Nomor 55 April 1990
VP Nomor 65 Fanruari 1991
Website
https://amp.kontan.co.id/news/terkait-kasus-karhutla-dua-
korporasi-di-kalbar-siap-disidangkan
https://amp.kaltara.prokal.co/read/news/3801-tradisi-hukum-adat-
sumpah-dolop-air-dan-sumpah-darah-anjing
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Barat
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Utara
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Banjar
168 Dr. Esti Royani, S.H., S.Pd., M.Pd., M.H., C.PS., C.Me., C.HTc.