Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat

limpahan rahmat, taufiq, hidayah serta inayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan chapter report

ini dengan judul “Mastery Learning and Programmed Instruction” yang terdapat dalam buku

Models of Teaching Sixth Edition pada Chapter 19 yang dikarang oleh Bruce Joyce, Marsha

Weil with Emily Calhoun. Shalawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga dan para sahabatnya, yang telah mengorbankan jiwa, raga, dan hartanya demi

tegaknya syiar Islam yang pengaruh dan manfaatnya dapat kita rasakan pada saat sekarang ini.

Maksud dan tujuan dari penulisan chapter report ini adalah untuk memenuhi salah satu

kewajiban mata kuliah Metodologi Pendidikan Islam yang diberikan dosen pada semester ganjil

tahun akademik 2021/2022 program S3 Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang

yang dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. H. Syafruddin Nurdin, M. Pd dan Ibu Dr. Rehani, M. Ag.

Selama penyusunan Chapter Report ini penulis menghadapi banyak kesulitan dan

kendala dalam penyusunan. Namun terlepas dari kesulitan itu, penulis mendapatkan banyak

pengetahuan terkait materi yang dibahas. Akhirnya, sebagai seorang manusia yang tidak luput

dari kesalahan dan kekurangan, hingga dalam penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata

sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif terutama dari

dosen pembimbing dalam upaya evaluasi diri. Sehingga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita

semua, amin ya Rabbal ‘alamin.

Sungai Penuh, Oktober 2021

RIKA SARTIKA
2120090004

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................................................................ii
BAB I..........................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Permasalahan...................................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................................................................2
BAB II.........................................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................3
A. Sebuah Konsep Tentang Bakat (A Concept of Aptitude)..................................................................3
B. Rencana Pembelajaran Secara Individual (Individually Prescribe Instruction)...............................4
C. Langkah-Langkah Di Dalam Program (Steps In The Program).......................................................4
D. Laboratorium Bahasa (Language Laboratory).................................................................................9
E. Sebuah Catatan Untuk Pembelajaran Terprogram (A Note On Programmed Instruction).............10
BAB III......................................................................................................................................................12
PENUTUP.................................................................................................................................................12
A. Kesimpulan....................................................................................................................................12
B. Saran..............................................................................................................................................12

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apabila siswa diberi waktu lebih banyak untuk menemukan jati dirinya, maka kegagalan
akan bisa diperkecil (Madeline Hunter pada sebuah seminar di UCLA, May 1993). Belajar
tuntas merupakan sebuah kerangka kerja untuk merencanakan urutan-urutan pembelajaran
yang diformulasikan oleh Benjamin S. Bloom dengan penyempurnaan oleh James H. Block.
Tujuan guru mengajar adalah agar bahan yang disampaikannya dikuasai sepenuhnya oleh
semua siswa, bukan hanya oleh beberapa orang saja yang diberikan angka tertinggi.
Pemahaman harus penuh, bukan tiga perempat, setengah atau seperempat saja. Bila
diinginkan hasil belajar pada seluruh siswa (tanpa kecuali) dapat mencapai taraf penguasaan
penuh (mastery), harus diterapkan konsep belajar tuntas (Mastery learning). Dengan konsep
ini, bahan pengajaran diharapkan dapat diserap secara mastery oleh seluruh siswa. Konsep
tentang belajar tuntas pada dasarnya merupakan landasan bagi strategi belajar mengajar
dengan pendekatan individual.
Belajar tuntas yang diberikan dengan cara menarik dan lengkap akan memungkinkan
siswa mencapai tingkat penguasaan yang memuaskan dalam pelajaran di sekolah. Belajar
tuntas (Mastery learning) merupakan proses pembelajaran yang dilakukan dengan sistematis
dan terstruktur, bertujuan untuk mengadaptasikan pembelajaran pada siswa kelompok besar
(pengajaran klasikal), membantu mengatasi perbedaan-perbedaan yang terdapat pada siswa,
dan berguna untuk menciptakan kecepatan belajar (rate of program).
Belajar tuntas diharapkan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan yang melekat pada
pembelajaran klasikal. Belajar tuntas dilakukan dengan menggunakan pembelajaran
terprogram, sebagai satu sistem untuk merancang bahan/materi dalam pembelajaran mandiri
(self instructional).
Dengan demikian pembelajaran tuntas merupakan sesuatu yang harus dipahami dan
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Untuk itu perlu adanya panduan yang memberikan arah
serta petunjuk tentang bagaimana pembelajaran tuntas seharusnya dilaksanakan sehingga
materi yang disampaikan guru dikuasai sepenuhnya oleh semua siswa.

1
B. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang di atas, adapun masalah yang akan dirumuskan pada chapter
report ini yaitu, bagaimana penerapan belajar tuntas dan pembelajaran terprogram yang akan
mencakup beberapa permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana konsep tentang bakat (a concept of aptitude)?
2. Bagaimana rencana pembelajaran secara individual (individually prescribe
instruction)?
3. Bagaimana langkah-langkah di dalam program (steps in the program)?
4. Bagaimana implementasi program di laboratorium bahasa (language laboratory)?
5. Bagaimana catatan untuk pembelajaran terprogram (a note on programmed
instruction)?

C. Tujuan Penulisan
Chapter report yang disusun ini diharapkan bisa menjawab semua permasalahan yang
dikemukakan pada bagian pendahuluan dan kemudian menjadikannya sebagai sesuatu yang
memperkaya ilmu pengetahuan penulis dan pembaca dalam kegiatan belajar.
Di samping itu, tujuan penulisan chapter report ini adalah untuk memenuhi tugas Ujian
Tengah Semester Ganjil tahun akademik 2021/2022 dalam mata kuliah Metodologi
Pendidikan Islam pada program S3 yang dibimbing oleh Bapak Prof. Dr. H. Syafruddin
Nurdin, M. Pd dan Ibu Dr. Rehani, M. Ag di Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol
Padang.

2
BAB II

PEMBAHASAN
A. Sebuah Konsep Tentang Bakat (A Concept of Aptitude)
Dasar teoritis ide mastery learning didasarkan pada perspektif John Carrols’ tentang
pengertian aptitude (bakat). Umumnya bakat dipandang sebagai sebuah karakteristik yang
berhubungan dengan prestasi belajar seorang siswa (semakin besar bakat yang dimiliki,
semakin memungkinkan ia untuk belajar), akan tetapi di sini dia menemukan bahwa aptitude
(bakat/potensi) seorang siswa dalam bahasa tidak hanya memprediksi tingkat ketuntasan
belajarnya dalam waktu yang ditentukan, tetapi juga memprediksi jumlah waktu yang
dibutuhkannya untuk belajar hingga mencapai tingkat ketuntasan tertentu.
Oleh karena itu, Carroll mendefinisikan aptitude sebagai pengukur jumlah waktu yang
diperlukan untuk mempelajari satu tugas hingga mencapai tingkat standar tertentu dalam
kondisi pembelajaran yang ideal. Secara sederhana, jika masing-masing siswa diberi waktu
sesuai dengan kebutuhannya untuk belajar hingga tingkat ketuntasan tertentu dan dia
menggunakan seluruh waktu yang dibutuhkannya itu, maka dia dapat diharapkan mencapai
tingkat ketuntasan tersebut. Akan tetapi, jika siswa tidak diberi cukup waktu, maka tingkat
ketuntasan akan sulit tercapai.
Secara optimis diyakini semua siswa akan mampu untuk menguasai materi pelajaran
secara memuaskan asal kepadanya disediakan waktu yang memadai (kesempatan untuk
belajar), materi yang cocok dan pembelajaran yang tepat. Dalam hal ini bakat menjadi
panduan utama seberapa banyak waktu yang dibutuhkan oleh seorang siswa dalam belajar.
Dengan demikian tingkat penguasaan dalam belajar akan ditentukan oleh waktu yang
digunakan dan kesungguhan dalam belajar, terlebih-lebih jika ditunjang oleh gaya belajar
yang cocok dengan kebutuhan, ketekunan siswa, kualitas pembelajaran, kesesuaian bahan,
kemampuan di dalam memahami materi serta penerapan pengajaran yang dikelola secara
baik. Bloom mentrasformasikan ketentuan ini ke dalam satu sistem dengan karakter sebagai
berikut:
a. Penguasaan pelajaran, merupakan seperangkat pencapaian tujuan pengajaran di sekolah.
b. Materi pelajaran dipecah dalam unit-unit kecil dan setiap unit itu disertai dengan tujuan
khusus yang harus dicapai sebagai bagian dari keseluruhan.

3
c. Menentukan materi pelajaran dan memilih strategi mengajar.

d. Tiap unit diikuti dengan test diagnostik untuk mengukur kemajuan siswa (evaluasi
formatif) dan mengidentifikasi masalah yang dihadapi setiap siswa. Melakukan umpan
balik terhadap siswa, serta memberikan penguatan.

e. Data yang diperoleh dari tes yang dilakukan digunakan untuk memberikan pembelajaran
tambahan dalam membantu mengatasi masalah-masalahnya (Bloom, 1971, pp. 47-63).

Bloom percaya, dengan cara ini waktu belajar bisa disesuaikan dengan kemampuan
siswa. Siswa yang kurang cerdas bisa diberikan lebih banyak waktu dan umpan balik dalam
keseluruhan proses pembelajaran, dan kemajuan dapat dimonitor dengan bantuan test.
B. Rencana Pembelajaran Secara Individual (Individually Prescribe Instruction)
Bloom, Block, dan pengamat (advosasi) lain percaya bahwa cara belajar seperti ini dapat
dilakukan secara sederhana dengan memodifikasi prosedur pengajaran kelompok, dimana
siswa memiliki banyak waktu dan akan mampu menerima pengajaran secara individual
sesuai dari hasil evaluasi formatif (Carrol, 1997. pp. 37-41).
Penerapan prosedur belajar yang terprogram, telah mendorong para pengembang
kurikulum untuk menemukan pemahaman sistem kurikulum yang komprehensif dan
mereorganisasi sekolah-sekolah untuk menyediakan lebih banyak pembelajaran yang
diindividualkan ketimbang organisasi sekolah yang konvensional.
Penyusunan program pembelajaran Individually Prescribed Intructional (IPI)
dikembangkan berdasarkan penelitian pusat belajar dan pengembangan di Universitas
Pittsburgh, yang bekerja sama dengan Baldwin-Whitehll School District. Di dalam IPI siswa
biasanya bekerja sendiri untuk menentukan materi harian. Kegiatan mereka tergantung pada
kemampuan dan hasil belajar, gaya belajar, dan kebutuhan belajar.
C. Langkah-Langkah Di Dalam Program (Steps In The Program)
IPI mengilustrasikan modular kurikulum (kurikulum dengan menggunakan modul)
dengan sistem aplikasi analisis prosedur terhadap materi pengembangan kurikulum. Ini dapat
didemonstrasikan dengan langkah-langkah perencanaan IPI yang baik dalam menciptakan
sistem ini. Untuk menguji langkah-langkah ini, kita akan mengamati secara jelas setiap
refleksi dari model tersebut. Sistem ini dirancang sebagai berikut:
1. Tiap siswa harus belajar secara baik melalui unit belajar di dalam satu paket pengajaran.

4
2. Tingkat perkembangan dari penguasaan setiap siswa diamati.

3. Mengembangkan keinginan belajar sendiri dan mengarahkan diri sendiri dalam belajar.

4. Memelihara perkembangan tentang pemecahan masalah melalui proses-proses.

5. Mendorong evaluasi diri dan motivasi belajar (Lindvall and Bolvin, 1966)

Asumsi pada proses belajar dan hubungannya dengan lingkungan belajar adalah:
Langkah pertama:

1. Satu hal yang nyata perbedaan diantara siswa adalah jumlah waktu belajar yang
digunakan untuk menguasai pengajaran yang diberikan.

2. Satu aspek penting lainnya adalah perbedaan individu, sangat berguna untuk menyusun
kondisi dimana setiap siswa mampu belajar dan mengikuti paket-paket pengajaran serta
langkah-langkahnya dalam melaksanakan sejumlah praktek yang dibutuhkan.

3. Jika sekolah mempunyai tipe materi pelajaran yang cocok, bisa dilaksanakan tutorial
yang menekankan belajar mandiri, minimum belajar dari pengajaran guru langsung.

4. Dalam pengajaran unit, siswa tidak diharuskan belajar pada unit baru sampai menguasai
satu tingkat derajat minimum bahan pengajaran dalam satu unit sebagai prasyarat.

5. Siswa diberi peluang dan didorong untuk maju dengan kecepatan individual, karena
program yang disediakan dalam mengevaluasi kemajauaan siswa dapat dijadikan dasar
dalam pengembangan rencana pembelajaran individual berikutnya.

6. Guru yang terlatih secara profesional akan sangat produktif melakukan tugas
pembelajaran individual atau dalam kelompok kecil, mendiagnosa kebutuhan siswa dan
merencanakan program pembelajaran, dari pada melakukan tugas administrasi. Efisiensi
dan ekonomisnya program ditunjang dengan mengembangkan bantuan administrasi.

7. Tiap siswa diasumsikan lebih bertanggung jawab dalam merencanakan dan


melaksanakan program pembelajarannya sendiri dari pada diatur di dalam kelas.

8. Belajar dapat ditingkatkan, jika siswa diberi peluang untuk saling membantu satu sama
lain (Lindvall and Bolvin, 1996, pp. 3-4).

5
Langkah kedua adalah dianalisis ke dalam sasaran perilaku yang diorganisasikan secara
berurutan yang mana karakteristiknya adalah sebagai berikut:
1. Setiap tujuan pengajaran harus menjelaskan apa yang seharusnya dapat dilakukan
oleh siswa yang menunjukkan tingkat penguasaan/keterampilan dari bahan yang
diberikan. Tujuan-tujuan harus menggunakan kata-kata kerja operasional seperti;
pemecahan, menerangkan, mengurut, menggambarkan dan sebagainya.
2. Tujuan Pengajaran harus dikelompokkan ke dalam materi yang bermakna. Sebagai
contoh, dalam aritmetika tujuan dikelompokkan ke dalam bidang-bidang numerasi,
penjumlahan, pengurangan dan sebagainya. Ini membantu mengembangkan bahan
pelajaran yang bermakna dan memudahkan mengdiagnosis prestasi belajar siswa.

3. Di dalam setiap area /kelompok tadi, tujuan pembelajaran harus diurut dalam urutan
tertentu yang akan membangun urutan prerequisit (prasyarat).

4. Dalam setiap urutan tujuan pada setiap area, harus dikelompokan ke dalam unit-unit
yang bermakna yang dirancang dalam pelaksanaannya, sehingga menggambarkan
perbedaan setiap level dan memberikan hasil yang berarti, sehingga siswa mampu
menyelesaikaan satu unit atau bahkan bisa melangkah ke unit berikutnya atau bisa
mengambil satu unit dalam area yang lain (Lindvall and Bolvin, 1966, p.3).

Sebagai ilustrasi dalam pelajaran Matematika dapat digambarkan sebagai berikut;


Level E Level F
(Penjumlahan dan Pengurangan)
1. Diberikan dua bilangan, siswa 1. Diberikan dua bilangan lebih kecil
menjumlah atau mengurangi dengan atau sama dengan 9.999.99 dengan
menggunakan penjumlahan ke bawah. sebuah operasi penjumlahan atau
pengurangan, siswa memcahkannya.
BATASAN: jawaban mesti dalam
bilangan positif.
2. Diberikan sebuah masalah 2. Diberikan bilangan penjumlah lebih
penjumlahan dengan bilangan lebih kecil atau sama dengan 5
kecil atau sama dengan 5, dan siswa penjumlahan yang digabung dengan
memcahkannya dengan algoritma < 7 angka, siswa menjumlah,
pendek. BATASAN: 1000.000. (Bilangan
jutaan)
3. Diberikan soal perkalian dalam 3. Diberikan dua gabungan decimal,
bentuk cerita yang memerlukan siswa menguranginya. BATASAN: ≤
keterampilan penjumlahan dan 7 angka, desimal.

6
pengurangan, siswa diminta
mengerjakannya.
4. Pecahkan soal cerita perkalian
dengan menggunakan keterampilan
penjumlahan atau pengurangan.
PERKALIAN
1. Diberikan dua bilangan (digit) dan 1. Diberikan satu bilangan dua digit
satu bilangan satu digit, siswa dikalikan pada satu bilangan dengan
mengalikan nya secara horizontal dua digit dengan menggunakan
menggunakan prinsip distributif algoritma standar
(23 x 3)
2. Diberikan soal dengan tiga angka 2. Diberikan tiga angka bilangan kali
perkalian dan satu angka bilangan dan satu angka bilangan yang lain,
yang lain, siswa mencari siswa mengalikan menggunakan
menggunakan hasil partial. standar cepat
3. Diberikan soal perkalian dimana 3. Diberikan satu bilangan bulat dan di
bilangan pengali dan yang gabung dengan desimaal 100 sebagai
dikalikan bilangan bulat lebih faktor, siswa mengalikan.
kecil atau sama dengan 10, BATASAN: Bilangan bulat bagian
dikalikan 10 siswa mencari. dari ≤ 100.
BATASAN: faktor ≤ 9,000
4. Diberikan soal perkalian dimana 4. Diberikan bilangan kurang dari satu
bilangan pengalinya adalah atau desimal murni sama dengan
bilangan bulat. Bilangan bulat ≤ .99, siswa memperlihatkan
lebih kecil dari 10 sedangkan yang persamaan pecahan, Bandingkan
dikalikannya bilangan 3 digit. jawaban untuk dicek
siswa mencari. BATASAN:
pengali ≤ 9,000.
5. Diberikan soal perkalian dengan 5. Diberikan soal perkalian yang
bilanagan dua digit kali bilangan menghendaki kemampuan perkalian
dua digit. Siswa mencari padaa point ini. Siswa mencarinya.
menggunakan product partial.
6. Diberikan soal perkalian dengan
dua angka bilangan waktu dua
angka bilangan lain, siswa
mencari menggunakan perkalian
ke bawah
7. Diberikan soal perkalian, untuk
keterampilan. siswa memeriksa
perkalian dan merobah faktor dan
pencarian sekali lagi.
8. Diberikan bilangan ≤ 100, siswa
mencari faktor untuk bilangan
tersebut (Lindvall dan Bolvin,
1996)

7
Dalam setiap tahap dari topik area yang diberikan diindentifikasi dan diatur secara
berurutan. Rincian dari topik itu dibuat kedalam beberapa pilihan untuk siswa dan guru.
Siswa harus bisa menguasai satu area secara mendalam sebelum pindah ke area berikutnya
atau dapat pula bergerak dari penjumlahan level E ke pengurangan level F. Bisa dilihat
bahwa isi dari IPI program Matematika dilakukan secara mendetail, diurut secara rinci dan
saling terkait dengan baik, serta saling berhubungan.
Langkah ketiga dalam program ini adalah mengembangkan materi pelajaran untuk
mencapai setiap tujuan. Hampir semua bahan pelajaran dapat dicari sendiri oleh siswa
dengan sedikit bantuan guru: Melalui, lembar kerja (LKS), buku kerja individu, atau buku
kerja kelompok. Selain itu pengajaran self intruction, program yang diciptakan oleh guru bisa
juga menawarkan pengajaran untuk kelompok kecil atau kelompok besar dan individual.
Langkah keempat, menyatukan komponen sistem (siswa-guru-bahan). Faktanya adalah
kemampuan yang dimiliki setiap siswa berbeda dalam tiap area seperti membaca, aritmetika,
dan ilmu pengetahuan. Perlu beberapa hari dilakukan diaognosis tentang kemampuan siswa
agar sebuah “perencanaan pembelajaran” dikembangkan untuk setiap siswa dalam setiap
pelajaran. Bahan itu diurut dari mana siswa dapat memulainya. Program ini direncanakan
untuk satu/atau beberapa hari tergantung kemampuan siswa dan kesulitan dari setiap Unit.
Evaluasi dan umpan balik, dilakukan secara terus menerus dalam penerapan.
Potensi atau kemampuan dikembangkan dalam satu sistem untuk membantu siswa
bagaimana mereka harus belajar. Jika seorang guru menemukan anak yang memerlukan lebih
banyak bantuan maka guru bisa mengarahkan siswa yang mengalami kesulitan tadi di kelas
yang ukurannya lebih kecil dimana bantuan yang diberikan kepada siswa tersebut akan lebih
membantu secara individual atau dalam pembelajaran kelompok kecil. (Joyce dan
Harootunian, 1967, pp. 83-84).
Akhirnya, untuk memonitor kemajuan siswa dan menyesuaikan rencana program yang
dibuat, sehingga dapat melakukan umpan balik pada langkah berikutnya, siswa diberi materi
dan satu latihan akhir sesuai waktu yang ditentukan. Siswa bisa menyerahkan materi tersebut
pada petugas ketika selesai untuk diperiksa dan selanjutnya guru mengembangkan rencana
program pembelajaran. Guru mengadakan pertemuan dengan siswa, memeriksa hasil
kerjanya, dan mengembangkan perencanaan berikutnya. Sebagaimana yang kita lihat,

8
variabel peran siswa dalam belajar secara sungguh-sungguh dapat didefinisikan, kemudian
dibuatkan untuk pengembangan rencana berikutnya. (Joyce dan Harootunian, 1967, p. 84)
Guru adalah manajer yang bertanggung jawab untuk menggerakkan sistem dan
menyesuaikannya terhadap kebutuhan individu. Guru dapat bertindak sebagai: Pertama;
seorang yang dapat mendiagnosis (data setiap siswa, yang bertujuan untuk menyusun satu
program yang sesuai dengan kebutuhan belajar individu), kedua; sebagai selektor (bahan,
sumber daya manusia, sumber daya material), ketiga; sebagai tutor (membangun pengalaman
belajar yang tepat dan bermakna (Scanlon and Brown,1969, p.1).
D. Laboratorium Bahasa (Language Laboratory)
Perkembangan laboratorium bahasa diwujudkan dalam aplikasi, kombinasi perlengkapan
dalam sistem analisis, tugas analisis, dan prinsip-prinsip sibernetik di dalam setting
pendidikan. Sebelum laboratorium bahasa menjadi tempat umum untuk belajar, biasanya
guru kelas melayani pengajaran bahasa asing di dalam kelas yang terdari dari 25 sampai 35
siswa yang mempraktekkan untuk belajar bahasa (lisan). Individu di dalam setiap situasi
seperti ini, mempunyai maksimum 1 menit untuk praktek bicara dalam setiap sesi, hampir
tidak cukup untuk menghasilkan kemampuan bahasa secara lancar atau tepat.
Saat ini laboratorium bahasa, dimana siswa menggunakan alat-alat elektronik untuk
mendengar, merekam dan mengulang kembali bahan yang telah diucapkannya. Secara umum
peralatan fisik seperti ini termasuk (student station/ meja khusus dan instructor’s central
panel/ meja instruktur). Melalui peralatan central panel, guru dapat menyoarkan beragam
materi pelajaran yang bervariasi, materi baru, program remedial dan pangajaran secara
individual, memilih kelompok-kelompok pada satu kelas. Guru juga bisa memonitor
langsung performa siswa. Melalui student station sebagai peralatan yang bersifat individual
dan bersifat akuistik (kedap suara) yang dilengkapai dengan headphone, microphone dan
tape recorder, setiap siswa mendengarkan instruksi baik yang langsung dari guru maupun
instruksi yang telah direkam dengan head phone dari instruktur untuk mengulang kata,
menjawab, atau memberi respon terhadap pelajaran. Pengajar bisa juga mengunakan papan
tulis, textbook atau menggunakan stimulus visual untuk menambah input audio /pendengaran.
Hal ini telah memungkinkan siswa untuk:
a. Mendengar suara mereka sendiri lebih jelas melalui headphones.
b. Membedakan pembicaraan mereka dengan model yang didengar.

9
c. Memberikan feedback dengan segera.
d. Memilih item untuk dipelajari.
e. Mencoba latihan-latihan yang lebih khusus.
f. Memperbaiki isi pengajaran.
Mempelajari bahasa asing menghendaki siswa untuk mendengar kosakata dan pola
pengucapan yang berulang-ulang. Latihan dilakukan secara hati-hati/terus menerus dan
diikuti oleh tingkat kombinasi kesulitan yang bervariasi. Tujuannya adalah agar siswa bisa
dengan cepat memahami apa yang dibaca dan apa yang didengar untuk segera membuat
respon yang cocok. Laboratorium bahasa merupakan basis dimana bisa menjembatani
kegiatan praktek agar berjalan dengan baik, mempertemukan model oral, dan
mengembangkan kefasihan berbicara. Dari kacamata pengajar, ini merupakan satu fasilitas
(perangkat keras dan perangkat lunak) agar lebih efektif dalam mengajar bahasa.
Dalam terminologi analisis sistem, laboratorium bahasa merupakan pengembangan untuk
manusia dengan menggunakan mesin sebagai prasarana untuk meningkatkan pengajaran, dan
untuk menguasai kemampuan berbahasa asing. Dengan perangkat keras dan lunak tadi akan
mendukung bantuan subsistim, sehingga instruktur dapat membagi waktu lebih efektif antara
memonitor, diagnosis dan pembelajaran. Siswa diberikan umpan balik, sehingga mereka bisa
membedakan kemampuan yang mereka miliki dengan kemampuan yang seharausnya.
Banyak program saat ini yang cocok melalui komputer pribadi dan bisa menciptakan
miniatur laboratorium bahasa yang berfungsi sebagai model pengajaran. Untuk komputer
tanpa sound cards, misalnya fonetik, spelling digunakan untuk membantu pengucapan.
Untuk komputer dengan sound cards, yang dapat mengeluarkan bunyi atau kata dan prase.
Belajar tuntas telah diselidiki secara ekstensif oleh Slavin’s (1990) mengulas analisis
literatur secara umum yang setuju dengan Kulik, Kulik, dan Bengert Drowns’s (1990).
Analisisnya adalah labor bahasa bisa meningkatkan gaya belajar secara konsisten relevan
dengan kurikulum.
E. Sebuah Catatan Untuk Pembelajaran Terprogram (A Note On Programmed
Instruction)
Banyak program belajar tuntas menggunakan pembelajaran terprogram, sebagai satu
sistem untuk merancang materi dalam pembelajaran mandiri. Ini adalah satu dari aplikasi
langsung diilhami dari tulisan Skinners. Meskipun pada awalnya, konsep yang digagas

10
skinner ini mengalami beberapa kali perubahan, namun ada tiga gagasan awal yang masih
dipertahankan dan digunakan secara luas yaitu: (1) Item-item disusun secara berurutan baik
berupa pernyataan maupun pertanyaan yang diharapkan siswa dapat bertanya dan memberi
respon (2) Respon siswa mungkin disediakan dalam bentuk mengisi form (jawaban yang
kosong) di dalam format, mengulangi jawaban terhadap satu pertanyaan, memilih jawaban
diantara jawaban yang disediakan atau memecahkan sebuah masalah (3) Memberikan respon
yang segera.
Penelitian mutahir dalam pembelajaran terpogram menunjukkan bahwa penyimpangan
dari faktor esensial dapat terjadi, tetapi perbedaannya tidak signifikan. Oleh karena itu
dikembangkan apa yang disebut dengan program “pencabangan” (Branching Program). Di
dalam Branching Program siswa yang lambat mungkin membutuhkan tambahan informasi
atau review tentang latar belakang informasi itu. Di sisi lain, seorang siswa yang mudah
menerima informasi dapat mengambil keuntungan dengan memperoleh tambahan materi
yang lebih sulit. Dalam beberapa hal, program pencabangan ini secara otomatis langsung
ditujukan kepada siswa untuk setiap sekuen/urutan tergantung pada pilihannya. Jika dalam
seleksi siswa merespon salah, maka kesalahan umum dan alasannya dicatat; bila siswa
merespon dengan benar, maka diberikan contoh yang lebih sulit.
Program pengajaran yang telah dilaksanakan dengan sukses dalam berbagai mata
pelajaran termasuk bahasa Inggris, Matematika, Statistik, Geografi, dan Ilmu Sosial.
Pengembangan ini telah digunakan pada setiap tingkat sekolah mulai dari preschool sampai
tingkat akademik. Teknik-teknik pembelajaran terprogram telah diaplikasikan terhadap
keberagaman tingkah laku. Beberapa program pengajaran memberi kebebasan kepada siswa
untuk menemukan konsep diri, menggunakan format dan mengingatkan kepada siswa untuk
berpikir induktif.
Bagaimanapun program pengajaran seperti ini berbeda dengan pelaksanaan pengajaran
secara tradisional, dimana guru kelas telah menggunakan metode tradisional secara bertahun-
tahun, dan ternyata tidak memberi pengaruh yang signifikan pada guru tersebut. Dengan
menggunakan buku pelajaran (tradisional) yang tidak dirancang untuk penguasaan yang
bersifat perilaku. Pelajar hanya mengulang-ulang bahan yang sesungguhnya telah dikuasai.
Akhirnya kebanyakan buku pelajaran tidak memberi umpan balik secara segera, hanya
mengcopy/meniru jawaban-jawaban yang diberikan oleh guru.

11
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penjelasan yang telah dikemukakan sebelumnya, maka disimpulkan bahwa:
1. Aptitude (bakat) dipandang sebagai pengukur jumlah waktu yang diperlukan untuk
mempelajari satu tugas hingga mencapai tingkat standar tertentu dalam kondisi
pembelajaran yang ideal. Secara sederhana, jika masing-masing siswa diberi waktu
sesuai dengan kebutuhannya dan dia menggunakan seluruh waktu yang
dibutuhkannya, maka dia dapat diharapkan mencapai tingkat ketuntasan.
2. Dalam Rencana Pembelajaran Secara Individual (Individually Prescribe Instruction),
siswa biasanya bekerja sendiri untuk menentukan materi harian, kegiatan mereka
tergantung pada kemampuan dan hasil belajar, gaya belajar, dan kebutuhan belajar.
3. Langkah di dalam program adalah: pertama, memperhatikan waktu belajar, perbedaan
individu, tipe mata pelajaran, melalui pengajaran unit, mendorong kecepatan
individual, dilakukan oleh guru professional, direncanakan dan dilaksanakan siswa,
serta diberi peluang untuk saling membantu. Kedua, dianalisis ke dalam sasaran
perilaku yang diorganisasikan secara berurutan. Ketiga, mengembangkan materi
pelajaran untuk mencapai setiap tujuan. Keempat, penyusunan sistem.
4. Di laboratorim Bahasa, perkembangannya diwujudkan dalam aplikasi, kombinasi
perlengkapan dalam sistem analisis, tugas analisis, dan prinsip-prinsip sibernetik.
5. Pembelajaran terpogram menunjukkan bahwa penyimpangan dari faktor esensial
dapat terjadi, tetapi perbedaannya tidak signifikan.

B. Saran
Tujuan guru mengajar adalah agar dipahami sepenuhnya oleh semua siswa, bukan hanya
oleh beberapa orang saja. Oleh karena itu, seorang guru harus menerapkan konsep belajar
tuntas dengan menggunakan pembelajaran terprogram. Selain itu penulis menyarankan
kepada seluruh mahasiswa agar dapat memahami tentang belajar tuntas dan pembelajaran
terprogram ini dengan komprehensif sehingga tujuan seorang guru dalam pembelajaran dapat
terpenuhi.

12

Anda mungkin juga menyukai