Anda di halaman 1dari 7

MENGENAL TENUN IKAT KABUPATEN SIKKA - NTT

Tenun ikat masyarakat Kabupaten Sikka merupakan tenunan asli yang bermutu tinggi dengan
nilai spiritual yang tinggi. Kain tenunan ( sarung ) dalam masyarakat Sikka Krowe dikategorikan dalam 2
kelompok, yaitu utang, yang diperuntukan bagi kaum perempuan, dan lipa, untuk kaum pria. Umumnya
tenunan ikat ini dikerjakan oleh kaum perempuan atau para seniwati yang memiliki keahlian yang tinggi
yang diwarisi secara turun temurun. Secara tradisional tenunan ikat ini terbuat dari benang kapas pohon
dengan melewati proses kerja yang panjang dan membutuhkan waktu yang lama. Proses pengerjaannya
menggunakan berbagai jenis alat kerja tradisional sesuai dengan tahapan dan fungsinya. Alat kerja yang
digunakan dalam pembuatan tenunan ikat ini adalah hasil kreasi seniman lokal yang memiliki unsur dan
nilai artistik yang berkualitas dan menunjukan tingkat peradaban budaya leluhur yang tinggi. Setiap alat
dan tahapan kerja selalu menggunakan istilah khusus dalam bahasa Sikka.

Berikut akan diuraikan tahapan dan cara kerja tenunan ikat Sikka beserta ragam motif sarung
yang dominan di Kabupaten Sikka.

A. Mengenal pohon kapas


Pohon kapas sudah dikenal masyarakat dunia Sejak berabad-abad lalu. Sejakpohon kapas ditanam dan
dipelihara oleh masyarakat Kabupaten Sikka dari dahulu kala daripadanya mulai dikerjakan benang tenun
dan tenunan. Masyarakat Sikka Krowe mengenal pohon kapas dengan sebutan‘ai kapa dan biji kapas
disebut kapa werang. Menanam biji kapas disebut nona kapa. Bila pohon kapas berbuah disebut kapa
wuang. Saat buah kapas sudah tua dan kering disebut kapa du’ur. Memetik kapas disebut pupu kapa.
Mengeluarkan putih kapas dari kulitnya disebut Huwe kapa.

Masyarakat Kabupaten Sikka tidak mengerjakan kebun kapas secara khusus, kapas ditanam saja di antara
tanaman ladang. Pohon kapas hanya menghasilkan selama satu musim, yaitu musim kemarau. Setelah
kehabisan daya berbuah, maka pohon kapas akan kering lalu mati.

B. Tahapan dan cara mengerjakan

Tahap dan cara pengerjaan tenunan ikat adalah sebagai berikut :


1. Namit Kapa dan Ngeung Kapa
Namit kapa dan ngeung kapa adalah proses menggencet biji kapas atau mengeluarkan biji kapas. Namit
kapa adalah proses mengeluarkan biji kapas dengan jari tangan. Sedangkan Ngeung kapa adalah
menggencet atau mengeluarkan biji kapas menggunakan alat yang disebut Ngeung atau keho.
2. Wera Kapa / Tutu Kapa
Memukul - mukul dan membolak - balikan kapas agar kapas menjadi lembek sehingga mudah
dibersihkan dari kotoran. Cara kerja ini dilakukan secara gotong - royong oleh wanita-wanita. Wera kapa
dilakukan di tikar yang dialasi dengan daun pisang kering agar tikar tidak kena tanah dan kotor.
3. Po’ok Kapa
Yaitu memotong dan membagi-bagi kapas yang bersih dalam onggok besar dan kecil.
4. Lepet Kapa
Melipat kapas yang bersih dalam bentuk persegi empat.
5. Ogor Kapa
Membuat gulungan-gulungan kapas yang berukuran sebesar ibu jari orang dewasa. Panjang gulungan
antara 10 -12 cm. Gulungan - gulungan ini digunakan saat memintal benang.
6. Jata Kapa
Jata kapa adalah proses memintal benang kapas dengan menggunakan alat kerja yang disebut jata.
Pekerjaan memintal dilakukan para seniwati dengan keterampilan dan dedikasi yang tinggi. Keahlian dan
dedikasi mereka ini disanjung dengan ungkapan syair indah.

7. Plihur Kapa / Wolot Kapa


Yaitu memutar-mutar benang kapas hasil memintal dalam bentuk gelendong atau wolot. Alat yang
digunanakan disebut ‘ai wolot.

8. Go’ang Perung
Adalah proses merentangkan benang secara teratur pada alat perentang yang disebut daong. Pekerjaan
go’ang dilakukan oleh dua orang ibu dengan saling memberi dan menerima benang gelendong (wolot).
Pekerjaan ini diteruskan sampai selesai untuk dimulai proses ikat.

9. Pete Perung
Ialah menata motif dan ragam hias geometris pada benang yang direntangkan dengan cara mengikat
berdasarkan jenis motif yang dipilih. Bahan ikat yang digunakan adalah tebuk atau daun gewang yang
sudah tua dan kering. Pilihan tebuk sebagai bahan ikat karena daun ini jenis bahan yang kuat dan awet
saat terkena air sehingga tidak merembes pada saat pewarnaan. Ketrampilan mengikat dilakukan oleh ibu
- ibu dengan tingkat keahliaan yang tinggi serta daya ketelitian dan konsentrasi yang hebat, karena dari
ikatan ini akan melahirkan bentuk, serta motif dan ragam geometris sarung yang indah dan berkualitas
setelah tenun.

10. Koja Gelo


Adalah proses pewarnaan benang dengan cara mencelupkan benang dalam adukan minyak kenari dan
minyak kemiri agar benang tetap awet. Pada tahap koja gelo warna benang akan menjadi putih pucat.
Setelah dikeringkan benang ini akan disimpan lama dalam tempat khusus dianyam dari daun lontar yang
disebut sodu hora.

11. Hewor Bur Loba


Adalah proses pewarnaan lanjutan dimana benang akan dicelupkan pada larutan akar mengkudu yang
dicampur dengan kuning loba, semacam tepung dari jenis semak berwarna kuning keras dan melarut.
Proses pewarnaan dengan larutan mengkudu akan menghasilkan benang yang berwarna alamiah merah
mengkudu.

12. Ebor Tarung


Adalah proses pewarnaan menggunakan larutan nila dengan cara benang dicelupkan atau direndam dalam
periuk tanah yang sudah diisi dengan daun dan ranting muda nila secukupnya. Proses ini akan
menghasilkan benang berwarna hijau atau da’ang linok, jika dicelupkan pada larutan sari biru nila.Untuk
menghasilkan warna hitamdigunakan zat nila hitam.

13. La’a Waler dan Wiha Perung


Adalah membuka ikatan (la’a waler) dan menguraikan benang (wiha perung) yang sudah diproses
pewarnaannya. Pada tahap ini akan sangat kelihatan warna-warni benang dengan motif dan ragam hias
geometrisnya.

14. Sipe Perung


Selanjutnya sipe perung, yaitu benang yang sudah dibuka dan diurai dipasang pada daong widong atau
bingkai perentang, lalu diklem dengan rautan bambu untuk menjaga bentuk asli dari motif dan ragam hias
geometris.

15. Gahi Ara / Gahi Mage


Adalah campuran nasi dan lumatan asam yang dimasak agak lengket yang dioles pada benang sesudah
diklem atau sipe agar benang tetap tegang dan kuat.

16. Loru Utang


Loru utang adalah proses menenun untuk menghasilkan sebuah tenunan ikat atau sarung. Tahapan
menenun dilakukan secara profesional oleh para penenun dengan tingkat konsentrasi dan penuh hati-hati.
Proses menenun dilakukan dengan seperangkat alat kerja tradisional yang komplit, terdiri dari ‘ai lorung,
pine, pati, ekur, boleng, dan legung.

B. JENIS SARUNG / TENUNAN IKAT KABUPATEN SIKKA

1. Utang Moko
Yaitu tenunan ikat yang memiliki warna
dominan hitam nila, dan ditata dengan
beberapa jenis ragam rias geometris.

2. Utang Atabiang
Adalah jenis sarung ikat dengan selang-
seling motifskematis manusia laki-laki
dan perempuan sebagai lambang suami
istri dan lambang kesuburan.

3. Utang Jarang Atabiang


Jenis sarung hitam nila dengan motif
kuda dan manusia, dimana manusia
mengendarai atau berdiri di samping
kuda hendak menunggang. Penataan ini
sejalan dengan kepercayaan nenek
moyang, dimana kuda dianggap sebagai kendaraan yang menjemput arwah-arwah untuk membawanya ke
alam baka.

4. Utang Korasang Manuwalu


Adalah sarung yang bermotifkan jantung
atau hati dan 8 ayam.Kata korasang
adalah sebuah kosa kata Portugis, dari
kata coracao, yang artinya jantung atau
hati yang melambangkan cinta. Pada
motif ini ditampilkan dua pasang ayam
jantan dan betina tatap muka bertemu
kaki, dimana tiap ayam dewasa
mencotok sesuatu untuk memberi makan kepada anak ayam belum dewasa. Disamping itu ada dua anak
ayam remaja berada dibelakang ayam dewasa jantan dan betina, pertanda akan meninggalkan induk tanda
dewasa. Lukisan ini mempunyai nilai pedagogis, dimana ditampilkan dedikasi yang besar orang tua bagi
anak-anak dalam pengawasan dan perlindungan. Sedangkan bagi anak yang dewasa dibutuhkan sikap
bijak dan lunak.

5. Utang Lea Manu Kesik


Adalah sarung bermotif ayam kecil.
Motif - motif menggambarkan pasangan
ayam, satu membuahi yang lain. Sarung
ini melambangkan kesuburan.

6. Utang Manu Dading


Sarung dengan motif ayam sambung-
menyambung. Pola ini dibentuk dari
pasangan 12 ayam. Dilukiskan empat
pasangan 8 ayam di mana ayam jantan
mengulur paru mencotoki yang betina,
sedangkan ayam betina membelakangi.
Lukisan ini melambangkan prinsip hidup
suami istri.

7. Utang Korasang Doberadu


Adalah jenis sarung dengan pengaruh portugis. Istilah korasang berasal dari kosa kata Portugis, coracao,
yang artinya jantung atau hati,
sedangkan doberadu yang juga istilah
Portugis, yang artinya terpecah atau
berlipat-lipat. Pada motif ini terdapat 8
ekor ayam temu kaki dan hadap muka,
memandang ke satu benda berbentuk
bela ketupat kecil. Motif ini
mengandung pesan positif dan negatif dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri. Apabila suami
istri saling hidup teratur, mencintai dan menghargai maka akan mendatangkan kesuburan dan
kebahagiaan. Jika sebaliknya maka akan mendatangkan perpecahan.

8. Utang Kelang Agi Pelikanu


Adalah jenis sarung hitam nila dengan
motif lukisan pohon dan burung. Nama
burung agi atau manu agi merupakan
jenis burung khas Sikka Krowe yang
dianggap angker, sedangkan pelikanu
adalah pengaruh Portugis,Pelicano, yaitu
jenis burung suci pelambang Kristus dan
khas kristiani. Lukisan ini menampilkan
suatu inkulturasi Kristiani. Dalam
lukisan simbolik kristen, pelikan ditampilkan sementara menyuapi anak-anaknya yang kelaparan. Jadi
pelikanu melambangkan cinta kasih ilahi Kristus yang berkorban bagi manusia.Pada dasarnya motif
figuratif malaekat, burung disebut kelang surat atau kelang suster, merupakan ciri inkulturasi kristen hasil
pekerjaan tangan seniwati tamatan susteran Lela.

9. Utang Sese We’or


Yaitu sarung bermotif burung murai,
berwarna hitam nila. Motif-motif burung
dilukiskan berpasang, dan sili berganti
jantan betina berhadap muka. Motif ini
melukiskan tata kehidupan yang rukun
dan produktif bagi laki-laki dan
perempuan atau suami istri.

10. Utang Bola


Adalah nama sarung ikat seniwati Bola.
Sarung ini kategori sarung hitam nila.
Pola sarung terdiri dari ragam rias
geometri bela ketupat bersisi 6 dalam
satu persegi empat.

11. Utang rempe Sikka


Rempe Sikka merupakan jenis sarung
paling bermutu yang dikerjakan dengan
dedikasi besar oleh seniwati dan dihiasi
mewah. Sarung ini menggunakan
penataan warna merah mengkudu.
Sarung rempe Sikka terdiri dari beberapa
jenis, yaitu Rempe Sikka kelang
medeng, yang menggunakan motif sulur tumbuhan dengan lingkaran yang dibina oleh empat diagonal
yang tidak kena- mengena. Kata medeng adalah sebutan dari kata Jawa medem, yang artinya kuntum
yang hampir merekah.

Utang naga lalang, yaitu sarung dengan ragam hias geometris jejak naga. Terlukis delapan jari naga.
Motif naga ini pada umumnya diturunkan dari lukisan naga pada keramik Cina. Ceritera Cina lukisan jari-
jari naga mengandung pertanda baik.

12. Utang Mawarani

Adalah sarung motif bintang kejora yang


melambangkan harapan dan keberuntungan
bagi keluarga. Filosfis dasarnya adalah
bintang kejora selalu menjadi pedoman dan
petunjuk bagi pelaut utuk berlayar saat
malam dan bagi petani ketika menjelang pagi
untuk ke kebun.

13. Utang nenan merak


Yaitu jenis sarung dengan penataan warna
merah hati ayam yang dominan, hasil karya
seniwati Krowe Tana Ai di bagian timur
Kabupaten Sikka.Sarung ini ditatai ragam
hias geometris bela ketupattemu sisi,
melambangkan binatang rayap temu sisi,
misalnya kadal, tokek.

14. Nai
Adalah sarung hasil karya seniwati Palue.
Penataan sarung ini adalah adalah ragam hias
geometris kecil-kecil tetapi rapi dan segar.
Ragam hias utamanya bela ketupat, segi tiga
kecil, sisir, blok-blok. Pada umumnya ragtam
hias geometris ini suatu penggayaan motif
binatang yaitu tokek, kadal, buaya.

15. Lipa Prenggi

Lipa prenggi merupakan karya tenunan ikat


seniwati Sikka untuk kaum pria masyarakat
Sikka Krowe yang bernilai estetika
tinggi.Suatu kebanggaan bagi para pemuda
dan kaum tua kala mengenakan lipa prenggi
pada moment-moment penting misalnya
pernikahan, upacara adat, penyambutan tamu
dan seremoni-seremoni lainnya. Lipa prenggi
di Sikka dipengaruhi oleh budaya india seiring dengan perkembangan kain patola di wilayah Nusa
Tenggara.

Anda mungkin juga menyukai