Anda di halaman 1dari 10

TIM CLINICAL PATHWAY

RS PANTI RAHAYU

ANALISA PENERAPAN CLINICAL PATHWAY TERHADAP EFISIENSI


PENGGUNAAN SUMBER DAYA

A. Analisa penerapan clinical pathway terhadap efisiensi penggunaan sumber


daya

Telah dilakukan analisa efisiensi biaya pada pengelolaan pasien yang di


terapkan clinical pathway. Analisa dilakukan dengan membandingkan rata-rata biaya
perawatan pasien rawat inap sebelum dan sesudah dilakukan penerapan clinical
pathway. Data yang diambil adalah rata-rata biaya perawatan pasien sebelum
penerapan clinical pathway pada tahun 2018-2019 dan biaya rata-rata sesudah
diterapkan clinical pathway yang diambil adalah pada tahun 2021-2022.

1. Sectio Saecarea

Analisa pertama adalah pasien yang dilakukan tindakan sectio caesarea.


Terdapat penurunan rata-rata biaya perawatan sebelum dan sesudah penerapan
clinical pathway, yaitu dari Rp 9.738.100, menjadi Rp 9.752.800. Didapatkan selisih
rata-rata biaya perawatan sebesar Rp 1.201.200. Sehingga didapat kesimpulan
penerapan clinical pathway meningkatkan efisensi biaya sehingga menurunkan cost
pelayanan pasien yang dilakukan tindakan SC tanpa mengurangi mutu pelayanan.

1
12000000

10000000

8000000

6000000

4000000

2000000

0
1 2 3 4 5

Sebelum CP Sesudah CP

Grafik 1. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
pasien sectio caesarea.

2. BPH
Diperoleh hasil analisa penerapan clinical pathway pada pasien BPH seperti
pada grafik dibawah ini. Dimana terdapat perbaikan cost di awal namun terdapat
peningkatan kembali nilai cost RS. Setelah di lakukan rata-rata belum terdapat
perbaikan cost RS pada pasien BPH setelah di terapkan clinical pathway.

14000000

12000000

10000000

8000000
Sebelum CP
6000000 Sesudah CP

4000000

2000000

0
1 2 3 4 5

Grafik 2. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
BPH

3. Hernia
Terdapat penurunan rata-rata biaya pelayanan pasien sebelum dan sesudah
diterapkan clinical pathway, sebelum penerapan diperoleh rata-rata cost Rp
6.794.800, dan cost rata-rata pelayanan pasien sesudah diterapkan cllinical pathway

2
adalah Rp 6.004.500. Terdapat selisih cost rata-rata sebelum dan sesudah penerapan
clincal pathway adalah Rp 790.300. Diperoleh kesimpulan terdapat perbaikan
efisiensi biaya setelah penerapan clinical pathway pada pengelolaan pasien hernia.

9000000
8000000
7000000
6000000
5000000
Sebelum CP
4000000 Sesudah CP
3000000
2000000
1000000
0
1 2 3 4 5

Grafik 3. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
Hernia

4. Batu Ureter
Diperoleh hasil penurunan rata-rata biaya perawatan sebelum dan sesudah
diterapkan clinical pathway. Rata-rata biaya sebelum dilakukan penerapan clinical
pathway adalah Rp 8.653.000, dan cost rata-rata pelayanan pasien sesudah diterapkan
cllinical pathway Rp 7.678.500. Slisih cost rata-rata sebelum dan sesudah penerapan
clincal pathway adalah Rp 974.834.

12000000

10000000

8000000

6000000 Sebelum
Sesudah
4000000

2000000

0
1 2 3

Grafik 4. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
Batu ureter

5. Hemorrhoid
3
Terjadi kenaikan rata-rata biaya perawatan pasien hemorrhoid setelah
penerapan clinical pathway. Diperoleh rata-rata cost pelayanan sebelum penerapan
clinical pathway Rp 6.289.500, dan cost rata-rata sesudah penerapan clinical pathway
Rp 6.568.833. Sehingga belum didapatkan perbaikan cost setelah penerapan clinical
pathway pada pelayanan pasien hemorrhoid.

8000000
7000000
6000000
5000000
4000000 Sebelum CP
Sesudah CP
3000000
2000000
1000000
0
1 2 3

Grafik 5. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
Hemoroid

6. DHF

Didapatkan hasil peningkatan biaya perawatan pada pasien DHF sebelum dan
sesudah diterapkan clinical pathway. Rata-rata biaya RS sebelum dilakukan clinical
pathway adalah Rp 2.955.433 dan sesudah penerapan clinical pathway adalah Rp
4.519.000. Dari hasil perhitungan terdapat kenaikan rata-rata biaya perawatan sebesar
Rp 1.563.567, belum diperoleh perbaikan cost atau efektivitas. Dari hasil teresbut
dianalisa dan diperoleh hasil peningkatan biaya karena terdapat peningkatan
penggunaan sumber daya pemeriksaan penunjang dan terapi. Untuk upaya
memperbaiki penerapan clinical pathway agar meningkatkan efektifitas sumber daya
makan perlu dilakukan perbaikan formularium clinical pathway terutama untuk terapi
dan pemeriksaan penunjang agar sesuai dengan mensosialisasikan ulang agar dapat
dipatuhi oleh DPJP.

4
Perbandingan Rata-rata biaya perawatan pasien DHF
Sebelum dan sesudah penerapan Clinicak pathway
5,000,000
4,500,000 4,519,00
4,000,000 0
3,500,000
3,000,000 2,955,43
2,500,000
2,000,000
3
1,500,000
1,000,000
500,000
-
Sebelum Sesudah

Grafik 6. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
DHF

7. NSTEMI

Didapat kan hasil analisa yang menunjukan perbaikan cost/ biaya perawatan
pasien NSTEMI sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway. Dengan rata-rata biaya
perawatan sebelum penerapan clinical pathway adalah Rp 6.830.357 dan rata-rata biaya
setelah penerapan clinical pathway adalah Rp 4.519.000, dengan selisih rata-rata
pebaikan adalah Rp 1.177.357.

5
Perbandingan Rata-rata biaya perawatan pasien
NSTEMI sebelum dan sesudah penerapan Clinical
Pathway
8,000,000
7,000,000 6,830,357
6,000,000
5,653,000
5,000,000
4,000,000
3,000,000
2,000,000
1,000,000
-
Sebelum Sesudah

Grafik 7. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
NSTEMI

8. Stroke Non Hemorraggic

Diperoleh kenaikan cost rata-rata perawatan pasien stroke non hemoragic sebelum
dan sesudah dilakukan penerapan clinical pathway dari Rp 3.965.000 menjadi Rp
5.665.200 dengan selisih kenaikan rata-rata cost sebesar Rp 1.699.600. Dari hasil analisa
terjadi kenaikan cost rata-rata karena terdapat pemeriksaan penunjang yang dilakukan
yaitu ct-scan kepala, dimana sebelum nya jarang dilakukan karena keterbatasan sarana.
Selain itu penyebab biaya perawatan meningkat karena terdapat varian diagnose lain
sehingga menambah varian terapi.

Perbandingan Rata-rata biaya perawatan pasien Stroke


Non Hemorragic sebelum dan sesudah penerapan Clinical
Pathway
6,000,000
5,665,200
5,000,000
4,000,000 3,965,600
3,000,000
2,000,000
1,000,000
-
Sebelum Sesudah

6
Grafik 8. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
Stroke Non Hemorragic

9. Demam Tifoid
Diperoleh kenaikan cost rata-rata perawatan pasien demam tifoid sebelum dan
sesudah dilakukan penerapan clinical pathway dari Rp 4.310.367 menjadi Rp
4.848.000 dengan selisih kenaikan rata-rata cost sebesar Rp 537.633 . Dari hasil
analisa terjadi kenaikan cost rata-rata karena terdapat variasi pemeriksaan penunjang
yang dilakukan dan terdapat varian diagnose lain sehingga menambah varian terapi.

Perbandingan Rata-rata biaya perawatan pasien rawat inap


Demam Tifoid sebelum dan sesudah penerapan Clinical
Pathway
5,000,000
4,800,000 4,848,0
4,600,000 00
4,400,000
4,310,3
4,200,000
4,000,000
67
Sebelum Sesudah

Grafik 9. Grafik perbandingan cost sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway
Demam Tifoid

10. Kejang Demam Sederhana

Dipatakan kenaikan rata-rata biaya perawatan pasien rawat inap kejang demam
sederhana sebelum dan sesudah penerapan clinical pathway yaitu dari Rp 1.803.900
menjadi Rp 4.165.167, dengan selisih kenaikan rata-rata sebesar Rp 2.361.267. Hasil
analisa di dapatkan penyebab kenaikan cost karena terdapat varian terapi dan
pemeriksaan penunjang, sehingga perlu perbaikan formularium clinical pathway dengan
menerapkan prinsip kendali mutu dan kendali biaya.

7
Perbandingan biaya perawatan pasien rawat inap Kejang
Demam Sederhana sebelum dan sesudah penerapan Clin-
ical Pathway
5,000,000
4,000,000 4,165,1
3,000,000 67
2,000,000 1,803,9
1,000,000 00
-
Sebelum Sesudah

B. Kesimpulan
 Terdapat peningkatan efisiensi biaya perawatan pasien setelah dilakukan
perbaikan mutu dengan penerapan clinical pathway dengan penurunan cost
rata-rata pasien yang dilakukan tindakan section secarea sebesar %, hernia %,
batu ureter, % dan NSTEMI %.
 Belum terdapat perbaikan efisiensi biaya pasien setelah dilakukan penerapan
clinical pathway pada pasien dengan diagnosa BPH, hemorrhoid, DHF, stroke
non hemorrhagic, demam tifoid dan kejang demam sederhan.

C. Rekomendasi dan Saran


 Perbaikan formularium clinical pathway dengan menerapkan kendali mutu
dan kendali biaya dengan melakukan diskusi bersama DPJP dan pihak lain
terkait yaitu komite medis, farmasi, casemix, dan keperawatan.
 Mensosialisasikan kembali clinical pathway kepada semua bidang terkait
untuk konsisten diterapkan.

8
Mengetahui,

Ketua Komite Mutu Ketua Tim Clinical Pathway

dr. Aditya Permana Putra dr. Monica Roly Vonita

Ketua Komite Medis

dr. R. Dominicus Wendhy P., Sp.PD

9
10

Anda mungkin juga menyukai