Anda di halaman 1dari 18

CARA MENYUSUN

INDIKATOR PENILAIAN KOMPETENSI (IPK)

Makalah ini dibuat adalah sebagai Tugas individu semester 4

Mata Kuliah : Desain Pembelajaran PAI


Dosen Pengampu : Dr. H. Hamzah, S.Ag., M.Ag

Dibuat Oleh :
Nama : Jeri Mustika Permana
Nirm : 1207.20.0111
Kelas : Extension 4

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI) IBNU SINA- BATAM
TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Allah Subhanahu Wata'ala yang telah
memberikan rahmat serta hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah mata kuliah Strategi Pembelajaran ini yang berjudul “Strategi Pembelajaran
Iman kepada Kitab kitab Allah” tepat pada waktu yang telah ditentukan. Sholawat
dan Salam semoga selalu tersampaikan kepada Nabi Agung Muhammad Shollallahu
‘alaihi Wasallam.yang telah membimbing kita menuju jalan yang lurus.

Penulis ucapkan Terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan
memberikan dorongan semangat kepada penulis dalam penyelesaian makalah ini,baik
secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada Dosen pengampu Bpk.
Dr..H.Hamzah, S.Ag, M.Ag. sebagai dosen pembimbing mata kuliah Desain
Pembelajaran PAI.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan


makalah ini, oleh karena itu penulis mengaharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak guna perbaikan dan kelengkapan penyusunan makalah
ini.

Demikian penulis sampaikan akhir kata, semoga makalah ini dapat


bermanfaat bagi kita semua. Bila ada kesalahan tulisan atau kata-kata di dalam
makalah ini, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Batam, 05 Juli 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................................i

DAFTAR ISI ................................................................................................................ii

BAB 1 - MEMAHAMI MAKNA KOMPETENSI ..................................................... 1

A. Makna Kompetensi dalam Pendidikan ………………............................... 1

B. Kompetensi Sebagai Basis Kurikulum........................................................ 4

1. Perbedaan dalam Penyediaan Bahan Ajar........................................ 7

2. Perbedaan dalam Proses Pembelajaran............................................ 8

3. Perbedaan dalam Prinsip Penilaian ................................................. 8

BAB 2 - KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN............................................ 13

A. Belajar untuk Kompeten ........................................................................... 13

B. Mengukur Ketercapaian Kompetensi......................................................... 26

BAB 3 – MENYUSUN INDIKATOR PENILAIAN KOMPETENSI...................... 29

1. Manfaat menyusun IPK….......................................................................... 30

2. Cara Menyusun IPK……………............................................................... 31

BAB 4 - PENUTUP …….......................................................................................... 77

REFERENSI / DAFTAR PUSTAKA ……….……................................................. 79


BAB 1

MEMAHAMI MAKNA KOMPETENSI

Tak pernah seharipun di sekolah, kita lepas dari kata “kompetensi”. Ketika
menyusun rencana pembelajaran, melakukanproses pembelajaran, melakukan
penilaian, semuanya selalu terkait dengan kata “kompetensi”. Aktivitas guru di
sekolah selalumengacu pada istilah Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar(SK-
KD) atau Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar (KI-KD).Kedua pasangan istilah itu
sudah menjadi bagian yang melekatdengan pekerjaan sehari-hari para guru.

A. Makna Kompetensi dalam Pendidikan

Secara definisi, para ahli mengartikan kompetensi dari berbagaisudut pandang.


Namun, dalam buku ini kita mengambil maknakompetensi yang umum saja yakni:
kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang
dilandasiatas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang
dituntut oleh pekerjaan tersebut.

Seseorang dikatakan kompeten mengemudi mobil misalnya apabila dia dapat


mengemudi mobil dengan baik, sesuai aturan lalulintas, serta tahu dan terampil
menangani berbagai hal penting tentang mobil. Tidak dikatakan kompeten apabila ia
hanya tahu bagian-bagian mobil saja tapi tidak bisa mengemudikan.

Dalam dunia pendidikan, kompetensi dimaknai sebagai perilaku yang melekat pada
diri peserta didik atas dasar keterampilan dan pengetahuan yang dipelajarinya di
sekolah. Peserta didik yang kompeten akan berperilaku konsisten ketika bersekolah
dansetelah berada di masyarakat, karena perilaku itu sudah melekatdalam dirinya.
Itulah sebabnya, hasil dari sebuah proses pendidikan adalah peserta didik memiliki
kompetensi yang disyaratkan,bukan peserta didik yang hanya menguasai materi
pengetahuansemata.Sebagai ilustrasi, seorang peserta didik dikatakan kompeten
dalam“membuang sampah pada tempatnya”, apabila dia memiliki perilaku terbiasa
membuang sampah pada tempatnya. Perilaku ini muncul sebagai hasil proses belajar
di sekolah. Peserta didik mengetahui bahwa kebersihan itu penting dan dia terampil
bagaimanacara menjaga kebersihan diri dan lingkungan. Perilaku itu bukanhanya
ditunjukkan di sekolah, melainkan di rumah dan di lingkungannya, bahkan melekat
setelah ia lulus sekolah.

B. Kompetensi Sebagai Basis Kurikulum

Kompetensi apa sebenarnya yang harus dikuasai peserta didik dizaman ini dan ke
depan? Bagaimana agar peserta didik menguasaikompetensi-kompetensi itu? Serta
bagaimana kompetensi-kompetensi itu dibelajarkan kepada mereka? Berapa lama itu
dilakukan? Dan apa tanda-tanda kompetensi itu telah dikuasai? Sederet pertanyaan itu
terkait dengan proses pendidikan.

Terdapat tiga komponen dalam kegiatan pendidikan. Ketiga komponen tersebut


adalah (1) materi yang dibelajarkan, (2) proses pembelajaran, dan (3) hasil belajar.
Materi pembelajaran adalah daftarmateri ajar yang harus dikuasai peserta didik.
Materi ajar bisa berupa pengetahuan, keterampilan, atau nilai-nilai dan perilaku.
Muaradari semua kompetensi itu adalah perubahan sikap ke arah yangdiharapkan.
Namun, biasanya materi ajar yang dianggap penting dalam pendidikan di sekolah
adalah pengetahuan. Padahal mestinya satu paket yakni sikap yang terbentuk atas
pengetahuan dan keterampilan. Materi-materi ajar tersebut kemudian diproses dalam
sebuah kegiatan pembelajaran sehingga materi tersebut dikuasai peserta didik. Hasil
dari proses itu adalah peserta didik memiliki sikap yang didasarkan atas pengetahuan
dan keterampilan yang diajarkan.

Di Indonesia, istilah kompetensi dalam dunia pendidikan, mulai populer pada 2004.
Ketika itu pemerintah melakukan rintisan kebijakan kurikulum berorientasi hasil
pendidikan, yang kemudian dikenal sebagai kurikulum berbasis kompetensi (KBK).
Dua tahun kemudian, secara resmi diberlakukan kurikulum yang mengacu pada “hasil
pendidikan”. Hasil pendidikan dimaksud adalah “kompetensi yang dikuasai peserta
didik”. Selama tiga decade sebelumnya istilah itu tidak muncul karena kebijakan
kurikulum waktu itu berbasis “materi pengetahuan”.

tentang pengetahuan mengenai kesopanan, keterampilan berbicara, dan kebiasaan


berbicara dengan sopan. Jadi antara “basis kompetensi” dan “basis materi” dalam
sebuah kebijakan kurikulumsangatlah berbeda dan memiliki implikasi yang berbeda
pula. Olehkarena itu, dalam basis kompetensi, guru harus menurunkan materi ajar
dari kompetensi dasar yang ditentukan. Pemerintah hanyamenyediakan daftar
kompetensi yang harus dicapai.

Secara praktek perbedaan di antara keduanya dapat dilihat dengan jelas. Contohnya
pada tiga hal, yakni dalam penyediaan bahan ajar, proses pembelajaran, dan prinsip
penilaian. Secara terinciadalah sebagai berikut.

1. Perbedaan dalam Penyediaan Bahan Ajar

Dalam kebijakan kurikulum berbasis materi, materi pelajaran dikemas


dalam buku-buku paket yang telah disusun terstruktur. Buku paket inilah
yang menjadi acuan dalam penguasaan materi oleh peserta didik. Ketika
pemerintah mengambil kebijakan kurikulum berbasis materi, maka
pemerintah menyediakan buku-buku paket yang lengkap yang berisi materi
yang diajarkan. Apabila materinya tentang puisi, maka dalam materi ada
puisi-puisi yang harus dicara peserta didik, secara seragam. Sangat berbeda
dengan basis kompetensi. Tidak ada lagi buku-buku paket. Guru boleh
menggunakan materi apapun sepanjang tujuan akhirnya berupa kompetensi
dapat dicapai.

2. Perbedaan dalam Proses Pembelajaran

Dalam basis materi, maka proses pembelajaran dilakukan dalam bentuk


mentransfer isi buku paket ke setiap siswa. Apa yang ada dalam daftar
materi di buku, itu yang harus diajarkan kepada siswa. Metoda apapun
yang dilakukan targetnya adalah penguasaan pengetahuan dari apa yang
tertuang dalam buku materi. Sedangkan pada basis kompetensi, proses
pembelajaran dilakukan agar peserta didik menguasai kompetensi yang
ditentukan. Materi bisa dari mana saja, metode pembelajaran juga dapat
ditentukan secara profesional oleh pendidik, yang penting peserta didik
menjadi kompeten. Kalaupun belakangan terdapat buku siswa dan buku
guru, itu sifatnya alat bantu. Guru yang memahami tidak akan
menggunakan buku itu sepenuhnya, karena akan menyesuaiakan dengan
konteksnya.

3. Perbedaan dalam Prinsip Penilaian

Perbedaan juga dapat dilihat pada penilaian. Perbedaan tersebut sangatlah


mendasar dan berdampak pada teknik penilaian dan proses pembelajaran.

- Basis materi

Jika basisnya materi, maka hasil belajar yang diukur adalah seberapa
persen daya serap peserta didik terhadap materi yang diajarkan. Apakah
peserta didik sudah mampu menyerap 100% dari isi materi, 70%, atau
40%. Dalam konteks demikian, wajar apabila penilaianya beracuan norma.
Artinya hasil belajar peserta didik (daya serapnya terhadap materi)
dibandingkan dengan rata-rata daya serap materi peserta didik di kelas
tersebut. Wajar pula jika kemudian dilakukan pemeringkatan peserta didik.
Peserta didik yang rangkingnya tinggi adalah yang daya serapnya tertinggi
terhadap materi pelajaran.

- Basis kompetensi

Sangat berbeda dengan basis kompetensi. Setelah mengikuti proses


pembelajaran, dapat dipetakan apakah peserta didik sudah kompeten atau
belum kompeten. Jika belum kompeten, maka harus diurut lagi pada
kompetensi mana dia belum kompeten. Nah, di sinilah perlunya memahami
lebih jelas tentang apa itu kompetensi dan bagaimana mengetahui
ketercapaian kompetensi tersebut.
BAB 2

KOMPETENSI DALAM PEMBELAJARAN

Dari uraian terdahulu telah diungkap bahwa hasil dari proses pendidikan
adalah kompetensi yang dikuasai peserta didik. Dengan kata lain, proses
pembelajaran dilakukan agar peserta didik kompeten dalam berbagai bidang yang
disyaratkan. Lantas, bagaimana proses pembelajaran dilakukan? Berikut kita bahas
lebih rinci.

A. Belajar untuk Kompeten

Pembelajaran tentu bukan hanya proses untuk menguasai materi-materi ajar.


Lebih dari itu pembelajaran adalah proses untuk menguasai kompetensi. Oleh karena
itulah, pendidikan disebut sebagai sebuah praksis, yakni, bagaimana sebuah
pengetahuan – baik yang bersifat faktual, konseptual, prosedural, maupun
metakognitif—menjadi sebuah amalan atau diwujudkan secara nyata dalam
kehidupan sehari-hari. Peserta didik diajari “membuat sebuah ceritera”, adalah contoh
kompetensi. Soal apakah dia membuat cerita apa dan bagaimana ceriteranya,
disesuaikan dengan ketertarikan peserta didik. Sekolah hanya membelajarkan agar
peserta didik mampu membuat ceritera, adapun materi ceritanya bebas saja alias tidak
ditentukan. Yang penting peserta didik kompeten “membuat ceritera” . Jadi, dalam
proses pembelajaran, sudah ditentukan terlebih dahulu kemampuan yang harus
dikuasai oleh peserta didik. Setelah itu barulah disusun apa materi yang digunakan
dalam pembelajaran dan bagaimana proses pembelajarannya. Proses pembelajarannya
harus mengarah ke pencapaian kompetensi.

B. Mengukur Ketercapaian Kompetensi

Bagaimana proses pembelajaran dilakukan? Untuk memahami hubungan


antara kompetensi dan prose pembelajaran, materi dan penilaian, mari kita telaah
contoh-contoh kompetensi berikut. Untuk memudahkan contoh kompetensi diambil
dari kompetensi dari Kurikulum 2013, yakni mengacu pada Permendikbud No. 24
tahun 2016. Dalam Permendikbud ini termuat kompetensi yang harus dicapai pada
setiap jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Contoh Pembelajaran Pelajaran Sastra Indonesia
Kompetensi yang harus dikuasai peserta didik mata pelajaran Bahasa Indonesia
adalah:
1. memiliki kemampuan untuk MEMAHAMI dan MENGURAIKAN isi buku sastra;
2. memiliki kemampuan untuk “MENGOMUNIKASIKAN pendapat pribadi” tentang
apa yang dipahaminya;
3. memiliki kemampuan untuk mengomunikasikan pendapat pribadi dengan bahasa
yang baik, sopan dan santun;
4. memiliki kemampuan untuk menguraikan pendapat secara jujur mengacu pada isi
buku yang dibacanya.

Variasi Kompetensi Peserta didik Ketika proses pembelajaran berlangsung,


guru akan menemukan variasi kemampuan peserta didik.

1. Ada peserta didik yang belum bisa menguraikan pendapat pribadi tentang
isi buku sastra;
2. Ada peserta didik yang dapat menguraikan pendapat pribadi tentang isi
buku sastra dengan bahasa lisan yang terbata-bata tapi baik dalam tulisan;
3. Ada peserta didik yang dapat menguraikan pendapat pribadi tentang isi
buku sastra dengan baik dalam bahasa lisan yang belum baik dalam tulisan;
4. Ada peserta didik yang dapat menguraikan pendapat pribadi tentang isi
buku sastra dengan baik dalam bahasa lisan dan tulisan;
5. Ada peserta didik yang dapat menguraikan pendapat pribadi secara lengkap
dan baik tentang isi buku sastra dengan baik dalam bahasa lisan dan
tulisan;
6. Ada peserta didik yang dapat menguraikan pendapat pribadi secara lengkap,
baik, serta penguasaan materi yang baik tentang isi buku sastra dengan baik
dalam bahasa lisan dan tulisan
BAB III
CARA MENYUSUN INDIKATOR PENILAIAN KOMPETENSI (IPK)

IPK merupakan perilaku yang dapat diukur dan atau diobservasi untuk
menunjukkan ketercapaian Kompetensi Dasar (KD) tertentu yang menjadi acuan
penilaian mata pelajaran. IPK dirumuskan dalam bentuk kalimat dengan
menggunakan kata kerja operasional (KKO). Makna kata kerja operasional di sini
adalah sebuah aktivitas yang dilakukan siswa guna menunjukkan kompetensinya.

1. Manfaat penyusunan IPK

Dalam pembelajaran, indikator ketercapaian kompetensi (IPK) akan bermanfaat bagi


semua pihak diantaranya:

1. Bagi guru, IPK digunakan untuk mendesain kegiatan pembelajaran


mengembangkan kisi-kisi penilaian yang dilakukan melalui tes, seperti tes
tertulis (ulangan harian, PTS, PAS, tes praktik, atau tes perbuatan) maupun
non-tes.
2. Bagi siswa, IPK dipakai untuk mempersiapkan diri mengikuti penilaian tes
maupun non-tes. Sehingga siswa dapat melakukan penilaian diri (self-
assessment) untuk mengukur kemampuannya sebelum mengikuti penilaian
sesungguhnya.
3. Bagi kepala sekolah, IPK digunakan untuk memantau dan mengevaluasi
keterlaksanaan dan capaian pembelajaran di kelas.

Menyusun indikator secara benar sangat penting agar kita bisa mengetahui
ketercapaian suatu kompetensi oleh siswa. Jika salah merumuskan indikator, maka
salah pula mengetahui apakah siswa telah mencapai kompetensi yang disyaratkan
atau belum. Ada 6 (enam) langkah menyusun IPK yang baik, yaitu:

1. Pahami KD
2. Buat uraian KD
3. Susun spektrum kemampuan yang harus dikuasai
4. Susun indikator berjenjang
5. Jadikan indikator sebagai tindak lanjut pembelajaran
6. Konsisten pada kompetensi bukan angka

2. Langkah langkah cara menyusun IPK

Langkah 1:

Pahami Rumusan Kompetensi Dasar

Setiap guru harus mengetahui KD yang harus dicapai setiap tingkatan kelas yang
tertuang dalam Permendikbud No. 37 tahun 2018. Berikut ini contoh salah satu
rumusan kompetensi yang harus dikuasai siswa:

KD PADA KI PERTAMA KD PADA KI SELANJUTNYA


(Pengetahuan yang harus dipahami dan (Kegiatan pembelajaran hingga anak
dapat dimengerti oleh siswa) terampil / menguasai materi)
Menguraikan, memaparkan dan
menjelaskan tentang materi yang Terjadi komukasi aktif, komunikasi dua
disampaikan dengan berbagai strategi, arah antara pendidik dengan siswa
metode dan media pembelajaran maupun antara siswa

Dari rumusan tersebut, analisa kemampuan apa yang dapat dievaluasi, apakah perlu
adanya penambahan kegiatan pembelajaran dan sebagainya

Langkah 2:

Uraikan redaksi KD tersebut ke dalam komponennya.

Berdasarkan KD tersebut, uraiannya kemampuan yang harus dikuasai siswa.


Misalnya :
Jadi kompetensi utama yang harus dikuasai siswa adalah kemampuan “menguraikan”
dan “mengomunikasikan”.

Langkah 3:

Susun spektrum kemampuan sesuai komponen

Dari masing-masing komponen selanjutnya ditentukan variasi pencapaian komponen


tersebut. Hal ini dilakukan untuk memberi gambaran bagaimana proses pembelajaran
dilakukan dan bagaimana teknik penilaiannya. Contohnya sebagai berikut:

Berdasarkan spektrum kemampuan tersebut:

 Komponen “Pendapat pribadi” dan “Isi buku / materi” bersifat mutlak.


Artinya, siswa harus benar-benar menyampaikan pendapat pribadinya (bukan
pendapat orang lain), dan benar pula yang disampaikan adalah isi buku atau
materi yang dibacanya.
 kompetensi “mengomunikasikan”, dan “menguraikan” ini terdapat gradasi
antara lain :

- ada siswa yang belum bisa,


- atau bisa dengan terbata-bata,

- atau bisa namun belum runtut/lengkap,

- atau bisa runtut/lengkap namun belum lancar,

- atau bisa runtut/lengkap dan lancar,

- bahkan bisa dengan sangat baik. Dan sebagainya.

Gradasi ini lah yang dapat digambarkan dengan nilai.

Langkah 4:

Susun Indikator Pencapaian Kompetensi dan langkah guru untuk mengetahui


pencapaian tersebut

Berdasarkan variasi kemampuan siswa tersebut kemudian disusun tanda-tanda


pencapaian kemampuan siswa secara pengetahuan dan keterampilan.

Contoh indikator ketercapaian Pengetahuan:


Contoh indikator ketercapaian Keterampilan:

Indikator ini dapat dijadikan daftar ceklist capaian kompetensi setiap siswa untuk
memudahkan melihat sebaran capaian kompetensi pada siswa.

Langkah 5:

Penggunaan Indikator dalam Proses Pembelajaran

Berdasarkan hasil penilaian terhadap pencapaian kompetensi berdasarkan indikator,


akan diperoleh kondisi siswa yang berbeda-beda. Untuk itu perlu dilakukan tindak
lanjut dalam proses pembelajaran. Khususnya kepada siswa yang belum mencapai
KKM. Berikut kondisi siswa dan tindak lanjut yang dilakukan guru:
Proses pembelajaran ini terus berlangsung hingga siswa menguasai kriteria
kompetensi minimal yang disyaratkan. Kriteria seperti apa yang dianggap mencapai
minimal, ditentukan oleh guru setelah melihat kemampuan siswa sesuai indikator.

Langkah 6:

Jaga konsistensi capaian kompetensi, bukan capaian angka.

Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) adalah capaian kompetensi yang harus


dikuasai siswa. Dalam hal ini yang di maksud KKM adalah “Peserta didik mampu
menguraikan pendapat pribadi tentang isi buku sastra dengan uraian rinci.” Itulah
kriteria kemampuan minimal yang harus dikuasai siswa. Jika siswa belum menguasai
kompetensi itu, maka belum mencapai KKM.
BAB IV

PENUTUP

Atas dasar itulah maka para pendidik yang insyaf akan berupaya sekuat tenaga
untuk mempelajari bagaimana menentukan indikator sesuai capaian kompetensi yang
diharapkan. Lalu lebih lanjut menentukan apa alat yang digunakan untuk memastikan
indicator tercapai.

Alat ukur, alat test, dan alat uji lainnya, menjadi kunci untuk mengetahui
kompetensi yang dicapai. Kesesuaian antara kompetensi-indikator-alat uji merupakan
rangkaian yang harus sesuai Ketika kita menerapkan kurikulum berbasis kompetensi,
maka pencapaian kompetensi peserta didik menjadi tujuan dari kegiatan
pembelajaran. Adapun pencapaian kompetensi dapat dilihat dari indikator yang
menandainya.

Oleh karena itu, indikator capaian kompetensi merupakan hal yang sangat
menentukan kompetensi yang dikuasai peserta didik. Indikator yang tidak tepat
menyebabkan capaian kompetensi juga tidak tepat. dan konsisten.Semoga dengan
konsostensi kompetensi-indikator-alat uji dapat menjadi titik masuk pada perbaikan
proses pembelajaran kita.
REFERENSI

Anderson, L.W and Krathwol, D.R. 2001. A Taxonomy for Learning,


Teaching, and Assessing. A Revision of Bloom’s Taxonomy of Ed- ucational
Objectives. New York: Longman.

Arikunto, S. 2012. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi

Aksara

Cottrell, S. 2005. Critical Thinking Skills. Developing Effective Analysis and


Argument.New York: Palgeave Macmillan.

DePorter, B., dan Hernacki, M. 2009. Quantum Learning, Membi- asakan


Belajar Nyaman dan Menyenangkan (Abdurahman, A. Pentj). Bandung: Penerbit
Kaifa

Dewey, J. 2009. Pendidikan Dasar Berbasis Pengalaman (Pontoh, I.V. Pentj.).


Jakarta: Indonesia Publishing.

Goleman, D. 2009. Emotional Intelligent: Kecerdasan Emosional: Men- gapa


EI lebih penting dari IQ. (T. Hermaya, Pentj). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Gunawan, I dan Anggarini R.P. Taksonomi Bloom-Revisi Ra-nah Kog- nitif:


kerangka Landasan untuk pembelajaran, Pengajaran dan

Penilaian. E-jurnal IKIP PGRI Madiun. Seperti tercantum- dalam http://e-


journal. ikippgrimadiun.ac.id/index.php/

JPE/article/viewFile/27/26 diakses tanggal 7 Juli 2016

Johnson, E.B. 2010. Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan


Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna (Set- iawan, I. Pentj). Bandung:
Kaifa).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2008. Panduan Pengem- bangan
Indikator. Jakarta: Direktorat Pembinaan SMA, Ke- menterian Pendidikan dan
Kebudayaan.

Lickona, T. 2012. Educating for Character, Mendidik untuk Membentuk


Karakter (Wawaungo, JA, Pentj). Bandung: Bumi Aksara.

Marzano, R.J and Kendall, J.S. 2008. Designing & Assessing Educa- tional
Objectives. Applying the New Taxonomy. California:

Corwin Press

Marzano, R.J and Kendall, J.S. 2007. The New Taxonomy of Education- al
Objectives. Second Edition. California: Corwin Press

80 Cara Mudah Merumuskan Indikator Pembelajaran

Muslich, M. 2011. Authentic Assesment: Penilaian Berbasis Kelas

dan Kompetensi. Bandung: Refika Aditama.

Pink, D.H. 2006. Misteri Otak Kanan Manusia. (Rusli, Pentj).

Anda mungkin juga menyukai