2. Pengetahuan Ibu
Ibu hamil dengan tingkat pendidikan rendah memiliki risiko 19.190 kali
lebih besar untuk melahirkan BBLR dibandingkan ibu hamil dengan tingkat
pendidikan tinggi. Semakin tinggi tingkat pendidikan maka wawasan yang
dimiliki ibu akan semakin tinggi dan memiliki pola pikir yang terbuka untuk
menerima pengetahuan baru yang dianggap bermanfaat dalam masa
kehamilannya. Tingkat pendidikan merupakan faktor yang mendasari
pengambilan keputusan. Pendidikan menentukan kemampuan menerima dan
mengembangkan pengetahuan dan teknologi. Semakin tinggi pendidikan ibu akan
semakin mampu mengambil keputusan bahwa pelayanan kesehatan selama hamil
dapat mencegah gangguan sedini mungkin bagi ibu dan janinnya. Pendidikan juga
sangat erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan ibu tentang perawatan
kehamilan.
Tingkat pendidikan yang dimiliki ibu mempunyai pengaruh kuat pada
perilaku reproduksi, kelahiran, kematian anak dan bayi, kesakitan, dan sikap serta
kesadaran atas kesehatan keluarga. Latar belakang pendidikan ibu mempengaruhi
sikapnya dalam memilih pelayanan kesehatan dan pola konsumsi makan yang
berhubungan juga dengan peningkatan berat badan ibu semasa hamil yang pada
saatnya akan mempengaruhi kejadian BBLR. Ibu yang berpendidikan rendah sulit
untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang mengetahui pentingnya
perawatan pra kelahiran dan mempunyai keterbatasan mendapatkan pelayanan
antenatal yang adekuat, keterbatasan mengkonsumsi makanan yang bergizi
selama hamil.
3. Riwayat Kehamilan
Ibu hamil yang memiliki jarak paritas >2 tahun
memiliki risiko 14.083 kali lebih besar untuk melahirkan
BBLR dibandingkan ibu hamil dengan jarak paritas ≥2
tahun. Jarak kelahiran yang terlalu dekat dapat
menimbulkan anemia karena kondisi ibu masih belum pulih
dan pemenuhan zat-at gizi belum optimal namun sudah
harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung.
Jarak kelahiran kurang dari 2 tahun berpengaruh pada
kehamilan berikutnya karena kondisi rahim ibu untuk
hamil kembali sebelum jarak kehamilan sebelumnya kurang
dari 2 tahun. Ibu juga secara psikologis belum siap untuk
hamil kembali karena anak yang sebelumnya masih
memerlukan perhatian dari ibu, sehingga jika ibu hamil
kembali perhatian ibu tidak lagi fokus kepada anak namun
juga pada kehamilannya. Kehamilan berikutnya lebih baik
dilakukan setelah jarak kelahiran sebelumnya lebih dari 2
tahun.
Jarak persalinan juga berpengaruh terhadap kejadian berat bayi lahir.
Seorang ibu setelah persalinan membutuhkan waktu dua sampai tiga tahun untuk
memulihkan tubuh dan mempersiapkan diri untuk persalinan berikutnya, karena
jarak kelahiran yang pendek akan menyebabkan seorang ibu belum cukup untuk
memulihkan kondisi tubuhnya setelah melahirkan sebelumnya. Ini merupakan
salah satu faktor penyebab kelemahan dan kematian ibu serta bayi yang
dilahirkan.
● Perilaku
1. Kunjungan ANC tidak Lengkap
Pelayanan Antenatal Care (ANC) merupakan upaya peningkatan derajat
kesehatan Ibu Hamil dan kandungannya. Pelayanan kesehatan dilakukan oleh
tenaga kesehatan profesional secara teratur dalam rangka memantau dan
mencegah secara dini apabila terdapat kelainan atau risiko pada masa kehamilan
hingga lahir. Pada penelitian Sundani (2020) didapatkan bahwa ibu dengan
frekuensi pemeriksaan ANC kurang, lebih banyak melahirkan bayi dengan BBLR
dibandingkan dengan ibu yang melahirkan bayi tidak BBLR (BBLN). Dari
analisis penelitian tersebut menunjukkan nilai OR sebesar 5.227 (95% CI; 1.838 ±
14.868). Dengan demikian dapat diartikan ibu dengan frekuensi pemeriksaan
ANC kurang, memiliki peluang melahirkan bayi dengan BBLR 5.227 kali
dibandingkan ibu dengan pemeriksaan ANC baik.
2. Perilaku Kurang Istirahat
Seorang ibu tidak jarang memiliki beban ganda untuk membantu perekonomian
keluarga. Tidak terkecuali disaat ibu sedang dalam masa kehamilan. Semakin
berat aktivitas kerja ibu hamil akan semakin berisiko pada kandungan. Penelitian
Sundani (2020) menunjukkan adanya hubungan signifikan antara lama kerja
dengan kejadian BBLR. Diketahui dengan nilai OR=3.843 (95% CI; 1.579 ±
9.355) bahwa ibu yang bekerja lebih dari 5 jam dalam sehari memiliki peluang
melahirkan bayi dengan BBLR 3.843 kali dibandingkan dengan ibu yang bekerja
kurang dari 5 jam dalam sehari.
● Lingkungan
1. Paparan Asap Rokok
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rasyid et al. (2012), paparan asap rokok
selama kehamilan berpengaruh signifikan sebesar 4,2 kali lebih berisiko
melahirkan bayi BBLR. Pada penelitian lain, menunjukkan bahwa pada ibu hamil
dengan lingkungan perokok berat berisiko melahirkan bayi BBLR sebesar 21 kali
dibandingkan ibu hamil dengan lingkungan perokok ringan. Sedangkan ibu hamil
dengan lingkungan perokok sedang berisiko melahirkan bayi BBLR sebesar 3 kali
dibandingkan ibu hamil dengan lingkungan perokok ringan (Zulardi, 2014).
Paparan asap rokok dapat mempengaruhi perkembangan janin di dalam
kandungan karena ada beberapa zat dalam asap rokok seperti nikotin, timbal,
radikal bebas, dan karbon monoksida yang dapat menghambat distribusi nutrisi
ataupun oksigen dari ibu ke janin. Hal ini akan berdampak pada perkembangan
janin, kondisi dan berat badan lahir bayi pada waktu persalinan.
3. Paparan Pestisida
Pestisida yang umumnya digunakan untuk menekan keberadaan hama atau
penyakit tanaman dapat menimbulkan dampak yang buruk bagi kesehatan
terutama ibu hamil karena dapat mengganggu pertumbuhan janin, sehingga pada
saat bayi lahir, bayi dapat berisiko memiliki berat badan lahir rendah (BBLR).
Zat-zat racun yang masuk ke dalam tubuh berasal dari berbagai sumber salah
satunya dari kegiatan pertanian yang banyak menggunakan pestisida, Sektor
pertanian menjadi salah satu lapangan yang paling banyak menyerap tenaga kerja,
peran wanita di sektor pertanian sangat besar, sehingga banyak wanita terkena
paparan pestisida pada saat melakukan kegiatan pertanian. Dengan banyaknya
wanita yang berperan di sektor pertanian dan terpapar pestisida secara langsung,
mengakibatkan perempuan sangat berisiko mendapatkan gangguan kesehatan baik
kesehatan secara umum maupun terhadap organ reproduksi yang dapat
berpengaruh terhadap bayi yang dilahirkannya.
Wanita yang terpapar pestisida secara langsung sangat berisiko mendapatkan
gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan tersebut dapat berupa gangguan
kesehatan secara umum maupun gangguan terhadap organ reproduksi yang akan
sangat berpengaruh terhadap bayi yang dilahirkannya. Hasil penelitian
menyebutkan bahwa anak-anak yang dilahirkan dari ibu yang terpapar pestisida
dapat mengalami cacat fisik, keterlambatan mental, kekebalan tubuh rendah dan
juga bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (Dewan, 2013).
● Pelayanan Kesehatan
1. Kurangnya Tenaga Kesehatan Profesional
Derajat kesehatan masyarakat suatu negara dipengaruhi oleh keberadaan
sarana kesehatan. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
menyatakan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan adalah suatu alat dan/atau
tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan,
baik promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang terdiri dari FKTP/Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
(Puskesmas, klinik pratama, praktik mandiri tenaga kesehatan), Laboratorium
Kesehatan, Unit Transfusi Darah, FKTRL / Fasilitas Kesehatan Tingkat Rujukan
Lanjut (rumah sakit umum dan rumah sakit khusus), dan Fasilitas Kefarmasian
dan Alat Kesehatan.Pemberdayaan masyarakat bidang Kesehatan sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2019 adalah proses untuk
meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan kemampuan individu, keluarga serta
masyarakat untuk berperan aktif dalam upaya kesehatan yang dilaksanakan
dengan cara fasilitasi proses pemecahan masalah melalui pendekatan edukatif dan
partisipatif serta memperhatikan kebutuhan, potensi dan sosial budaya setempat.
Wahana pemberdayaan masyarakat adalah Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat, dikelola
oleh, dari, untuk, dan bersama masyarakat, dengan pembinaan sektor kesehatan,
lintas sektor dan pemangku kepentingan terkait lainnya. Sehingga memposisikan
masyarakat tidak hanya sebagai obyek pembangunan melainkan yang lebih
penting sebagai subyek pembangunan Kesehatan yang dapat mengambil
keputusan dalam mengadopsi inovasi di bidang Kesehatan. Penyelenggaraan
Pemberdayaan Masyarakat dilakukan
dengan tahap:
a. pengenalan kondisi desa/kelurahan;
b. survei mawas diri;
c. musyawarah di desa/kelurahan;
d. perencanaan partisipatif;
e. pelaksanaan kegiatan; dan
f. pembinaan kelestarian.
Penyelenggaraan pemberdayaan masyarakat didampingi oleh Tenaga
Pendamping yang berasal dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, lembaga
kemasyarakatan, organisasi kemasyarakatan, swasta, perguruan tinggi, dan/atau
anggota masyarakat. Tenaga Pendamping dimaksud harus memiliki kemampuan
sebagai Tenaga Pendamping yang didapat melalui pelatihan.UKBM yang akan
diulas adalah Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dan Posbindu PTM (Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular).
Important
● Kurangnya asupan ● Paparan pestisida
nutrisi ibu hamil ● Paparan asap rokok
● Kunjungan ANC tidak ● Rendahnya dukungan
lengkap sosial dari keluarga
● Pengetahuan ibu ● Komplikasi kehamilan
● Status gizi ibu hamil ● Kurangnya tenaga
● Jarak kehamilan kesehatan profesional
● Pelayanan antenatal
care
● Usia Ibu
● Perilaku kurang
istirahat
Less Important ● Pendapatan keluarga
● Penyuluhan tidak rendah
terlaksana
KURANGNYA
KUNJUNGAN
ASUPAN PENGETAHU STATUS GIZI JARAK
ANC TIDAK
NUTRISI IBU AN IBU IBU KEHAMILAN
LENGKAP
HAMIL
Bobot
Kriteria (%) S SxB S SxB S SxB S SxB S SxB
kegawatan
( urgency ) 40 5 200 4,86 194,4 4,57 182,8 5 200 4,29 171,6
dampak
(seriousne
ss) 35 5 175 4,86 170,1 4,57 159,95 4,86 170,1 4 140
trend
(growth ) 25 4,71 117,75 4,29 107,25 4,29 107,25 4,86 121,5 3,71 92,75
Total 492,75 471,75 450 491,6 404,35
INTERVENSI BBLR
Setelah dilakukan pemrioritasan akar penyebab masalah BBLR dengan metode MCUA, maka
ditemukan bahwa kurangnya asupan nutrisi ibu hamil menjadi prioritas penyebab masalah.
(DIAGRAM HOW-HOW)