Anda di halaman 1dari 14

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaiakan Makalah dengan judul
“INTEGRITAS DAN ASPEK ETIKA IPTEKS”. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi tugas individu dalam mata kuliah Wawasan Ipteks.

Atas bimbingan bapak/ibu dosen dan saran dari teman-teman maka disusunlah Makalah
ini. Semoga dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat berguna bagi kami semua
dalam memenuhi salah satu syarat tugas kami di perkuliahan. Makalah ini diharapkan bisa
bermanfaat dalam proses pembelajaran.

Dalam menyusun makalah ini, penulis banyak memperoleh bantuan dari berbagai pihak,
maka penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terkait. Dalam menyusun
makalah ini, penulis telah berusaha dengan segenap kemampuan untuk membuat Makalah
yang sebaik-baiknya. Sebagai pemula tentunya masih banyak kekurangan dan kesalahan
dalam makalah ini, oleh karenanya kami mengharapkan kritik dan saran agar makalah ini bisa
menjadi lebih baik.

Demikianlah kata pengantar Makalah ini dan penulis berharap semoga Makalah ini dapat
digunakan sebagaimana mestinya. Amin.

Majene, 16 Februari 2019

Penulis

1
DAFTAR ISI

Kata pengantar…………………………………………………………………1

Daftar isi ………………………………………………………………………2

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang…………………………………………………………3
B. Rumusan Masalah……………………………………………………...3
C. Tujuan Penulisan……………………………………………………….3

BAB II PEMBAHASAN

A. Integritas Ipteks dalam dunia segitiga…………………………………4-5


B. Aspek Etika Ilmu,Teknologi Dan Seni………………………………..5-12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………………….13
B. Saran……………………………………………………………………13

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Integritas menurut Khalid Yaakub (1982) merupakan proses menyatupadukan
secara budaya dan sosial kelompok-kelompok sosial yang berbeda-beda kepada satu
unit yang mempunyai identiti yang umum dan tersendiri.
Sedangkan menurut Mohd Salleh Lebar (1998), integrasi yang diterima atau
yang biasa dikehendaki ramai adalah satu proses yang coba menyatupadukan
masyarakat majemuk atau berbagai  kaum dan mewujudkan pula pembentukkan 
kebudayaan kebangsaan atau nasional yang tersendiri dikalangan mereka.
Dari pernyataan diatas kita dapat mengambil garis besar tentang pengertian
integritas yaitu suatu “proses menyatupadukan”. Frase “Etika Ipteks” jika diuraikan,
Ipteks merupakan singkatan dari Ilmu Pengetahuan Teknologi dan Seni. Sedangkan
pengertian Etika (Etimologi), berasal dari bahasa Yunani adalah “Ethos”, yang
berarti watak kesusilaan atau adat kebiasaan (custom). Etika biasanya berkaitan erat
dengan perkataan moral yang merupa kan istilah dari bahasa Latin, yaitu “Mos” dan
dalam bentuk jamaknya  “Mores”, yang berarti juga adat kebiasaan atau cara hidup
seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan), dan menghin dari
hal-hal tindakan yang buruk.
Filsuf Aristoteles, dalam bukunya Etika Nikomacheia, menjelas kan tentang
pembahasan Etika, sebagai berikut:
 Terminius Techicus, Pengertian etika dalam hal ini adalah, etika dipelajari
untuk ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah perbuatan atau
tindakan manusia.
 Manner dan Custom, Membahas etika yang berkaitan dengan tata cara dan
kebiasaan (adat) yang melekat dalam kodrat manusia (In herent in human
nature) yang terikat dengan pengertian “baik dan buruk” suatu tingkah laku
atau perbuatan manusia.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini ialah:
1. Apa makna integritas ipteks dalam dunia segitiga ?
2. Bagaimana aspek etika ilmu,teknologi dan seni, dan apa pengaruhnya ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam penulisan makalah ini ialah :
1. Untuk mengetahui makna integritas ipteks dalam dunia segitiga.
2. Untuk mengetahui aspek etika ilmu,teknologi dan seni, serta pengaruhnya.  

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Integritas Ipteks Dalam Dunia Segitiga


Sebagaimana yang telah kita ketahui integritas merupakan menyatupaduakan
atau menyatukan. Sehingga Integritas Ipteks Dalam Dunia Segitiga memiliki maksud
menyatukan atau menyatupadukan Ilmu, teknologi dan seni dalam dunia segitiga.
Frase “Dunia Segitiga” disini adalah sebagai berikut:

Gambar diatas adalah gambar dunia segitiga yang terdiri dari Imam, Ihsan, Insan.
Yang termasuk imam yaitu; Moralitas, Intelektuakitas, dan sensibilitas. Yang termasuk
ihsan yaitu; Etika, Filsafat, dan Estetika. Dan, yang termasuk dalam insan yaitu;
Teknologi, Sains, dan Seni.
Jika kita mencermati gambar tersebut, keberadaan insan manusia berhubungan
dengan erat dengan ihsan dan imam. Kata “ihsan” berkaitan dengan keikhlasan berbuat
atau berkarya oleh karena kita sebagai manusia merasa didalam pengawasan yang maha
kuasa pencipta alam semesta ini. Jadi hal ini merupakan kesadaran batin yang
terekspresi dengan sendirinya oleh karena kita sebagai insane sadar dan faham makna
keberadaan diri kita sendiri yang diamanahkan mengelola dan memelihara alam semesta
ini. Adapun kata “iman”, ini adalah konsepsi jiwa yang abstrak dan terpatri secara
mendalam pada diri manusia namun dapat terpancar tak terhingga dan tanpa batas
kekuatan. Keberadaannya yang bahkan dapat melalui batas-batas yang kongkrit
sekalipun. Manusia yang memiliki nilai iman, maka intelektualitas, sensibilitas dan
moralitasnya akan bersinergi satu sama lain bagai satu bangunan yang tidak sempurna
jika salah satu diantara ketiganya tidak ada. Ipteks (Ilmu Pengetahuan Teknologi dan
Seni) dalam beberapa pandangan, yaitu :
1. Al-Fatabi

4
sebagai cendikiawan islam pada zaman keemasan islam menyampaikan
bahwa: ilmu yang sebenarnya bagaikan batang tubuh pengetahuan yang
terorganisir dengan baik.
2. Frederick ferre (1988)
mengemukakan tentang pengertian teknologi. Menurutnya teknologi adalah
kecerdasan pengalaman praktis dari pengetahuan tentang ketertiban alam dan
manusia yang diwujudkan dalam bentuk dunia kebendaan dan atau dunia
kecerdasan.
3. Hamka
berpendapat bahwa seni yang setinggi-setingginya adalah ketika telah
berkumpul didalamnya kebenaran, keadilan dan keindahan yang direkat oleh
cinta yang kudus.
Dari ketiga komponen diatas pemahaman tentang integritas dan IPTEKS yang
utuh tidak lain adalah suatu konsepsi multi dimensi yang didalamnya memiliki nilai-
nilai kebenaran (Ilmu pengetahuan), kebaikan (teknologi), dan keindahan (seni). Seni
adalah muara dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang ketiganya saling
membantu dan bersinergi satu dengan yang lain dalam perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi dan seni.

B. Aspek Etika Ilmu,Teknologi Dan Seni


1. Pengertian Ilmu Pengetahuan
Ilmu adalah rangkaian aktivitas penelaahan yang mencari penjelasan suatu
metode untuk memperoleh pemahaman secara empiris mengenai dunia ini dalam
berbagai segi dan keseluruhan pengetahuan sistematis yang menjelaskan
berbagai gejala yang ingin dimengerti manusia. Pengetahuan adalah hasil tahu
manusia terhadap sesuatu, atau segala perbuatan manusia untuk memahami suatu
obyek yang dihadapinya,hasil usaha manusia untuk memahami suatu obyek
tertentu. Ilmu pengetahuan diambil dari kata (bahasa inggris) yang diberasal dari
bahasa latin dari bentuk kata kerja  yang berarti mempelajari,mengetahui. Dalam
pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan
alam yang sifatnya kuantitatif dan obyek. Ilmu pada prinsipnya merupakan usaha
untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu
pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan
sehari-hari,namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti
dengan menggunakan berbagai metode.
2. Aspek Etika Ilmu Pengetahuan
Manusia sebagai manipulator dan artikulator dalam mengambil manfaat dari
ilmu pengetahuan. Dalam psikologi, dikenal konsep diri daru Freud yang dikenal
dengan nama “id”, “ego” dan “super-ego”. “Id” adalah bagian kepribadian yang
menyimpan dorongan-dorongan biologis (hawa nafsu dalam agama) dan hasrat-
hasrat yang mengandung dua instink: libido (konstruktif) dan thanatos (destruktif
dan agresif). “Ego” adalah penyelaras antara “id” dan realitas dunia luar. “Super-
ego” adalah polisi kepribadian yang mewakili ideal, hati nurani.

5
Dalam agama, ada sisi destruktif manusia, yaitu sisi angkara murka (hawa
nafsu)Ketika manusia memanfaatkan ilmu pengetahuan untuk tujuan praktis,
mereka dapat saja hanya memfungsikan “id”-nya, sehingga dapat dipastikan
bahwa manfaat pengetahuan mungkin diarahkan untuk hal-hal yang destruktif.
Milsanya dalam pertarungan antara id dan ego, dimana ego kalah sementara
super-ego tidak berfungsi optimal, maka tentu atau juga nafsu angkara murka
yang mengendalikan tindak manusia menjatuhkan pilihan dalam memanfaatkan
ilmu pengetahuan amatlah nihil kebaikan yang diperoleh manusia, atau malah
mungkin kehancuran. Kisah dua kali perang dunia, kerusakan lingkungan,
penipisan lapisan ozon, adalah pilihan “id” dari kepribadian manusia yang
mengalahkan “ego” maupun “super-ego”nya.Oleh karena itu, pada tingkat
aksiologis, pembicaraan tentang nilai-nilai adalah hal yang mutlak. Nilai ini
menyangkut etika, moral, dan tanggungjawab manusia dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan bagi sebesar-besar kemaslahatan manusia
itu sendiri. Karena dalam penerapannya, ilmu pengetahuan juga punya bias
negatif dan destruktif, maka diperlukan patron nilai dan norma untuk
mengendalikan potensi “id” (libido) dan nafsu angkara murka manusia ketika
hendak bergelut dengan pemanfaatan ilmu pengetahuan.
Di sinilah etika menjadi ketentuan mutlak, yang akan menjadi well-
supporting bagi pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk
meningkatkan derajat hidup serta kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
Hakikat moral, tempat ilmuan mengembalikan kesuksesannya. Etika adalah
pembahasan mengenai baik (good), buruk (bad), semestinya (ought to), benar
(right), dan salah (wrong). Yang paling menonjol adalah tentang baik atau good
dan teori tentang kewajiban (obligation). Keduanya bertalian dengan hati nurani.
kewajiban itu, dengan argumen bahwa kalau sesuatu tidak dijalankan berarti
akan mendatangkan bencana atau keburukan bagi manusia. Oleh karena itu, etika
pada dasarnya adalah seperangkat kewajiban-kewajiban tentang kebaikan (good)
yang pelaksananya (executor) tidak ditunjuk. Executor-nya menjadi jelas ketika
sang subyek berhadap opsi baik atau buruk yang baik itulah materi kewajiban
ekskutor dalam situasi ini.
3. Aspek Etika Teknologi Dan Seni
Berkaiatan dengan pembatasan etika atas ilmu , teknologi dan seni maka
perlu jelas bagi kita bahwa yang dibatasi secara etis ialah cara memperoleh car
pengujian dan cara penggunaan ipteks pada saat penerapanya dengan fihak
lain.jadi pembatasan etis terssebut tidak berkaitan dengan lahirnya ipteks sebagai
suatu kebenaran ilmiah sebagai contoh untuk menentukan bahwa 2x2 =4 orang
tidak perlu dibatasi oleh norma etis pada penentuanya demikian pula halnya
manakala ilmuan hendak menentukan kebenaran pada daun dimana setelah
dilakukan penelitian pada daun tedapt sel-sel yang mengandung klorofil yang
dapat melansungkan proses fotosintesis namun jika berkaitan dngan pendirian
pembangkit listrik bertenaga nuklir yang diperoleh dari temuan ilmu
pengetahuan dan teknologi maka pertanyaan mendasar yang perlu dijawab
adalah apakah produk ipteks tersebut menunjang kehidupan manusia apakah

6
tidak malah seblikanya justru merusak kehidupan manusia untuk menjawab
dibutuhkan data-data obyktif dan otentik dari hasil penelitian mengenai teknologi
nuklirnya maupun daerah dimana pembangkit listrik tenaga nuklir itu akan
didirikan sebelum kita memutuskan baik atau tidak pembangkit listrik tenaga
nuklir tersebut apabila didirikan didaerah itu.
Para ilmuwan professional dari berbagai disiplin ilmu IPTEKS pada
dasarnya sepakat bahwa disetiap cabang ilmu teknologi dan seni diperlukan
seperangkat norma yang akan digunakan sebagai garis pembatas bagi
pemberlakuan IPTEKS di lingkungan masyarakat ada yang mengharapkan agar
norma-norma itu sepenuhnya merupakan tanggung jawab para ahli IPTEKS dan
bebas dari pegaruh lembaga pemerintah tetapi ada pula yang merasa perlu
adanya peranan lembaga pemerintah dalam penerapan norma-norma tersebut
untuk memperoleh daya keabsahaan dan kekuatan mengikat selurh anggota
masyarakat.  
4. Teori-Teori Etika
Etika menjadi acuan atau panduan bagi ilmu dalam realisasi
pengembangan.Untuk mengatasi konflik batin dikemukakan teori-teori etika
yang bermaksud menyediakan konsistensis atau koheren dalam mengambil
keputusan-keputusan moral. Teori-teori tersebut adalah
a. Konsekuensialisme
Teori ini menjawab “apa yang harus kita lakukan”, dengan
memandang konsekuensi dari bebagai jawaban. Ini berarti bahwa yang
harus dianggap etis adalah konsekuensi yang membawa paling banyak hal
yang menguntungkan, melebihi segala hal merugikan, atau yang
mengakibatkan kebaikan terbesar bagi jumlah orang terbesar. Manfaat
paling besar daru teori ini adalah bahwa teori ini sangat memperhatikan
dampak aktual sebuah keputusan tertentu dan memperhatikan bagaimana
orang terpengaruh. Kelemahan dari teori ini bahwa lingkungan tidak
menyediakan standar untuk mengukur hasilnya.
b. Deontologi
berasal dari kata Yunani deon yang berarti “kewajiban”. Teori ini
menganut bahwa kewajiban dalam menentukan apakah tindakannya
bersifat etis atau tidak, dijawab dengan kewajiban-kewajiban moral. Suatu
perbuatan bersifat etis, bila memenuhi kewajiban atau berpegang pada
tanggungjawab, Jadi yang paling penting adalah kewajiban-kewajiban atau
aturan-aturan, karena hanya dengan memperhatikan segi-segi moralitas ini
dipastikan tidak akan menyalahkan moral. Manfaat paling besar yang
dibawakan oleh etika deontologis adalah kejelasan dan kepastian. Problem
terbesar adalah bahwa deontologi tidak peka terhadap konsekuensi-
konsekuensi perbuatan. Dengan hanya berfokus pada kewajiban,
barangkali orang tidak melihat beberapa aspek penting sebuah problem.
c. Etika Hak.
Teori ini memandang dengan menentukan hak dan tuntutan moral yang
ada didalamnya, selanjutnya dilema-dilema ini dipecahkan dengan hirarkhi

7
hak. Yang penting dalam hal ini adalah tuntutan moral seseorang yaitu
haknya ditanggapi dengan sungguh-sungguh. Teori hak ini pantas dihargai
terutama karena terkanannya pada nilai moral seorang manusia dan
tuntutan moralnya dalam suatu situasi konflik etis. Selain itu teori ini juga
menjelaskan bagiaman konflik hak antar individu. Teori ini menempatkan
hak individu dalam pusat perhatian yang menerangkan bagaimana
memecahklan konflik hak yang biasa timbul.
d. Intuisionisme
teori ini berusaha memecahkan dilema-dilema etis dengan berpijak
pada intuisi, yaitu kemungkinan yang dimiliki seseorang untuk mengetahui
secara langsung apakah sesuatu baik atau buruk. Dengan demikian seorang
intuisionis mengetahui apa yang baik dan apa yang buruk berdasarkan
perasaan moralnya, bukan berdasarkan situasi, kewajiban atau hak.
Dengan intuisi kita dapat meramalkan kemungkinan-kemunginan yang
terjadi tetapi kita tidak dapat mempertanggungjawabkan keputusan
tersebut karena kita tidak dapat menjelaskan proses pengambilan
keputusan.Etika menjadi acuan bagi pengembangan ilmu pengetahuan
karena penghormatan atas manusia. Sebagaimana dikemukakan, fisuf
Jerman, Imanuel Kant, penghormatan kepada martabat manusia adalah
suatu keharusan karena manusia adalah satu-satunya makhluk yang
merupakan tujuan pada dirinya, tidak boleh ditaklukkan untuk tujuan lain.
5. Problematika Etika Dan Tanggung Jawab Ilmu Pengetahuan
Kenyataan bahwa ilmu pengetahuan tidak boleh terpengaruh oleh nilai-nilai
yang letaknya di luar ilmu pengetahuan, dapat diungkapkan juga dengan
rumusan singkat bahwa ilmu pengetahuan itu seharusnya bebas . Namun
demikian jelaslah kiranya bahwa kebebasan yang dituntut ilmu pengetahuan
sekali-kali tidak sama dengan ketidakterikatan mutlak.Patutlah kita menyelidiki
lebih lajut bagaimana kebebasan ini. Bila kata “kebebasan” dipakai, yang
dimaksudkan adalah dua hal: kemungkinan untuk memilih dan kemampuan atau
hak subjek bersangkutan untuk memilih sendiri. Supaya terdapat kebebasan,
harus ada penentuan sendiri dan bukan penentuan dari luar.
Etika memang tidak masuk dalam kawasan ilmu pengetahuan yang bersifat
otonom, tetapi tidak dapat disangkal ia berperan dalam perbincangan ilmu
pengetahuan. Tanggungjawab etis, merupakan hal yang menyangkut kegiatan
maupun penggunaan ilmu pengetahuan. Dalam kaitan hal ini terjadi keharusan
untuk memperhatikan kodrat manusia, martabat manusia, menjaga keseimbangan
ekosistem, bertanggungjawab pada kepentingan umum, kepentingan pada
generasi mendatang, dan bersifat universal . Karena pada dasarnya ilmu
pengetahuan adalah untuk mengembangkan dan memperkokoh eksistensi
manusia bukan untuk menghancurkan eksistensi manusia.
Tanggungjawab etis ini bukanlah berkehendak mencampuri atau bahkan
“menghancurkan” otonomi ilmu pengetahuan, tetapi bahkan dapat sebagai
umpan balik bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri, yang sekaligus
akan memperkokoh eksistensi manusia.

8
Pada prinsipnya ilmu pengetahuan tidak dapat dan tidak perlu di cegah
perkembangannya, karena sudah jamaknya manusia ingin lebih baik, lebih
nyaman, lebih lama dalam menikmati hidupnya. Apalagi kalau melihat
kenyataan bahwa manusia sekarang hidup dalam kondisi sosio tekhnik yang
semakin kompleks. Khususnya ilmu pengetahuan berbentuk tekhnologi pada
masa sekarang tidak lagi sekedar memenuhi kebutuhan manusia, tetapi sudah
sampai ketaraf memenuhi keinginan manusia. Sehingga seolah-olah sekarang ini
tekhnologilah yang menguasai manusia bukan sebaliknya.
Kita yakin adanya kenyataan bahwa antara ilmu pengetahuan theoria dengan
penerapan praksisnya sukar sekali dipisahkan. Tetapi jelas karena sudah
menyangkut relasi antar manusia yang bersifat nyata, dan bukan sekedar
perbincangan teoritik “awang-awang” harus dikendalikan secara moral.
Sebab ilmu pengetahuan dan penerapannya yang yang berupa tekhnologi
apabila tidak tepat dalam mewujudkan nilai intrinsiknya sebagai pembebas
beban kerja manusia akan dapat menimbulkan ketidakadilan karena ada yang
diuntungkan dan ada yang dirugikan, pengurangan kualitas manusia karena
martabat manusia justru direndahkan dengan menjadi budak teknologi, kerisauan
social yang mungkin sekali dapat memicu terjadinya penyakit sosial seperti
meningkatnya tingkat kriminalitas, penggunaan obat bius yang tak terkendali,
pelacuran dan sebagainya. Terjadi pula fenomena depersonalisasi, dehumanisasi,
karena manusia kehilangan peran dan fungsinya sebagai makhluk spiritual.
Bahkan dapat memicu konflik-konflik sosial- politik, karena menguasai ilmu
pengetahuan (tekhnologi) dapat memperkuat posisi politik atau sebaliknya orang
yang berebut posisi politik agar dapat menguasai aset ilmu dan tekhnologi.
Semuanya mengisyaratkan pentingnya etika yang mengatur keseimbangan antar
ilmu pengetahuan dengan manusia, antara manusia dengan lingkungan, antara
industriawan selaku produsen dengan konsumen. Dalam bahasa Jacob lebih
lanjut dikatakan bahwa ilu pengetahuan jangan sampai merugikan manusia dan
lingkungan serta tidak boleh menimbulkan konflik internal maupun politik.
Tanggungjawab ilmu pengetahuan menyangkut juga tanggungjawab
terhadap hal-hal yang akan dan telah diakibatkan ilmu pengetahuan dimasa lalu,
sekarang, maupun apa akibatnya bagi masa depan berdasar keputusan keputusan
bebas manusia dalam kegiatannya. Penemuan-penemuan baru dalam ilmu
pengetahuan terbukti ada yang dapat mengubah sesuatu aturan baik alam
maupun manusia. Hal ini tentu saja menuntut tanggungjawab untuk selalu
menjaga agar apa yang diwujudkan dalam perubahan tersebut akan merupakan
perubahan yang baik, yang seharusnya ; baik bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi itu sendiri maupun bagi perkembangan eksisitensi
manusia secara utuh.
Dalam bahasa Melsen: Tanggung jawab dalam ilmu pengetahuan
menyangkut problem etis karena menyangkut ketegangan-ketegangan antara
realitas yang ada dan realitas yang seharusnya ada. Ilmu pengetahuan secara
ideal seharusnya berguna dalam dua hal yaitu membuat manusia rendah hati
karena memberikan kejelasan tentang jagad raya, kedua mengingatkan bahwa

9
kita masih bodoh dan masih banyak yang harus diketahui dan dipelajari. Ilmu
pengetahuan tidak mengenal batas, asalkan manusia sendiri yang menyadari
keterbatasannya. Ilmu pengetahuan tidak dapat menyelesaikan masalah manusia
secara mutlak, namun ilmu pengetahuan sangat bergua bagi manusia.
Keterbatasan ilmu pengetahuan mengingatkan kepada manusia untuk tidak hanya
mengekor secara membabi buta kearah yang tak dapat dipanduinya, sebab ilmu
pengetahuan saja tidak cukup dalam menyelesaikan masalah kehidupan yang
amat rumit ini. Keterbatasan ilmu pengetahuan membuat manusia harus berhenti
sejenak untuk merenungkan adanya sesuatu sebagai pegangan.
Kemajuan ilmu pengetahuan, dengan demikian, memerlukan visi moral
yang tepat. Manusia dengan ilmu pengetahuan akan mampu untuk berbuat apa
saja yang diinginkannya, namun pertimbangan tidak hanya sampai pada “apa
yang dapat diperbuat” olehnya tetapi perlu pertimbangan “apakah memang harus
diperbuat dan apa yang seharusnya diperbuat” dalam rangka kedewasaan
manusia yang utuh. Pada dasarnya mengupayakan rumusan konsep etika dalam
ilmu pengetahuan harus sampai kepada rumusan normatif yang berupa pedoman
pengarah konkret, bagaimana keputusan tindakan manusia dibidang ilmu
pengetahuan harus dilakukan. Moralitas sering dipandang banyak orang sebagai
konsep abstrak yang akan mendapatkan kesulitan apabila harus diterapkan begitu
saja terhadap masalah manusia konkret. Realitas permasalahan manusia yang
bersifat konkret-empirik seolah-olah mempunyai “kekuasaan” untuk memaksa
rumusan moral sebagai konsep abstrak menjabarkan kriteria-kriteria baik
buruknya sehingga menjadi konsep normatif, secara nyata sesuai dengan daerah
yang ditanganinya.
Dewasa ini pengetahuan dan perbuatan, ilmu dan etika saling bertautan.
Tidak ada pengetahuan yang pada akhirnya tidak terbentur pertanyaan, “apakah
sesuatu itu baik atau jahat”. “Apa” yang dikejar oleh pengetahuan, menjelma
menjadi “Bagaimana” dari etika. Etika dalam hal ini dapat diterangkan sebagai
suatu penilaian yang memperbincangkan bagaimana tekhnik yang mengelola
kelakuan manusia. Dengan demikian lapangan yang dinilai oleh etika jauh lebih
luas daripada sejumlah kaidah dari perorangan, mengenai yang halal dan yang
haram. Tetapi berkembag menjadi sesuatu etika makro yang mampu
merencanakan masyarakat sedemikian rupa sehingga manusia dapat belajar
mempertanggungjawabkan kekuatan-kekuatan yang dibangkitkannya sendiri.
Terkait dengan keterbukaan yang disebutkan diatas, maka etika hanya
menyebut peraturan-peraturan yang tidak pernah berubah, melainkan secara
kritis mengajukan pertanyaan, bagaimana manusia bertanggungjawab terhadap
hasil-hasil tekhnologi moderen dan rekayasanya. Etika semacam itu tentu saja
harus membuktikan kemampuannya menyelesaikan masalah manusia konkret.
Tidak lagi sekedar memberikan isyarat dan pedoman umum, melainkan langsung
melibatkan diri dalam peristiwa aktual dan factual manusia, sehingga terjadi
hubungan timbale balik dengan apa yang sebenarnya terjadi. Etika seperti itu
berdasarkan “interaksi” antara keadaan etika sendiri dengan masalah-masalah
yang membumi.

10
6. Cara Meredam Pengaruh Negatif Ipteks
Berdasarkan uraian tersebut diatas,maka jelas kiranya betapa pentingnya
etika ipteks untuk membatasi pengaruh negative ipteks terhadap manusia yang
paling urgen adalah etika yang menyangkut hidup mati orang banyak,masa
depan hak-hak manusia dan lingkungan hidup etika akan lebih sempurna apabila
didukung oleh agama ,moralitas,sosial,hukum dan pendidikan.Usaha-usaha yang
dapat dialakukan untuk meredam pengaruh negatif ipteks antara lain adalah :
a. Rehumanisasi
Mengembalikan martabat manusia dalam perkembangan ipteks yang
sangat cepat dengan berbagai cara kecepatan perkembangan ipteks
sebaikanya disesuaikan dengan kemampuan adaptasi populasi yang
bersangkutan perkembangan nilai-nilai agama,hukum,dan kebijakan lebih
lambat dari dari perkembangan ipteks maka masalah ini harus mendapat
perhatian khusus artinya lebih jauh manusia harus dipandang secara utuh
baik lahir maupun batin sehingga pembangunan dan pengembangan ipteks
selalu harus mengarah kepada terwujudnya peningakatan kesejahteraan
manusia seutuhnya antara lahiriah danbatiniah.apabila ini tidak diperhatikan
maka laju kehancuran peradaban manusia tidak akan dapat diimbangi oleh
laju rehumanisasi oleh karenanya semua pihak harus mengambil bagian dan
berkontribusi positf didalamnya.
b. Kemampuan Memilih
Dengan makin banyaknya kebolehan yang diakibatkan oleh ipteks
maka timbul kesukaran dalam memilih meskipun pilihan relative lebih
sedikit daripada kebolehjadian.Pendidikan pada umumnya diarahkan pada
cara produksi bukan pada cara konsumsi.terkikisnya nilai-nilai menyebabkan
menurunnya perbedaan antara yang mungkin dengan yang terjadi bahkan
mana yang benar dan mana yang salah mana yang baik dan mana yang buruk
sudah sanagat susah dibedakan.
c. Arah Perkembangan Kemajuan
Anomali yang ditimbulkan oleh perkembangan ipteks sekarang akan
mengakibatkan banyak ahli yang mempertanyakan apakah material manusia
hamper selurh dunia meniru model kemajuan barat seolah-olah itulah satu
satunya jalan Yng terjamin baik beberapa ahli mengkonstalasi bahwa
penyedian kebuetuhan materil yang berlebihan pun tidak akan membawa
kebahagian dan kesejahteraan bahkan sebaliknya menimbulkan dekomposisi
lingkungan dehumnisasi dan ketegangan-ketegangan dalam intererrlasi
unsureunsur dalam ekosistim termasuk diantaranya sesama manusia pada
peringkat internasional dan haka asasi bangsa-bangsa jika gaya pikir bru
tidak berhasil dikembangkan untuk menghadapi masalah besar ini maka
masa depan yang akan kelam bagi manusia dan bumi kita tinggal menunggu
waktu.
d. Revitalisasi
Perlunya upaya positif untuk mencegah distorsi biokultural yang
berkelanjutan pembangunan akan menuju ke suatu kebudayaan baru di masa

11
depan sehingga diperlukan persiapan-persiapan yang menyeluruh usahausaha
revitalisasiakan banyak dipengaruhi naik secara positif maupun negatif oleh
karena faktor-faktor dalam maupun luar negeri oleh karena itu beberapa
sikap pribadi yang paripurna harus dimiliki demi memproteksikan diri dari
pengaruh negative IPTEKS.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari pembahasan makalah ini yaitu :
Dengan pemahaman integritas dari sudut kata yang bermakna yang
telah kita kemukakan diatas, maka membebaskan kita untuk menjadi diri yang
utuh tidak peduli apa yang akan datang kepada kita.sehingga tingkat
kedewasaan kita akan menunjukkan “kalau apa yang saya katakan dan apa
yang saya lakukan sama, hasilnya konsisten dalam bersikap dan berperilaku.
Penilaian moral diukur dari sikap manusia sebagai pelakuknya, timbul
pula perbedaan penafsiran. Timbulnya dilema-dilema nurani yang
mengakibatkan konflik berkembangnya ilmu (pengetahuan) dengan moral,
kemudian muncul teori etika, tetapi juga tidak bisa serta merta menjadi
pegangan untuk mempertanggungjawaban pengambilan keputusan. Meski
demikan, teori etika memberikan kerangka analisis bagi pengembangan ilmu
agar tidak melanggar penghormatan terhadap martabat kemanusiaan.
Pengembangan ilmu harus berpijak pada proyeksi tentang
kemungkinan yang secara etis dapat diterima oleh masyarakat atau individu-
individu manusia selaku pengguna atau penerima hasil pengembangan ilmu
(teknologi). Apa yang baik dan buruk dari hasil pengembangan ilmu harus
dapat dipertanggungjawabkan pihak yang mengembangkan ilmu (ilmuwan
ataupun penemu). Sebagaimana namanya, “intiusionisme” memang tidak bisa
menjelaskan proses pengambilan keputusan, karena berpijak pada intuisi.

B. Saran
Adapun saran dari makalah ini ialah agar kita sebagai mahasiswa dapat
memahami integritas dan aspek etika IPTEKS, serta dapat dan mampu
menerapkan hal tersebut dengan baik.

13
DAFTAR PUSTAKA

Charis Zubeir,. Ahmad. 2002. Kajian Filsafat Ilmu; . Lembaga Studi Filsafat Islam Dimensi
Etik dan Asketik Ilmu Pengetahuan Manusia . Yogyakarta

Tim dosen MKU UNHAS. wawasan ipteks. Universitas Hasanuddin

Van Melsen,. A. G. M.1992. Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita. Terj. Dr. K.
Bertens. PT Gramedia Pustaka

14

Anda mungkin juga menyukai