Anda di halaman 1dari 12

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Definisi Pembina

1. Pengertian Pembina

Pembina yaitu orang yang membina, pembina juga dapat diartikan

sebagai guru/pendidik. Pengertian dari pendidik itu sendiri adalah orang

yang memiliki ilmu lebih dari anak didiknya. Pendidik merupakan orang

kedua yang harus dihormati dan dimuliakan setelah orangtua. Mereka

menggantikan peran sebagai orangtua dalam mendidik anak-anak ketika

berada di lembaga pendidikan.1 Kemudian pendidik dalam Islam adalah

ustadz. Kata ustadz berasal dari Bahasa Arab yang berarti orang yang

mengajar.2

Di lingkungan Pondok Pesantren Pangeran Diponegoro para santri

memanggil ustadz atau ustadzahnya dengan sebutan pembina. Pembina

disini menjadi orangtua kedua bagi para santri ketika berada di pondok.

2. Tugas dan Tanggungjawab Pembina

Tugas utama seorang pendidik atau pembina adalah mendidik serta

mengajar. Sedangkan secara khusus, tugas pendidik adalah sebagai

berikut:

1
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2008), hlm.
150.
2
Abuddin Nata, Prespektif Islam Tentang Hubungan Guru-Murid (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2001), hlm.41.

16
17

a. Perencana yaitu, mempersiapkan bahan, metode dan fasilitas

pengajaran serta mental guna untuk mengajar.

b. Pelaksana yaitu, pemimpin dalam proses berjalannya pembelajaran.

c. Penilai yaitu, mengmpulkan data, mengklasifikasi, menganalisa dan

menilai keberhasilan proses belajar mengajar.

d. Pembimbing yaitu, membimbing, menggali serta mengembangkan

potensi murid/peserta didik ke arah lebih baik.3

Berikut ini adalah tugas dan fungsi ustadz yang dikelompokkan

dalam tiga bagian, diantaranya:

a. Sebagai pengajar (instruksional) yang bertugas merencanakan dan

melaksanakan program yang telah disusun.

b. Sebagai pendidik (edukator) yaitu yang mengarahkan anak didik pada

tingkat kedewasaan yang berkepribadian insan kamil seiring dengan

tujuan Allah SWT menciptakannya.

c. Sebagai pemimpin (managerial) yaitu memimpin, mengendalikan diri

sendiri, anak didik dan masyarakat yang terkait yang menyangkut

upaya pengawasan, pengarahan, pengorganisasian, pengontrol dan

partisipasi atas program yang dilakukan.4

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang ustadz

harus bisa menjadi pengajar, pendidik sekaligus pemimpin.

Pembina merupakan orangtua kedua bagi para santri disaat mereka

berada di pondok. Mereka mempunyai tanggungjawab mendidik dan

3
Heri Jauhari Muchtar, Fikih Pendidikan…, hlm. 156.
4
Munardji, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Ilmu, 2004), hlm.63-64.
18

mengajar para santri seperti halnya tanggungjawab ustadz. Selain itu,

pembina juga memiliki tanggungjawab membimbing, mendampingi

disetiap kegiatan pondok, mengarahkan kearah baik, yang memberi contoh

atau teladan yang baik serta menjadi teman untuk para santri.5

B. Kemandirian

1. Pengertian Kemandirian

Kemandirian berasal dari kata dasar “diri” yang terdapat awalan

“ke” dan akhiran “an”. Sehingga membentuk satu kata keadaan.

Pembahasan kemandirian ini tidak dapat terlepas dari pembahasan tentang

diri itu sendiri, yang dalam konsep Carl Rogers itu disebut dengan istilah

self, karena diri itu merupakan inti dari kemandirian.6

Kemandirian merupakan sebuah kata yang berasal dari kata “ke”

dan “mandiri”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kemandirian

diartikan sebagai keadaan dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada

orang lain, dan kata kemandirian sebagai kata benda dari mandiri diartikan

sebagai hal atau keadaan dapat berdiri sendiri tanpa bergantung pada orang

lain.7 Selain itu, kemandirian juga dapat diartikan sebagai sikap dan

perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam

menyelesaikan tugas-tugas.

5
Wawancara dengan Mbak Roudhotul Jannah, Pembina Putri Pondok Pesantren Pangeran
Diponegoro Sembego Maguwoharjo Depok Sleman tanggal 7 Juli 2019 pukul 12.30-14.15 WIB.
6
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016)
hlm. 185.
7
Uci Sanusi, Jiwa Kemandirian Santri Indonesia (Yogyakarta: Deepublish (CV BUDI
UTAMA, 2013), hlm. 29.
19

2. Ciri-ciri Kemandirian

Definisi kemandirian menurut para ahli mengisyaratkan bahwa

kemandirian mempunyai ciri-ciri yang beragam. Gillmore dalam Chabib

Thaha dalam buku Uci Sanusi merumuskan beberapa indikator

kemandirian, yaitu sebagai berikut:

a. Memiliki tanggungjawab.

b. Memiliki pertimbangan dalam menilai masalah yang dihadapi.

c. Memiliki perasaan aman bila memiliki pendapat yang berbeda dengan

orang lain.

d. Kreatifitas, sehingga menghasilkan ide yang bermanfaat bagi semua.8

Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Lindzey dan Ritter

dalam Hasan Basri, bahwa kemandirian memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Menunjukkan inisiatif dan berusaha mengejar prestasi.

b. Relatif jarang meminta bantuan pada orang lain.

c. Menunjukkan rasa percaya diri.

d. Mempunyai rasa ingin menonjol dan berbeda dengan orang lain.9

3. Bentuk-bentuk Kemandirian

Robert Havighurst (1972) dalam buku Desmita, membedakan

kemandirian dalam tiga bentuk, yaitu:

a. Kemandirian emosi, yaitu kemampuan mengontrol emosi diri sendiri

dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi pada diri sendiri.

8
Uci Sanusi, Jiwa Kemandirian Santri…, hlm. 50.
9
Uci Sanusi, Jiwa Kemandirian Santri…, hlm. 51.
20

b. Kemandirian ekonomi, yaitu kemampuan mengatur ekonomi sendri

dan tidak tergantung kebutuhan ekonomi pada orang lain.

c. Kemandirian intelektual, yaitu kemampuan untuk mengatasi berbagai

masalah yang dihadapi.

d. Kemandirian sosial, yaitu kemampuan untuk mengadakan interaksi

dengan orang lain dan tidak tergantung pada aksi orang lain.10

Sedangkan Steiberg (1993) dalam buku Desmita, membedakan

karakteristik kemandirian dalam tiga bentuk, diantaranya:

a. Kemandirian emosional, yaitu aspek kemandirian yang menyatakan

perubahan kedekatan hubungan emosional antar individu.

b. Kemandirian tingkah laku, yaitu suatu kemampuan untuk membuat

keputusan tanpa bergantung pada orang lain dan melaksanakannya

dengan tanggungjawab.

c. Kemandirian nilai, yaitu kemampuan memaknai seperangkat prinsip

tentang benar dan salah, tentang yang penting dan tidak penting.11

4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemandirian

Hasan Basri berpendapat mengenai faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pembentukan kemandirian adalah sebagai berikut:

a. Faktor Internal.

Faktor internal yaitu semua pengaruh yang berasal dari

dalam dirinya sendiri, seperti keadaan keturunan dan konstitusi

tubuhnya sejak dilahirkan dengan segala perlengkapan yang

10
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta…, hlm. 186.
11
Desmita, Psikologi Perkembangan Peserta…, hlm. 187.
21

melekat padanya. Segala sesuatu yang dibawa seorang anak sejak

lahir merupakan bekal dasar bagi petumbuhan dan perkembangan

selanjutnya. Bermacam-macam sifat dasar dari ayah atau ibu dapat

ditemukan dalam diri seorang anak seperti bakat, potensi

intelektual, serta potensi pertumbuhan tubuhnya. 12

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal yaitu semua keadaan atau pengaruh yang

berasal dari luar dirinya, faktor ini sering disebut dengan faktor

lingkungan. Faktor eksternal tersebut diantaranya:

1) Faktor Pola Asuh

Pola asuh orangtua sangat berpengaruh dalam

pertumbuhan serta perkembangan kepribadian dan kemandirian

seorang anak.

Sikap orangtua yang tidak memanjakan anak itu akan

menyebabkan anak berkembang secara baik dan

menggembirakan. Akan tetapi sebaliknya, anak-anak yang

dimanjakan oleh orangtuanya akan mengalami kesukaran dalam

hal kemandiriannya. Lingkungan keluarga yang baik dalam

bidang nilai dan kebiasaan-kebiasaan hidup, akan membentuk

kepribadiannya, termasuk pula dalah hal kemandiriannya. 13

12
Hasan Basri, Remaja Berkualitas Problematika Remaja dan Solusinya (Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1996, hlm. 53.
13
Hasan Basri, Remaja Berkualitas Problematika…, hlm. 54.
22

2) Faktor Lingkungan Sosial Ekonomi

Kondisi keadaan sosial ekonomi yang belum

menguntungkan bahkan pas-pasan apabila ditunjang dengan

penanaman taraf kesadaran yang baik terhadap anak terutama

dalam hal mencari nafkah dan nilai-nilai luhur dalam

kehidupan, akan membuat mereka mempunyai nilai

kemandirian yang baik. Akan tetapi sebaliknya, jika keadaan

sosial ekonomi masih kurang, sedangkan kedua orangtua tidak

menghiraukan pendidikan yang baik bagi anak-anaknya , maka

bukan tidak mungkin mereka akan berkembang salah dan

sangat merugikan masa depannya, apabila tidak tertolong

dengan pendidikan selanjutnya. 14

C. Santri

1. Pengertian Santri

Terdapat dua pendapat mengenai asal usul santri. Pendapat pertama

mengatakan bahwa “santri” berasal dari perkataan “sastri”, sebuah kata

yang berasal dari bahasa sansekerta yang memiliki arti “melek huruf”.

Sedangkan pendapat yang kedua mengatakan bahwa kata santri berasal

dari bahasa Jawa yaitu kata “cantrik”, yang meiliki arti seseorang yang

selalu mengikuti kemana gurunya pergi menetap. Sebenarnya kebiasaan

cantrik ini masih dapat kita lihat sampai sekarang, akan tetapi sudah

14
Hasan Basri, Remaja Berkualitas Problematika…, hlm. 55.
23

jarang dan sudah tidak sekental dulu seperti yang kita dengar. Contohnya,

seseorang yang ingin memperoleh kepandaian dalam pewayangan,

menjadi dalang, dia akan mengikuti orang lain yang sudah ahli, dalam hal

ini biasanya dia disebut dengan “dalang cantrik”, walaupun terkadang ia

juga dipanggil “dalang magang. Sebab dulu dan mungkin bisa sampai

sekarang tidak terdapat cara yang sungguh-sungguh dan professional

dalam mengajarkan kepandaian tersebut.15

Dalam buku Clifford Geertz, dijelaskan mengenai santri versus

abangan. Perbedaannya adalah seorang abangan harus mengetahui kapan

harus menyelenggarakan slametan dan apa yang menjadi hidangan pokok,

sedangkan santri, peribadatan pokok itu penting juga khususnya

sembahyang, yang pelaksanaannya secara sadar dan dianggap baik oleh

kalangansantri maupun non santri sebagai tanda seorang yang benar-benar

santri. yang menjadi perhatian kalangan santri adalah doktrin Islam,

terutama sekali penafsiran moral dan sosialnya. 16 Dari definisi diatas dapat

disimpulkan bahwa pengertian santri adalah mereka yang berasal dari

pondok pesantren atau mereka yang taat menjalankan ajaran agama Islam.

2. Macam-macam Santri

Seorang alim dapat disebut dengan kyai apabila memiliki pesantren

dan juga santri yang tinggal di dalam pesantren untuk mempelajari kitab-

kitab Islam Klasik. Jadi, santri merupakan salah satu elemen pondok

15
Nurchalish Madjid, Bilik-bilik Pesantren, Sebuah Potret Perjalanan, (Jakarta:
Paramadina, 1997), Cet Ke-1, hlm.19-20.
16
Chifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi Dalam Masyarakat JAwa, (Jakarta: Dunia
Pustaka Jaya, 1983) Cet ke-2, hlm.268.
24

pesantren yang juga merupakan unsur pokok yang tidak kalah pentingnya

dengan elemen-elemen lainnya yang ada di pondok pesantren. Secara

tradisi, santri itu terdiri dari dua kelompok, diantaranya:

a. Santri mukim, yaitu murid-murid yang berasal dari daerah jauh dan

menetap di pesantren. Santri mukim yang paling lama tinggal di

pesantren biasanya merupakan satu kelompok tersendiri yang memang

bertanggung jawab mengurusi kepentingan pesantren, selain itu mereka

juga mempunyai tanggungjawab mengajar santri-santri muda.

b. Santri kalong, yaitu murid-murid yang berasal dari desa-desa di sekitar

pesantren, dan biasanya tidak menetap dalam pesantren. Untuk

mengikuti pelajaran di pesantren, mereka bolak-balik (nglaju) dari

rumahnya sendiri.17

D. Pondok Pesantren

1. Definisi Pondok Pesantren

Pondok pesanten berasal dari dua kata, yaitu pondok dam

pesantren. Pondok berasal dari bahasa Arab “Funduq” yang berarti

tempat menginap atau asrama. Sedangkan pesantren berasal dari bahasa

Tamil, dari kata santri, diimbuhi awalan “pe” dan akhiran “-an” yang

berarti para penuntut ilmu.18

17
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan Hidup Kyai dan Visinya
Mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2015). hlm.89.
18
Mohammad Daud Ali dan Habibah Daud, Lembaga-lembaga Islam di Indonesia
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 145.
25

Secara istilah pengertian pondok pesantren dikemukakan dari

beberapa pendapat para ahli, diantaranya:

a. Zamakhsyari Dhofier memberikan pengertian pesantren sebagai berikut

pesantren pada dasarnya adalah sebuah asrama Pendidikan Islam

tradisoinal, di mana santrinya tinggal bersama dan belajar di bawah

bimbingan guru yang lebih dikenal sebagai “kyai”. 19

b. Abdurrahman Wahid mendefinisikan pesantren secara teknis adalah

tempat di mana santri tinggal.20

c. Mahmud Yunus mendefinisikan pesantren sebagai tempat santri

belajar agama Islam.21

Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa

pengertian pondok pesantren adalah suatu lembaga pendidikan dan

keagamaan yang berusaha melestarikan, mengajarkan dan menyebarkan

ajaran Islam serta melatih para santri untuk siap dan mampu mandiri.

2. Elemen-Elemen Pondok Pesantren

Pondok pesantren mempunyai elemen-elemen, diantaranya adalah

sebagai berikut:

a. Pondok

Dalam dunia pesantren pondok yaitu sebuah asrama

pendidikan Islam dimana para siswa tinggal bersama dan belajar di

bawah bimbingan seorang atau lebih gurunya yang dikenal dengan

19
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren…, hlm.18.
20
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi Esai-esai Pesantren (Yogyakarta: LKIS,
2001) hlm. 17.
21
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Hidakarya, 1990),
hlm. 231.
26

sebutan “kyai”. Asrama para santri berada di dalam lingkungan

komplek pesantren, di mana seorang kyai bertempat tinggal yang juga

menyediakan sebuah masjid untuk keperluan beribadah, ruangan

untuk belajar dan kegiatan keagamaan yang lain. 22

b. Masjid

Masjid merupakan elemen paling penting yang tidak dapat

dipisahkan dari pesantren, karena sebagai tempat mendidik santri

dalam praktik salat lima waktu, khutbah, salat Jum’at dan pengajaran

kitab Islam klasik. Lembaga-lembaga pesantren terus memelihara

tradisi tersebut. Para kyai selalu mengajar santrinya di masjid dan

menganggap masjid sebagai tempat yang paling tepat dalam

menanamkan disiplin para santri ketika mengerjakan kewajiban salat

lima waktu, memperoleh pengetahuan agama dan kewajiban agama

yang lainnya.23

c. Pengajaran Kitab Klasik

Sejak tumbuhnya pesantren, pengajaran kitab-kitab klasik

diberikan sebagai upaya untuk meneruskan tujuan utama pesantren

yaitu mendidik calon-calon ulama. Pada masa lampau, pengajaran

kitab-kitab klasik, terutama karangan-karangan ulama yang menganut

faham Syafi’I, merupakan satu-satunya pengajaran formal yang

diberikan dalam lingkungan pesantren.24

22
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi…, hlm. 80.
23
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi…, hlm. 85.
24
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi…, hlm. 86
27

d. Santri

Menurut pengertian orang-orang pesantren, orang alim bisa

disebut kyai bilamana mempunyai pondok dan juga santri yang

tinggal di pondok pesantren untuk mempelajari kitab-kitab klasik.

Maka dari itu, santri merupakan elemen penting dalam sebuah

pesantren.25

e. Kyai

Kyai merupakan elemen paling penting diantara yang lain

dalam sebuah pesantren. Ia sering kali juga merupakan pendirinya.

Sudah sewajarnya jika pertumbuhan sebuah pesantren bergantung

kemampuan pribadi kyainya.26

25
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi…, hlm. 88.
26
Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi…, hlm. 93.

Anda mungkin juga menyukai