Anda di halaman 1dari 17

BAB VI

AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah membaca dan mengkaji topik ini, pembaca akan mampu:
1. menjelaskan pajak dalam perusahaan;
2. menjelaskan akuntansi pajak penghasilan;
3. menjelaskan standar akuntansi pajak penghasilan;
4. menghitung laba menurut akuntansi dan laba menurut pajak; dan
5. menganalis informasi pajak yang dilaporkan suatu entitas.

6.1 PENDAHULUAN
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua entitas bisnis
(badan atau bentuk usaha tetap) dan individu. Undang-Undang Pajak menyebutkan atas
penghasilan yang diterima individu atau entitas (badan) akan dikenakan pajak sesuai dengan
tarif yang berlaku. Penghasilan menurut regulasi pajak adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia atau dari
luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Untuk entitas,
penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang
diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun
untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang menghitung pajak
dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba.
Kewajiban pajak tidak hanya terkait dengan penghasilan yang diperoleh entitas tersebut.
Entitas juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh
pihak lain (withholding tax). Pada saat membayar gaji kepada karyawan, membayar sewa
kepada rekanan, membayar jasa konsultasi pada kantor akuntan publik, entitas harus
memotong pajak atas penghasilan tersebut. Atas pajak yang telah dipotong, harus disetorkan
ke kas Negara dan dilaporkan setiap awal bulan berikutnya. Pajak pihak ketiga tidak
mempengaruhi kinerja entitas dalam laporan laba rugi komprehensif, karena pajak tersebut
bukan beban bagi perusahaan. Pajak tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima pihak
lain, sementara oleh perusahaan dicatat sebagai beban. Pajak akan menyebabkan jumlah yang

97
dibayarkan untuk beban tersebut dialokasikan untuk dua pihak yaitu penerima penghasilan
dan kas negara sebagai penerima pajak.
Pada saat entitas melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak wajib
memotong PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Untuk produksi dan import barang mewah akan
dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah). Pajak pihak ketiga ini harus
diadministrasikan dan juga dicatat dalam pembukuan. Jika pada akhir periode terdapat pajak
yang belum dibayar, entitas akan menyajikan utang pajak dalam laporan posisi keuangan.
PPN tidak mempengaruhi kinerja entitas karena PPN tidak mempengaruhi jumlah penjualan
dan pembelian tetapi menambah piutang atau utangnya.
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh. Atas
penghasilan yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk jasa, sewa akan dipotong pajak.
Entitas akan mencatat pajak dibayar dimuka atas pemotongan pajak yang telah dilakukan
pihak lain pada saat entitas menerima penghasilan. Setiap bulan entitas wajib membayar
angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung berdasarkan pajak tahun sebelumnya
dibagi dua belas atau dengan cara perhitungan tersendiri jika penghasilan tahun sebelumnya
diperkirakan berbeda. Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang
dalam satu tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan
pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi
komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah dipotong
dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28).

6.2. AKUNTANSI PAJAK PENGHASILAN


Akuntansi pajak penghasilan menjelaskan tentang bagaimana perusahaan menghitung,
menyajikan dan mengungkapkan informasi pajak penghasilan dalam laporan keuangan
(Martani et al., 2015:243). Informasi pajak penghasilan akan disajikan sebagai beban pajak
pada laporan laba rugi. Konsekuensi pengakuan beban tersebut akan muncul aset atau
liabilitas dalam laporan posisi keuangan. Beban pajak yang muncul bisa berupa beban pajak
kini atau beban pajak tangguhan.
Laba akuntansi adalah laba atau rugi selama 1 periode akuntansi sebelum dikurangi
beban pajak. Laba akuntansi tersebut sesuai dengan prinsip matching principles, akan
dibebani dengan pajak penghasilan. Karena itu, setiap laba sebelum pajak akan dipadankan
dengan kewajiban pajaknya. Beban pajak akan diakru pada periode laba tersebut diakui
menurut akuntansi, sehingga akan muncul beban pajak tangguhan dan liabilitas pajak
tangguhan. Namun karena kewajiban pajaknya dihitung sesuai dengan ketentuan perpajakan,
98
maka pajaknya belum menjadi liabilitas kini pada periode tersebut. Sebaliknya, jika pajak
penghasilan telah dibayarkan namun laba menurut akuntansi belum diakui pada periode
berjalan, maka pembebanan pajak tersebut secara akuntansi akan ditangguhkan. Konsekuensi
pajak atas perbedaan pengakuan laba menurut akuntansi dan pajak akan memunculkan pajak
tangguhan, sementara pajak yang terutang menurut fiskal akan diakui sebagai pajak kini.

6.2.1. Beban Pajak


Beban pajak merupakan jumlah keseluruhan dari beban pajak kini dan beban pajak
tangguhan yang diperhitungkan atas laba akuntansi yang diakui pada 1 periode. Pajak kini
adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang (dilunasi) atas laba kena pajak (rugi pajak)
untuk 1 periode. Beban pajak kini adalah pajak yang dihitung menurut ketentuan pajak atas
penghasilan yang diperoleh entitas. Pajak kini untuk entitas tersendiri (bukan konsolidasian)
merupakan pajak terutang dalam satu tahun fiskal yang tercantum dalam SPT tahunan. Untuk
entitas konsolidasian, pajak kini merupakan penjumlahan semua pajak terutang seluruh
entitas yang dikonsolidasi.
Beban atau pendapatan pajak tangguhan adalah konsekuensi pajak akibat pengakuan
aset atau liabilitas dalam laporan keuangan yang berbeda secara temporer dengan dasar
pengenaan pajaknya. Pengakuan pajak tangguhan hanya dilakukan atas perbedaan temporer.
Pengakuan beban pajak tangguhan akan ditambahkan dengan beban pajak kini, sehingga total
beban pajak akan menjadi lebih besar dibandingkan dengan beban pajak kini. Namun
sebaliknya, pendapatan pajak tangguhan akan dikurangkan dari beban pajak kini, sehingga
total beban pajak lebih kecil dibandingkan dengan beban pajak kini.

6.2.2. Beban Pajak Kini


Penghasilan yang diperoleh suatu entitas dalam 1 tahun pajak akan dikenakan pajak.
Penghasilan Kena Pajak (PKP) dihitung dari total penghasilan dikurangi dengan beban. Pajak
mengatur beban yang boleh dikurangkan untuk tujuan menghitung PKP. Beban menurut
akuntansi tidak semuanya menjadi beban menurut pajak atau boleh menjadi beban namun
jumlahnya berbeda. Perbedaan antara laba akuntansi dan pajak dapat terjadi karena perbedaan
temporer dan permanen. Perbedaan temporer terjadi karena perbedaan waktu pengakuan
sedangkan perbedaan permanen terjadi karena esensi pengaturan yang berbeda.
Untuk memperoleh PKP, entitas akan melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi
fiskal. Pembukuan yang telah dilakukan menurut akuntansi akan dikoreksi yang menurut
pajak tidak boleh diakui atau ditambahkan, jika ada yang menurut pajak harus diakui.
99
Koreksi fiskal ini akan dilaporkan dalam laporan pajak, juga diungkapkan dalam catatan atas
laporan keuangan. Koreksi fiskal dapat berupa koreksi positif maupun negatif. Koreksi positif
akan menambah PKP, sedangkan koreksi negatif mengurangi PKP. Koreksi atas beban yang
tidak boleh dibebankan menurut ketentuan pajak merupakan contoh koreksi positif. Contoh
untuk koreksi negatif misalnya koreksi atas penghasilan yang dikenakan pajak final.
Penghasilan yang kena pajak final tidak mengikuti ketentuan umum perhitungan pajak
atas badan. Pajak final biasanya menggunakan tarif khusus sesuai jenis penghasilannya dan
dikenakan secara gross dari total penghasilan. Penghasilan yang dikenakan pajak final
penghasilannya dikeluarkan pada saat melakukan koreksi fiskal. Penghasilan yang telah
dikenakan tarif pajak final, bebannya tidak boleh dikurangkan karena pemajakannya
dilakukan atas penghasilan bruto.

6.2.3. Liabilitas Pajak Kini


Pajak kini adalah jumlah pajak penghasilan yang terutang atas laba kena pajak (rugi
pajak) untuk 1 periode. Pajak terutang ini harus dibayarkan oleh perusahaan sesuai ketentuan
pajak. Pajak terutang menurut ketentuan perpajakan kana dibayarkan oleh sebuah entitas
melalui pembayaran angsuran pajak setiap bulan (PPh pasal 25), pemotongan oleh pihak
ketiga (PPh pasal 22 atau 23) maupun pembayaran pajak di akhir tahun pajak (PPh pasal 29).
Setiap bulan, entitas akan membayar angsuran pajak yang dihitung berdasarkan pajak tahun
lalu dibagi dengan dua belas atau dengan rumus tersendiri jika ada penghasilan tidak teratur
atau kondisi khusus.
Angsuran pajak dan pajak yang telah dibayar entitas dalam satu tahun merupakan
pajak dibayar di muka atau dalam istilah pajak disebut kredit pajak. Pajak terutang dalam 1
tahun fiskal akan dihitung setiap tahun. Pajak penghasilan ini menurut standar akuntansi
keuangan disebut sebagai beban pajak kini. Jumlah pajak terutang akan dikurangkan dengan
kredit pajak untuk mendapatkan pajak kurang atau lebih bayar. Jika pajak terutang lebih besar
dari kredit pajak maka akan muncul pajak kurang bayar (PPh pasal 29), yang akan disajikan
dalam laporan posisi keuangan sebagai utang pajak badan. Sebaliknya jika muncul lebih
bayar (PPh pasal 28) akan disajikan sebagai pajak dibayar dimuka. Sesuai dengan ketentuan
perpajakan, pajak dibayar di muka dapat direstitusi atau dikompensasikan untuk pembayaran
pajak pada periode berikutnya.
Pajak sebuah entitas meliputi pajak atas seluruh penghasilan yang diterima, baik
penghasilan dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Namun atas penghasilan yang telah

100
diterima dari luar negeri dan pajaknya telah dibayarkan, maka pajak yang telah dibayarkan
tersebut akan diperhitungkan sebagai kredit pajak sesuai dengan ketentuan PPh pasal 24.
Liabilitas pajak kini dalam laporan keuangan disajikan sebagai utang PPh Badan. Jika jumlah
yang dibayar atau dipotong pihak lain lebih besar akan disajikan sebagai pajak dibayar
dimuka atau PPh Badan dibayar dimuka. Berikut ilustrasi pencatatan beban pajak kini dan
liabilitas pajak kini dalam suatu entitas.
Contoh kasus:
PT AMERTA LOKA memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp 80.000.000 pada
tahun pajak yang berakhir 31 Desember 2015. Dari hasil koreksi fiskal diketahui perbedaan
permanen koreksi positif sebesar Rp 2.000.000. Perbedaan temporer koreksi negatif sebesar
Rp 3.000.000 dan koreksi positif Rp 5.000.000. Saldo liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp
1.700.000. pajak penghasilan yang telah dipotong pihak lain sbb:
 PPh final sebesar Rp 1.500.000 atas pengahsilan sewa bruto Rp 15.000.000
 PPh 23 tidak final sebesar Rp 1.000.000 atas penghasilan sebesar Rp 50.000.000
 Penghasilan diterima dari luar negeri sebesar Rp 200.000.000; pajak yang telah dipotong
di luar negeri sebesar Rp 6.000.000, PPh 24 yang boleh dikreditkan terkait penghasilan
luar negeri sebesar Rp 5.000.000.
 Angsuran pembayaran PPh 25 sebesar Rp 10.000.000.
 PPh 22 pajak atas impor sebesar Rp 2.000.000.

Perusahaan mencatat pembayaran pajak dibayar di muka baik final maupun tidak final
sebagai pajak dibayar dimuka.
Buatlah jurnal pencatatan pembayaran pajak dan penyesuaian yang dibuat untuk
mengakui utang pajak penghasilan kini. Tarif pajak yang berlaku 25%.

Atas penerimaan penghasilan yang dikenakan pajak final, akan dicatat penghasilan dan pajak
dibayar dimuka.
Kas 13.500.000
Pajak dibayar dimuka (final) 1.500.000
Pendapatan 15.000.000

Kas 49.000.000
Pajak dibayar dimuka (tidak final) 1.000.000
Pendapatan 50.000.000

Kas 194.000.000
Pajak dibayar dimuka (LN) 6.000.000
Pendapatan 200.000.000

Pajak yang dibayar langsung oleh perusahaan ke kas Negara, baik angsuran pajak dan pajak
yang dipungut akan dicatat sebagai pajak dibayar dimuka, jurnalnya dicatat sesuai dengan
waktu pembayarannya.

101
Pajak dibayar dimuka PPh 22 2.000.000
Pajak dibayar dimuka PPh 25 10.000.000
Kas 12.000.000

Pada akhir tahun, akan diperhitungkan pajak yang telah dibayar dengan jumlah pajak
terutang. Jika jumlah pajak terutang lebih besar dari pajak yang telah dibayar, akan diakui
sebagai liabilitas pajak kini. Dalam laporan keuangan disajikan dengan nama utang PPh
badan.
Perhitungan pajak terutang:
PKP = Rp 80.000.000 + Rp 20.000.000 - Rp 3.000.000 + Rp 5.000.000
= Rp 84.000.000.000
Pajak terutang = 25% x Rp 84.000.000 = Rp 21.000.000

Beban pajak kini 21.000.000


Pajak dibayar dimuka PPh 22 2.000.000
Pajak dibayar dimuka PPh 23 1.000.000
Pajak dibayar dimuka PPh 24 5.000.000
Pajak dibayar dimuka PPh 25 10.000.000
Utang PPh Badan (29) 3.000.000

Total beban pajak kini merupakan penjumlahan semua pajak yang dibayarkan yaitu pajak
final dan pajak tidak final, termasuk juga pajak luar negeri yang tidak boleh dikreditkan.
Total beban pajak kini = pajak terutang tahunan + pajak final + pajak LN yang tidak
dikreditkan
= Rp 21.000.000 + 1.500.000 + 1.000.000 = Rp 23.500.000

Beban pajak kini 2.500.000


Pajak dibayar dimuka PPh final 1.500.000
Pajak LN dibayar dimuka PPh 24 1.000.000

Beda temporer bersih = Rp 5.000.000 – Rp 3.000.000 = Rp 2.000.000 (positif).


Pajak tangguhan = 25% x Rp 2.000.000 = Rp 500.000
Saldo liabilitas pajak tangguhan = Rp 1.700.000 – Rp 500.000 = Rp 1.200.000

Liabilitas Pajak Tangguhan 500.000


Pendapatan pajak tangguhan 500.000

Penyajian dalam laporan keuangan:


Laporan Laba Rugi dan Pendapatan Komprehensif
Laba sebelum pajak Rp 80.000.000
Beban Pajak:
Beban pajak kini Rp 23.500.000
Pendapatan pajak tangguhan (Rp. 500.000)
Total beban pajak Rp 23.000.000
Laba bersih Rp 57.000.000

Laporan Posisi Keuangan


102
Utang PPh Badan (liabilitas pajak kini) Rp 3.000.000
Liabilitas pajak tangguhan Rp 1.200.000

6.3 PAJAK TANGGUHAN


Akuntansi untuk pajak penghasilan diatur dalam PSAK 46 (revisi 2010). Ketentuan
dalam UU PPh dan PSAK terkait pengakuan pendapatan dan beban tidak sama, karena
memiliki tujuan yang berbeda. Perbedaan tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia namun
hampir di seluruh Negara cenderung terdapat perbedaan antara pajak dan akuntansi.
Perbedaan antara pajak dan akuntansi dapat dibedakan menjadi dua, perbedaan permanen dan
perbedaan temporer. Setiap akhir pelaporan entitas melakukan rekonsiliasi fiskal atau koreksi
fiskal atas laba sebelum pajak untuk menghitung jumlah penghasilan kena pajak. Informasi
dalam rekonsiliasi fiskal disajikan dalam catatan atas laporan keuangan, sebagai informasi
pendukung untuk menghitung jumlah beban pajak kini, beban pajak tangguhan dan aset /
liabilitas pajak tangguhan yang terkait. Gambar 6.1 berikut menjelaskan perbedaan pajak dan
akuntansi.

PSAK Undang-undang

AKUNTANSI PAJAK

PERBEDAAN

Permanen Temporer
BOOK-TAX GAP/ DIFFERENCE

Pajak Tangguhan:
 Aset/liabilitas
 Beban/pendapatan

Gambar 6.1. Perbedaan Pajak dan Akuntansi

Perbedaan permanen adalah perbedaan substansi yang tidak akan terpulihkan di masa
mendatang. Contohnya biaya pegawai yang diberikan dalam bentuk natura, sumbangan

103
dengan kriteria tertentu tidak dapat menjadi pengurang penghasilan, biaya yang tidak terkait
dengan mendapatkan, menagih dan memelihara pendapatan. Perbedaan permanen dapat juga
terjadi karena penghasilan yang dikenakan pajak final seperti pendapatan bunga, sewa tanah,
sewa bangunan, pengalihan tanah / bangunan, transaksi di pasar modal. Penghasilan yang
dikecualikan misalnya iuran pensiun yang diterima oleh entitas program purnakarya. Atas
perbedaan permanen ini menurut standar tidak diperhitungkan konsekuensi pajak yang
terutang di masa depan sehingga tidak memunculkan kewajiban atau aset pajak tangguhan.
Walaupun untuk pajak final ada konsekuensi pajak yang harus ditanggung, yaitu sebesar tarif
pajak finalnya, yang berbeda dengan tarif pajak umum. Dalam perhitungan pajak terutang,
perbedaan permanen ini tidak dimasukkan dalam menghitung pajak terutang. Pajak final
dilaporkan dalam laporan pajak terpisah dari penghasilan yang dihitung dengan
menggunakan tarif pajak umum.
Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi karena waktu pengakuan sehingga
secara total nilai beban atau pendapatan sama namun waktu pengakuannya berbeda.
Perbedaan temporer akan menyebabkan jumlah tercatat aset atau liablitas dalam laporan
posisi keuangan berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya. Misalnya perbedaan masa
manfaat aset tetap antara ketentuan perpajakan dan kebijakan entitas dalam melakukan
penyusutan. Akibat perbedaan masa manfaat, nilai penyusutan berbeda, sehingga akan
menyebabkan perbedaan nilai buku aset dalam laporan posisi keuangan dengan dasar
pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer juga dapat muncul karena perbedaan waktu
pengakuan maupun cara penilaian. Akuntansi mengakui penurunan piutang saat terdapat
bukti objektif sesuai dengan PSAK 55, sedangkan pajak mengakui penghapusan piutang jika
telah memenuhi ketentuan spesifik yang lebih ketat untuk entitas di luar jasa keuangan.
Untuk entitas dalam industri keuangan ada peraturan khusus untuk menghitung nilai
cadangan penurunan nilai piutang. Akuntansi mengakui penurunan nilai (impairment) aset
tetap, investasi dan cadangan penurunan persediaan, sedangkan pajak tidak memperkenankan
kerugian penurunan nilai sebagai pengurang penghasilan.
Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode
mendatang atau jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau liabilitas muncul
akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut pajak,
maka akan menimbulkan pajak terutang di masa depan sehingga akan diakui liabilitas pajak
tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih kecil
dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan melakukan pembayaran pajak
terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset pajak tangguhan. Aset
104
pajak tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang belum
dikompensasikan dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk fasilitas kredit
pajak, ketentuan regulasi di Indonesia belum mengatur.
Sebagai ilustrasi, sebuah peralatan dibeli pada awal tahun 1 sebesar Rp. 12.000
disusutkan menurut pajak selama 4 tahun tanpa nilai sisa. Menurut akuntansi disusutkan
selama 5 tahun dengan nilai sisa Rp. 2.000. Tabel 6.1 berikut memberikan gambaran pajak
tangguhan, dengan mengasumsikan pendapatan Rp. 5.000.

Tabel 6.1 Ilustrasi Pajak Tangguhan


Pajak  Thn 1 Thn 2 Thn 3 Thn 4 Thn 5
Pendapatan 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
Penyusutan untuk tujuan pajak 3.000 3.000 3.000 3.000 -
Penghasilan kena pajak 2.000 2.000 2.000 2.000 5.000
Pajak terutang menurut fiskal 500 500 500 500 1.250
Akuntansi           
Pendapatan 5.000 5.000 5.000 5.000 5.000
Penyusutan untuk tujuan akuntansi 2.000 2.000 2.000 2.000 2.000
Laba (rugi) pajak 3.000 3.000 3.000 3.000 3.000
Beban pajak akuntansi 25% 750 750 750 750 750
           
Perbedaan laba 1.000 1.000 1.000 1.000 2.000
Beban (manfaat) pajak tangguhan 250 250 250 250 -500
Kewajiban pajak tangguhan 250 500 750 1.000 500
Total beban pajak penghasilan
Beban pajak kini 25% 500 500 500 500 1.250
Beban (manfaat) pajak tangguhan 250 250 250 250 -500
Beban pajak penghasilan 750 750 750 750 750

Menurut akuntansi, beban pajak akan dihitung berdasarkan laba akuntansi sehingga
beban pajak sebesar Rp. 750. Beban pajak tersebut terdiri pajak kini yang dibayarkan ke kas
Negara sebesar Rp. 500 dan beban pajak tangguhan sebesar Rp. 250. Dampaknya timbul
kewajiban pajak tangguhan. Menurut akuntansi, penyusutannya lebih kecil sehingga laba
akuntansi lebih besar sehingga terdapat pengakuan beban pajak tangguhan selama 4 tahun
pertama. Pada tahun kelima, entitas membayar pajak lebih besar karena tidak ada lagi
penyusutan. Namun secara akuntansi masih terdapat penyusutan sehingga penghasilannya
lebih kecil sebesar Rp. 3.000. Pada tahun kelima pajak yang dibayarkan sebesar Rp. 1.250
namun beban pajak yang diakui sebesar Rp. 750. Selisihnya Rp. 500 merupakan manfaat
pajak tangguhan dan mengurangi kewajiban pajak tangguhan.

105
Sampai akhir tahun kelima masih ada nilai sisa Rp. 2.000 dan saldo kewajiban pajak
tangguhan Rp. 500. Perbedaan ini akan hilang saat entitas menjual peralatan tersebut. Jika
tahun ke-7 peralatan dijual seharga 3.000 maka pajak akan mengakui laba penjualan aset
sebesar Rp. 3.000 sedangkan menurut akuntansi laba penjualan aset Rp. 1.000 karena masih
ada nilai sisa Rp. 2.000. Pajak atas penjualan tersebut akan dibayarkan sebesar Rp. 750,
namun secara akuntansi beban pajak Rp. 250, yang Rp. 500 manfaat pajak tangguhan.
Kewajiban pajak tangguhan akan habis dikurangkan dan diakui sebagai manfaat pajak
tangguhan, karena asetnya sudah terjual.
Perbedaan temporer juga dapat muncul karena kompensasi kerugian. Peraturan pajak
menjelaskan bahwa wajib pajak dapat mengkompensasikan kerugian selama lima tahun
setelah kerugian tersebut terjadi. Jika entitas mengalami rugi sebesar Rp. (20.000) maka
selama lima tahun berikutnya entitas tidak akan membayar pajak sampai keuntungan
mencapai jumlah kerugian tersebut. Manfaat pajak tersebut diakui secara akuntansi pada saat
kerugian terjadi sebesar Rp. 5.000 (25% x 20.000). Entitas mengakui aset pajak tangguhan
dalam laporan posisi keuangan dan manfaat pajak tangguhan dalam laporan laba rugi
komprehensif. Jika pada tahun berikutnya entitas memiliki penghasilan kena pajak Rp. 6.000,
maka entitas tidak membayar pajak karena masih memiliki kompensasi kerugian, namun
secara akuntansi tetap akan diakui beban pajak tangguhan sebesar Rp. 1.500. Beban pajak
tangguhan ini diperoleh dari pemulihan aset pajak tangguhan. Akhir tahun pertama saldo aset
pajak tangguhan tersisa Rp. 5000 - Rp. 1.500 = Rp. 3.500 mencerminkan sisa kompensasi
yang belum dimanfaatkan Rp. 14.000.

6.4 KOMPENSASI KERUGIAN


Kompensasi kerugian adalah kompensasi yang diberikan kepada entitas yang
mengalami kerugian untuk tidak membayar pajak pada periode berikutnya sejumlah kerugian
yang telah diakui atau dibatasi oleh waktu. Ketentuan dalam regulasi pajak di Indonesia
menyebutkan bahwa entitas hanya diberikan kompensasi kerugian sampai dengan 5 tahun ke
periode setelahnya (loss carry forward). Artinya jika sebuah entitas pada tahun ini
mengalami kerugian maka kerugian tersebut dapat dikompensasi sampai dengan 5 tahun ke
depan. Kompensasi ke depan akan menyebabkan restitusi (pengembalian) pajak bagi entitas.
Sebagai contoh, suatu entitas mengalami kerugian pada tahun 2015 sebesar Rp.
750.000.000. Maka pada tahun 2015, entitas tidak membayar pajak karena kerugian tersebut,
Jika pada tahun 2016 entitas memperoleh keuntungan Rp. 300.000.000, entitas tidak perlu
membayar pajak, karena keuntungan tersebut dikompensasi dengan kerugian tahun 2015.
106
Selama masih ada sisa kompensasi maka entitas tidak membayar pajak, setelah kerugian
semuanya dikompensasi entitas baru membayar pajak. Misalnya pada tahun 2017 entitas
memperoleh keuntungan Rp. 600.000.000, maka entitas hanya akan membayar pajak atas
pajak penghasilannya sebesar Rp. 150.000.000, karena masih memiliki sisa kompensasi Rp.
450.000.000 sehingga yang perlu diayarkan pajaknya hanya sisanya.

Tabel 6.2 Ilustrasi Kompensasi Kerugian


Keterangan 2015 2016 2017
Laba (rugi) (750.000.000) 300.000.000 600.000.000
Kompensasi yang - (300.000.000) (450.000.000)
digunakan
Sisa kompensasi (750.000.000) (450.000.000) 0
Laba kena pajak 0 0 150.000.000

Aset pajak tangguhan diakui untuk akumulasi rugi pajak belum dikompensasi dan
kredit pajak yang belum dimanfaatkan apabila besar kemungkinan laba kena pajak masa
depan akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi pajak belum dikompensasi dan kredit
pajak belum dimanfaatkan. Artinya pada saaat entitas mengalami kerugian, maka manfaat
kompesasi yang akan diterima di masa depan tersebut akan diakui sebagai aset pajak
tangguhan, Manfaat kompensasi tersebut akan diakui sebagai pendapatan pajak tangguhan
atau manfaat kompensasasi kerugian dan disajikan sebagai bagian beban pajak.
Berikut adalah contoh ilustrasi dengan asumsi tidak ada perbedaan temporer dan
permanen. PT. Batara Narada pada tahun 2015 mengalami rugi Rp. 700.000.000. Pada
tahun 2016 entitas memperoleh laba Rp. 100.000.000, laba tahun 2017 sebesar Rp.
200.000.000, dan laba tahun 2018 sebesar Rp. 600.000.000. Entitas diasumsikan tidak
memiliki perbedaan temporer dan permanen, sehingga laba (rugi) sesbelum pajak menurut
akuntansi menjadi sama dengan laba (rugi) kena pajak. Tarif pajak yang berlaku sebesar
25%.

Tabel 6.3 Ilustrasi Perhitungan Aset Pajak Tangguhan


Keterangan 2015 2016 2017 2018
Laba (rugi) (700.000.000) 100.000.000 200.000.000 600.000.000
sebelum pajak

107
Keterangan 2015 2016 2017 2018
Beban pajak
Beban pajak kini 0 0 0 50.000.000
Beban (175.000.000) 25.000.000 50.000.000 100.000.000
(pendapatan)
pajak tangguhan
Total beban pajak 175.000.000 25.000.000 50.000.000 150.000.000
Laba (rugi) (525.000.000) 75.000.000 150.000.000 450.000.000
setelah pajak

Aset pajak 175.000.000 150.000.000 100.000.000 0


tangguhan

Tarif pajak efektif 25 % 25 % 25 % 25 %


Tarif pajak efektif 0 0 0 8.33 %
kini (current
effective rate)

Penjelasan tabel 6.3 adalah sebagai berikut :


1. Pada tahun 2015, atas kerugian Rp. 700.000.000 diakui sebagai aset pajak tangguhan dan
pendapatan pajak tangguhan. Sesuai dengan prinsip matching, manfaat kompensasi akan
diakui pada saat terjadinya kerugian. Aset pajak tangguhan diakui, karena kompensasi
tersebut memberikan manfaat di masa mendatang, karena jika entitas memperoleh laba
tidak perlu membayar pajak. Aset pajak tangguhan dan dan pendapatan pajak tangguhan
diakui sebesar Rp. 700.000.000 x 25 % = 175.000.000.
2. Pada tahun 2016, atas laba yang diperoleh dikenakan pajak sehingga pajak kini nol.
Namun kompensasi kerugian akan dimanfaatkan Rp. 100.000.000, sehingga aset pajak
tangguhan akan berkurang sebesar 25 % x Rp. 100.000.000 = 25.000.000.
3. Pada tahun 2017, kompensasi yang dimanfaatkan adalah Rp. 200.000.000, sehingga aset
pajak tangguhan berkurang dan diakui beban pajak tangguhan sebesar Rp. 25 % x Rp.
100.000.000 = 25.000.000.
4. Pada tahun 2018, kompensasi ;yang masih dapat dimanfaatkan sebesar Rp. 700.000.000 -
100.000.000 - 200.000.000 = Rp. 400.000.000. Dengan demikian entitas tetap harus
membayar pajak atas penghasilan yang tidak dapat lagi dikompensasi sebesar Rp.
600.000.000 - Rp. 400.000.000 = 200.000.000.
Pajak kini yang dibayarkan sebesar 25 % x Rp. 200.000.000 = Rp 50.000.000.
Total beban pajak adalah Rp. 100.000.000 + Rp. 50.000.000 = Rp. 150.000.000.
Pengakuan pajak tangguhan atas kompensasi kerugian akan meyebabkan tarif pajak
efektif sama seperti tarif pajak yang berlaku 25 %. Namun jika tarif efektif hanya
dihitung dari pajak yang dibayarkan atau pajak kini saja maka terlihat current effective
rate nol dan baru terlihat pada tahun 2018. Contoh tersebut menunjukkan bahwa

108
penggunaan pendekatan pajak tangguhan memberikan informasi yang lebih bermanfaat
bagi pembaca karena dapat menunjukkan potensi manfaat dalam laporan posisi keuangan
dan beban diakui pada waktu yang lebih tepat. Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :

2015Aset pajak tangguhan 175.000.000


6. Pendapatan pajak tangguhan 175.000.000 5
2016 Beban pajak
PENYAJIAN DAN tangguhan
PENGUNGKAPAN 25.000.000
Aset pajak tangguhan 25.000.000
PSAK 46
2017 Beban pajak tangguhan 50.000.000
Aset pajak tangguhan 50.000.000
2018 Beban pajak tangguhan 100.000.000
Beban pajak kini 50.000.000
Aset pajak tangguhan 100.000.000
Utang PPh Badan 50.000.000
beban (penghasilan) pajak diungkapkan secara terpisah. Komponen tersebut antara lain
mencakup beban (penghasilan) pajak kini, penyesuaian atas pajak kini yang berasal dari
periode sebelumnya, jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan yang berasal dari
timbulnya perbedaan temporer, jumlah beban (penghasilan) pajak tangguhan terkait dengan
perubahan tarif pajak. Berikut gambar 6.2 dan 6.3 adalah contoh penyajian dan
pengungkapan pajak penghasilan milik PT. Garuda Indonesia, Tbk pada 31 Desember 2014.

Gambar 6.2 Penyajian Pajak Penghasilan

109
Gambar 6.3 Pengungkapan Pajak Penghasilan

6.6 ANALISIS LAPORAN KEUANGAN


Informasi penting yang harus diketahui pemakai laporan keuangan adalah tarif pajak
efektif yang ditanggung oleh entitas (Martani et al., 2015:274). Tarif pajak efektif berguna
untuk mengetahui berapa sebenarnya tarif yang berlaku pada entitas tersebut. Tarif pajak
efektif yang berlaku di suatu entitas dengan tarif pajak yang ditetapkan pemerintah tidak
selalu sama. Hal tersebut terjadi karena adanya perbedaan antara dasar pencatatan akuntansi
dan perpajakan. Rumus untuk menentukan tarif efektif pajak adalah :
❑ total beban pajak
Tarif efektif pajak =
laba sebelum pajak

SOAL LATIHAN

Soal 1
PT Aster memiliki pendapatan sebelum pajak dalam laporan laba rugi 2015 sebesar
Rp.500.000.000. Informasi terkait PT Aster untuk menghitung kewajiban pajaknya adalah:
110
 Pendaptan dividen yang dikenai pajak final sebesar Rp. 50.000.000
 Depresiasi menurut pajak lebih besar Rp. 5.000.000
 Besar kredit pajak (pajak dibayar dimuka) sebesar Rp. 70.000.000
 Tarif pajak sebesar 25%

Diminta:
Hitung pajak terutang atas PT Aster pada 2015 dan buatlah jurnal untuk mencatat pajak
terutang tersebut!

Soal 2
PT Mawar pada tahun 2015 memiliki beberapa informasi berikut terkait dengan perhitungan
pajak penghasilan :
 Saldo awal aset pajak tangguhan (net) sebesar Rp. 10.000.000
 Kredit pajak yang dicatat sebagai pajak dibayar di muka sebesar Rp. 180.000.000
 Laba sebelum pajak Rp. 800.000.000
 Beban depresiasi menurut akuntasni Rp.120.000.000 sedangkan menurut pajak
sebesar Rp. 160.000.000
 Beban pensiun menurut akuntansi Rp.60.000.000 menurut pajak Rp.40.000.000
 Beban sumbangan menurut tujuan pajak tidak boleh dibebankan sebesar Rp.
10.000.000
 Pendapatan sewa yang dikenakan pajak final 10% sebesar Rp. 30.000.000
 Tarif pajak yang berlaku 25% pada 2015.

Diminta:
a. Buatlah rekonsiliasi fiskal sederhana untuk menghitung penghasilan kena pajak dan
pajak terutang.
b. Hitunglah pajak tangguhan.
c. Buat jurnal untuk mengakui pajak kini dan pajak tangguhan pada 2015!

Soal 3
PT Lily pada tahun 2015 mengalami kerugian sebesar Rp. 2.500.000.000. Entitas tidak
memiliki perbedaan temporer dan permanen sehingga laba akuntansi sama dengan laba kena
pajak. Entitas pada 2016 mencatat laba sebelum pajak sebesar Rp. 500.000.000, tahun 2017

111
sebesar Rp. 1.000.000.000, tahun 2018 sebesar Rp. 1.600.000.000. Tarif pajak yang berlaku
25%.
Diminta:
Bagaimanakah jurnal yang harus dibuat atas pengakuan pajak kini dan pajak tangguhan PT
Lily dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018?

Soal 4
PT Tulip melaporkan laba sebelum pajak per 31 Desember 2015 sebesar Rp. 5.600.000.000.
Hasil koreksi fiskal diketahui perbedaan permanen koreksi positif sebesar Rp. 600.000.000.
Koreksi temporer positif sebesar Rp. 300.000.000 dan koreksi temporer negatif Rp.
500.000.000. Saldo liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp. 900.000.000. Pajak penghasilan
yang telah dipotong oleh pihak lain adalah :
 PPh 23 final sebesar Rp. 200.000.000, PPh 23 tidak final sebesar Rp.200.000.000
 Pajak yang telah dipotong di luar negeri sebesar Rp. 300.000.000, PPh 24 boleh
dikreditkan terkait penghasilan luar negeri sebesar Rp. 250.000.000
 PPh 25 sebesar Rp. 840.000.000
 PPh 22 sebesar Rp. 60.000.000

Perusahaan mencatat pembayaran pajak dibayar di muka baik final maupun tidak final
sebagai pajak dibayar di muka. Tarif pajak yang berlaku 25%.
Diminta :
1. Buatlah rekonsiliasai fiskal sederhana untuk menghitung penghasilan kena pajak dan
pajak terutang tahun 2015!
2. Hitunglah pajak tangguhan!
3. Buatlah jurnal untuk mengakui pajak kini dan pajak tangguhan pada 2015!

SOAL KASUS

112
The amount of income taxes due to the government for a period of time is rarely the amount
reported on the income statement for that period as income tax expense (Kieso et al., 2011:
1061).
Instructions :
a. Explain the objectives of accounting for income taxes in general-purpose financial
statements.
b. Explain the basic principles that are applied in accounting for income taxes at the date of
the financial statements to meet the objectives discussed in a.
c. List the steps in the annual computation of deferred tax liabilities and assets.

113

Anda mungkin juga menyukai