TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah membaca dan mengkaji topik ini, pembaca akan mampu:
1. menjelaskan pajak dalam perusahaan;
2. menjelaskan akuntansi pajak penghasilan;
3. menjelaskan standar akuntansi pajak penghasilan;
4. menghitung laba menurut akuntansi dan laba menurut pajak; dan
5. menganalis informasi pajak yang dilaporkan suatu entitas.
6.1 PENDAHULUAN
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak kepada negara sesuai dengan
Undang-Undang Pajak Penghasilan. Kewajiban tersebut mengikat untuk semua entitas bisnis
(badan atau bentuk usaha tetap) dan individu. Undang-Undang Pajak menyebutkan atas
penghasilan yang diterima individu atau entitas (badan) akan dikenakan pajak sesuai dengan
tarif yang berlaku. Penghasilan menurut regulasi pajak adalah setiap tambahan kemampuan
ekonomi yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia atau dari
luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau menambah kekayaan. Untuk entitas,
penghasilan yang diterima atau diperoleh dikenakan pajak setelah dikurangkan beban yang
diperbolehkan. Pajak akan dihitung atas laba entitas bukan nilai total penghasilan. Namun
untuk pendapatan pada industri tertentu (konstruksi), usaha kecil yang menghitung pajak
dengan norma, pajak dihitung dari nilai penghasilan bukan laba.
Kewajiban pajak tidak hanya terkait dengan penghasilan yang diperoleh entitas tersebut.
Entitas juga memiliki kewajiban untuk memotong pajak atas penghasilan yang diterima oleh
pihak lain (withholding tax). Pada saat membayar gaji kepada karyawan, membayar sewa
kepada rekanan, membayar jasa konsultasi pada kantor akuntan publik, entitas harus
memotong pajak atas penghasilan tersebut. Atas pajak yang telah dipotong, harus disetorkan
ke kas Negara dan dilaporkan setiap awal bulan berikutnya. Pajak pihak ketiga tidak
mempengaruhi kinerja entitas dalam laporan laba rugi komprehensif, karena pajak tersebut
bukan beban bagi perusahaan. Pajak tersebut dipotong dari penghasilan yang diterima pihak
lain, sementara oleh perusahaan dicatat sebagai beban. Pajak akan menyebabkan jumlah yang
97
dibayarkan untuk beban tersebut dialokasikan untuk dua pihak yaitu penerima penghasilan
dan kas negara sebagai penerima pajak.
Pada saat entitas melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak wajib
memotong PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Untuk produksi dan import barang mewah akan
dikenakan PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah). Pajak pihak ketiga ini harus
diadministrasikan dan juga dicatat dalam pembukuan. Jika pada akhir periode terdapat pajak
yang belum dibayar, entitas akan menyajikan utang pajak dalam laporan posisi keuangan.
PPN tidak mempengaruhi kinerja entitas karena PPN tidak mempengaruhi jumlah penjualan
dan pembelian tetapi menambah piutang atau utangnya.
Entitas memiliki kewajiban untuk membayar pajak atas penghasilan yang diperoleh. Atas
penghasilan yang diperoleh dari pihak lain dalam bentuk jasa, sewa akan dipotong pajak.
Entitas akan mencatat pajak dibayar dimuka atas pemotongan pajak yang telah dilakukan
pihak lain pada saat entitas menerima penghasilan. Setiap bulan entitas wajib membayar
angsuran pajak (PPh 25) yang jumlahnya dihitung berdasarkan pajak tahun sebelumnya
dibagi dua belas atau dengan cara perhitungan tersendiri jika penghasilan tahun sebelumnya
diperkirakan berbeda. Pada akhir tahun, entitas akan menghitung jumlah pajak terutang
dalam satu tahun fiskal. Pajak dalam satu tahun fiskal ditambahkan dengan pajak final dan
pajak anak perusahaan akan disajikan sebagai beban pajak kini dalam laporan laba rugi
komprehensif. Pajak terutang satu tahun fiskal dikurangi dengan pajak yang telah dipotong
dan diangsur akan menghasilkan pajak kurang/lebih bayar (PPh 29/28).
100
diterima dari luar negeri dan pajaknya telah dibayarkan, maka pajak yang telah dibayarkan
tersebut akan diperhitungkan sebagai kredit pajak sesuai dengan ketentuan PPh pasal 24.
Liabilitas pajak kini dalam laporan keuangan disajikan sebagai utang PPh Badan. Jika jumlah
yang dibayar atau dipotong pihak lain lebih besar akan disajikan sebagai pajak dibayar
dimuka atau PPh Badan dibayar dimuka. Berikut ilustrasi pencatatan beban pajak kini dan
liabilitas pajak kini dalam suatu entitas.
Contoh kasus:
PT AMERTA LOKA memperoleh laba sebelum pajak sebesar Rp 80.000.000 pada
tahun pajak yang berakhir 31 Desember 2015. Dari hasil koreksi fiskal diketahui perbedaan
permanen koreksi positif sebesar Rp 2.000.000. Perbedaan temporer koreksi negatif sebesar
Rp 3.000.000 dan koreksi positif Rp 5.000.000. Saldo liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp
1.700.000. pajak penghasilan yang telah dipotong pihak lain sbb:
PPh final sebesar Rp 1.500.000 atas pengahsilan sewa bruto Rp 15.000.000
PPh 23 tidak final sebesar Rp 1.000.000 atas penghasilan sebesar Rp 50.000.000
Penghasilan diterima dari luar negeri sebesar Rp 200.000.000; pajak yang telah dipotong
di luar negeri sebesar Rp 6.000.000, PPh 24 yang boleh dikreditkan terkait penghasilan
luar negeri sebesar Rp 5.000.000.
Angsuran pembayaran PPh 25 sebesar Rp 10.000.000.
PPh 22 pajak atas impor sebesar Rp 2.000.000.
Perusahaan mencatat pembayaran pajak dibayar di muka baik final maupun tidak final
sebagai pajak dibayar dimuka.
Buatlah jurnal pencatatan pembayaran pajak dan penyesuaian yang dibuat untuk
mengakui utang pajak penghasilan kini. Tarif pajak yang berlaku 25%.
Atas penerimaan penghasilan yang dikenakan pajak final, akan dicatat penghasilan dan pajak
dibayar dimuka.
Kas 13.500.000
Pajak dibayar dimuka (final) 1.500.000
Pendapatan 15.000.000
Kas 49.000.000
Pajak dibayar dimuka (tidak final) 1.000.000
Pendapatan 50.000.000
Kas 194.000.000
Pajak dibayar dimuka (LN) 6.000.000
Pendapatan 200.000.000
Pajak yang dibayar langsung oleh perusahaan ke kas Negara, baik angsuran pajak dan pajak
yang dipungut akan dicatat sebagai pajak dibayar dimuka, jurnalnya dicatat sesuai dengan
waktu pembayarannya.
101
Pajak dibayar dimuka PPh 22 2.000.000
Pajak dibayar dimuka PPh 25 10.000.000
Kas 12.000.000
Pada akhir tahun, akan diperhitungkan pajak yang telah dibayar dengan jumlah pajak
terutang. Jika jumlah pajak terutang lebih besar dari pajak yang telah dibayar, akan diakui
sebagai liabilitas pajak kini. Dalam laporan keuangan disajikan dengan nama utang PPh
badan.
Perhitungan pajak terutang:
PKP = Rp 80.000.000 + Rp 20.000.000 - Rp 3.000.000 + Rp 5.000.000
= Rp 84.000.000.000
Pajak terutang = 25% x Rp 84.000.000 = Rp 21.000.000
Total beban pajak kini merupakan penjumlahan semua pajak yang dibayarkan yaitu pajak
final dan pajak tidak final, termasuk juga pajak luar negeri yang tidak boleh dikreditkan.
Total beban pajak kini = pajak terutang tahunan + pajak final + pajak LN yang tidak
dikreditkan
= Rp 21.000.000 + 1.500.000 + 1.000.000 = Rp 23.500.000
PSAK Undang-undang
AKUNTANSI PAJAK
PERBEDAAN
Permanen Temporer
BOOK-TAX GAP/ DIFFERENCE
Pajak Tangguhan:
Aset/liabilitas
Beban/pendapatan
Perbedaan permanen adalah perbedaan substansi yang tidak akan terpulihkan di masa
mendatang. Contohnya biaya pegawai yang diberikan dalam bentuk natura, sumbangan
103
dengan kriteria tertentu tidak dapat menjadi pengurang penghasilan, biaya yang tidak terkait
dengan mendapatkan, menagih dan memelihara pendapatan. Perbedaan permanen dapat juga
terjadi karena penghasilan yang dikenakan pajak final seperti pendapatan bunga, sewa tanah,
sewa bangunan, pengalihan tanah / bangunan, transaksi di pasar modal. Penghasilan yang
dikecualikan misalnya iuran pensiun yang diterima oleh entitas program purnakarya. Atas
perbedaan permanen ini menurut standar tidak diperhitungkan konsekuensi pajak yang
terutang di masa depan sehingga tidak memunculkan kewajiban atau aset pajak tangguhan.
Walaupun untuk pajak final ada konsekuensi pajak yang harus ditanggung, yaitu sebesar tarif
pajak finalnya, yang berbeda dengan tarif pajak umum. Dalam perhitungan pajak terutang,
perbedaan permanen ini tidak dimasukkan dalam menghitung pajak terutang. Pajak final
dilaporkan dalam laporan pajak terpisah dari penghasilan yang dihitung dengan
menggunakan tarif pajak umum.
Perbedaan temporer adalah perbedaan yang terjadi karena waktu pengakuan sehingga
secara total nilai beban atau pendapatan sama namun waktu pengakuannya berbeda.
Perbedaan temporer akan menyebabkan jumlah tercatat aset atau liablitas dalam laporan
posisi keuangan berbeda dengan dasar pengenaan pajaknya. Misalnya perbedaan masa
manfaat aset tetap antara ketentuan perpajakan dan kebijakan entitas dalam melakukan
penyusutan. Akibat perbedaan masa manfaat, nilai penyusutan berbeda, sehingga akan
menyebabkan perbedaan nilai buku aset dalam laporan posisi keuangan dengan dasar
pengenaan pajaknya. Perbedaan temporer juga dapat muncul karena perbedaan waktu
pengakuan maupun cara penilaian. Akuntansi mengakui penurunan piutang saat terdapat
bukti objektif sesuai dengan PSAK 55, sedangkan pajak mengakui penghapusan piutang jika
telah memenuhi ketentuan spesifik yang lebih ketat untuk entitas di luar jasa keuangan.
Untuk entitas dalam industri keuangan ada peraturan khusus untuk menghitung nilai
cadangan penurunan nilai piutang. Akuntansi mengakui penurunan nilai (impairment) aset
tetap, investasi dan cadangan penurunan persediaan, sedangkan pajak tidak memperkenankan
kerugian penurunan nilai sebagai pengurang penghasilan.
Perbedaan temporer ini akan menimbulkan jumlah pajak terutang pada periode
mendatang atau jumlah pajak terpulihkan di masa mendatang. Jika aset atau liabilitas muncul
akibat pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih besar dibandingkan menurut pajak,
maka akan menimbulkan pajak terutang di masa depan sehingga akan diakui liabilitas pajak
tangguhan. Sebaliknya jika pengakuan pendapatan menurut akuntansi lebih kecil
dibandingkan penghasilan menurut pajak, maka entitas akan melakukan pembayaran pajak
terlebih dahulu atas pendapatan tersebut sehingga akan diakui aset pajak tangguhan. Aset
104
pajak tangguhan juga dapat terjadi karena akumulasi kerugian pajak yang belum
dikompensasikan dan akumulasi kredit pajak yang belum dimanfaatkan. Untuk fasilitas kredit
pajak, ketentuan regulasi di Indonesia belum mengatur.
Sebagai ilustrasi, sebuah peralatan dibeli pada awal tahun 1 sebesar Rp. 12.000
disusutkan menurut pajak selama 4 tahun tanpa nilai sisa. Menurut akuntansi disusutkan
selama 5 tahun dengan nilai sisa Rp. 2.000. Tabel 6.1 berikut memberikan gambaran pajak
tangguhan, dengan mengasumsikan pendapatan Rp. 5.000.
Menurut akuntansi, beban pajak akan dihitung berdasarkan laba akuntansi sehingga
beban pajak sebesar Rp. 750. Beban pajak tersebut terdiri pajak kini yang dibayarkan ke kas
Negara sebesar Rp. 500 dan beban pajak tangguhan sebesar Rp. 250. Dampaknya timbul
kewajiban pajak tangguhan. Menurut akuntansi, penyusutannya lebih kecil sehingga laba
akuntansi lebih besar sehingga terdapat pengakuan beban pajak tangguhan selama 4 tahun
pertama. Pada tahun kelima, entitas membayar pajak lebih besar karena tidak ada lagi
penyusutan. Namun secara akuntansi masih terdapat penyusutan sehingga penghasilannya
lebih kecil sebesar Rp. 3.000. Pada tahun kelima pajak yang dibayarkan sebesar Rp. 1.250
namun beban pajak yang diakui sebesar Rp. 750. Selisihnya Rp. 500 merupakan manfaat
pajak tangguhan dan mengurangi kewajiban pajak tangguhan.
105
Sampai akhir tahun kelima masih ada nilai sisa Rp. 2.000 dan saldo kewajiban pajak
tangguhan Rp. 500. Perbedaan ini akan hilang saat entitas menjual peralatan tersebut. Jika
tahun ke-7 peralatan dijual seharga 3.000 maka pajak akan mengakui laba penjualan aset
sebesar Rp. 3.000 sedangkan menurut akuntansi laba penjualan aset Rp. 1.000 karena masih
ada nilai sisa Rp. 2.000. Pajak atas penjualan tersebut akan dibayarkan sebesar Rp. 750,
namun secara akuntansi beban pajak Rp. 250, yang Rp. 500 manfaat pajak tangguhan.
Kewajiban pajak tangguhan akan habis dikurangkan dan diakui sebagai manfaat pajak
tangguhan, karena asetnya sudah terjual.
Perbedaan temporer juga dapat muncul karena kompensasi kerugian. Peraturan pajak
menjelaskan bahwa wajib pajak dapat mengkompensasikan kerugian selama lima tahun
setelah kerugian tersebut terjadi. Jika entitas mengalami rugi sebesar Rp. (20.000) maka
selama lima tahun berikutnya entitas tidak akan membayar pajak sampai keuntungan
mencapai jumlah kerugian tersebut. Manfaat pajak tersebut diakui secara akuntansi pada saat
kerugian terjadi sebesar Rp. 5.000 (25% x 20.000). Entitas mengakui aset pajak tangguhan
dalam laporan posisi keuangan dan manfaat pajak tangguhan dalam laporan laba rugi
komprehensif. Jika pada tahun berikutnya entitas memiliki penghasilan kena pajak Rp. 6.000,
maka entitas tidak membayar pajak karena masih memiliki kompensasi kerugian, namun
secara akuntansi tetap akan diakui beban pajak tangguhan sebesar Rp. 1.500. Beban pajak
tangguhan ini diperoleh dari pemulihan aset pajak tangguhan. Akhir tahun pertama saldo aset
pajak tangguhan tersisa Rp. 5000 - Rp. 1.500 = Rp. 3.500 mencerminkan sisa kompensasi
yang belum dimanfaatkan Rp. 14.000.
Aset pajak tangguhan diakui untuk akumulasi rugi pajak belum dikompensasi dan
kredit pajak yang belum dimanfaatkan apabila besar kemungkinan laba kena pajak masa
depan akan memadai untuk dimanfaatkan dengan rugi pajak belum dikompensasi dan kredit
pajak belum dimanfaatkan. Artinya pada saaat entitas mengalami kerugian, maka manfaat
kompesasi yang akan diterima di masa depan tersebut akan diakui sebagai aset pajak
tangguhan, Manfaat kompensasi tersebut akan diakui sebagai pendapatan pajak tangguhan
atau manfaat kompensasasi kerugian dan disajikan sebagai bagian beban pajak.
Berikut adalah contoh ilustrasi dengan asumsi tidak ada perbedaan temporer dan
permanen. PT. Batara Narada pada tahun 2015 mengalami rugi Rp. 700.000.000. Pada
tahun 2016 entitas memperoleh laba Rp. 100.000.000, laba tahun 2017 sebesar Rp.
200.000.000, dan laba tahun 2018 sebesar Rp. 600.000.000. Entitas diasumsikan tidak
memiliki perbedaan temporer dan permanen, sehingga laba (rugi) sesbelum pajak menurut
akuntansi menjadi sama dengan laba (rugi) kena pajak. Tarif pajak yang berlaku sebesar
25%.
107
Keterangan 2015 2016 2017 2018
Beban pajak
Beban pajak kini 0 0 0 50.000.000
Beban (175.000.000) 25.000.000 50.000.000 100.000.000
(pendapatan)
pajak tangguhan
Total beban pajak 175.000.000 25.000.000 50.000.000 150.000.000
Laba (rugi) (525.000.000) 75.000.000 150.000.000 450.000.000
setelah pajak
108
penggunaan pendekatan pajak tangguhan memberikan informasi yang lebih bermanfaat
bagi pembaca karena dapat menunjukkan potensi manfaat dalam laporan posisi keuangan
dan beban diakui pada waktu yang lebih tepat. Jurnal yang dibuat adalah sebagai berikut :
109
Gambar 6.3 Pengungkapan Pajak Penghasilan
SOAL LATIHAN
Soal 1
PT Aster memiliki pendapatan sebelum pajak dalam laporan laba rugi 2015 sebesar
Rp.500.000.000. Informasi terkait PT Aster untuk menghitung kewajiban pajaknya adalah:
110
Pendaptan dividen yang dikenai pajak final sebesar Rp. 50.000.000
Depresiasi menurut pajak lebih besar Rp. 5.000.000
Besar kredit pajak (pajak dibayar dimuka) sebesar Rp. 70.000.000
Tarif pajak sebesar 25%
Diminta:
Hitung pajak terutang atas PT Aster pada 2015 dan buatlah jurnal untuk mencatat pajak
terutang tersebut!
Soal 2
PT Mawar pada tahun 2015 memiliki beberapa informasi berikut terkait dengan perhitungan
pajak penghasilan :
Saldo awal aset pajak tangguhan (net) sebesar Rp. 10.000.000
Kredit pajak yang dicatat sebagai pajak dibayar di muka sebesar Rp. 180.000.000
Laba sebelum pajak Rp. 800.000.000
Beban depresiasi menurut akuntasni Rp.120.000.000 sedangkan menurut pajak
sebesar Rp. 160.000.000
Beban pensiun menurut akuntansi Rp.60.000.000 menurut pajak Rp.40.000.000
Beban sumbangan menurut tujuan pajak tidak boleh dibebankan sebesar Rp.
10.000.000
Pendapatan sewa yang dikenakan pajak final 10% sebesar Rp. 30.000.000
Tarif pajak yang berlaku 25% pada 2015.
Diminta:
a. Buatlah rekonsiliasi fiskal sederhana untuk menghitung penghasilan kena pajak dan
pajak terutang.
b. Hitunglah pajak tangguhan.
c. Buat jurnal untuk mengakui pajak kini dan pajak tangguhan pada 2015!
Soal 3
PT Lily pada tahun 2015 mengalami kerugian sebesar Rp. 2.500.000.000. Entitas tidak
memiliki perbedaan temporer dan permanen sehingga laba akuntansi sama dengan laba kena
pajak. Entitas pada 2016 mencatat laba sebelum pajak sebesar Rp. 500.000.000, tahun 2017
111
sebesar Rp. 1.000.000.000, tahun 2018 sebesar Rp. 1.600.000.000. Tarif pajak yang berlaku
25%.
Diminta:
Bagaimanakah jurnal yang harus dibuat atas pengakuan pajak kini dan pajak tangguhan PT
Lily dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2018?
Soal 4
PT Tulip melaporkan laba sebelum pajak per 31 Desember 2015 sebesar Rp. 5.600.000.000.
Hasil koreksi fiskal diketahui perbedaan permanen koreksi positif sebesar Rp. 600.000.000.
Koreksi temporer positif sebesar Rp. 300.000.000 dan koreksi temporer negatif Rp.
500.000.000. Saldo liabilitas pajak tangguhan sebesar Rp. 900.000.000. Pajak penghasilan
yang telah dipotong oleh pihak lain adalah :
PPh 23 final sebesar Rp. 200.000.000, PPh 23 tidak final sebesar Rp.200.000.000
Pajak yang telah dipotong di luar negeri sebesar Rp. 300.000.000, PPh 24 boleh
dikreditkan terkait penghasilan luar negeri sebesar Rp. 250.000.000
PPh 25 sebesar Rp. 840.000.000
PPh 22 sebesar Rp. 60.000.000
Perusahaan mencatat pembayaran pajak dibayar di muka baik final maupun tidak final
sebagai pajak dibayar di muka. Tarif pajak yang berlaku 25%.
Diminta :
1. Buatlah rekonsiliasai fiskal sederhana untuk menghitung penghasilan kena pajak dan
pajak terutang tahun 2015!
2. Hitunglah pajak tangguhan!
3. Buatlah jurnal untuk mengakui pajak kini dan pajak tangguhan pada 2015!
SOAL KASUS
112
The amount of income taxes due to the government for a period of time is rarely the amount
reported on the income statement for that period as income tax expense (Kieso et al., 2011:
1061).
Instructions :
a. Explain the objectives of accounting for income taxes in general-purpose financial
statements.
b. Explain the basic principles that are applied in accounting for income taxes at the date of
the financial statements to meet the objectives discussed in a.
c. List the steps in the annual computation of deferred tax liabilities and assets.
113