Disusun Oleh:
Dea Abellia Anastasia
V8122027
B
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap tempat kerja dituntut untuk melakukan pelaksanaan Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3). Menurut America Sociaty of Safety and
Engineering (ASSE), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang berkaitan
dengan lingkungan dan situasi kerja merupakan suatu bidang kegiatan yang
bertujuan untuk mencegah semua jenis kecelakaan (Tarwaka, 2010). Dalam
Undang-undang. No.36/2009 tentang kesehatan dinyatakan bahwa upaya K3
harus diselenggarakan di semua tempat kerja khususnya tempat kerja yang
mempunyai risiko bahaya kesehatan, mudah terjangkit atau mempunyai
karyawan paling sedikit 10 orang jenis, tidak terkecuali di rumah sakit
(Manurung, 2020). K3 di rumah sakit ini perlu penerapan dan pengawasan
yang tepat.
Beberapa hal dapat mempengaruhi penerapan K3 di rumah sakit seperti
stres yang dialami pekerjanya. Akhir-akhir ini, keluhan stres kerja pada pekerja
di rumah sakit, khususnya perawat semakin meningkat. Kontribusi perawat di
sebuah rumah sakit yaitu untuk memberikan asuhan keperawatan tidak dikenal
pasien atau kasus pribadi. Semua pasien yang diperlakukan secara sama.
Perawat harus dapat memberikan yang terbaik untuk para pasien melalui
pelayanan mereka di rumah sakit. Dari hasil American National Assosiation
for Occupational Health tahun 2009 menempatkan kejadian stres kerja pada
tenaga kesehatan berada di urutan paling atas pada empat puluh pertama kasus
stres kerja pada pekerja di dunia. Apalagi setelah adanya pandemi Covid-19
yang meningkatkan jumlah pasien di rumah sakit berkali kali lipat. Di
Indonesia, pada 9 Agustus 2021, 3.686.740 kasus Covid-19 telah dikonfirmasi,
3.129.661 sembuh dan 4.901 kematian di 34 provinsi (Kemenkes 2021). Stres
pada perawat ini tentu saja akan mempengaruhi perilakunya dalam penerapan
K3 di rumah sakit.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dapat dipengaruhi oleh pikiran,
perasaan, sikap dan perilaku organisasinya demi tercapainya kinerja yang
optimal. Program keselamatan dan kesehatan kerja saat ini sedang banyak
dibicarakan oleh berbagai media elektronik dan artikel koran. Berbagai
perusahaan menerapkan keselamatan dan kesehatan kerja untuk mendukung
proses peningkatan kinerja karyawan. WHO tahun 2014 menyatakan bahwa
ada sebanyak 8% peyakit yang ditimbulkan kerena akibat saat bekerja
dibeberapa negara yaitu timbulnya rasa depresi saat bekerja, hal ini diperkuat
oleh beberapa hasil penelitian diantaranya penelitian yang dilakukan Labour
Force Survey Inggris pada tahun 2014 mengemukakan bahwa angka kejadian
stress kerja di Inggris sekitar 1.380 kasus per 100.000 pada tenaga kerja
(Ari,2022).
Hal ini tentu saja sangat penting untuk dikaji sehingga mengetahui akar
masalah dan menentukan bagaimana solusi yang tepat agar stress kerja dapat
teratasi dan tidak mengganggu dalam penerapan K3. Melihat bagaimana fungsi
dari K3 itu sangat penting untuk mengurangi resiko bahaya, maka perlu dikaji
lebih lanjut terkait hubungan beban kerja terhadap stress kerja pada perawat
yang dapat mempengaruhi penerapan K3 di rumah sakit.
Data dari Occupational Safety and Health Administration (OSHA) pada
tahun 2011, rumah sakit Amerika Serikat tercatat 58.860 kecelakaan kerja dan
penyakit yang menyebabkan karyawan kehilangan pekerjaan. Dalam hal
tingkat kasus kehilangan waktu, lebih berbahaya untuk bekerja di rumah sakit
dari pada di konstruksi atau manufaktur (OSHA, 2011). The Joint Comission
pada tahun 2008 juga melaporkan 300% lebih perawat membuat kesalahan
karena kelelahan dan berujung kepada kematian pasien (Suwandi dkk.,2017)
Stres kerja perawat dapat terjadi apabila perawat dalam bertugas
mendapatkan beban kerja yang melebihi kemampuannya sehingga perawat
tersebut tidak mampu memenuhi atau menyelesaikan tugasnya, maka perawat
tersebut dikatakan mengalami stres kerja. Manifestasi dari stres kerja perawat
antara lain akibat karakterisasi pasien, pengkajian terhadap pasien, dan aspek
lingkungan kerja yang mengganggu merupakan langkah awal dalam
menangani masalah-masalah yang datang mengenai tingkat kepadatan ruangan
emergency, efisiensi pelaksanaan tugas, serta adanya tuntutan untuk
menyelamatkan pasien (Levin et al, 2004). Apabila stres mencapai titik puncak
yang kira-kira sesuai dengan kemampuan maksimum kinerja karyawan maka
pada titik ini stres tambahan cenderung tidak menghasilkan perbaikan kinerja.
Dengan perkembangan zaman yang semakin maju, pekerja dapat
menyesuaikan diri dalam segala kondisi. Beban kerja yang semakin berat,
banyaknya kebutuhan yang ingin dipenuhi, tingkat pendapatan yang tidak
sesuai dengan biaya hidup, persaingan yang semakin ketat dan seterusnya dapat
menjadi ancaman untuk tetap dapat bertahan hidup. Beban kerja sendiri dapat
dikatakan sebagai sesuatu yang mucul dari interaksi antara tuntutan tugas,
lingkungan kerja dimana ditempatkan, keterampilan yang dimiliki, perilaku
dan persepsi dari pekerja (Kasmarani, 2012).
Studi pendahuluan dilakukan pada bulan Februari-Maret 2022 di ruang
Palma yang merupakan ruangan khusus untuk perawatan pasien Covid-19
dengan jumlah tenaga perawat sebanyak 48 orang dan kapasitas ruangan
perawatan sebanyak 43 tempat tidur. Hasil wawancara awal yang dilakukan
oleh penulis menunjukkan pekerjaan perawat semakin meningkat pada saat
pandemi Covid-19 gelombang kedua (varian omicron). Hal ini menyebabkan
perawat bekerja tidak berdasarkan job description masing-masing dan
menyebabkan terjadi stres dan kelelahan kerja.
Tingginya turn over dan absensi pegawai diakibatkan karena beban kerja
yang tinggi sehingga perawat mengalami kelelahan dan gangguan kesehatan
lainnya. Tingkat turn over dan absensi yang tinggi berdampak pada kinerja
perawat, sehingga keluarga pasien kerap komplain karena pelayanan dan
perawatan yang kurang maksimal. Perilaku perawat dalam menerapkan K3
juga berubah sehingga banyak perawat terpapar resiko bahaya. Berdasarkan
penelitian mahasiswa Pascasarjana UGC pada perawat BLUD RSU Kota
Banjar, didapati besarnya angka Adjusted R Square adalah 0,193 atau 19,3%.
Dapat disimpulkan bahwa beban kerja mempengaruhi langsung terhadap stres
kerja sebesar 19,3%. Dapat disimpulkan pula bahwa beban kerja
mempengaruhi tidak langsung terhadap kinerja sebagai variabel intervening
lalu ke stres kerja sebesar 39,9%.
Beban kerja sangat tinggi disebabkan antara lain oleh risiko infeksi yang
tinggi, kehilangan kontrol, kurangnya pengalaman dalam mengelola penyakit,
terlalu banyak bekerja, kelelahan, umpan balik pasien negatif, kecemasan akan
tertular, stigma sosial yang dirasakan, terutama bagi mereka yang mungkin
terkait dengan dugaan atau dikonfirmasi kasus beban kerja terkait, perubahan
gaya hidup utama, isolasi dan kurangnya dukungan keluarga, dan perlindungan
yang tidak memadai Weissgerber, 2016 dalam (Metri 2021).
Beban kerja juga dapat menjadi faktor terjadinya kecelakaan yang tidak
diinginkan, jika jumlah pasien lebih banyak dari rasio perawat maka akan
terjadi beban kerja yang berlebih, beban kerja yang tidak sesuai akan
berdampak pada masalah kesehatan perawat, baik secara fisik, mental dan
sosial sehingga berpengaruh pada hasil kinerja (Nurhayati, 2021). Kecelakaan
kerja pada perawat juga dapat berasal dari lingkungan kerja, mulai dari aspek
suhu udara, penerangan, peralatan kerja hingga pada kondisi fisik dan mental
perawat (Simarmata et al., 2022).
Insiden keselamatan pasien merupakan salah satu aspek yang
dipengaruhi oleh kondisi mental dari perawat. Berbagai faktor lainnya yaitu
faktor lingkungan kerja perawat,lama kerja yang berpengaruh terhadap
kebiasaan kerja, penggunaan alat pelindung diri yang tidak sesuai, tingkat
pengetahuan, sikap terhadap keselamatan dalam melakukan perawatan pada
pasien dan kurangnya pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja pada perawat
(Albyn et al., 2022). Perawat yang dapat mengelola stress dengan baik akan
melakukan keselamatan dan kesehatan kerja yang baik, dimana perawat akan
fokus dalam melaksanakan Standar Operasional Prosedur (SOP) yang sesuai
dalam memberikan pelayanan kepada pasien sesuai 6 indikator keselamatan
pasien sehingga semakin baik dalam pelaksanaannya. Tetapi, apabila perawat
memiliki kemampuan mengelola stres rendah, banyak yang kurang baik dalam
melakukan keselamatan dan kesehatan kerja (Yulidar et al., 2019).
Pemerintah telah mengambil kebijakan umum mengenai perlindungan
tenaga kerja khususnya tentang kesehatan mental yang tercantum dalam
undang-undang No. 1 Tahun 1970. Mengenai kesehatan dan keselamatan kerja
yang mencakup kesehatan mental (pasal 8, ayat 1) sebagai salah satu faktor
dalam kesehatan dan keselamatan. Oleh sebab itu, sesuai peraturan yang
berlaku setiap tempat kerja yang di dalamnya terdapat risiko terjadinya stress
kerja untuk memberikan perlindungan kesehatan mental. Perlindungan tenaga
kerja secara menyeluruh ditunjukkan untuk menjaga Kesehatan mental
sehingga meningkatkan produktifitas kerja, sehingga bertujuan untuk
meningkatkan kelancaran, efisiensi, produktifitas.
Diharapkan manajemen di semua rumah sakit dapat meringankan beban
kerja fisik perawat seperti mengangkat, memindahkan, dan memandikan
pasien dengan cara memberikan fasilitas alat yang lebih canggih atau sesuai
standar operasional untuk dapat membantu meringankan beban kerja fisik
perawat. Dikarenakan perawat memiliki beban kerja yang berat dan berlebihan,
disarankan manajemen sumber daya manusia untuk dapat melakukan
rekruitmen perawat baru sesuai kualifikasi yang ditentukan untuk memenuhi
nilai ideal perawat.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh beban kerja perawat di rumah sakit terhadap stress
kerja?
b. Bagaimana cara mengelola stres kerja pada perawat?
C. Tujuan
a. Mengetahui bagaimana pengaruh beban kerja perawat di rumah sakit
terhadap stress kerja
b. Mengetahui cara mengelola stress pada perawat di rumah sakit
D. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Diharapkan karya tulis ini dapat digunakan sebagai referensi untuk
pengetahuan terkait keselamatan dan kesehatan kerja khususnya pada stress
kerja
b. Manfaat Praktis
1) Bagi Instansi
Diharapkan karya tulis ini dapat bermanfaat bagi instansi rumah sakit
sebagai bahan pertimbangan dalam menerapkan program-program
pengelolaan stress kerja
2) Bagi Pembaca
Diharapkan karya tulis ini dapat menambah wawasan pembaca terkait
keselamatan dan kesehatan kerja khususnya pada stress kerja
3) Bagi Peneliti Lain
Diharapkan karya tulis ini dapat menjadi referensi dalam pengambilan
data terkait stress kerja
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Landasan Teori
1. Beban Kerja
a. Pengertian Beban Kerja
Menurut Vanchapo (2020:1) Beban kerja merupakan sebuah proses
atau kegiatan yang harus segera diselesaikan oleh seorang pekerja dalam
jangka waktu tertentu. Apabila seorang pekerja mampu menyelesaikan
dan menyesuaikan diri terhadap sejumlah tugas yang diberikan, maka hal
tersebut tidak menjadi suatu beban kerja. Namun, jika pekerja tidak
berhasil maka tugas dan kegiatan tersebut menjadi suatu beban kerja.
Pendapat lain dikemukakan oleh Linda (2014) menyatakan bahwa beban
kerja merupakan usaha yang harus dilakukan seseorang berdasarkan
suatu permintaan pekerjaan tersebut untuk diselesaikan. Menurut
Monika (2018) beban kerja adalah proses yang dilakukan seseorang
dalam menyelesaikan tugas dari suatu pekerjaan atau suatu kelompok
jabatan yang dilakukan dalam keadaan normal dalam suatu jangka waktu
tertentu. Dhania (2010) menyimpulkan bahwa beban kerja adalah
sejumlah kegiatan dalam bentuk fisik maupun psikis yang membutuhkan
kemampuan mental dan harus diselesaikan dalam jangka waktu tertentu.
b. Penyebab Beban Kerja
Arika (2011) menyatakan bahwa Beban kerja dipengaruhi oleh
faktor eksternal dan internal.
1) Faktor internal
Faktor internal adalah sebuah faktor yang berasal dari dalam tubuh
karyawan yang meliputi faktor fisik dan faktor somatis yang
diakibatkan oleh reaksi beban eksternal dan dapat berpotensi sebagai
stressor atau penyebab stress. Faktor fisik meliputi persepsi,
motivasi, keinginan, kepercayaan, persepsi, kepuasan dan
sebagainya dan faktor somatis meliputi umur, ukuran tubuh, jenis
kelamin, kondisi kesehatan, status gizi dan sebagainya.
2) Faktor eksternal
Faktor eksternal adalah beban yang berasal dari luar tubuh
karyawan, seperti:
a) Organisasi kerja. meliputi lamanya waktu istirahat, waktu kerja,
sistem kerja, shift kerja dan sebagainya.
b) Lingkungan kerja. meliputi lingkungan kerja fisik, biologis dan
psikologis yang dapat mengakibatkan beban tambahan karyawan.
c) Tugas. tugas terbagi menjadi dua tipe yaitu tugas yang yang
bersifat mental dan fisik. Tugas yang bersifat mental seperti
tanggung jawab, emosi pekerjaan dan kompleksitas pekerjaan.
Sedangkan tugas yang bersifat fisik seperti tata ruang dan kondisi
tempat kerja, stasiun kerja, sikap kerja, cara angkut, beban yang
diangkat dan kondisi lingkungan kerja.
c. Dampak Beban Kerja
Irawati (2017) menyatakan bahwa beban kerja dapat mengakibatkan
dampak negatif bagi karyawan yang berupa:
1) Kenaikan tingkat absensi Beban kerja yang terlalu banyak
menyebabkan karyawan terlalu lelah sehingga mengakibatkan
karyawan menjadi sakit. Hal ini menyebabkan tingkat absensi terlalu
tinggi dan berakibat buruk bagi kelancaran kerja organisasi serta
mempengaruhi kinerja organisasi secara keseluruhan.
2) Kualitas kerja menurun Beban kerja yang berlebihan dan terlalu berat
serta tidak sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh karyawan,
mengakibatkan penurunan kualitas kerja yang tidak sesuai dengan
standar kerja karena kelelahan fisik dan turunnya konsentrasi, akurasi
kerja, pengawasan diri.
3) Keluhan pelanggan Hasil kerja yang tidak memuaskan dan tidak
sesuai dengan harapan pelanggan yang diberikan karyawan dapat
menimbulkan keluhan, sehingga keluhan tersebut menjadi tekanan
untuk karyawan.
2. Perawat
a. Pengertian Perawat
Pengertian Perawat adalah orang yang mengasuh dan merawat orang
lain yang mengalami masalah kesehatan. Namun pada
perkembangannya, pengertian perawat semakin meluas. Pada saat ini,
pengertian perawat merujuk pada posisinya sebagai bagian dari tenaga
kesehatan yang memberikan pelayanan kepada masyarakat secara
profesional (Nisya, 2013). UU RI No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan,
perawat adalah mereka yang memiliki kemampuan dan kewenangan
melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yang dimiliki
diperoleh melalui pendidikan keperawatan. Menurut ICN (International
Council of Nursing) tahun 1965, Perawat adalah seseorang yang telah
menyelesaikan pendidikan keperawatan yang memenuhi syarat serta
berwenang di negeri bersangkutan untuk memberikan pelayanan
keperawatan yang bertanggung jawab untuk meningkatkan kesehatan,
pencegahan penyakit dan pelayanan penderita sakit. Dari beberapa
definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa perawat adalah tenaga
profesional yang mempunyai kemampuan, tanggung jawab dan
kewenangan dalam melaksanakan dan memberikan perawatan kepada
pasien yang mengalami masalah kesehatan.
b. Fungsi Perawat
Fungsi perawat yang utama adalah membantu pasien atau klien dalam
kondisi sakit maupun sehat, untuk meningkatkan derajat kesehatan
melalui layanan keperawatan (Nisya, UNIVERSITAS MEDAN AREA
2013). Dalam menjalankan perannya, perawat akan melaksanakan
berbagai fungsi yaitu fungsi dependen perawat, fungsi independen
perawat dan fungsi interdependen perawat.
1.) Fungsi Independen Perawat Fungsi independen ialah fungsi mandiri
dan tidak tergantung pada orang lain, dimana perawat dalam
menjalankan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan
sendiri dalam melakukan tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar
manusia.
2.) Fungsi Dependen Perawat Fungsi dependen ialah fungsi perawat
dalam melaksanakan kegiatannya atas atau instruksi dari perawat
lain.
3.) Fungsi Interdependen Perawat Fungsi Interdependen ialah fungsi
yang dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan di antara satu dengan yang lain.
Berdasarkan definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa ada tiga
fungsi perawat dalam menjalankan perannya yaitu, fungsi independen
perawat, fungsi dependen perawat dan fungsi interdependen perawat.
3. Rumah Sakit
a. Pengertian Rumah Sakit
Rumah Sakit menurut Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 4 Tahun 2018 adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
(Supartiningsih, 2017) juga mendefinisikan rumah sakit adalah suatu
organisasi yang dilakukan oleh tenaga medis professional yang
terorganisir baik dari sarana prasarana kedokteran, asuhan keperawatan
yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang
diderita oleh pasien. (Bramantoro, 2017) juga menjelaskan bahwa
rumah sakit merupakan suatu fasilitas pelayanan kesehatan yang
melaksanakan upaya kesehatan secara berdayaguna dan berhasil guna
pada upaya penyembuhan dan pemulihan yang terpadu dengan upaya
peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
b. Fungsi Rumah Sakit
Menurut (Rikomah, 2017) rumah sakit memiliki tugas dan fungsi
berdasarkan undang-undang No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit.
Tugas rumah sakit adalah melaksanakan upaya pelayanan kesehatan
secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan
terpadu dengan peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya
rujukan, rumah sakit juga mempunyai tugas memberikan pelayanan
kesehatan perorangan secara paripurna. 7 Sedangkan untuk fungsi
rumah sakit adalah : 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan
pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit. 2.
Pemeliharaan dan peningkataan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai
kebutuhan medis. 3. Pelayanan pendidikan dan pelatihan sumber daya
manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan. 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan
serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan
pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan
bidang kesehatan.
4. Stress Kerja
a. Pengertian Stress Kerja
Menurut Sopiah (2008:85) stress adalah sebuah respon menyesuaikan
diri dengan keadaan terhadap suatu situasi yang menantang atau
mengancam kesehatan seseorang. Stress merupakan akibat negatif dari
kehidupan modern. Orang-orang merasa stress karena terlalu banyak
pekerjaan, ketidakpahaman terhadap pekerjaan, beban informasi yang
terlalu berat atau karena mengikuti perkembangan zaman. Kejadian-
kejadian tersebut menimbulkan distress, yakni derajat penyimpangan
fisik, psikis, dan perilaku dari fungsi yang sehat. Sinambela (2016: 289)
mendefiniskan stress sebagai reaksi ganjil dari tubuh terhadap tekanan
yang diberikan padanya. Stress mempengaruhi setiap individu dengan
cara yang berbeda-beda sehingga kondisinya sangat bergantung pada
individu. Peristiwa-peristiwa tertentu bisa membuat seseorang
mengalami stress yang sangat tinggi, tetapi tidak bagi orang yang lain.
Selain itu, pengaruh stress tidaklah selalu negatif. Sebagai contoh, stress
ringan dalam kenyataannya meningkatkan produktivitas dan bisa sangat
membantu mengembangkan ide-ide kreatif. Sedangkan menurut Hanim
(2016) stress kerja merupakan proses psikologi atau ketegangan yang
menyebabkan perasaan tidak tenang dan emosi tidak stabil yang
disebabkan oleh tekanan baik tuntutan fisik maupun psikologis
karyawan.
b. Penyebab Stress Kerja
Menurut Sopiah (2008:87) stressor merupakan penyebab stress, seperti
emosional pada seseorang, tuntutan fisik dan kondisi lingkungan dalam
organisasi dan aktivitas hidup lainnya.
Stressor yang berhubungan dengan pekerjaan terbagi menjadi empat
tipe utama, yaitu:
1) Lingkungan fisik Penyebab stress di dalam lingkungan fisik
pekerjaan, seperti kebisingan, kurang pencahayaan tempat kerja,
tempat yang tidak aman, tata ruang dan rancangan ruang kantor dan
kualitas udara yang buruk.
2) Peran atau tugas Merupakan sebuah kondisi dimana karyawan
mengalami kesulitan dalam memahami apa yang menjadi tugasnya,
peran yang dia mainkan dirasakan terlalu berat atau peran ganda.
Penyebab utama nya yaitu: - Konflik peran - Peran ambiguitas -
Beban kerja - Karakteristik tugas.
3) Stress antarpribadi (interpersonal stressors) Penyebab stress akan
semakin bertambah jika karyawan terbagi menjadi beberapa divisi
dalam suatu departemen yang dikompetisikan untuk memenangkan
suatu target sebagai divisi terbaik dengan reward yang menggiurkan.
Sedangkan setiap karyawan memiliki perbedaan kepribadian,
karakter, persepsi, latar belakang yang dapat menimbulkan stress.
4) Organisasi Banyak sekali ragam penyebab stress yang bersumber
dari organisasi. Pengurangan jumlah pegawai merupakan salah satu
penyebab stress yang tidak hanya untuk mereka yang kehilangan
pekerjaan, namun juga untuk mereka yang masih tinggal. Secara
khusus mereka yang masih tinggal mengalami peningkatan beban
kerja, peningkatan rasa tidak aman dan tidak nyaman dalam bekerja
serta kehilangan rekan kerja. Restrukturisasi, privasi, merger, dan
bentuk-bentuk lainnya merupakan kebijakan perusahaan yang
berpotensi memunculkan stress. Para pekerja harus menghadapi
peningkatan ketidakamanan dalam bekerja, bimbang dengan
tuntutan pekerjaan yang semakin banyak dan bentuk-bentuk baru
dari konflik antar pribadi.
Penyebab stress yang bukan bersumber dari pekerjaan, antara lain
adalah:
1) Time based conflict Time based conflict merupakan sebuah
tantangan untuk menyeimbangkan antara aktivitas pribadi atau
keluarga dengan waktu untuk pekerjaan. Time based conflict lebih
akut pada wanita daripada pria. Wanita yang berkarir di luar rumah
mendapatkan sumber stress yang jauh lebih banyak karena di rumah
dia dituntut untuk menjadi karyawan yang baik. hal ini tidak mudah
untuk dilaksanakan.
2) Strain based conflict Strain based conflict dapat terjadi apabila stress
berasal dari suatu sumber yang melebihi kemampuan yang dimiliki
karyawan tersebut, yang berupa masalah pribadi yang dimiliki oleh
karyawan seperti kematian keluarga atau saudara, masalah keuangan
dan penyebab stress lainnya yang tidak berasal dari pekerjaan yang
menimbulkan ketegangan dan kelelahan yang dapat mempengaruhi
dan menghambat kemampuan karyawan untuk menyelesaikan
pekerjaannya.
3) Role behavior conflict Merupakan peran yang dimiliki oleh setiap
karyawan dalam pekerjaannya. Di samping itu karyawan juga
dituntut lingkungan yang ada kalanya bertentangan dengan tuntutan
pekerjaannya. Hal ini seringkali memunculkan stress karena untuk
membangun harmoni atas dua atau lebih tuntutan tidaklah mudah.
4) Stress karena adanya perbedaan individu Terdapat tiga alasan
mengapa dengan penyebab stress yang sama pada setiap karyawan
namun memperlihatkan gejala-gejala stress yang berbeda, yaitu
yang pertama penerimaan karyawan terhadap situasi yang sama,
masing-masing dari karyawan berbeda. Kedua, karyawan
mempunyai batas kemampuan dalam mengatasi stress yang lebih
rendah dari resistensi terhadap stress. Ketiga, karyawan mungkin
mengalami tingkat stress yang sama namun akibat yang ditimbulkan
dari stress berbeda, yang menunjukkan bahwa karyawan
memerlukan strategi penanggulangan yang juga berbeda. Dalam hal
ini beberapa orang cenderung mengabaikan stress dengan harapan
hal itu akan hilang atau berlalu.
c. Akibat Stress Kerja
Menurut Sopiah (2008:91) dampak atau akibat dari stress bisa dilihat
dari tiga aspek, yaitu:
1) Fisik Stress yang diakibatkan pada fisik mudah dikenali dan dapat
dilihat seperti, beberapa penyakit yang disinyalir karena orang
tersebut mengalami stress yang cukup tinggi dan berkepanjangan, di
antara adalah penyakit jantung, bisul, tekanan darah tinggi, sakit
kepala, dan gangguan tidur, karyawan akan merasakan stress yang
tinggi apabila karyawan sudah memiliki penyakit yang bukan
berasal dari stress tersebut.
2) Psikis Stress yang ada pada psikis bisa dikenali, di anataranya adalah
depresi, ketidakpuasan kerja, kemurungan, keletihan dan kurang
bersemangat
3) Perilaku Perilaku yang diakibatkan stress dapat dikenali, yaitu
tingkat absensi tinggi, penurunan kinerja, kenaikan kecelakaan
kerja, salah dalam mengambil keputusan dan agresi di tempat kerja.
B. Penelitian Terdahulu
Perawat
Beban Kerja
Penyebab Dampak
Beban Kerja Beban Kerja
Stres Kerja
Akibat Stres
Kerja
Perubahan Perilaku
Penerapan K3
B. Jenis Penelitian
Penelitian terkait pengaruh tingkat beban kerja perawat di rumah sakit terhadap
stres kerja yang dapat mempengaruhi penerapan K3 ini menggunakan jenis
penelitian kuantitatif. Disebut penelitian kuantitatif karena data yang diambil
terkait besarnya beban kerja dan stress kerja bisa diukur. Akan terdapat
pengukuran juga terkait bagaimana beban kerja, stress kerja, dan penerapan K3
saling berkaitan dan berpengaruh. Pengukuran beban kerja, stress kerja, dan
penerapan K3 menggunakan NASA TLX, JSC, dan kuesioner penerapan K3
RS. Lalu, untuk menghitung keterkaitan antar ketiganya menggunakan SEM.
C. Sumber Data
Sumber data atau yang selanjutnya akan kita sebut sebagai responden adalah
perawat dari RS X. Total perawat di RS X yang menjadi responden sebesar 76
orang. Sebagian besar responden berpendidikan D3 dengan persentase 85%.
Rata-rata jenis kelamin responden adalah perempuan dengan persentase 90%.
Dan sebagian besar usia responden adalah >27 tahun dengan persentase .
D. Metode Penelitian
Penelitian terkait pengaruh tingkat beban kerja perawat di rumah
sakit terhadap stres kerja yang dapat mempengaruhi penerapan K3 ini
menggunakan metode kuantitatif survey dengan menggunakan kuesioner.
D.1 Pengukuran beban kerja pada perawat menggunakan NASA TLX.
a. Pembuatan Indikator
b. Pembobotan
Pada tahap pembobotan responden/pekerja diminta untuk
membandingkan dua dimensi yang berbeda dengan metode
perbandingan berpasangan. Total perbandingan berpasangan untuk
keseluruhan dimensi (6 dimensi) yaitu 15. Jumlah tally untuk masing-
masing dimensi inilah yang akan menjadi bobot dimensi.
c. Pemberian Rating
Pada tahap peringkat (rating) pada masing-masing deskriptor diberikan
skala 1-100, kemudian karyawan akan memberikan skala sesuai dengan
beban kerja yang telah dialami dalam pekerjaannya.
d. Interpretasi Hasil Nilai Skor
Hasil rekapitulasi nilai bobot dengan nilai rating kemudian dikalikan
akan menghasilkan nilai weight workload (WWL). Rata-rata WWL
didapat dengan membagi nilai WWL dengan jumlah bobot total yaitu
15.
Hasil dari uji validasi dan reliabilitas dari instrument pada penelitian ini adalah
valid dan bisa digunakan sebagai bahan uji sampel.
DAFTAR PUSTAKA