Anda di halaman 1dari 37

1

PROPOSAL PENELITIAN

I. JUDUL PENELITIAN

HUBUNGAN PENGETAHUAN DENGAN APLIKASI PERAWAT

DALAM PENANGANAN SINDROMA KORONER AKUT (SKA) DI

RUANG INSTALASI RAWAT DARURAT RSUD LABUANG BAJI

MAKASSAR

II. RUANG LINGKUP PENELITIAN

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

III. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom koroner akut ini merupakan sekumpulan manifestasi atau

gejala akibat penyakit arteri koroner, adapun patofisiologi gejala-gejala

tersebut adalah sama (berurut peristiwa patologisnya) ditandai oleh

erosi, fisuri, atau pecahnya plak yang memang sudah ada, selanjutnya

mengarah ke trombosis (penggumpalan) dalam arteri koroner dan

menyebabkan kondisi bagi ancaman kehidupan pasien dengan penyakit

arteri yang menganggu suplai darah ke otot jantung (Ramadhani, 2013).

Sindrom koroner akut mencakup penyakit jantung koroner (PJK),

termasuk didalamnya angina tidak stabil, infark miokard ST-elevasi

(STEMI), dan non STEMI (NSTEMI). Ketiga gangguan ini disebut

sindrom koroner akut karena gejala awal serta manajemen awal sering

serupa (Ramadhani, 2013).


2

Penyakit jantung koroner adalah penyebab utama kematian di

seluruh dunia, dan 3,8 juta pria serta 3,4 juta perempuan meninggal

akibat penyakit tersebut setiap tahun. Penyakit jantung koroner

merupakan penyebab 48% kematian akibat penyakit kardiovaskular

pada tahun 1998 di Amerika Serikat (Ramadhani, 2013).

SKA membutuhkan penanganan awal yang cepat dan tepat oleh

tenaga kesehatan untuk menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

Peran tenaga kesehatan khususnya perawat adalah upaya pencegahan

komplikasi maupun penanganan yang cepat untuk melakukan

penyelamatan jiwa melalui upaya promotif, preventif, kuratif maupun

rehabilitatif. Oleh sebab itu perawat perlu memahami dan mengetahui

konsep teoritis dan keterampilan profesional yang harus dimiliki dalam

melaksanakan tugasnya, sehingga dapat memberikan asuhan

keperawatan pasien dengan penyakit jantung, khususnya SKA

(Rokhaeni, 2001)

Penanganan yang sangat menentukan prognosis penyakit SKA

menyebabkan perawat harus mampu melakukan tindakan yang cepat dan

tepat, setiap tindakan perawat harus sesuai dengan standar operasional

prosedur untuk meminimalisir kesalahan selama penanganan,

kesimpulannya adalah perilaku atau tindakan perawat sangat

menentukan keberhasilan penanganan SKA.

Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktifitas

organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari


3

sudut pandang biologis semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-

tumbuhan, binatang sampai dengan manusia itu berperilaku, karena

mereka mempunyai aktifitas masing-masing. Dari uraian di atas dapat

disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku (manusia) adalah semua

kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung

maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo, 2003).

Seorang ahli psikologis, merumuskan bahwa perilaku merupakan

respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar).

respon internal yang terjadi di dalam diri manusia dan tidak secara

langsung bisa dilihat orang lain, misalnya berpikir, tanggapan, sikap atau

pengetahuan (Skinner, 1938 yang dikutip dalam Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Pengetahuan atau

kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk

tindakan seseorang (overt behavior) (Suparyanto, 2012).

Penilitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang

mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses

yang berurutan yakni Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut

menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus. Evaluation

(menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi


4

dirinya). Triall, orang telah mencoba perilaku baru. Adoption, subjek

telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan

sikapnya tehadap stimulus (Notoatmodjo, 2003).

Penelitian sebelumnya yang dilaksanakan di Ruang ICU Dan IMC

Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta Barat pada tahun 2013,

dengan mengambil sampel sebanyak 33 responden, didapatkan

kesimpulan bahwa ada hubungan yang bermakna antara tingkat

pengetahuan perawat tentang prosedur suction dan pelaksanaan tindakan

suction ( R = 0.738; P < 0.05 ). upaya meningkatkan pengetahuan dalam

melakukan prosedur suction akan meningkatkan pelaksanaan tindakan

suction dengan pengetahuan yang lebih baik (Rumiris, 2013).

Berdasarkan laporan World Health Statistic 2008, tercatat 17,1 juta

orang meninggal di dunia akibat penyakit jantung koroner dan

diperkirakan angka ini akan meningkat terus hingga 2030 menjadi 23,4

juta kematian di dunia. Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan

Organisasi Federasi Jantung Sedunia (World Heart Federation)

memprediksi penyakit jantung akan menjadi penyebab utama kematian

di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78%

kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan

masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam

keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal

terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler pada 2010. Di

negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat
5

penyakit jantung koroner akan meningkat 137 % pada laki-laki dan

120% pada wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih

rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita. Di tahun 2020

diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 25

orang setiap tahunnya. Oleh karena itu, penyakit jantung koroner

menjadi penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia (WHO,

2008 dalam Abidin, 2012).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan bahwa

dalam 12 tahun (1995-2007) terjadi peningkatan kematian akibat

penyakit tidak menular (penyakit jantung, stroke, kanker dan diabetes)

sebesar 17,8% di Indonesia. Persentase penyakit tidak menular di

Indonesia pada tahun 2007 sebesar 59,5%. Gambaran yang sama

diperoleh dari data Sistem Informasi Rumah Sakit Tahun 2010-2011,

yaitu dominasi penyakit tidak menular, baik pada rawat jalan maupun

rawat inap. Persentase kasus baru rawat jalan terbanyak secara berurutan

adalah hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes (Riskesdas, 2007 dalam

Buletin Rasional, 2013).

Di Sulawesi Selatan berdasarkan data diketahui 7 tempat rumah

sakit selama 5 tahun terakhir ternyata penyakit kardiovaskular

menempati urutan ke 5 – 6 dengan persentase antara 7,5% - 8,6%

dimana PJK terus menempati urutan pertama diantara jenis penyakit

jantung lainnya (Yusnizar, 2011).


6

Berdasarkan data dari Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah

Labuang Baji Makassar tahun 2011 terdapat 258 mengalami SKA yang

dirawat yang terdiri dari laki-laki 122 orang dan perempuan sebanyak

136 orang. Sedangkan untuk tahun 2012 jumlah penderita sebanyak 225

orang yang terdiri dari laki-laki 99 orang dan perempuan sebanyak 126

orang. Dari jumlah tersebut. Tahun 2013 sebanyak 279 orang terdiri dari

laki-laki 158 orang dan perempuan sebanyak 121 orang (Rekam Medik

RS Labuang Baji Makassar, 2013).

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka penulis tertarik untuk

meneliti “Hubungan Pengetahuan Dengan Aplikasi Perawat Dalam

Penanganan Sindroma Koroner Akut (SKA) Di Ruang Instalasi Rawat

Darurat RSUD Labuang Baji Makassar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, peneliti dapat

merumuskan pertanyaan: apakah ada hubungan pengetahuan dengan

aplikasi perawat dalam penanganan Sindroma Koroner Akut (SKA) di

Ruang Instalasi Rawat Darurat RSUD Labuang Baji Makassar?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan

dengan aplikasi perawat dalam penanganan sindroma koroner akut

(SKA) di ruang Instalasi Rawat Darurat RSUD Labuang Baji

Makassar.
7

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat pengetahuan perawat tentang penanganan

Sindroma Koroner Akut (SKA) di ruang Instalasi Rawat Darurat

RSUD Labuang Baji Makassar.

b. Mengetahui aplikasi perawat dalam penanganan Sindroma

Koroner Akut (SKA) di ruang Instalasi Rawat Darurat RSUD

Labuang Baji Makassar.

c. Mengetahui hubungan pengetahuan dengan aplikasi perawat

dalam penanganan Sindroma Koroner Akut (SKA) di ruang

Instalasi Rawat Darurat RSUD Labuang Baji Makassar.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Menambah referensi pengetahuan dan wawasan baik mahasiswa

maupun tenaga kesehatan di tempat pelayanan kesehatan tentang

kemampuan pengetahuan yang dihubungkan dengan sikap perawat

dalam melaksanakan penanganan Sindroma Koroner Akut (SKA),

juga dapat menjadi acuan peneliti selanjutnya, dalam

mengembangkan hasil penelitian ini.

2. Manfaat Institusi

Menjadi pedoman bagi pimpinan tempat pelayanan kesehatan,

dalam mengambil sebuah kebijakan yang berhubungan dengan

peningkatan pengetahuan perawat yang bertujuan untuk

memperbaiki mutu pelayanan kesehatan melalui pengembangan


8

sikap terhadap sebuah tindakan medis, selain itu juga menjadi bahan

acuan bagi pihak institusi pendidikan yang berwenang untuk lebih

memacu peningkatan pengetahuan mahasiswa sehingga dapat

menghasilkan tenaga kesehatan yang berkompeten.

3. Manfaat Praktis

Aplikasi pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat

dapat terwujud melalui peningkatan pengetahuan tenaga perawat

berdasarkan hasil penelitian ini sehingga opini perawat tentang

tindakan penanganan Sindroma Koroner Akut (SKA) mampu

diterima dan diaplikasikan yang terwujud dalam sebuah sikap

melaksanakan tindakan tersebut dengan baik.

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Sindroma Koroner Akut (SKA)

1. Defenisi Sindroma Koroner Akut

Arteriosklerosis adalah pengerasan dinding arteri sehingga

dinding arteri menebal dan kaku. Aterosklerosis adalah salah satu

bentuk dari arteriosklerosis dimana lapisan dalam dari dinding

arteri menebal dan ireguler karena pengendapan lemak. Akibatnya

dinding dalam arteri menonjol ke dalam lumen sehingga diameter

lumen arteri menjadi sempit. Hal ini dapat mengurangi aliran darah

yang melalui tempat penyempitan tersebut bila kebutuhan suplai


9

darah meningkat, misalnya saat aktivitas fisik meningkat atau

keadaan stres/emosi (Subagjo, dkk, 2011).

Penyakit jantung koroner adalah terjadinya aterosklerosis

pada arteri koroner. Sindrom koroner akut, adalah spektrum gejala

klinis penyakit jantung koroner sebagai akibat penurunan

mendadak aliran darah ke jantung yang menyebabkan iskemia

miokardium akut. Penyebab penurunan mendadak aliran arteri

koroner sebagian besar adalah trombosis yang disebabkan

rupturnya plak aterosklerosis. Walaupun demikian penyebab lain

dapat juga terjadi misalnya spasme arteri koroner. Yang termasuk

SKA adalah angina tidak stabil (Unstable Angina Pectoris/UAP),

infark miokardium non ST elevasi (NSTEMI) dan infark miokard

ST elevasi (STEMI) (Subagjo, dkk, 2011).

Angina pektoris merupakan gejala nyeri dada atau dada

terasa tidak enak yang disebabkan akibat terjadinya iskemia

miokardium yang disebabkan defisiensi antara suplai dan

kebutuhan oksigen di jantung. Angina pektoris memiliki

karakteristik gejala yang khas yaitu dada seperti ditindih benda

berat, diremas, ditekan atau rasa penuh di belakang tulang dada

yang seringkali disertai dengan penjalaran ke leher, rahang bawah,

lengan kiri, punggung atau ulu hati. Rasa nyeri tidak dapat

dilokalisir secara pasti dengan ditunjuk, disertai keringat dingin.


10

Namun pada beberapa penderita, gejala yang dapat dirasakan bisa

saja hanya dada terasa tidak enak (Subagjo, dkk, 2011)..

Infark miokard adalah nekrosis (kematian sel) miokard

sebagai akibat sumbatan mendadak arteri koronaria biasanya akibat

trombus oklusif yang timbul pada plak yang ruptur. Trombus

adalah pembentukan gumpalan darah karena respons sistem

pembekuan darah pada injuri (perlukaan/erosi/ruptur plak).

Beberapa komponen yang berpartisipasi dalam terbentuknya

trombus adalah platelet/trombosit, protein pembekuan darah

(seperti thrombin dan fibrin). Jika trombus terbentuk didalam

lumen arteri koroner maka dapat menyumbat sebagian atau total

aliran darah ke miokard yang dialirinya sehingga menyebabkan

iskemia miokard/infark miokard akut, dengan manifestasi keluhan

berupa angina pectoris/nyeri dada iskemik (Subagjo, dkk, 2011)..

Angina tidak stabil adalah iskemia miokard yang

disebabkan oleh sumbatan arteri koroner parsial atau intermiten

oleh trombus dengan pola serangan dengan frekuensi semakin

sering, derajatnya semakin berat, fokus pencetus atau yang

meringankan berubah (Subagjo, dkk, 2011)

2. Patofisiologi

Proses aterosklerosis merupakan proses yang perlahan –

lahan, bersifat progresif dan umumnya dimulai pada usia anak –

anak, dapat menimbulkan gejala pada usia 20 tahun. Lapisan dalam


11

arteri akan menebal dengan deposit lemak dan juga kalsium,

perlahan – lahan akan mengakibatkan penyempitan lumen arteri.

Proses tersebut bisa terjadi pada arteri di jantung, otak atau

tungkai. Proses aterosklerosis pada arteria koronaria menyebabkan

penyakit jantung koroner (PJK) (Subagjo, dkk, 2011)..

Spektrum klinis penyakit jantung koroner dapat berupa

angina pektoris stabil, sindroma koroner akut atau mati mendadak.

PJK dapat bersifat asimptomatik selama perfusi jantung cukup dan

fungsi jantung normal. Pada periode ini modifikasi faktor dapat

menghambat progresifitas proses aterosklerosis (Subagjo, dkk,

2011)..

Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak

ateroma pembuluh darah arteri koroner yang robek/ruptur. Ruptur

plak ini akan memicu proses agregasi trombosit yang kaya

trombosit. Thrombus ini mengakibatkan penyumbatan lumen arteri

coroner. Selain itu juga terjadi pelepasan zat – zat vasoaktif yang

menyebabkan vasokonstriksi arteri koroner sehingga memperberat

gangguan aliran darah koroner. Akibat selanjutnya adalah terjadi

iskemia miokard dan bila pasokan oksigen berhenti lebih 20 menit

maka dapat menyebabkan nekrosis miokard (infark miokard akut).

Akibat dari iskemia atau nekrosis miokard adalah gangguan

kontraktilitas miokard, aritmia dan remodeling ventrikel. Sebagai

penderita SKA tidak mengalami ruptur plak seperti di atas tapi


12

karena obstruksi dinamis akibat spasme lokal dari arteri koroner

epikardium yang disebut angina prinzmetal (Subagjo, dkk, 2011)..

Beberapa penderita SKA dapat mengalami komplikasi

aritmia gawat yaitu fibrilasi ventrikel yang menyebabkan henti

jantung. Keadaan ini paling sering menjadi penyebab mati

mendadak dan umumnya terjadi pada jam – jam pertama serangan

jantung (Subagjo, dkk, 2011).

3. Manifestasi klinis penyakit jantung Koroner (Subagjo, dkk, 2011).

a. Angina pektoris stabil yaitu keluhan nyeri dada angina yang

konsisten dan timbulnya dapat diprediksi.

b. Sindroma koroner akut, terjadi karena adanya erosi atau ruptur

plak di dalam arteri koroner sehingga terbentuk trombus

sehingga terjadi gangguan mendadak aliran arteri koroner.

4. Sindroma koroner akut tanpa gambaran EKG elevasi segmen ST

(Subagjo, dkk, 2011).

Angina pektoris tidak stabil biasanya bermanifestasi sebagai nyeri

dada angina yaitu:

a. Angina pada saat istirahat.

b. Angina awitan baru.

c. Angina progresif.

5. Sindroma koroner akut dengan gambaran EKG elevasi segmen ST

(Infark miokard akut) (Subagjo, dkk, 2011)..

Gejala berikut ini harus diwaspadai adanya serangan jantung:


13

a. Dada rasa tidak enak (chest discomfort)

b. Gejala lain yang menyertai adalah keringat, mual, muntah atau

nafas pendek.

c. Perasaan lemah yang menyertai dada rasa tidak enak.

d. Hati – hati bila menjumpai gejala seperti ini:

1) Dada tidak enak kadang disertai nafas pendek, berlangsung

cukup lama, tidak hilang setelah istirahat.

2) Walaupun penderita tidak tampak mengalami serangan

berat atau tidak mempunyai gejala yang lengkap infark

miokard.

Tanda – tanda serangan jantung antara lain:

1) Nyeri dada yang menjalar ke bahu, lengan, leher, rahang,

punggung.

2) Nyeri dada disertai sakit kepala, pingsan, berkeringat, mual

atau rasa sakit bernafas.

3) Rasa gelisah, khawatir atau cemas.

B. Tinjauan Umum Tentang Penanganan Sindroma Koroner Akut

1. Program pertolongan gawat darurat gejala serangan jantung pada

seorang penderita (Subagjo, dkk, 2011).

Tak diketahui sakit jantung coroner Diketahui sakit jantung koroner

Stop aktivitas & duduk/berbaring Stop aktivitas & duduk/berbaring


14

Tunggu 5 menit untuk evaluasi Terapi Awal (MONACO)

Nyeri menetap

Aktifkan The Chain Of Survival

2. The Chain Of Survival adalah rantai kelangsungan hidup manusia

yang mengarah kepada pasien yang tidak sadar atau henti jantung

sehingga menjadi survive yang lebih baik, yang mana dalam

pelaksanaanya sekarang menggunakan CAB (Circulation, Airway,

Breathing). Menurut Travers et al (2010), Chain Of Survival terdiri

dari (Sari, 2013):

a. Segera mengenali tanda henti jantung (tidak adanya nadi dan

tanda – tanda sirkulasi lainnya) dan mengaktifkan bantuan

gawat darurat.

Pengenalan tanda – tanda kegawatan secara dini, seperti

keluhan nyeri dada atau kesulitan bernafas yang menyebabkan

penderita mencari pertolongan atau penolong, menghubungi

layanan gawat darurat memegang peranan awal yang penting

dalam rantai ini.

Apabila ditemukan kejadian henti jantung, maka lakukan hal

sebagai berikut:

1) Identifikasi kondisi penderita dan lakukan kontak ke system

gawat darurat
15

2) Informasikan segera kondisi penderita sebelum melakukan

RJP pada penderita.

3) Penilaian cepat tanda – tanda potensial henti jantung.

4) Identifikasi tanda henti jantung atau henti nafas.

b. Resusitasi jantung paru segera

c. Defibrilasi segera

d. Perawatan kardiovaskular lanjutan yang efektif

Pertolongan lebih lanjut oleh perawat di tempat kejadian

merupakan rantai penting untuk keberhasilan manajemen henti

jantung. Perawat membawa alat – alat untuk membantu

ventilasi, obat untuk mengontrol aritmia dan stabilisasi

penderita.

Tujuan :

1) Mencegah terjadinya henti jantung dengan memaksimalkan

manajemen lanjut jalan nafas dan pemberian nafas serta

pemberian obat – obatan

2) Terapi pada penderita yang tidak berhasil dengan defibrilasi

3) Memberikan defibrilasi jika terjadi fibrilasi ventrikel,

mencegah fibrilasi berulang dan menstabilkan penderita

setelah resusitasi.

e. Penanganan pasca henti jantung yang terintegrasi

Dalam pedoman RJP yang dikeluarkan oleh American Heart

Association tahun 2010 mulai memperkenalkan kepentingan


16

pelayanan sistematis dan penatalaksanaan multispesialistik bagi

pasien setelah mengalami kembalinya sirkulasi secara spontan.

3. Terapi Awal (MONACO) (Wasid, 2003)

a. Morfin: 2,5 – 5 mg/sc/iv tiap 5 – 15 menit (atau phetidin 25 –

50 mg/iv tiap 15 – 30 menit.

b. Oksigen: diberikan 4 liter/menit, jika saturasi oksigen < 90%

c. Nitrat: 0,3 – 0,6 mg/Sub Lingual.

d. Aspirin: mula – mula 160 – 325 mg dikunyah, dilanjutkan oral.

e. Clopidogrel: 150 – 300 mg/oral

Obat – obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel) menghentikan

platelet untuk membentuk bekuan yang tidak diinginkan

4. Prinsip Umum Penatalaksanaan Infark Miokard Akut (Kasron,

2012)

a. Diagnosa

Berdasarkan riwayat penyakit dan keluhan atau tanda – tanda

Elektrokardiograf (EKG) awal tidak menentukan, hanya 24 –

60% dari Infark ditemukan dengan EKG awal yang

menunjukkan luka akut (Acute Injury).

b. Diet makanan lunak atau saring serta rendah garam (bila ada

gagal jantung).

c. Terapi Oksigen
17

1) Hipoksia menimbulkan metabolisme anaerob dan metabolik

asidosis, yang akan menurunkan efektifitas obat – obatan

dan terapi elektrik (DC shock).

2) Pemberian oksigen menurunkan perluasan daerah iskemik

3) Penolong harus siap dengan bantuan pernafasan bila

diperlukan.

d. Monitor EKG

Kejadian Ventrikel Fibrilation (VF) sangat tinggi pada

beberapa jam pertama Infark Miokard Akut (IMA). Penyebab

utama kematian beberapa jam pertama IMA adalah aritmia

jantung 3. Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih

hantaran dari area yang terserang (anterior, lateral, inferior),

merupakan indikasi adanya serangan miokard karena iskemia

akut.

e. Akses Intravena

Larutan fisiologis atau Ringger Laktat (RL) dengan jarum

infus besar atau bisa juga dengan pasang infus dekstrosa 5 %

untuk persiapan pemberian obat intravena.

f. Penghilang rasa sakit

1) Keuntungan: Menurunkan kegelisahan dan rasa sakit, dapat

menurunkan tekanan darah dan frekuensi denyut nadi,

menurunkan kebutuhan oksigen, menurunkan risiko

terjadinya aritmia.
18

2) Terapi

Preparat nitrat: tablet di bawah lidah atau spray.

Nitrogliserin IV untuk sakit dada iskemik berat dan tekanan

darah > 100 mmHg Morphin 9 jika nitrat tidak berhasil atau

pada sakit dada berat dengan dosis kecil IV (1 – 3 mg),

diulang setiap 5 menit nitrasi sampai sakit dada hilang.

3) Komplikasi

Hipotensi, Aritmia karena perfusi kurang pada miokard atau

reperfusi. Penghilang rasa sakit merupakan prioritas obat –

obat yang diberikan.

g. Pemberian Obat

Obat – obatan yang digunakan diantaranya:

1) Obat – obatan trombolitik

Obat – obatan ini digunakan untuk memperbaiki kembali

aliran darah pembuluh darah koroner, sehingga referfusi

dapat mencegah kerusakan miokard lebih lanjut.

Obat – obatan ini digunakan untuk melarutkan bekuan

darah yang menyumbat arteri coroner. Waktu paling efektif

pemberiannya adalah 1 jam setelah timbul gejala pertama

dan tidak boleh lebih dari 12 jam pasca serangan. Selain itu

tidak boleh diberikan pada pasien di atas 75 tahun

contohnya streptokinase.
19

2) Beta Blocker

Obat – obatan ini menurunkan beban kerja jantung. Bisa

juga digunakan untuk mengurangi nyeri dada atau

ketidaknyamanan dan juga mencegah serangan jantung

tambahan. Beta blocker juga bisa digunakan untuk

memperbaiki aritmia. Terdapat dua jenis yaitu

Cardioselective (propranolol, metoprolol, atenolol, dan

nadolol)

3) Angiotensin-Converting Enzyme (ACE) Inhibitors

Obat – obatan ini menurunkan tekanan darah dan

mengurangi cedera pada otot jantung. Obat ini juga dapat

digunakan untuk memperlambat kelemahan pada otot

jantung, misalnya Captopril.

4) Obat – obatan antikoagulan

Obat – obatan ini mengencerkan darah dan mencegah

pembentukan bekuan darah pada arteri. Misalnya heparin

dan enoksaparin

5) Obat – obatan antiplatelet

Obat – obatan ini (misal aspirin dan clopidogrel)

menghentikan platelet untuk membentuk bekuan yang tidak

diinginkan.

5. Faktor – faktor yang mempengaruhi tindakan penanganan oleh

perawat (Khoirudin, 2010).


20

a. Pengetahuan perawat

b. Sikap perawat

c. Ketersediaan sarana alat pelindung

d. Motivasi perawat.

C. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

1. Defenisi Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, yang terjadi setelah

orang melakukan pengindraan terhadap objek tertentu.

Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indera

penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian

besar pengetahuan diperoleh dari mata dan telinga. Pengetahuan

merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang

(Suparyanto, 2012).

Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini terjadi

setelah orang mengadakan penginderaan terhadap suatu objek

tertentu. Penginderaan terhadap objek terjadi melalui panca indera

manusia yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba

dengan sendiri. Pada waktu penginderaan sampai menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian

persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan manusia

diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003 dalam

Wawan dkk, 2011).


21

2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif

menurut mempunyai 6 tingkat (Notoatmodjo, 2003 dalam Wawan

dkk, 2011), yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang

spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai sesuatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar. Orang

yang telah paham terhadap objek atau materi terus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,

meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang

dipelajari.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan


22

aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi

masih di dalam suatu struktur organisasi tersebut, dan masih

ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintetis adalah

suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari

formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk

melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek.evaluasi dilakukan dengan menggunakan kriteria sendiri

atau kriteria yang telah ada.

3. Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Pengukuran Pengetahuan dibagi menjadi 3 (tiga) katagori sebagai

berikut: (Arikunto, 2002)

a. Tinggi : Jika jawaban benar ≥ 76 -100%

b. Sedang : Jika jawaban benar 56 – 75 %


23

c. Rendah : Jika jawaban benar ≤ 55 %

4. Cara Memperoleh Pengetahuan (Notoatmodjo, 2003 dalam Wawan

dkk, 2011):

a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan:

1) Cara coba-salah (trial and error).

2) Cara kekuasaan atau otoritas.

3) Berdasarkan pengalaman pribadi.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan:

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih

popular atau disebut metodologi penelitian. Cara ini mula –

mula dikembangkan oleh Francis Bacon (1561-1626),

kemudian dikembangkan oleh Deobold Van Daven. Akhirnya

lahir suatu cara untuk melakukan penelitian yang dewasa ini

kita kenal dengan penelitian ilmiah.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan (Suparyanto,

2012) :

a. Faktor Internal:

1) Pendidikan

Tokoh pendidikan abad 20 M. J. Largevelt

mendefinisikan bahwa pendidikan adalah setiap usaha,

pengaruh, perlindungan, dan bantuan yang diberikan

kepada anak yang tertuju kepada kedewasaan. Sedangkan

GBHN Indonesia mendefinisikan lain, bahwa pendidikan


24

sebagai suatu usaha dasar untuk menjadi kepribadian dan

kemampuan didalam dan diluar sekolah dan berlangsung

seumur hidup.

2) Minat

Minat diartikan sebagai suatu kecenderungan atau

keinginan yang tinggi terhadap sesuatu dengan adanya

pengetahuan yang tinggi didukung minat yang cukup dari

seseorang sangatlah mungkin seseorang tersebut akan

berperilaku sesuai dengan apa yang diharapkan.

3) Pengalaman

Pengalaman adalah suatu peristiwa yang dialami

seseorang, Mengatakan bahwa tidak adanya suatu

pengalaman sama sekali. Suatu objek psikologis cenderung

akan bersikap negative terhadap objek tersebut untuk

menjadi dasar pembentukan sikap pengalaman pribadi

haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu sikap

akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi

tersebut dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan,

pengalaman akan lebih mendalam dan lama membekas.

4) Usia

Usia individu terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat

berulang tahun. Semakin cukup umur tingkat kematangan

dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir


25

dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat seseorang

yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari pada orang

yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai

akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya, makin tua

seseorang maka makin kondusif dalam menggunakan

koping terhadap masalah yang dihadapi.

b. Faktor External, antara lain :

1) Ekonomi

Dalam memenuhi kebutuahan primer ataupun sekunder,

keluarga dengan status ekonomi baik lebih mudah

tercukupi disbanding dengan keluarga dengan status

ekonomi rendah, hal ini akan mempengaruhi kebutuhan

akan informasi termasuk kebutuhan sekunder. Jadi dapat

disimpulkan bahwa ekonomi dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang tentang berbagai hal.

2) Informasi

Informasi adalah keseluruhan makna, dapat diartikan

sebagai pemberitahuan seseorang adanya informasi baru

mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru

bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan

sugestif dibawa oleh informasi tersebut apabila arah sikap

tertentu.Pendekatan ini biasanya digunakan untuk

menggunakan kesadaran masyarakat terhadap suatu inovasi


26

yang berpengaruh perubahan perilaku, biasanya digunakan

melalui media massa.

3) Kebudayaan/Lingkungan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pengetahuan kita.

Apabila dalam suatu wilayah mempunyai budaya untuk

selalu menjaga kebersihan lingkungan maka sangat

mungkin berpengaruh dalam pembentukan sikap pribadi

atau sikap seseorang.

6. Proses Perilaku “TAHU”

a. Awareness (kesadaran)

b. Interest (merasa tertarik)

c. Evaluation (menimbang – nimbang)

d. Trial (mencoba)

e. Adaption, dan sikapnya terhadap stimulus.

D. Tinjauan Umum Tentang Hubungan Pengetahuan Dengan

Aplikasi Perawat Dalam Penanganan Sindroma Koroner Akut

(SKA)

Penanganan Sindroma Koroner Akut (SKA) merupakan sebuah

tindakan yang sangat membutuhkan kecepatan dan ketepatan tenaga

medis, terjadinya penyumbatan terhadap arteri koroner harus segera

ditangani sebelum menyebabkan infark yang luas pada jantung, bukan

hanya itu, gejala yang muncul pada pasien sindroma koroner akut perlu
27

diidentifikasi segera oleh perawat sehingga penatalaksanaan dapat

dilakukan secepat mungkin, hal ini dimaksudkan untuk menghindari

kematian pasien.

Kemampuan perawat mengidentifikasi Sindroma Koroner Akut

(SKA) dengan segera, sangat ditentukan oleh tingkat pengetahuan

yang dimiliki perawat, semakin luas pengetahuan seorang perawat

tentang Sindroma Koroner Akut maka kecepatan mengidentifikasi

gejala Sindroma Koroner Akut (SKA) juga dapat diketahui dengan

segera, hal ini terjadi karena pengetahuan perawat tentang gejala SKA

diperoleh melalui hasil penginderaan terhadap gejala SKA melalui

indera yang dimilikinya (mata dan telinga) namun untuk membentuk

pengetahuan melalui proses penginderaan yang dilakukan oleh perawat

sangat ditentukan oleh intensitas perhatian pada saat merekam gejala

SKA serta persepsi perawat terhadap gejala tersebut, ketika

pengetahuan tentang gejala SKA tersebut telah memasuki area kognitif

perawat maka akan menimbulkan persepsi dan kepercayaan kemudian

terbentuklah ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik SKA.

Ide dan gagasan inilah yang digunakan sewaktu-waktu untuk

mengidentifikasi pasien SKA.

Penanganan SKA yang membutuhkan tindakan yang tepat dengan

segera, sebagai perawat tidak hanya sekedar tahu atau dapat

menyebutkan jenis penanganannya tetapi juga harus mampu

menginterpretasikan secara benar pengetahuan tersebut. Pemahaman


28

dalam menangani pasien SKA akan menimbulkan kepercayaan diri

perawat dalam melaksanakan penanganan, mengingat pasien SKA

umumnya adalah seseorang yang datang dengan keadaan umum yang

nampak sangat lemah dan kesakitan serta dengan tingkat kecemasan

yang sangat tinggi sehingga ketika perawat tidak memiliki pemahaman

baik dalam penyakit maupun penanganannya maka kepercayaan

dirinya akan hilang bahkan akan terpengaruh dalam kondisi kecemasan

pasien, hal inilah yang menyebabkan kemampuan aplikasi penanganan

menjadi kurang baik. Ketakutan perawat dalam melakukan tindakan

terhadap pasien SKA jelas disebabkan karena pemahaman tentang

pengetahuan penanganan SKA tidak memadai sehingga yang timbul

kemudian adalah perawat tidak akan melakukan penanganan secara

lengkap dan bisa saja memakan waktu lama.

Perawat yang telah memahami penanganan SKA maka akan dengan

mudah mengaplikasikannya, ketika pasien telah teridentifikasi SKA

seseorang bisa saja menyebutkan penanganannya adalah pemberian

morfin lalu tindakan oksigenasi hingga pemberian aspirin namun

kemudahan dalam penyebutan tersebut tidak sama dalam

pengaplikasiannya. Maka akan menjadi sulit memberikan morfin

ketika kita tidak paham fungsinya apa dalam penanganan SKA.

Seseorang akan terus memberikan nitrat 5 mg secara oral langsung

ketika perawat tersebut tidak mampu menjelaskan mengapa nitrat 5 mg

disimpan dibawah lidah.


29

Ketika pengetahuan perawat telah sampai ke tahap analisis, hal ini

akan lebih meningkatkan kemampuan perawat dalam memberikan

penanganan SKA secara tepat, proses analisis dalam pengetahuan akan

menyebabkan perawat mampu memilah jenis penanganan SKA seperti

morfin untuk mengatasi kecemasan dan nyeri pasien SKA, oksigenasi

mampu mengurangi area infark yang lebih luas dan mencukupi

kebutuhan oksigen tubuh sehingga kerja jantung dapat diminimalisir,

nitrat difungsikan untuk vasodilatasi arteri koroner dan aspirin sebagai

antikoagulan. Ketika tiap fungsi penanganan sudah mampu dipisahkan

maka perawat dengan mudah memberikan penanganan sesuai gejala

yang timbul.

Menggabungkan 2 atau lebih penanganan pada setiap gejala yang

timbul menandakan pengetahuan perawat tentang penanganan SKA

telah berada ditahap sintesis, dimana nantinya aplikasi perawat dalam

penanganan SKA menjadi efektif karena komponen penanganan yang

ada telah dibentuk dalam sebuah formulasi baru baik itu dalam hal

tahap pemberian, lama pemberian atapun dengan tidak menggunakan

semua tahap dengan tujuan menghindari kerusakan organ lain misalnya

ginjal atau untuk menghindari resistensi suatu obat misalnya nitrat.

Kemudian pengetahuan baru yang telah dimodifikasi akan

mengalami proses evaluasi dalam kognitif perawat untuk kemudian

dapat dilakukan penilaian terhadap formulasi penanganan tersebut,

efeknya adalah dalam pikiran perawat akan tersimpan sebuah memori


30

tentang berbagai formulasi penanganan SKA yang sewaktu – waktu

dapat diaplikasikan sesuai jenis gejala SKA yang teridentifikasi

(Andra, 2006).

V. KERANGKA KONSEP

A. Dasar Pemikiran Variabel

Menurut Suparyanto (2012) mengungkapkan bahwa pengetahuan

merupakan pedoman dalam membentuk tindakan seseorang. artinya

motif seseorang untuk melakukan sebuah tindakan didasari oleh

pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini menyimpulkan bahwa

pengetahuan diproses secara kognitif yang membentuk sikap

kemudian menjadi motif untuk bertindak. Hal ini menunjukkan adanya

hubungan antara pengetahuan perawat dengan aplikasi dalam

pelaksanaan penanganan Sindroma Koroner Akut, penelitian ini akan

mengambil sampel perawat dalam penanganan Sindrom Koroner

Akut.

B. Hubungan Antar Variabel

Untuk lebih jelasnya variabel penelitian dapat dilihat pada bagan

berikut ini:
31

Aplikasi
Pengetahuan Dalam
Perawat Penanganan
SKA

Keterangan:

= Variabel Independen

= Hubungan antar variabel

= Variabel Dependen

C. Defenisi Operasional Dan Kriteria Objektif

1. Pengetahuan Perawat

Tingkat pengetahuan dalam penelitian ini adalah segala sesuatu

yang diketahui oleh perawat tentang penanganan Sindroma

Koroner Akut (SKA) mulai dari Identifikasi, menghilangkan

angina, mencegah dan mengatasi serangan infark serta mengatasi

henti jantung yang diukur berdasarkan skala pengukuran

pengetahuan menurut Arikunto (2002).

Kriteria Objektif:

Kurang : jika jumlah skor responden < 55%

Cukup : jika jumlah skor responden > 55%


32

2. Aplikasi Dalam Penanganan Sindroma Koroner Akut (SKA)

Aplikasi Penanganan SKA dalam penelitian ini adalah tindakan

yang dilakukan perawat dalam menangani SKA sesuai dengan

teori penanganan SKA yang digunakan peneliti berdasarkan skor

pertanyaan yang menggunakan skala guttman.

Kriteria Objektif

Tidak Dilakukan : jika jumlah skor responden < 50%

Dilakukan : jika jumlah skor responden > 50%

D. Hipotesis Penelitian

Ada hubungan antara pengetahuan perawat dengan aplikasi dalam

penanganan Sindroma Koroner Akut (SKA) di ruang Instalasi Rawat

Darurat RSUD Labuang Baji Makassar.

VI. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian deskriptif analitik dengan menggunakan rancangan

"crossectional study” untuk melihat hubungan antara pengetahuan

dengan aplikasi dalam penanganan perawat. Dimana subjek penelitian

dan pengukuran status karakter atau variabel subjek diukur menurut

keadaan atau statusnya secara simultan pada satu waktu dalam suatu

sampel populasi yang representatif atau memberi kesempatan pada

peneliti untuk melakukan analisis deskriptif dari variabel yang diteliti.


33

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di ruang Instalasi Rawat Darurat RSUD

Labuang Baji Makassar.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga April Tahun

2014.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bekerja

di ruang Instalasi Rawat Darurat RSUD Labuang Baji Makassar

yaitu 30 orang.

2. Sampel

a. Besar Sampel

Sampel pada penelitian ini adalah semua perawat yaitu 30

responden (kecuali Kepala Ruangan), dengan menggunakan

tehnik pengambilan sampel secara Total Sampling.

b. Kriteria Sampel

1) Kriteria Inklusi

a) Perawat yang bekerja di ruang Instalasi Rawat Darurat

RSUD Labuang Baji Makassar dengan status Pegawai

Negeri Sipil (PNS), Pegawai Tidak Tetap (PTT) dan

Sukarela.
34

b) Perawat dengan masa kerja lebih dari satu tahun.

2) Kriteria Eksklusi

a) Responden berstatus sebagai mahasiswa yang sedang

menjalankan tugas praktek dari institusi pendidikan.

b) Berstatus sebagai kepala ruangan.

D. Pengumpulan Data

1. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan daftar

pertanyaan/kuesioner dalam bentuk check list berupa keterangan

perawat mengenai pengetahuan tentang penanganan pasien

Sindroma Koroner Akut (SKA) serta penanganan perawat

terhadap pasien Sindroma Koroner Akut (SKA).

2. Prosedur Pengumpulan Data

a. Mengidentifikasi tempat penelitian dan populasi target.

b. Setelah responden bersedia, maka responden kemudian

dipersilahkan untuk mengisi lembar kuesioner

E. Pengolahan Data

1. Editing

Setelah kuesioner telah dijawab oleh responden kemudian

informasi yang diperoleh dikumpulkan dalam bentuk data, data

tersebut dilakukan pengecekan dan memeriksa kelengkapan data,

kesinambungan, dan memeriksa keseragaman data.


35

2. Koding

Untuk memudahkan pengolahan data, maka semua

data/jawaban disederhanakan dengan memberikan simbol untuk

setiap jawaban.

3. Tabulasi

Data dikelompokkan ke dalam suatu tabel menurut sifat-

sifat yang dimiliki, kemudian data dianalisa secara statistik dengan

menggunakan komputerisasi SPSS.

F. Analisa data

1. Analisa univariat

Analisa univariat dilakukan terhadap setiap variabel dari hasil

penelitian. Analisa ini menghasilkan distribusi dan presentase dari

tiap variabel yang diteliti.

2. Analisa bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan

variabel bebas terhadap variabel terikat dengan menggunakan uji

Chi Square.

Cara penggunaan uji Chi Square :

a. Mencari frekuensi harapan (fe) pada tiap sel dengan rumus:

(∑ fk−∑fb )
fe =
∑T
Keterangan :

fe = frekuensi yang diharapkan

∑ fk = jumlah frekuensi pada kolom


36

∑ fb = jumlah frekuensi pada baris

∑ T = jumlah keseluruhan baris dan kolom

b. Mencari nilai Chi Square kuadrat hitung dengan rumus:

( fo−fe)2
 =∑
fe

Keterangan:

 = nilai Chi Square kuadrat/nilai kemaknaan dari hubungan

kedua variabel.

c. Mencari nilai α dengan rumus:

Dk = (k – 1) (b – 1)

Keterangan:

k = banyaknya kolom

b = banyaknya baris

d. Membandingkan  hitung dengan α :

Jika  > α maka Ha ditolak artinya tidak signifikan. Jika

 < α maka Ha diterima artinya signifikan.

G. Penyajian Data

Data yang telah dianalisis kemudian disajikan dalam bentuk tabel

(tabel karakteristik umum responden, tabel analisis univariat dan tabel

analisis bivariat)

H. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu mendapat adanya

rekomendasi dari institusinya atas pihak lain dengan mengajukan


37

permohonan izin kepada institusi / lembaga tempat penelitian dan

dalam pelaksanaan penelitian tetap memperhatikan masalah etik

meliputi :

1. Lembar Persetujuan (Informed Consent)

Lembar persetujuan yang diberikan pada responden yang

akan diteliti yang memenuhi kriteria inklusi.

2. Tanpa Nama (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan

mencantumkan nama responden, tetapi lembar tersebut diberikan

kode.

3. Kerahasiaan (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi dari responden dijamin, peneliti hanya

melaporkan data tertentu sebagai hasil penelitian.

Anda mungkin juga menyukai