Anda di halaman 1dari 4

ELEGI STELLA

Dalam konteks apa sesorang bisa melupakan seklaigus memaafkan kesalahan di masa lalu? Atau lebih
parahnya lagi, itu hanya beakhir dengan kepitusan menutup mata pada segala kebenaran yang terjadi.
Bagaimana jika memaafkan adalah jalan keluar setelah kekecewaan menyerang dan jika melupakan
adalah jalan terbaik setelah ingatan keji menguasai? Lalu bagaimana dengan menutup mata akan
kebenaran yang benar-benar terjadi? Suatu kesalahan mungkin terjadi karena ulah sendiri tapi tak
sekalipun tersadari kemudian menjadi sebab dari konteks menutup mata, maka disinilah kata
‘Fatal’tercipta.

Rintik hujan lambat laun membasahi jalanan kota Valleta di malam hari, hanya terdengar suara tetesqan
air bujan yang jatuh mengenai celah dinding kota yang indah ini. Jika sudah begini satu hal yang terlintas
dalam benak seorang gadis manis bernama stella ialah bagaimana ia melupakan barang penting yang
seharusnya ia bawa saat sitruasi genting begini? Tak butuh waktu lama saat sudut mata kirinya
menangkap sebuah bangunan yang sangat cocok untuk dijadikan tempat berteduh saat ini. Mmeilih
tempat di sudut ruangan adalah hal ternyaman baginya, sambil ditemani segelas Americano panas juga
layar laptop yang menampilkan deretan karya desain grafis yang telah dibuatnya selama akhir pecan ini.
Hanya dengan begitu ia berhasil dibawa berwisata pada masa lalu oleh suasana saat ini yang sangat
mendukungnya untuk menjelajah. Meski 20 bukanlah angka yang cukup untuk seseorang mendapatkan
profesi, tapi Stella mampu mematahkan hal itu. Bukan hal yang mudah baginya untuk memulai profesi
ini dengan banyaknya masa sulit yang selama ini ia lwaeti. Sebab dengan begitu ia mampu berkaca pada
kesaqlahan sebelumnya.

***

Tepat pada pukul 06.35, Stella bangun dengan keadaan nafas yang tersengal. Dengan refleks ia
mengusap cairan bening yang membasahi dahinya. Akhir-akhir ini ia selalu mendapoat mimpi aneh di
luar batas kewajaran sesorang. Dua hari yang lalu dimimpinya ia dikejar oleh sesosok pria tanpa kepala
yang meminta tolong agar diampuni dan membawakan kembali bagian tubuhnya yang bahkan Stella
sendiri tidak tahu dimana keberadaanya sebelum akhirnya ia terbangun dengan keadaan yang sama
seperti hari ini. Di hari itu ia juga dibuat bingung sekaligus lemas saat menemukan secarik kertas tanpa
inisial pengirim yang berisikan kalimat '2 hari lagi' tepat di atas nakas sebelah tempat tidurnya dengan
posisi diitindih dengan kotak lensnya agar mudah dilihat oleh sang pemilik ruangan. Hari ini ia juga
dikejutkan dengan hal yang sama, namun isi suratnya kali ini berbeda. Disini bertuliskan 'hari ini'.

***

Berita pagi ini sangat kurang enak jika dilihat ataupun didengar dalam keadaan seperti ini. Reporter
memberitakan bahwa semalam ada kasus pembunuhan yang berlokasi tak jauh dari tempat tinggal
Stella saat ini, korbannya ialah seorang pria paruh baya sekitar 40 tahun ke atas. Ditemukan dalam
kondisi terikat pada pergelangan tangan, dan tanpa kepala yang tergeletak di depan gedung olahraga
tua. Kasus pembunuhan seperti ini merupakan kasus ke 2 yang terjadi di daerah yang sama dalam satu
tahun ini. Bulan lalu juga ditemukan kasus yang serupa, dimana pada lengan korban tergores kata 'AM'
yang diduga sengaja digoreskan dengan grafit pensil yang tumpul hingga tersayat. Pada kasus bulan lalu,
hasil autopsi korban menyatakan bahwa korban tewas pada pukul 00.30 malam, begitu juga dengan
kasus hari ini. Sepertinya pembunuh ingin bermain sedikit dengan pihak berwajib.

Sungguh akhir pekannya dibuat berantakan oleh tiga hal di atas, padahal rencana awalnya pagi ini ia
akan berbelanja camilan bulanan, karena persediaan camilan bulanan miliknua telah usai. Tetapi
mengingat pagi ini ada berita yang mengabarkan demikian, ia harus mengurungkan niatnya. Stella juga
tidak munafik jika ia terlewat kata takut karena penggalan kata di surat pagi hari ini, belum lagi adanya
berita pembunuhan di dekat tempat tinggalnya. Tentu Stella tak mau menjadi korban selanjutnya.
Menetap di rumah dan berkutat dengan kertas-kertas desain merupakan ide yang bagus, lagipula tim
penyelidik kasus pagi ini sedang melakukan TKP jadi wajar jika mereka menyarankan warga sekitar agar
tetap di rumah demi kelancaran penyelidik.

Total sudah sepuluh jam lebih ia gunakan untuk menggarap lembaran-lembatan karya desain gaun
untuk disetorkan pada dosen pembimbing besok. Pukul lima sore ia memutuskan keluar membeli
beberapa alat yang ia butuhkan untuk desainnya. Setelah dirasa situasi di lantai bawah lumayan sepi
ketimbang suara ricuh pagi tadi, maka ia mulai turun menuju lobi untuk segera ke supermarket terdekat.
Belum juga ia melangkah ke pintu keluar lobi,

" Pardon Mevrouw, boleh minta waktu Anda sebentar? "

Bariton seseorang itu berhasil menghentikan langkah Stella sebelum akhirnya ia membalikkan badan
pada seorang pria jakung lengkap dengan seragam bersenjatanya yang berjalan menuju ke arah Stella.

" Ja Meneer, ada yang bisa saya bantu? " sahut Stella seraya menoleh ke arah suara.

Entah bagaimana ceritanya, setelah Stella menjawab beberapa pertanyaan dari pria jakung tadi, yang
sekarang malah berjalan tepat di sebelahnya berniat untuk mengantar Stella hanya untuk membeli
pensil warna dan mungkin beberapa camilan. Bukannya merasa aman, justru Stellabdibuat risih dengan
pandangan pelanggan lain karena tepat di sebelah kirinya terdapat pria berseragam dengan senjata
lengkap.

Sejak kapan acara membayar di kasir adalah suatu hal menyebalkan yang pernah ia temui seperti saat
ini. Nona kasir itu secara bergantian memandang wajar Stella dan juga pria jakung di belakangnya.
Sudah seperti seorang narapidana yang sedang berbelanja ditemani oleh seorang polisi bersenjata
lengkap yang kapan saja akan siap siaga menangkap jika ia mencoba kabur. Setelah menghabiskan 3
Euro hanya untuk pensil, pensil warna, dan dua cemilan kedelai. Di perjalanan pulang tidak ada sepatah
katapun yang terucap dari keduanya, malah mereka sibuk mengunyah cemilan kedelai masing-masing
yang mampu mengganjal rasa lapar untuk sementara.

" Jadi Anda ini seorang desainer? " Bariton milik pria jangkung di sebelahnya yang memperkenalkan diri
dengan panggilan Stevan padanya saat di lobi tadi.

" Nee, masih belum. Lebih tepatnya saya adalah asisten dari seorang guru desainer" Penjelasan Stella
mampu diterima oleh Steven.
" Bagaimana dengan Anda, Meener?"

" Saya magang Divisi Pengaman warga sekitar ", jelas Steven yang artinya ia belum resmi dikatakan
sebagai Tim keamanan penyidik.

" Dengan senjata itu? ", bukan tanpa sebab Stella berani bertanya seperti itu, hanya saja ia sangat risih
dengan seseorang disamping nya yang mengarungi senjata bergagang mirip jenis glock.

" Sepertinya Anda salah paham dengan benda ini. Ini adalah stun gun, gunanya untuk melumpuhkan
lawan secara sementara. Jadi ini tidak memerlukan peluru seperti apa yang Anda pikirkan Nona".

Stella jelas saat ini merasa sangat tidak sopan sebab telah menuduh hal yang tidak-tidak pada pemuda
magang di sebelahnya. Ia jelas paham betul bahwa seorang Magang pada profesi seperti ini tidak
dibebaskan membawa senjata api apapun.

Hanya butuh lima belas menit dari supermarket menuju apartemen tempat tinggal Stella. Sesampainya
di lobi tempat dimana mereka bertemu, Stella pamit terlebih dahulu untuk segera kembali ke
tempatnya. Seperginya Stella, Steven memutuskan untuk kembali ke dalam mobil dinasnya yang ia
parkir tak jauh dari bangunan tempatnya berada. Baru saja ia menempatkan dirinya di balik kemudi dan
hendak melakukan patroli malam, yang sepertinya harus tertunda, sebab ia melihat siluet sosok yang
sedang berjongkok aneh membelakangi tepat dengan jarak 5 meter dari pandangannya. Mobilnya
terparkir ke arah selatan dari jalanan menuju arah supermarket. Minimnya pencahayaan di daerah itu
membuat Steven mau tidak mau harus mendekati dan memastikan apa yang dilakukan sosok itu disana.
Saat ia hendak membuka pintu mobilnya, ia dibuat berhenti karena siluet di depannya dengan tiba-tiba
berdiri kemudian mulai berjalan ke arah bawah lampu jalanan malam itu. Dan apa itu. Steven bisa
dengan jelas melihat wajah sosok siluet itu..

" Tunggu, bukankah itu Stella?" ujarnya dalam hati.

Seseorang yang baru beberapa jam tadi bersamanya. Atau ia hanya salah lihat? Tetapi makin lama ia
semakin yakin bahwa itu adalah nona muda yang ia mintai keterangan sore tadi.

'Mungkin ia sedang mencari barang yang hilang disana' pikirnya, tetapi pemikiran itu pudar seketika saat
ia dengan jelas melihat bagian mulut wanita itu sedang mengunyah sesuatu dan juga cairan merah yang
menetas dari mulutnya. Seperti telah memakan sesuatu yang mentah. Steven mematung di tempatnya,
semua teori yang ia kumpulkan hari ini terjawab sudah oleh sosok siluet tersebut yang tak lain adalah
Stella. Mulai dari Stella yang membeli jenis pensil dengan bahan grafit khusus untuk seorang desainer itu
sama dengan pensil yang digunakan oleh pelaku untuk mengukur kata di tubuh korban. Kemudian jam
tidur Stella yang diketahui Ia selalu terbangun pada tengah malam dan tidak ingat telah melakukan apa.
Semua itu Steven dapatkan saat ia meminta keterangan Stella sebagai tetangga lantai korban
pembunuhan pagi ini. Sebenarnya juga bukan hari ini saja, Steven melihat sosok Stella yang berjongkok
kemudian berakhir dengan hilang begitu saja saat Steven tidak sengaja menekan tombol lampau sen
yang membuat sosok itu menghilang ditengah gelapnya malam secara tiba-tiba setelah diumumkan
adanya berita pembunuhan di daerah yang sama pada bulan lalu.
Tak mau mengulangi hal yang sama, Steven memutuskan berjalan mendekat ke arah Stella. Ia paham
betul bahwa ini bukanlah ide yang tepat, tapi sebelum hal buruk menimpanya ia menyempatkan
melapor pada kantor polisi terdekat bahwa terjadi hal janggal di daerah ini. Dengan senjata stun gun
yang sekarang sudah dalam genggamannya ia mulai melangkah mendekat. Steven tak tau pasti
mengenai benda abstrak apa yang ada dihadapan Stella saat ini, yang ia lihat seperti kepala seorang
manusia karena ia sempat melihat bagian telinga yang mengelupas. Yang ada dipikirannya saat ini ialah
bagaimana seorang wanita pendiam yang baru saja ia temui sore tadi bertingkah seperti binatang yang
sudah berbulan-bulan tak diberi makan. Terlambat. Hampir seperkian detik ia lewatkan. Pergerakan
Stella saat ini begitu cepat. Beruntung Steven segera memantik stun gunnya sebelum Stella melompat
ke arahnya. Stella terjatuh kaku di atas tanah. Steven berhasil melumpuhkan Stella.

***

Pagi ini Stella dibuat kelimpungan. Biasanya yang pertama kali ia lihat adalah atap kamarnya tapi kali ini
berbeda, Stella tidak sedang berada di kamarnya. Ditambah lagi ia terbangun dalam keadaan tangan dan
kakinya terikat di sisi brankar khas rumah sakit. Seorang perawat datang kepadanya dengan membawa
beberapa alat medis kemudian tersenyum ramah padanya.

DID (Dissociative Identity Disorder) atau kepribadian ganda dimana pelaku tidak sadar bahwa dia
memiliki 'orang lain' dalam dirinya. Masalah siapa yang ada dalam dirinya itu merupakan sisi lainnya
yang mencoba untuk membebaskan diri dari kekangan. Selama ini Stella hidup dalam lingkungan yang
penuh kekangan sampai usianya menginjak 18 tahun yang mana ia harus belajar hidup mandiri tanpa
bekal apapun di masa lalu. Surat yang selalu ada di meja sebelah tempat tidurnya adalah surat yang ia
buat sendiri saat 'orang lain' itu sedang menguasi dirinya.

Membutuhkan waktu selama 2 tahun untuk bisa menghilangkan 'orang lain' dalam dirinya. Hingga
akhirnya ia dinyatakan terbebas dari sisi 'orang lain' dalam dirinya itu.

Anda mungkin juga menyukai