Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

“ Pembelajaran Tuntas ( Mastery Learning ) ”

Disusun memenuhi tugas mata kuliah “Strategi Pembelajaran”

Dosen Pengampuh : Yane Hardiyanti S.Pd,M.Pd

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 4

Asma Isa

Rahmatila Saridi

Patma Ahmad

Magvira Gabriel

Agnes Djibu

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORINTALO

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Tak lupa pula sholawat dan
salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad Saw,keluarganya, sahabatnya,dan kepaada
kita selaku umatnya.

Makalah ini penulis susun untuk melengkapi tugas mata kuliah Strategi
Pembelajaran.Penulis ucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Strategi Pembelajaran
yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis mohon maaf jika di dalam makalah ini terdapat banyak kesalahan dan kekurangan
dalam penulisan makalah ini sehingga kami mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca
agar dapat menjadi lebih baik

Gorontalo, 09 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................i
DAFTAR ISI................................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................2
A. Konsep Belajar Tuntas.....................................................................................................2
B. Asumsi Belajar Tuntas.....................................................................................................7
C. Ciri-ciri Belajar Mengajar dengan Prinsip Belaja Tuntas................................................9
D. Persiapan Mengajar dengan Prinsip Belajar Tuntas........................................................11
E. Strategi Belajar Tuntas dan Pengajaran Individual..........................................................14
BAB III PENUTUP.....................................................................................................................18
A. Kesimpulan......................................................................................................................18
B. Saran................................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................19

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan yang pesat dalam dunia pendidikan pada abad ke-20 ini membawa
kita untuk mempertimbangkan suatu pandangan tentang kemampuan siswa yang dapat
ditingkatkan semaksimal mungkin dengan usaha yang efektif dan efisien.
Salah satu pandangan tentang kemampuan siswa tersebut dikemukakan oleh John B.
Carrol pada tahun 1963 berdasarkan penemuannya mengenai model belajar yaitu "Model
of School Learning". Dalam hal ini bakat bukan diartikan sebagai kapasitas belajar tetapi
sebagai kecepatan belajar atau laju belajar.Ini berarti bahwa siswa yang berbakat tinggi
akan dapat menguasai bahan dengan cepat sedangkan siswa yang berbakat rendah akan
menguasai bahan dengan lambat. Dengan Ide belajar tuntas tersebut memudar pada tahun
seribu sembilan ratus tiga puluhan.Hal ini disebabkan karena kurangnya fasilitas
pendidikan yang menunjang keberhasilan strategi belajar mengajar tersebut. Belajar
tuntas baru mendapat perhatian lagi setelah para ahli pendidikan dan ahli psikologi
pendidikan mengadakan penelitian mengenai perkembangan anak didik, tingkah laku
manusia, hierarki belajar dan lain- lain.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep belajar tuntas ?
2. Bagaiamana asumsi dasar belajar tuntas?
3. Bagaiamana Ciri – ciri belajar mengajar dengan Prinsip belajar tuntas?
4. Bagaiamana persiapan mengajar dengan prinsip belajar tuntas?
5. Bagaiaman strategi belajar tuntas dan penegajaran individual?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep belajar tuntas
2. Untuk mengetahui Bagaiamana asumsi dasar belajar tuntas
3. Untuk mengetahui Ciri – ciri belajar mengajar dengan Prinsip belajar tuntas
4. Untuk mengetahui persiapan mengajar dengan prinsip belajar tuntas
5. Untuk mengetahui strategi belajar tuntas dan penegajaran individual

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Belajar Tuntas
1. Dekspripsi Teori
Konsep Dasar Dan Strategi Belajar Tuntas Hingga saat ini, pada umumnya
anggapan bahwa penyebaran skor hasil belajar siswa di suatu kelas berdasarkan
pendekatan kurve normal masih dipegang.Artinya, bila terjadi di suatu kelas terdapat
sebagian kecil siswa mendapatkan angka prestasi belajar rendah, sebagian kecil lagi
cukup tinggi, sedangkan pada umumnya memperoleh prestasi sedang, hal ini
merupakan sesuatu yang "wajar".Bahkan bila terjadi hanya sebagian kecil saja siswa
ber- prestasi rendah sedangkan sebagian besar lainnya cukup tinggi, itu merupakan
sesuatu yang "luar biasa".Ini dapat dikaitkan dengan kemampuan mengajar. Guru
semacam ini dipandang mempunyai kemampuan mengajar "cukup baik".
Pandangan semacam itu pada umumnya didasarkan kepada pandangan, bahwa
kemampuan manusia, baik potensial (inteligensi dan bakat) maupun prestasi belajar,
bila didistribusikan akan membentuk kurve normal. Hal ini memang mengandung
suatu kebenaran, berdasarkan hasil berbagai penelitian.Namun demikian ada sesuatu
hal patut mendapat perhatian; terutama tentang hasil belajar.Haruskah mereka yang
berprestasi rendah (di bawah batas normal rata-rata) diabaikan begitu saja. Tidak
adakah jalan lain agar membuat seluruh siswa - tanpa kecuali - dapat memperoleh
prestasi belajar tinggi.
Ide tentang belajar mengajar dengan hasil (prestasi) yang diperoleh setiap siswa-
tanpa kecuali cukup tinggi sudah lama difikirkan para ahli.Banyak di antara mereka
telah berupaya, melalui berbagai penelitian dan eksperimen mencari pemecahan
terhadap masalah tersebut. Pada umumnya para ahli berpegang kepada prinsip, bahwa
setiap siswa dapat belajar dan memperoleh hasil belajar dengan "penguasaan penuh",
bila "kondisinya" memungkinkan untuk itu. Landasan ini dipegang untuk melaku-
kan berbagai kegiatan eksperimen tentang strategi "Belajar Tun- tas" atau Mastery
Learning.

2
Pengertian Belajar Tuntas
Belajar siswa secara penuh terhadap seluruh bahan yang dipelajari. Belajar Tuntas
dapat diartikan sebagai penguasaan (hasil Hal ini berlandaskan kepada suatu gagasan
bahwa kebanyakan siswa dapat menguasai apa yang diajarkan di sekolah, bila peng-
ajaran dilakukan secara sistematis. Bertolak dari pengertian ini,pertanyaan kita
adalah, tolak ukur apa digunakan untuk menentu- kan taraf "penguasaan penuh atau
mastery", dan bagaimana praktek pengajaran yang "sistematis" itu. Pertanyaan ini
merupa- kan titik tolak pembahasan tentang ide Belajar Tuntas atau Mastery
Learning.
Tolak ukur taraf penguasaan penuh tergantung dari segi mana kita meninjau
pengertian mastery itu sendiri. Untuk ini ada baik- nya kita bandingkan pandangan
Benjamin S Bloom (1963) dan Fred S Keller (1968). Bloom memandang mastery
sebagai kemam- puan siswa untuk menyerap inti pengajaran yang telah diberikan ke
dalam suatu keseluruhan. Sedangkan Keller memandang bahwa mastery merupakan
performance (penampilan) yang sempurna dalam sejumlah unit pelajaran tertentu.
Kedua pandangan ini nampaknya mempunyai perbedaan.Di satu fihak Bloom
memandang mastery sebagai penguasaan penuh terhadap inti bahan pelajaran. Di lain
fihak Keller meng- anggap penguasaan itu tercermin dalam kemampuan performance
pada unit-unit (kecil) bahan yang dipelajari. Namun demikian, bila dikaji lebih teliti,
pada dasarnya pandangan kedua tokoh itu tidak berbeda. Keduanya menganggap
mastery sebagai kemampu- an menguasai bahan pelajaran, adapun perbedaan terletak
pada langkah mencapai penguasaan itu. Bila hal ini dikaitkan dengan tujuan
instruksional, penyerapan inti adalah pencapaian tujuan instruksional umum (TIU),
sedangkan unit-unit bahan yang dimaksudkan adalah pencapaian tujuan instruksional
khusus (TIK).Perbedaan pencapaian terletak pada penekanan penting- nya menempuh
langkah melalui penguasaan TIK. Pada Bloom yang penting adalah pencapaian TIU
melalui kemampuan menye rap inti bahan sesuai TIU. Sedangkan Keller menganggap
pen capaian TIU itu harus dicerminkan dalam penampilan seluruh hasil pencapaian
TIK yang dijabarkan dari TIU.Namun demikian, kedua tokoh sependapat bahwa
tujuan pengajaran sebenarnya adalah TIU, sedangkan TIK hanya merupakan langkah
dalammencapai TIU.Untuk dapat mencapai taraf penguasaan penuh pada seluruh

3
siswa-tanpa kecuali pengajaran dilakukan secara sistematis.Ke sistematisan
pengajaran tercermin dari strategi belajar mengajar yang ditempuh. Terutama sekali
dalam penggunaan test formatif. dan cara memberikan bantuan kepada siswa yang
gagal mencapai suatu tujuan. Test yang dilakukan bukan untuk menentukan angka
kemajuan belajar. Tetapi sebagai dasar catu balik (feed back) Oleh sebab test itu
bertujuan untuk menentukan dimana setiap w perlu memperoleh bantuan dalam
mencapai tujuan pengajaran, test disebut dengan "Diagnostic Progress Test" atau tes
diagnose kemajuan.
Ini Diagnostic progress test dalam strategi belajar tanta dilaku kan secara teratur
setiap kali selesai dipelajan sejumlah tujuan Test menggunakan acuan patokan
(Penilaian Acuan Patokan PAP). Berdasarkan patokan atau kriteria yang ditetapkan,
gun dapat mengetahui siswa mana mampu mencapai tujuan se patokan itu, dan siswa
mana gagal mencapainya Bahkan Wh dari itu, dengan analisis yang teliti, guru dapat
menetapkan dimana letak kegagalan masing-masing. Atas dasar ini, selanjutnya dicari
kan cara membantu siswa yang gagal. Dengan demikian seluruh siswa dapat
mencapai tujuan atau menguasai bahan pelajaran minimal sesuai dengan patokan
yang ditetapkan.
Patokan yang digunakan sebagai standard penguasaan penuh biasanya cukup
tinggi.Berkisar antara 75% atau 80% sampa dengan 90%.Dapat dibayangkan,
penguasaan minimalpun sudah dapat dikatakan cukup tinggi.Peluang untuk mencapai
taraf kemampuan lebih tinggi dari itu sangat besar.Juga tidak ada lagi siswa
memperoleh hasil belajar rendah, karena yang mendapat hasil rendah diberi bantuan
secukupnya sehingga dapat mencapai taraf penguasaan penuh. Pada evaluasi akhir
program (Evaluasi Sumatif) pun siswa akan memperoleh prestasi tinggi pula.
Jelaslah bagi kita, bahwa strategi belajar tuntas tidak menun tut perubahan secara
besar-besaran baik dalam kurikulum mau- pun pengajaran. Tetapi yang penting
adalah mengubah strategi guru.Ini dapat dan mudah dilakukan.Sehingga perhatian
guru bukan lagi hanya tertumpu pada waktu yang dibutuhkan untuk mengajar, tetapi
pada penguasaan siswa terhadap bahan yang dipelajari secara penuh.

4
Belajar tuntas adalah satu filsafat yang mengatakan bahwa dengan sistem
pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik dari hampir
seluruh materi pelajaran yang diajarkan di sekolah.Pandangan ini jelas menolak
pandangan yang mengatakan bahwa tingkat keberhasilan siswa di sekolah sangat
ditentukan oleh tingkat kecerdasan bawaannya atau 1Q-nya.Belajar tuntas ini
sebenarnya sudah ada sejak enampuluh tahun yang lalu tatkala C. Washburn dan
H.CMarison mengembangkan suatu sistem pengajaran sehinggasemua siswa
diharapkan dapat menguasai sejumlah tujuanpendidikan.
Bahan pelajaran yang digunakan sebagai wahana untuk mencapai tujuan
pendidikan tersebut dibagi atau unit- unit.Setiap unit terdiri dari bahan-bahan
pelajaran yang diurutkan secara singkat sistematik dari yang mudah ke bahan yang
sukar Setiap siswa diharuskan menguasai satu unit pelajaran sebelum diperbolehkan
untuk mempelajariunit pelajaran berikutnya.Bagi siswa yang gagal menguasai satu
unit pelajaran tertentu harus diberikan unit pelajaran perbaikan.
Ada 4 cara yang digunakan oleh H.C. Morrison dalam program perbaikannya
yaitu:
1) Mengulang kembali mengajar bahan pelajaran
2) Menuturkan siswa.
3) Menyusun kembali aktivitas belajar siswa.
4) Mengadakan perbaikan terhadap kebiasaan siswa dalam cara belajarnya.

Dipandang dari sudut pendidikan memang cara belajar mengajar dengan


menggunakan prinsip belajar tuntas sangatlah menguntungkan siswa, karena hanya
dengan cara tersebut setiap siswa dapat dikembangkan semaksimal mungkin.
Pandangan yang menyatakan semua siswa dapat belajar dengan hasil yang baik juga
akan mempunyai imbas pada pandangan bahwa semua guru dapat mengajar dengan
baik. Karena itu, pengertian mengenai belajar tuntas dirasakan perlu untuk
dimantapkan.perkataan lain J.B. Carrol mendefinisikan bakat seseorang sebagai
waktu yang dibutuhkan untuk mempelajari bahan pelajaran yang diberikan kepadanya
sehingga mencapa tingkat penguasaan yang ditetapkan/ditentukan. Jadi apabila siswa
memerlukan 10 jam untuk menguasai dengan tuntas bahan pelajaran, tetapi ternyata

5
ia hanya menggunakan jam untuk belajar, maka pada dasarnya ia hanya akan
mencapai 80% penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya. SuatuJadi ringkasnya
J.B. Carrol berpendapat bahwa penguasaan bahan adalah fungsi dari waktu yang
digunakan secara sungguh-sungguh untuk belajar dan waktu yang benar- benar
dibutuhkan untuk mempelajari suatu bahan pelajaran tingkat

Tingkat penguasaan = f (Waktu yang digunakan )


(Waktu yang dibutuhkan)
Makin lama siswa menggunakan waktu secara sungguh- sungguh untuk belajar,
makin tinggi tingkat penguasaan terhadap bahan yang dipelajarinya.Dalam kondisi
belajar tertentu, waktu yang digunakan untuk belajar dan waktu yang dibutuhkan
untuk menguasai bahan pelajaran tidak saja dipengaruhi oleh sifat dari individu tetapi
juga oleh karakteristik dari pengajaran.Lamanya waktu belajar yang digunakan
ditentukan oleh lamanya siswa mau mempelajari suatu bahan dan waktu yang
disediakan/dialokasi.Sedangkan waktu ditentukan oleh bakat siswa, kualitas
pengajaran dan kemam yang puan siswa untuk menangkap bahan sajian.Kemampuan
dibutuhkan siswa untuk menangkap bahan sajian ini dekat hubungannya dengan
intelegensi umum siswa.
Dengan demikian secara lengkap model J.B. Carrol it dapat dirumuskan sebagai
berikut:

tingkat penguasaan = f (Waktu tersedia, lamanya siswa mau belajar)


bakat, kualitas penyampaian, kemampuan menangkap bahan sajian.

Model dari J.B. Carrol yang masih bersifat konseptual kemudian diubah oleh
Benyamin S. Bloom menjadi model yang operasional. Benyamin S. Bloom
menyatakan apabila bakat siswa terdistribusi secara normal dan kepada mereka
diberikan cara penyajian dengan kualitas yang sama dan waktu belajar yang sama,
maka hasil belajar yang dicapai akan terdistribusikan secara normal pula. Di sini
korelasi antara bakat dan hasil yang dicapai sangat tinggi.Tetapi apabila bakat siswa
terdistribusi secara normal dan setiap siswa atau individu diberikan cara penyajian

6
yang optimal dan waktu belajar sesuai dengan yang dibutuhkan siswa maka sebagian
besar siswa dapat diharapkan akan mencapai tingkat penguasaan bahan yang tinggi.
Dalam hal in korelasi antara bakat dan hasil belajar dapat dikatakan tidak ada.
Benyamin S. Bloom menyarankan untuk menggunakan atau memasukkan ide
atau gagasan model belajar mengajar ini ke dalam kelas, di mana waktu belajar yang
disediakan/ dialokasikan dapat dikatakan telah tetap dan pasti. Dalam hal ini, tingkat
penguasaan dapat disamakan dengan tingkat penguasaan tujuan-tujuan instruksional
yang esensial setelah Selesai mempelajari suatu bahan pelajaran atau setelah melalui
proses belajar mengajar. Model J.B. Carrol tersebut dikembangkan sehingga lebih
operasional lagi oleh James H. Block la mencoba untuk memperpendek waktu yang
dibutuhkan oleh siswa untuk mempelajari suatu bahan pelajaran di dalam waktu
pengajaran yang telah dialokasikan dengan cara meningkatkan semaksimal mungkin
kualitas pengajaran di dalam kelas.

B. Asumsi Dasar Belajar Tuntas


Ide tentang belajar tuntas ditopang oleh asumsi dasar sebagai berikut:
1. Semua atau hampir semua siswa dapat menguasai apa yang diajarkan kepadanya (apa
yang dipelajari) bila pengajarandilaksanakan secara sistematis.
2. Tingkat keberhasilan siswa di sekolah ditentukan oleh ke mampuan bawaan atau bakat
yang dimiliki masing-masing
Asumsi dasar pertama yang dikemukakan di atas, berdasar kan kepada teori
tentang "Bakat" yang dikembangkan oleh John Carrol (1963). Carrol menganggap bahwa
bakat pada intinya bukanlah merupakan indeks dari tingkat kemampuan atau tingkat
penguasaan yang dapat dipelajari siswa.Melainkan ukuran ke cepatan belajar; yakni
sejumlah waktu yang diperlukan untuk belajar sampai kepada suatu tingkat penguasaan
tertentu dalam kondisi yang ideal.Artinya, seseorang yang mempunyai bakat tinggi
membutuhkan waktu lebih pendek untuk mempelajari sesuatu bahan.Sedangkan yang
mempunyai bakat lebih rendah membutuhkan waktu belajar lebih lama. Dengan demikian
siswa dapat mencapai penguasaan penuh terhadap bahan yang dipelajari, bila diberikan
waktu yang cukup sesuai dengan tingkat kemampu an bawaan atau bakatnya masing-
masing.

7
Sehubungan dengan belajar di sekolah, prestasi yang dicapai oleh seorang siswa
di samping dipengaruhi oleh bakat, juga di- pengaruhi oleh kesempatan belajar,
kemampuan memahami pelajaran, dan kualitas pengajaran.Bakat berhubungan dengan
waktu dibutuhkan untuk belajar.Kesempatan adalah kondis yang dimiliki untuk belajar.
Sedangkan kemampuan memahami dan kualitas pengajaran tergantung kepada faktor 1)
kejelasan pelajaran 2) kebaikan urutan (sikuens) bahan, dan 3) keefektifan test yang
digunakan sebagai landasan catu balik atau feed back. (Gronlund, 1974: 9).
Atas dasar ini dalam pengajaran memungkinkan bagi guru untuk menetapkan
tingkat penguasaan belajar yang diharapkan dari setiap siswa sekitar tingkat belajar
tuntas. Dengan menyedia kan berbagai kemungkinan belajar dan kualitas pengajaran, gu
harus dapat meyakinkan setiap siswa untuk mencapai taraf penguasaan penuh dalam
belajar.
Asumsi kedua dari kedua asumsi dasar belajar tuntas, adalah hubungan antara
tingkat keberhasilan belajar dengan kemampuan bawaan. Berdasarkan penelitian,
ternyata bila distribusi kemampu an dasar siswa itu normal (membentuk kurve normal),
kemudian mereka diberi pengajaran yang sama kualitas pengajaran maka hasil belajarpun
bila didistribusikan akan membentuk kurve normal pula. Sebaliknya, bila pengajaran baik
dalam waktu maupun.dilakukan dengan menyediakan waktu sesuai dengan kebutuhan
(berdasarkan bakat), maka hasil belajar yang diperoleh seluruh atau hampir seluruh siswa
tinggi, yakni dapat mencapai tingkat penguasaan penuh.Bila hasil belajar itu
didistribusikan, maka kurvenya tidak normal, yakni miring secara negatif (Kurve
Negatif).
Kita lihat di sini, pada kasus pertama (siswa diberi peng- ajaran sama), hubungan
antara keberhasilan dengan kemampuan bawaan bakat ternyata cukup tinggi: dengan
koefisien kore- lasi berkisar 0.70. Sedangkan pada kasus kedua (pengajaran dengan
strategi mastery learning belajar tuntas), korelasi atau hubungan itu tidak ada.
Koefisienkorelasi diperoleh hampir mendekati nol. Namun demikian pada kasus kedua,
hubungan antara hasil belajar dengan kemampuan dasar atau bakat itu ter- cermin pada
waktu yang dibutuhkan untuk belajar sampai kepada taraf penguasaan penuh

8
C. Ciri-ciri Belajar Mengajar dengan Prinsip Belaja Tuntas
Dari bagian pendahuluan telah dipaparkan bahw sistem belajar mengajar dengan
prinsip belajar tuntas tela dimulai pada tahun 1920-an dan mulai memudar pada tahu
1930-an.
Sistem belajar mengajar yang menggunakan prinsip belajar tuntas yang sekarang
sedang dilaksanakan di PPS mempunyai ciri-ciri yang tidak berbeda dengan ciri-ciri belaj
tuntas yang ada tahun 1920-an sampai tahun 1930-an. Cir- ciri cara belajar mengajar
dengan prinsip belajar tuntas antar lain adalah:
1. Pengajaran didasarkan atas tujuan-tujuan pendidikan yang telah ditentukan terlebih
dahulu.
Ini berarti bahwa tujuan dari strategi belajar mengaj adalah agar hampir semua siswa
atau semua siswa dap mencapai tingkat penguasaan tujuan pendidikan. Jad baik cara
belajar mengajar maupun alat evaluasi yang digunakan untuk mengatur keberhasilan
siswa harus berhubungan erat dengan tujuan-tujuan pendidikan yang akan dicapai.
2. Memperhatikan perbedaan individu
Yang dimaksud dengan perbedaan di sini adalaperbedaan siswa dalam hal
menerima rangsanganluar dan dari dalam dirinya serta laju belajarnya. Dalamhal ini
pengembangan proses belajar mengajar hendaknydapat disesuaikan dengan sensitivitas
indra siswa.cara belajar mengajar yang hanya menggunakanmacam metode dan satu
macam media tidak dapat memberikan hasil yang diharapkan. Sebaliknya cara mengajar
yang menggunakan multi metode media akan menghasilkan proses belajar yang bermutu
dan relevan.
3. Evaluasi dilakukan secara kontinu dan didasarkan atas kriteria
Evaluasi dilakukan secara kontinu (continous evaluation) ini diperlukan agar guru
dapat menerima umpan balik yang cepat/segera, sering dan sistematis. Jadi evaluasi
dilakukan pada awal selama dan pada akhir proses belajar mengajar berlangsung.
Evaluasi berdasarkan kriteria mengenal 2 macam bentuk yaitu evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif.
Michael Scriven berhasil membedakan kedua macam bentuk evaluasi ini. Tes
keberhasilan yang diberikan pada akhir unit-unit pelajaran dimasukkan ke dalam

9
kategori tes sumatif. Tes sumatif ini dimaksudkan untuk mengetahui penguasaan total
terhadap suatu pelajaran yang diberikan.
Tes formatif adalah tes yang digunakan selama siswa mempelajari bahan
pelajaran untuk menguasai tujuan instruksional yang telah ditentukan. Menurut
Michael Scriven, evaluasi formatif mempunyai 2 tujuan pokok:
a. Untuk menemukan sampai seberapa jauh siswa telah menguasai bahan pelajaran.
Dengan perkataan lain untuk menentukan bagian mana yang telah dikuasai dan
bagian mana yang belum dikuasai siswa.
b. Untuk melakukan penilaian cara mengajar yang direncanakan dan yang diterapkan
itu telah cukup baik atau masih memerlukan perbaikan.
Penggunaan tes yang dibakukan dalam hal ini jelas tidak tepat digunakan dalam
cara belajar mengajar dengan menggunakan prinsip belajar tuntas. Tes yang
dibakukan lebih cocok digunakan untuk keberhasilan suatu kurikulum atau suatu
program pendidikan. Ketidakcocokan tes yang dibakukan untuk belajar tuntas ini
disebabka karena nilai total yang didapat dari tes yang dibakukan tidak memberikan
informasi yang tepat tentang keterampilan-keterampilan dan pengetahuar
pengetahuan apa yang belum dikuasai oleh siswa.
4. Menggunakan program perbaikan dan program pengayaan
Program perbaikan dan program pengayaan adalah sebagai akibat dari
penggunaan evaluasi yang kontinu dan berdasarkan kriteria serta pandangan terhadap
perbedaan kecepatan belajar mengajar siswa dan administrasi sekolah.Program
perbaikan ditujukan kepada mereka yang belum menguasai tujuan instruksional
tertentu, sedangkan program pengayaan diberikan kepada mereka yang telah
menguasai unit pelajaran yang diberikan.
5. Menggunakan prinsip siswa belajar aktif
Prinsip siswa belajar aktif memungkinkan siswi mendapatkan pengetahuan
berdasarkan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya sendiri.Cara belajar mengajar
demikian mendorong siswa untuk bertanya bila mengalami kesulitan mencari buku-
buku atau sumber-sumber lain untu memecahkan persoalan-persoalan yang
dihadapinya. Selain itu prinsip siswa belajar aktif dapat mengembangka keterampilan
kognitif, keterampilan "manual" kreativita dan logika berfikir.

10
6. Menggunakan satuan pelajaran yang kecil
Cara belajar mengajar dengan menggunakan prins belajar tuntas menuntut
pembagian bahan pengajaranmenjadi unit yang kecil-kecil. Pembagian unit pelajaran
menjadi bagian-bagian kecil ini sangat diperlukan guna dapat memperoleh umpan balik
secepat mungkin. Dengan demikian guru dapat melakukan usaha perbaikan sedini
mungkin.
Unit-unit yang kecil tersebut haruslah disusun secara berurutan dari yang mudah
sampai ke yang sukar. Dengan perkataan lain unit yang mendahului merupakan pra-
syarat bagi unit selanjutnya. Penyusunan semacam ini akan mengurangi frekuensi
pemberian tes pra-syarat. Secara ideal apabila dalam materi pelajaran yang terdapat
dalam unit-unit pelajaran dapat disusun secara berurutan maka tes pra-syarat hanyalah
diberikan pada setiap permulaan semester.

D. Persiapan Mengajar dengan Prinsip Belajar Tuntas


Dari pandangan-pandangan tentang kemampuan siswa yang telah diuraikan
pada bagian pendahuluan jelaslah bahwa pandangan yang digunakan sebagai dasar
pengembangan cara belajar mengajar dengan prinsip belajar tuntas sangat
berbedadengan pandangan yang digunakan sebagai dasar cara belajar mengajar yang
ada sekarang (tradisional).
Proyek Perintis Sekolah Pembangunan sebagai proyek penelitian
pengembangan sistem pendidikan tidak dapat lepas sama sekali dengan sistem
pendidikan yang berlaku sekarang Hasil-hasil yang dicapai nantinya harus dapat
didiseminasikan tanpa banyak mengubah sistem administrasi dan struktur Organisasi
yang ada.
Untuk itu perlu disusun suatu strategi yang cocok untuk melaksanakan
prinsip-prinsip belajar tuntas/ciri-ciri belajar tuntas. Strategi belajar tuntas dibagi
menjadi 2 bagian yaitu menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasaan, dan
persiapan pelaksanaan dengan prinsip belajar tuntas.
a. Menentukan tujuan pengajaran dan tingkat penguasa
Tujuan instruksional atau tujuan pengajaran sebenam telah tercantum dalam garis-
garis besar Program Pengajaran yang berlaku. Dari tujuan instruksional yang masih

11
umum kita harus dapat menjabarkan tujuan-tujuan yang operasion yang dapat diukur
tingkat keberhasilannya. Tujuan-tujuan in merupakan dasar bagi penyusunan cara
belajar mengajar dan tes. Jadi tes tidak lain adalah suatu alat yang berfungsi untuk
mengetahui sejauh mana siswa menguasai tujuan tujuan instruksional setelah mereka
mengalami proses belajar mengajar.
Sebelum mengembangkan tes, hendaknya dapat ditentukan terlebih dahulu tingkat
pengusaannya atau stan- dar ketuntasannya. Dengan cara demikian siswa akan ber
lomba/berkompetisi untuk mencapai standar ketuntasan yang telah ditentukan. Jadi
dalam belajar tuntas setiap individu dilihat penampilannya berdasarkan tingkat
penguasaan bahan yang telah tetap dan bukan dilihat penampilannya yang didasarkan
atas perbandingan teman-teman dalam satu kelompok.

b. Persiapan pelaksanaan
1. Menentukan pokok bahasan dan luas materi unit pelajaran setelah mengetahui tujuan-
tujuan yang akan dicapai dalam satu periode tertentu, misalnya satu catur wulan atau
satu semester, maka ditentukanlah pokok-pokok bahasannya. Pokok-pokok bahasan
ini kemudian ditentukan ke dalam bahannya. Selanjutnya ditentukan topik untuk
satuan pelajaran unit pelajaran yang dapat diselesaikan dalam waktu 2 s.d 6 jam
pelajaran untuk tingkat SMA. Untuk pelajaran-pelajaran ini kemudian harus disusun
berdasarkan urutan yaitu bahan mana yang harus dipelajari sebelum mempelajari
bahan selanjutnya.
2. Merencanakan pengajaran
Untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan diperlukan rencana apa yang
akan diajarkan bagaimana cara mengajarkan. Untuk maksud tersebut perlu juga
direncanakan bagaimana pengelolaan kelas, misalnya pengajaran secara individual,
pengajaran berbentuk kelompok atau berbentuk klasikal.
Dalam merencanakan topik pelajaran ini perlu diperhatikan:
a. Kegiatan-kegiatan yang direncanakan hendaknya dapat dilakukan oleh siswa sendiri
(siswa aktif belajar).

12
b. Dalam setiap kegiatan harus jelas dinyatakan apa yang harus dipelajari siswa dan
bagaimana caranya.
c. Proses belajar mengajar harus direncanakan sehingga siswa dapat termotivasi baik
pada awal, pada waktu proses belajar berlangsung maupun sesudahnya.
d. Pelajaran hendaknya disajikan sehingga menarik perhatian siswa. Salah satu cara agar
bahan pelajaran dapat disajikan sehingga menarik perhatian siswa dengan
memberikan contoh-contoh yang ada dalam kehidupan sehari-hari para siswa. Selain
itu, hendaknya disajikan bahan pelajaran yang tidak terlalu sukar dan juga tidak
terlalu mudah bagi siswa pada tingkat tertentu.
3. Merencanakan evaluasi
Sebelum merencanakan tes sebagai suatu alat evaluasi perlu dibuat kisi-kisi yang
dapat menggambarkan keseluruhan materi yang dibahas dalam satu topik pelajaran.
Berdasarkan kisi-kisi tersebut dan berdasarkan cara penyampaian bahan yang telah
direncanakan itu dibuat alat-alat evaluasi (tes formatif) untuk meng identifikasikan
tujuan-tujuan mana yang masih belum dikuasai oleh siswa dan tujuan-tujuan mana
yang sudah dikuasai siswa. Selain itu, hasil dari evaluasi ini hendaknya dapat
menginformasikan bagian-bagian penyajian bahan mana yang lemah dan harus
diperbaiki.
Alat evaluasi lain yang perlu direncanakan adalah tes pra-syarat yang diberikan
pada awal pelaksanaan pelajaran. Tes pra-syarat ini berguna untuk mengukur
penguasaan bahan pelajaran yang akan menjadi dasar untuk penguasaan bahan
pelajaran berikutnya. Kenyataan menunjukkan bahwa waktu yang dibutuhkan untuk
melaksanakan tes pra-syarat cukup banyak sehingg bahan pelajaran yang harus
diajarkan dalam I catur wulan/semester tidak dapat diselesaikan.
Hal ini sebenarnya dapat diatasi bila bahan pelajara dalam GBPP/BCO
penyusunannya dapat diurutkan mula dari pokok bahasan yang mudah/dasar ke pokok
bahas yang menunjukkan pengembangan dari bahan das tersebut.
4. Merencanakan program-program perbaikan
Dari evaluasi yang direncanakan tadi akan didapatkan tujuan-tujuan yang belum
dikuasai oleh siswa. Untuk maksud tersebut maka program perbaikan harus
dilaksanakan sebaik mungkin.

13
Program perbaikan yang direncanakan akan lebih efektif bila cara penyajian
bahan, kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan siswa dan motivasinya berlainan
dengan yang semula. Berdasarkan pengalaman yang didapat dari lapangan ternyata
program perbaikan dengan cara mengulang kembali (membaca kembali modul) tidak
menghasilkan hasil yang baik. Mempelajari program remedial (dalam bentuk modul
dan paket buku), menyuruh siswa membaca bahan pelajaran yang bersangkutan di
perpustakaan dan program perbaikan dengan menggunakan tutor sebaya ternyata
merupakan cara yang berhasil.
5. Merencanakan program pengayaan
Sistem administrasi yang dilaksanakan oleh sekolah sangat menentukan bentuk
pengayaan mana yang perlu dilaksanakan. Bentuk program pengayaan tersebut dapat
berupa:

a. Memperdalam ataupun memperluan konsep yang telah dipelajari dalam bahan


pelajaran yang disajikan (bersifat horisontal dan vertikal). Pendalaman atau
perluasan konsep ini tidak akan diajarkan dalam unit pelajaran-unit pelajaran
selanjutnya.
b. Menambah beberapa kegiatan-kegiatan yang belum terdapat dalam pelajaran
pokok.Kegiatan-kegiatan ini dapat meliputi kegiatan yang menyangkut kegiatan
sosial budaya yang tidak perlu ada kaitannyadengan topik pelajaran pokok maupun
kegiata yang masih berada dalam ruang lingkup pelajar pokok.
c. Memotivasi, menarik dan menantang siswa untuk memperoleh pengetahuan
tambahanMateri program pengayaan seperti juga program perbaik dapat diambil
dari berbagai macam buku pelajaran misali buku paket, majalah, koran, dan lain-
lain.
E. Strategi Belajar Tuntas Dan Pengajaran Individual
Strategi pengajaran yang menganut konsep belajar tuntas, sangat mementingkan
perhatian terhadap perbedaan individual.Atas dasar ini sistem penyampaian pengajaran
(delivery system) dilakukan dengan mengarah kepada siswa belajar secara
individual.Secara umum ciri pengajaran dengan strategi belajar tuntas ter- cermin dari ciri

14
pelaksanaannya. Bloom menggambarkan bahwa belajar tuntas mempunyai ciri sebagai
berikut:
1. Dalam kondisi belajar optimal, sebagian besar siswa dapat menguasai secara tuntas
apa yang diajarkan.
2. Tugas pengajar perlu mencari sarana yang memungkinkan siswa menguasai secara
tuntas suatu bidang studi.
3. Perbedaan bakat terhadap suatu bidang studi sesuai dengan jumlah waktu yang
diperlukan untuk menguasai secara tuntas bidang studi tersebut.
4. Dengan diberikan waktu belajar cukup, hampir semua siswa dapat mencapai tingkat
belajar tuntas.
5. Setiap siswa harus memahami sifat tugas yang dipelajari prosedur yang diikuti dalam
belajar.
6. Akan sangat bermanfaat bila disediakan beberapa kemung dan.kinan media .
pelajaran dán kesempatan belajar.
7. Guru hendaknya menyediakan dan memberikan catu balik dan perbaikan bagi
kesalahan atau kesulitan belajar siswa.
8. Guru harus mencari berbagai cara untuk memperoleh waktu yang diperlukan siswa
untuk belajar.
9. Perumusan TIK suatu pelajaran adalah merupakan pra-kondisi bagi belajar tuntas
10. Proses belajar lebih baik jika bahan pelajaran dipecah menjadi unit-unit kecil, dan
memberikan test setiap akhir mempelajari unit tersebut.
11. Usaha belajar siswa ditingkatkan apabila diadakan kelompok kecil terdiri atas 2-3
orang untuk bertemu secara teratur untuk menelaah hasil testnya, dan untuk dapat
saling membantu mengatasi kesulitan belajar berdasarkan hasil test itu.
12. Penilaian akhir terhadap hasil belajar harus didasarkan pada tingkat penguasaan yang
dinyatakan dalam tujuan instruksio- nal khusus bidang studi tertentu
(Moleong, 1978: 6-7).
Ide tentang belajar tuntas sebagaimana dikemukakan di atas, melandasi sistem
belajar individual.Implementasi pengajaran individual dapat dilihat dalam berbagai
bentuk sistem pengajaran individual.Hal ini berarti bahwa implementasi strategi belajar
tuntas tidak selamanya berbentuk sistem pengajaran individual.Karena strategi belajar

15
tuntas tertentu diselenggarakan dalam sistem pengajaran biasa; meskipun hasil yang
dicapainya bersifat individual, terutama dalam hal penguasaan penuh bahan
pelajaran.Namun demikian, karena sistem pengajaran individual selalu dilaksanakan
dalam rangka mencapai taraf penguasaan penuh bahan yang dipelajari siswa maka sistem
pengajaran individual dapat merupakan salah satu strategi belajar tuntas. Pada bagian
berikut akan diuraikan beberapa strategi belajar tuntas dan sistem pengajaran invidual.
 Strategi Belajar Tuntas Model Bloom
Strategi Bloom terutama dipergunakan untuk situasi peng ajaran kelompok, dengan
waktu diberikan relatif terbatas.Meski- pun demikian gagasan dasarnya dapat diterapkan
dalam situasi belajar individual. Inti daripada gagasannya merupakan pengajar an yang
dapat mengantarkan siswa mencapai taraf penguasaan penuh mastery. Oleh sebab
pengajaran dilakukan dalam situasi kelompok, untuk menyesuaikan dengan berbagai
"perbedaan individual" Bloom menambahkan pada sistem pengajaran biasa dengan:
1. Feed back atau Corrective Technique: yaitu semacam program pengajaran remedial
(pengajaran penyembuhan) yang dilakukan dengan cara memberikan pengajaran sesuai
dengan tujuan yang gagal dicapai siswa, namun dengan metode dan prosedur yang
berbeda dari pengajaran sebelumnya.
2. Memberikan tambahan waktu kepada mereka yang mem butuhkan (belum dapat
mencapai taraf penguasaan penuh).
Strategi belajar tuntas model Bloom dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
1) Menentukan unit pelajaran. Suatu pelajaran dipecah ke dalam unit kecil pelajaran yang
akan diajarkan untuk setiap satu atau dua minggu.
2) Merumuskan tujuan pengajaran. Tujuan pengajaran dirumus kan secara khusus, dengan
menggunakan istilah yang dapat diukur. Kriteria dan tatacara perumusan tujuan ini
sesuai dengan yang telah dibahas pada bab kedua.
3) Menentukan standard mastery. Dalam hal ini ditentukan Atas dasar ini dapat diketahui
siswa yang sudah mencapai taraf penguasaan sesuai dengan patokan, dan siswa mana
perlu mendapat penanganan karena belum mencapai taraf itu.
4) Mempersiapkan seperangkat tugas untuk dipelajari sebab Bloom melakukan pengajaran
dengan cara biasa (peng- ajaran untuk suatu kelompok), maka tugas yang harus di-

16
pelajari siswa diberikan dengan pengajaran biasa. Tugas itu merupakan bahan yang
harus dipelajari siswa, yang disusun sesuai dengan tujuan.
5) Mempersiapkan seperangkat pengajaran korektif. Berdasarkan hasil test yang dilakukan,
guru dapat mengetahui siswa yang dianggap mempunyai kelemahan dan dimana letak
kelemahannya.. Oleh karena itu sebelum pengajaran dilaksanakan terlebih dahulu harus
dipersiapkan pengajaran korektif.
6) Pelaksanaan pengajaran biasa. Pelaksanaan pengajaran dilaku- kan secara biasa, yakni
menempuh prosedur kelompok (group based instruction). Setiap akhir suatu unit
pelajaran dilakukan test formatif, yang berfungsi sebagai dasar catu balik dan diagnose
terhadap kelemahan siswa. Suatu hal perlu memperoleh perhatian, bila ternyata setelah
menempuh pengajaran korektif, masih ada siswa yang gagal mencapai taraf mastery,
yang bersangkutan perlu mendapat penanganan khusus, seperti melalui lembaga
Bimbingan dan Penyuluhan untuk dibantu pemecahan masalahnya.
7) Evaluasi sumatif. Bila seluruh unit pelajaran telah selesai, pada akhir program pelajaran
dilaksanakan evaluasi sumatif. Evaluasi ini berfungsi untuk menentukan tingkat
kemampuan siswa dengan skor angka yang dicapai.
Berdasarkan hasil penelitian, terutama yang dilakukan oleh James Block (1971,
1973) strategi belajar tuntas yang dikembang- kan oleh Bloom ternyata sangat efektif,
dapat membangkitkan minat siswa belajar dan bersikap positif terhadap pelajaran. Di
samping itu strategi ini dapat mempertinggi kepercayaan siswa terhadap kemampuannya
untuk belajar melalui pendekatan belajar tuntas.(Gronlund, 1974: 20).

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Belajar tuntas dapat diartikan sebagai pengusaan (hasil belajar) siswa secara penuh
terhadap seluruh bahan yang dipelajari. Belajar tuntas adalah satu filsafat yang mengatakan
bahwa dengan sistem pengajaran yang tepat semua siswa dapat belajar dengan hasil yang
baik dari hampir seluruh mata pelajaran yang diajarkan disekolah.
Ide belajar tuntas tersebut memudar pada tahun 1930. Hal ini disebabkan karena
kurangnya fasilitas pendidikan yang menunjang keberhasilan strategis belajar mengajar
tersebut. Belajar tuntas baru mendapat perhatiaan lagi setelah para ahli pendidikan dan ahli
psikologi pendidikan mengadakan penelitian mengenai perkembangan anak didik, tingkah
laku manusia, hierarki belajar dan lain – lain.
Strategi pengajaran yang menganut konsep belajar tuntas, sangat mementingkan
perhatiaan terhadap perbedaan individual. Atas dasar ini sistem penyampaain pengajaran
( delivery system) dilakukan dengan mengarah kepada siswa belajar secara individual.

B. Saran
Penyusun menyadari jika makalah ini masih jauh dari sempurna.Kesalahan ejaan, metodologi
penulisan dan pemilihan kata serta cakupan masalah yang masih kurang adalah diantara kekurangan
dalam makalah ini. Karena itu saran dan kritik membangun sangat kami butuhkan dalam
penyempurnaan makalah ini.

18
DAFTAR PUSTAKA

Drs.H. Muhammad Ali, 2000 Guru dalam Proses Belajar Mengajar, Bandung : Sinar baru
Algensindo

Drs. D. Suryosubroto B,2002, Proses Belajar Mengajar Di Sekolah, Jakarta: Rineka Cipta

19

Anda mungkin juga menyukai