Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PROFESI KEGURUAN

“PENGEMBANGAN SIKAP PROFESIONAL”

Oleh
Kelompok III

ASLIAH Z LABARAN (H0418502)

FILADELFIA (H0418302)

HILDAWATI (H0418321)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SULAWESI BARAT
2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb.

         Alhamdulillah, puji syukur kami panjatkan kehadiran Allah SWT yang
telah memberi nikmat dan karunia-Nya kepada kita semua, sehingga kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pengembangan Sikap Profesional ” ini
tepat pada waktunya.

Salawat serta salam semoga selalu tercurahkan untuk baginda nabi besar
Muhammad SAW yang telah berjuang membawa umatnya dari alam
kejahiliyahan menuju alam yang penuh dengan cahaya ilmu.

        Penulis sangat bersyukur karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi


tugas Profesi Keguruan dengan judul “Pengembangan Sikap Profesional”. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan juga masih
banyak kekurangan. Seperti kata pepatah “Tak ada gading yang tak retak”. Oleh
karena itu kritik, gagasan serta saran yang bersifat membangun selalu kami
harapkan agar makalah ini lebih baik lagi.

          Demikianlah sebagai pengantar, dengan iringan serta harapan semoga


makalah sederhana ini bias diterima dan bermanfaat bagi penyusun pada
khususnyadan bagi para pembaca pada umumnya.

Wassalamu’alaikum wr.wb

Majene, 07 Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................i

DAFTAR ISI......................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................1
B. Rumuran Masalah.................................................1
C. Tujuan Penulisan...................................................2
BAB II PEMBAHASAN

A. Penguasaan dan Pengembangan Materi...................................3


B. Pengembangan Metode Pembelajaran......................................6
C. Mengembangkan Kepribadian Siwa.........................................9
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan.........................................................14
B. Kritik dan Saran..................................................14
DAFTAR PURTAKA.........................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang


Profesi adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya
memerlukan menuntut keahlian, menggunakan teknik-teknik ilmiah, serta
dedikasi yang tinggi. Keahlian diperoleh dari lembaga pendidikan yang khusus
diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung jawabkan.
Guru adalah salah satu profesioanal mempunyai citra yang baik sehingga dapat di
jadikan panutan bagi masyarakat skelilingnya.
Pada dasarnya profesi guru adalah profesi yang sedang tumbuh. Walaupun ada
yang berpendapat bahwa guru adalah jabatan semi profesional, namun sebenarnya
lebih dari itu. Hal ini dimungkinkan karena jabatan guru hanya dapat diperoleh
pada lembaga pendidikan yang lulusannya menyiapkan tenaga guru, adanya
organisasi profesi, kode etik dan ada aturan tentang jabatan fungsional guru.
Semakin dituntutnya profesionalitas seorang guru, maka guru sebagai tenaga
pengajar dan pemberi informasi kepada siswanya tentu harus mengetahui
bagaimana seorang guru yang professional itu. Sikap Profesional Keguruan adalah
sikap seorang guru dalam menjalankan pekerjaannya yang mencakup keahlian,
kemahiran, dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi keguruan.
Menurut Thurthoen dalam walgito menjelaskan bahwa sikap adalah
gambaran kepribadian seseorang yang terlahir melalui gerakan fisik dan
tanggapan pikiran terhadap suatu keadaan atau suatu objek. Ketika murid
melakukan kesalahan guru justru malah lepas tanggung jawab, apalagi terjadi
penyimpangan moral. Karenanya perlu sekali untuk ditingkatkan kinerja dan
profesionalisme guru. Sehubungan dengan hal tersebut sikap professional guru
sangat penting dalam pendidikan dan pengajaran.

B.     Rumusan Masalah


1.      Bagaimana cara Penguasaan dan Pengembangan Materi?
2.       Bagaimana Pengembangan Metode Pembelajaran?
3.       Bagaimana cara Mengembangkan Kepribadian siswa?

C.    Tujuan Penulisan


1.    Untuk Mengetahui Penguasaan dan Pengembangan Materi.
2.      Untuk Mengetahui Pengembangan Metode Pembelajaran.
3.      Untuk Mengetahui cara Mengembangkan Kepribadian siswa.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Penguasaan dan Pengembangan Materi


Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang
baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan sikap yang
baik sehingga dapat dijadikan panutan bagi masyarakat
sekelilingnya. Walaupun segala perilaku guru selalu
diperhatikan masyarakat tetapi yang harus diperhatikan
adalah sikap guru yang berkaiatan dengan profesinya. Profesi
adalah suatu pekerjaan yang dalam melaksanakan tugasnya memerlukan atau
menuntut keahlian (expertise) dengan menggunakan teknik-teknik ilmiah
serta dedikasi yang tinggi. Sikap Profesional Keguruan adalah sikap seorang
guru dalam menjalankan pekerjaannya yang mencakup keahlian, kemahiran,
dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi keguruan.
Seorang guru harus mempunyai keahlian dan kemahiran. Salah satunya
adalah dapat menguasai dan mengembangkan meteri. yaitu:
1. Penguasaan materi
Menurut Johnson (1980) penguasaan materi terdiri atas penguasaan
bahan yang harus di ajarkan dan konsep-konsep dasar keilmuan dari bahan
yang akan di ajarkan tersebut. Dengan demikian untuk menguasai materi
pelajaran diperlukan penguasaan materinya itu sendiri.
Ada dua cara memandang materi dan bahan ajar, yaitu pertama dari
sudut isi bahan ajar, dan kedua dari sudut cara pengorganisasian. Dilihat
dari sudut isi materi, bahan ajar dapat digolongkan ke dalam enam jenis
seperti:
a. Fakta
Fakta adalah bahan bidang studi yang isinya berupa gagasan, ide,
pendapat, teori atau dalil. Konsep bersifat abstrak, namun akan
menjadi nyata jika di wujudkan dalam bentuk benda atau perbuatan.
Misalnya konsep tentang bilangan bulat dan ganjil yang dilambangkan
dalam rangka 3, 5, 7, 9 dan seterusnya.
b. Prinsip
Prinsip adalah tuntutan praktis bagi terselenggaranya perbuatan
tertentu seperti dalam belajar dan mengajar. Bahan dalam bidang studi
prinsip merupakan bahan yang memberi landasan bagi terwujudnya
suatu perbuatan yang diharapkan sehingga setiap tindakan yang
dilakukan dapat di kontrol dengan baik. Contoh prinsip belajar dan
mengajar.
c. Keterampilan
Keretampilan terdiri dari keterampilan- keterampilan tertentu yang
harus di kuasai, terutama yang menyangkut keterampilan motorik,
seperti keterampilan mengetik, mengatur spasi, memukul bola, dan lari
cepat. Cara mempelajarinya pada umumnya dengan tugas dan latihan
d. Pemecahan masalah
Pemecahan masalah adalah bahan bidang studi yang mengandung
unsur pemecahan masalah. Misalnya dalam pelajaran IPA, seorang
guru memberikan tugas kelompok kepada siswa-siswanya untuk
membuat kesimpulan mengenai bagaimana cara untuk memanfaatkan
sampah. Pokok bahasan ini dipelajari dengan metode pemecahan
masalah. Peserta didik di tugasi untuk berpikir dan membuat,
kemudian di akhiri oleh kesimpulan.
e. Proses
Proses adalah bahan yang melukiskan proses terjadinya sesuatu
seperti proses terjadinya perubahan warna, proses terjadinya hujan,
proses pengendapan atau penguapan. Bahan bidang studi proses
bersumber dari pengalaman. Cara mempelajarinya adalah dengan
praktikum di laboratorium atau studi lapang.
2. Pengembangan materi
Prinsip-prinsip pengembangan materi yang dijadikan dasar dalam
menentukan materi pembelajaran adalah kesesuaian (relevansi), keajegan
(konsistensi), dan kecukupan (adequacy).
1. Relevansi artinya kesesuaian.
Materi pembelajaran hendaknya relevan dengan pencapaian standar
kompetensi dan pencapaian kompetensi dasar. Jika kemampuan yang
diharapkan dikuasai peserta didik berupa menghafal fakta, maka materi
pembelajaran yang diajarkan harus berupa fakta, bukan konsep atau
prinsip ataupun jenis materi yang lain. Misalnya: kompetensi dasar yang
harus dikuasai peserta didik adalah ”Menjelaskan hukum permintaan
dan hukum penawaran serta asumsi yang mendasarinya” maka
pemilihan materi pembelajaran yang disampaikan seharusnya
”Referensi tentang hukum permintaan dan penawaran” (materi
konsep), bukan Menggambar kurva permintaan dan penawaran dari
satu daftar transaksi (materi prosedur).
2. Konsistensi artinya keajegan.
Jika kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik ada empat
macam, maka materi yang harus diajarkan juga harus meliputi empat
macam. Misalnya kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta didik
adalah Operasi Aljabar bilangan bentuk akar yang meliputi
penambahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian, maka materi
yang diajarkan juga harus meliputi teknik penjumlahan, pengurangan,
perkalian, dan merasionalkan pecahan bentuk akar.
3. Adequacy artinya kecukupan.
Materi yang diajarkan hendaknya cukup memadai dalam
membantu peserta didik menguasai kompetensi dasar yang diajarkan.
Materi tidak boleh terlalu sedikit, dan tidak boleh terlalu banyak. Jika
terlalu sedikit maka kurang membantu tercapainya standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Sebaliknya, jika terlalu banyak maka akan
mengakibatkan keterlambatan dalam pencapaian target kurikulum
(pencapaian keseluruhan SK dan KD).
Adapun dalam pengembangan materi pembelajaran guru harus mampu
mengidentifikasi Materi Pembelajaran dengan mempertimbangkan hal-hal
di bawah ini:

1. Potensi peserta didik;


2. Relevansi dengan karakteristik daerah;
3. Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan
spritual peserta didik;
4. Kebermanfaatan bagi peserta didik;
5. Struktur keilmuan;
6. Aktualitas, kedalaman, dan keluasan materi pembelajaran;
7. Elevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan; dan
8. Alokasi waktu.

B. Pengembangan Metode Pembelajaran   


Secara garis besar kegiatan pengembangan metode pembelajaran terdiri
atas tiga langkah besar yang harus dilalui, yaitu kegiatan perencanaan,
produksi/pelaksanaan dan penilaian. Sementara itu, dalam rangka melakukan
desain atau rancangan pengembangan metode pembelajaran, ada lima langkah
yang harus diambil, yakni sebagai berikut:
1. Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
Kebutuhan dalam proses belajar mengajar adalah kesenjangan antara
apa yang dimiliki siswa dengan apa yang diharapkan. Contoh jika kita
mengharapkan siswa mampu membandingkan proses perpindahan kalor
dengan cara konduksi, konveksi dan radiasi.
Setelah kita menganalisis kebutuhan siswa, maka kita juga perlu
menganalisis karakteristik siswanya, baik menyangkut kemampuan
pengetahuan atau keterampilan yang telah dimiliki siswa sebelumnya.
Cara mengetahuinya bisa dengan tes atau dengan yang lainnya. Langkah
ini dapat disederhanakan dengan cara menganalisa topik-topik materi ajar
yang dipandang sulit dan karenanya memerlukan bantuan media. Pada
langkah ini dapat pula ditentukan ranah tujuan pembelajaran yang hendak
dicapai, termasuk rangsangan indera mana yang diperlukan (audio, visual,
gerak atau diam).
Contoh melakukan identifikasi kebutuhan dan karakteristik siswa:
Siswa SMA diharapkan sudah memiliki kemampuan membandingkan
proses perpindahan kalor dengan cara konduksi, konveksi dan radiasi dan
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Merumuskan tujuan pembelajaran (Instructional objective) dengan
operasional dan khas.
Untuk dapat merumuskan tujuan instruksional dengan baik, ada
beberapa ketentuan yang harus diingat, yaitu: tujuan pembelajaran harus
berorientasi kepada siswa, artinya tujuan itu benar-benar harus
menyatakan adanya perilaku siswa yang dapat dilakukan atau diperoleh
setelah proses belajar dilakukan.
Sebuah tujuan pembelajaran hendaknya memiliki empat unsur pokok
yang dapat kita akronimkan dalam ABCD (Audience, Behavior,
Condition, dan Degree). Penjelasan dari masing-masing komponen
tersebut sebagai berikut:
 Audience adalah menyebutkan sasaran/audien yang dijadikan sasaran
pembelajaran.
 Behavior adalah menyatakan prilaku spesifik yang diharapkan atau
yang dapat dilakukan setelah pembelajaran berlangsung.
 Condition adalah menyebutkan  kondisi yang bagaimana atau dimana
sasaran dapat mendemonstrasikan kemampuannya atau
keterampilannya.
 Degree adalah menyebutkan batasan tingkatan minimal yang
diharapkan dapat dicapai.
3. Merumuskan butir-butir materi secara terperinci yang mendukung
tercapainya tujuan.
Penyusunan rumusan butir-butir materi dilihat dari sub
kemampuan atau keterampilan yang dijelaskan dalam tujuan khusus
pembelajaran, sehingga materi yang disusun adalah dalam rangka
mencapai tujuan yang diharapkan dari kegiatan proses belajar mengajar
tersebut. Setelah daftar butir-butir materi dirinci maka langkah selanjutnya
adalah mengurutkannya dari yang sederhana sampai kepada tingkatan
yang lebih rumit, dan dari hal-hal yang konkrit kepada yang abstrak.
4. Mengembangkan Instrumen Pengukuran
Alat pengukur keberhasilan seharusnya dikembangkan terlebih dahulu,
instrumen pengukur ini harus dikembangkan sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai dan dari materi-materi pembelajaran yang disajikan. Bentuk
instrumen pengukurnya bisa dengan tes, pengamatan, penugasan atau
cheklist perilaku.
Instrumen tersebut akan digunakan oleh pengembang metode, ketika
melakukan tes uji coba dari metode yang dikembangkannya. Misalkan
instrumen pengukurnya tes, maka siswa nanti akan diminta mengerjakan
materi tes tersebut. Kemudian dilihat bagaimana hasilnya. Apakah siswa
menunjukkan penguasaan materi yang baik atau tidak dari efek metode
yang digunakannya atau dari materi yang dipelajarinya. Jika tidak maka
dimanakah letak kekurangannya. Dengan demikian, maka siswa dimintai
tanggapan tentang metode tersebut, baik dari segi kemenarikan maupun
efektifitas penyajiannya.
Sebagai salah satu contoh tentang instrumen pengukur keberhasilan
dari metode yang dikembangkan oleh guru adalah sebagai berikut:
Rumusan Tujuan Rumusan Materi Instrumen Pengukur (Tes)

Siswa dapat Nama-nama Sebutkan minimal 5


menyebutkan macam- besaran pokok dan macam-macam besaran
macam besaran pokok turunan pokok dan besaran
dan besaran turunan turunan
Dari contoh di atas, jelaslah bahwa penyusunan instrumen ukur
harus berdasar dari rumusan tujuan dan materi pembelajaran yang akan
diajarkan melalui metode pembelajaran tersebut.

5. Mengadakan Tes atau Uji Coba dan Revisi


Tes adalah kegiatan untuk menguji atau mengetahui tingkat efektifitas
dan kesesuaian metode yang dirancang dengan tujuan yang diharapkan
dari metode tersebut. Suatu metode yang menurut pembuatnya dianggap
telah baik, tetapi bila metode itu tidak menarik, atau sukar dipahami atau
tidak merangsang proses belajar bagi siswa yang ditujunya, maka metode
semacam ini tentu saja tidak dikatakan baik.
Tes atau uji coba tersebut dapat dilakukan baik melalui perseorangan
atau melalui kelompok kecil atau juga melalui tes lapangan, yaitu dalam
proses pembelajaran yang sesungguhnya dengan menggunakan metode
yang dikembangkan. Sedangkan revisi adalah kegiatan untuk memperbaiki
hal-hal yang dianggap perlu mendapatkan perbaikan atas hasil dari tes.

C. Mengembangkan Kepribadiaan Siswa


Kepribadian adalah “sifat hakiki yang tercermin pada sikap seseorang 
atau   suatu  bangsa  yang  membedakan  dirinya dari orang atau bangsa lain.”
Jika kita kaitkan dengan pengaruh lingkungan masyarakat, Lewin dalam
teorinya sebagaimana dikutip oleh Sumadi Suryabrata, mengemukakan
bahwa: pribadi itu selalu ada dalam lingkungannya, pribadi tak dapat
dipikirkan lepas dari lingkungannya. Selanjutnya masih dengan pendapat
Lewin dia mengatakan bahwa: “Ruang hidup atau disebut juga medan
psikologis atau keseluruhan situasi” adalah totalitas realitas psikologis yang
berisikan semua fakta yang dapat mempengaruhi tingkah laku individu pada
sesuatu saat.
1. Tahap Perkembangan Anak
a) Masa masuk sekolah 2 – 6 tahun.
Pada masa ini sebagian para ahli menyebutnya sebagai masa pra
sekolah (pre-school age). Para ahli pendidikan mengatakan demikian
sebab kanak-kanak ini yang amat butuh persiapan untuk memasuki
sekolah dasar (SD), dan orang dewasalah yang  mempersiapkan
mereka untuk itu. Pada usia ini sebagiannya memasuki pendidikan
pada Taman Kanak-Kanak. Pada masa awal perkembangan anak,
mereka telah menjalin hubungan timbal balik dengan orang-orang
yang mengasuhnya. Kepribadian orang terdekat akan mempengaruhi
perkembangan baik sosial maupun emosional.
Dalam masa ini sebagaimana paparan diatas, perkembangan dan
pembentukan kepribadian seorang anak akan sangat dipengaruhi oleh
lingkungan terdekatnya. Sosok manusia yang terdekatlah yang akan
mencorakinya apakah itu orang tua, kakak, nenek atau justru
pembantu rumah tangga. Sebahagian orang tua menyerahkan
pendidikan anak pada usia ini pada pendidikan pra sekolah yang kita
kenal dengan istilah Taman Kanak-Kanak. Adapun tujuan pendidikan
institusi ini adalah Membentuk manusia Pancasila sejati, yang
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang cakap, sehat dan
terampil, serta bertanggung jawab terhadap Tuhan, Masyarakat dan
negara.
Dengan tujuan khusus diantaranya: Memberi kesempatan kepada
anak untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan fisik maupun
psikologinya dan mengembangkan potensi  potensi yang ada padanya
secara optimal sebagai individu yang unik.Untuk ruang lingkup
program kegiatan belajar meliputi: Pembentukan perilaku melalui
pembiasaan dalam pengembangan moral Pancasila, agama, disiplin,
perasaan/emosi, dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan
kemampuan berbahasa, daya fikir, daya cipta, serta keterampilan dan
jasmani.
b) Masa Kanak-Kanak Awal
Secara umum masa kanak-kanak awal yang disudahi dalam usia
(+12/13 tahun) dan diawali dalam usia 6 tahun. Sebagai masa masuk
sekolah dasar (the elementary school age) nama pendirian pendidik.
Anak mendapat nama demikian karena umumnya mereka sedang
belajar di sekolah dasar dan mempelajari berbagai pengetahuan,
keterampilan, dan sikap dasar yang diperlukan lebih lanjut. Sebagai
masa sok pintar (the smart age) penamaan oleh orang-orang tua. Anak
dalam usia ini sering menonjolkan apa-apa yang baru diketahuinya
dari sekolah dan dia bangga akan pengetahuannya. Sebagai masa
perluasan hubungan sosial. Anak mulai meningkatkan kesukaan
menjalin persahabatan dengan anak-anak lain di lingkungannya yang
lebih luas dibandingkan dengan masa kanak-kanak lain.
c) Pada masa kanak-kanak akhir (6-12 tahun)
Adalah masa sekolah pendidikan dasar diselenggarakan untuk
mengembangkan sikap dan kemampuan serta memberikan
pengetahuan dan keterampilan dasar yang diperlukan untuk hidup
dalam masyarakat serta mempersiapkan peserta didik yang memenuhi
persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah. Untuk proses
pembelajaran pada Sekolah Dasar, sebagai upaya pembentukan pola
perilaku anak didik, maka diberikan mata pelajaran Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) yang memiliki tujuan umum
sebagai berikut:
Menanamkan sikap dan perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang
didasarkan kepada nilai-nilai Pancasila baik sebagai pribadi maupun
sebagai anggota masyarakat, dan memberikan bekal kemampuan
untuk mengikuti pendidikan di SLTP. Disamping memberikan
landasan bagi kelanjutan pendidikan pada jenjang berikutnya,
pembelajaran pada Sekolah Dasar (SD) merupakan masa
pembentukan kepribadian yang cukup penting bagi pengembangan
kepribadian anak selanjutnya.
d) Masa pubertas dan masa remaja awal
Usia remaja ini dimasuki oleh seorang anak +12/13-21/22
tahun. Masa remaja awal bertumpang tindih dengan masa pubertas
yang berada dalam usia 11/12-13/14. Ciri khas masa ini adalah
ketidak stabilan keadaan perasaan dan emosi-remaja mengalami
“badai topan“ dalam kehidupan perasaan dan emosinya, termasuk
ketidaktentuan cita-cita dan mudah terombang-ambing oleh pengaruh
menarik. Untuk usia ini seorang anak berada pada jenjang pendidikan
SLTP dan SLTA. Pada jenjang pendidikan ini, sebagaimana telah
diuraikan  pada masa kanak-kanak akhir, diberikan pula pelajaran
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKN) sebagai materi
lanjutan pemberian pendidikan moral pada anak. Berikut ini penulis
uraikan salah satu tujuan pembelajaran PPKN Kelas II SLTP, sebagai
berikut:
 Siswa mampu menentukan pilihan yang benar serta
mengamalkan suatu sikap dan perilaku berdasarkan aturan dan
moral.
 Siswa berani menyatakan pendapat, ide, gagasan dengan didasari
moral dan aturan yang ada dalam kehidupan sehari-hari.
 Siswa mampu melaksanakan nilai moral dan aturan sebagai
landasan bersikap dan berperilaku dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dengan demikian jelaslah bahwa terlihat adanya hubungan


antara  pendidikan dengan pembentukan perilaku dan kepribadian
anak. Sebagai catatan bahwa selain pendidikan PPKN, seorang siswa
diberikan pula pendidikan keagamaan yang kesemuanya itu adalah
pembentukan pola kepribadian anak sesuai dengan kefitrahan anak
didik. Selain dua mata pelajaran tersebut untuk siswa SLTP dan
SLTA diberikan pula bimbingan dan konseling yang bertujuan
“membantu siswa untuk memahami dan mengadakan penyesuaian
kepada diri sendiri, lingkungan sekolah dan lingkungan sosial” Masa
remaja akhir.

Dengan berakhirnya masa remaja awal maka anak mulai memasuki


masa remaja akhir yang disebut “Young men” atau young women.
Masa ini dimulai pada usia 21/22 dengan ciri-ciri khas, stabilitas
emosi yang kian membaik, citra diri dan sikap pandangan yang lebih
realistis, menghadapi masalahnya secara lebih matang, yang diikuti
dengan ketenangan dalam hal perasaan. Untuk konsep pengembangan
dan pola pembentukan kepribadian dalam Islam telah jelas,
sebagaimana kutipan ayat berikut ini ;

Terjemahannya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu


suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang-orang mengharap
(Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah ( QS- Al Ahzab ; 21).

Pada masa remaja akhir inilah sebahagian anak ada yang


menempuh jenjang pendidikan, bekerja bahkan ada yang telah
berumah tangga. Untuk mereka yang menempuh pendidikan tinggi
maka pola pembentukan kepribadian anak masih berlanjut meskipun
pada usia ini anak telah terbentuk kepribadiannya. Namun demikian
pada pendidikan tinggi remaja setidaknya telah mulai mempelajari
pola pembentukan pribadi orang lain dan hal ini merupakan
pendidikan secara tidak langsung. Adapun mereka yang tidak
melanjutkan pendidikan kejenjang pendidikan tinggi, tugas untuk
melanjutkan pola pembentukan ini adalah orang tua secara langsung
dan lingkungan secara tidak langsung karena berlaku tanpa disadari.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sikap Profesional Guru adalah Suatu Kepribadian atau respon yang
menggambarkan kecenderungan untuk bereaksi sebagai seorang guru yang
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan untuk melakukan tugas pendidikan
dan pengajaran yang ahli dalam menyampaikannya. Sehingga sikap seorang
guru dalam menjalankan pekerjaannya yangmencakup keahlian, kemahiran,
dan kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta
memerlukan pendidikan profesi keguruan merupakan arti dari sikap
profesional guru.
Profesionalisme seorang guru juga harus dikembangkan untuk
meningkatkan atau menambah pengetahuan dan keterampilannya baik pada
masa Pra-jabatan ataupun dalam jabatan karena ilmu dan pengetahuan yang
menunjang profesi itu selalu berkembang sesuai dengan kemajuan zaman.
Pengembangan Sikap Profesional dalam rangka meningkatkan mutu, baik
mutu profesional, maupun mutu layanan, guru juga harus meningkatkan sikap
profesionalnya. Pengembangan sikap profesional dapat dilakukan selagi
dalam pendidikan prajabatan maupun selagi bertugas (dalam jabatan).
B. Kritik dan Saran
Semoga dengan adanya makalah ini dapat membantu kita dalam
mengetahui tentang Pengembangan Sikap Profesional Guru serta menerapkan
sikap profesional guru yang baik dalam pendidikan dan pengajaran. Dan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Malik, Muhammad. 2013. Pengmbangan Materi Pembelajaran


di https://imammalik11.wordpress.com/2013/12/12/pengembangan-
materi-pembelajaran/ (di akses 7 maret 2020)
Kadhafi, Muhammad. 2016. Kumpulan Makalah Pendidikan di
https://ukhuwahislah.blogspot.com/2016/06/makalah-
mengembangkan-berbagai-metode.html (di akses 7 maret 2020)

Anda mungkin juga menyukai