Penelitian Rds
Penelitian Rds
HASIL PENELITIAN
Oleh :
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KABUPATEN DAIRI
2019
Judul Penelitian : Faktor Risiko Respiratory Distress
Syndrom (RDS) Pada Bayi Baru Lahir Di
Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang
Kabupaten dairi Tahun 2019
Menyetujui
1. Karya tulis ini adalah asli dan belum pernah diajukan untuk keperluan apa pun
2. Karya tulis ini adalah murni gagasan, rumusan dan penelitian kami, tanpa
bantuan pihak lain, kecuali arahan dari Lembaga Peneltian dan Pengabdian
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang telah ditulis atau
4. Pernyataan ini kami buat dengan sesungguhnya dan apabila di kemudian hari
berlaku.
Peneliti
i
ABSTRAK
ii
ABSTRACT
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kasih, atas
anugrahNYA yang sangat besar, selama proses penulisan karya tulis ini, penulis
diselesaikan. Karya tulis ini berjudul Faktor Risiko Kejadian Respiratory Distress
Syndrome pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang
Kabupaten Dairi tahun 2019, dibuat untuk memenuhi persyaratan tugas pokok
menyadari sepenuhnya, karya tulis ini tidak akan dapat diselesaikan tanpa bantuan
berbagai pihak, baik dukungan moril, dana dan sumbangan pemikiran, untuk itu
1. Bapak Roberth Harnat Silalahi, SKM, M.K.M selaku direktur Akper Pem.
Kab Dairi.
5. Seluruh dosen dan tenaga kependidikan Akper Pem. Kab Dairi yang telah
Akhir kata Kami berharap Tuhan akan membalaskan segala kebaikan dan
bantuan yang telah diberikan oleh siapapun kepada Kami selama penulisan karya
tulis ini, semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu
Jiwa.
Penulis
v
DAFTAR ISI
Halaman
LAMPIRAN .................................................................................................... 82
vii
DAFTAR TABEL
viii
4.10 Hubungan Jenis Persalinan dengan Kejadian Respiratory 54
Distress Syndrome pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit
Umum Daerah Sidikalang tahun 2016…………………………
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1 Kuisioner Penelitian................................................................... 82
6 Dokumentasi Penelitian……………………………………… 95
x
1
BAB 1
PENDAHULUAN
Disease (HMD) atau disebut juga dengan Penyakit Membran Hialin (PMH)
adalah gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan
tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray thorak yang
spesifik. Sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29 minggu mengalami RDS.
RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi prematur,
diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari penanganan (Betz, Lyn, dan Linda,
2009)
angka kematian balita (AKB). Setiap tahun sekitar 20 bayi per 1.000 kelahiran
hidup terenggut nyawanya dalam rentang waktu 0-12 hari pasca kelahirannya.
Parahnya, dalam rentang 2002-2007 (data terakhir), angka neonatus tidak pernah
Depkes, disebabkan oleh sepsis (infeksi sistemik), kelainan bawaan, dan infeksi
1
2
dan postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup
pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian
RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1986-1987.
Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%
di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan
kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5 -10% didapatkan pada bayi
kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka kejadian
berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan
surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh
Lemons et all, 2001 menyebutkan kejadian asfiksia RDS terjadi pada 5-10
% bayi kurang bulan (premature) dan 50 % pada bayi dengan berat badan 501-
1500 gr. Kejadian RDS juga berhubungan dengan gestasi (kehamilan), makin
besar dalam kematian bayi di Indonesia. Menurut SDKI angka kematian neonatal
3
di Indonesia adalah 19 per 1000 kelahiran hidup. Penyebab kematian bayi baru
2007).
gangguan pernafasan yang sering terjadi pada bayi prematur. Sekitar 1 dari
kelahiran bayi dengan infeksi, sindroma aspirasi mekonium, dan asfiksia. Hampir
50% bayi yang lahir dengan berat 500-1500 gram (<34minggu umur
masa gestasi dimana semakin prematur bayi baru lahir semakin meningkat
gawat napas yang memburuk dalam waktu 48-96 jam7 dan merupakan
berhubungan dengan berat badan lahir. Lima puluh sampai enam puluh persen bayi
yang lahir kurang dari usia kehamilan 29 minggu menderita PMH, dan 44% kasus
didapatkan pada bayi dengan berat lahir antara 501–1500 gram. Penelitian yang
bayi dengan berat lahir 1000-<2500 gram yang dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito
Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, angka kematian
hialin di RSUP dr.Sardjito selama tahun 2007- Oktober 2011 adalah 52%,
bayi prematur laki-laki atau bayi kulit putih. Pada laki-laki, androgen menunda
Ada empat faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
Penggunaan surfaktan sebagai preventif atau intervensi pada bayi baru lahir yang
Sidikalang Kabupaten Dairi pada tahun 2019 sampai periode Juni jumlah pasien
5
bayi baru lahir yang dirawat di ruang perinatologi sebanyak 366 (tiga ratus enam
puluh enam) bayi, dan sekitar 60 % mengalami gangguan pernafasan berupa RDS.
Berdasarkan data diatas maka Penulis tertarik untuk meneliti tentang Faktor
Risiko Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada Bayi Baru Lahir di Rumah
“Apakah Faktor Risiko Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada Bayi Baru
Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang Kabupaten Dairi Tahun 2019”.
Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada Bayi Baru Lahir di Rumah Sakit
1. Pendidikan Keperawatan
2. Pelayanan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan informasi dan sebagai masukan untuk
tentang factor risiko Respiratory Distress Syndrome (RDS) pada Bayi Baru
Lahir dengan harapan dapat mengurangi angka kematian bayi baru lahir.
3. Bagi Peneliti
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
pada pernafasan yang terdiri dari gejala dispneu, pernafasan cepat lebih dari 60
kali per menit, sianosis, merintih pada saat eksprirasi, terdapat retraksi dada pada
perkembangan maturitas paru atau tidak adekuatnya jumlah sulfaktan dalam paru.
Gangguan ini biasanya dikenal dengan nama hyaline membrane desease (HMD)
atau penyakit membran hialin karena pada penyakit ini selalu ditemukan
yang terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang
kecil dan sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas.
membrane disease merupakan hasil dari ketidak maturan dari paru-paru dimana
7
8
2007).
Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan
menurun sejak digunakan surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari
Avery dan Mead pada 1959 sebagai faktor penyebab terjadinya RDS.
RDS sering terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena
minggu ke-22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan
terjadi RDS. Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu
biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar
kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur
kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul
segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat (Wahyuningsih, 2009).
yang terdiri dari fosfolipid seperti lesitin, fosfatidil gliserol, kolesterol, dan
alveolar tipe II dan sel Clara yang semakin banyak jumlahnya seiring dengan
9
di dalam sel alveolar tipe II yang akan dilepaskan ke dalam alveoli untuk
kehamilan 35 minggu. Namun, jika bayi terlahir dalam keadaan prematur, maka
fungsi ini tidak dapat berjalan dengan baik. Adanya imaturitas pada bayi
kebutuhan saat lahir. Surfaktan yang jumlahnya tidak mencukupi atau tidak ada
ini, menyebabkan tegangan permukaan yang tinggi antara perbatasan gas alveolus
dengan dinding alveolus sehingga paru sulit untuk mengembang dan bayi
berupaya melakukan usaha ventilasi imatur dengan tetap tidak terisi gas di antara
upaya pernapasan. Bayi menjadi semakin berat untuk bernapas dan hipoventilasi.
mempunyai unit saluran pernapasan yang masih kecil dan dinding dada lemah
disebabkan oleh adanya atelektasis dari tiga faktor yang saling berhubungan : a)
tegangan permukaan yang tinggi akibat fungsi surfaktan yang tidak optimal dan
defisiensi jumlah sintesis atau pelepasan surfaktan b) fungsi unit pernapasan yang
bayi prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar
10
terdiri faktor ibu, faktor plasenta, faktor janin dan faktor persalinan:
1. Faktor Ibu
Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih
dari 35 tahun, gravida empat atau lebih, sosial ekonomi rendah, maupun penyakit
pembuluh darah ibu yang menggangu pertukaran gas janin seperti hipertensi,
2. Faktor Plasenta
3. Faktor Janin
Faktor janin atau neonates meliputi tali pusat menumbung,tali pusat melilit
4. Faktor Persalinan
adalah bayi premature (Anik ,2009). Terdapat faktor-faktor lain yang bisa
4. Asfiksia perinatal
11
5. Stress dingin/ cold stress (suatu kondisi yang menekan produksi surfaktaan)
6. Infeksi perinatal
8. Bayi dari ibu yang menderita Diabetes Melitus (terlalu banyak insulin dalam
sistem tubuh bayi yang disebabkan karena diabetes pada ibu dapat
2) Surfaktan diproduksi oleh sel ponemosit tipe II yang dimulai tumbuh pada
penyebab RDS berhubungan erat dengan berat badan lahir. Berat Lahir 501-750
terhadap RDS sebesar 79%, Berat Lahir 1,001-1,250 gr berisiko terhadap RDS
sebesar 48%, Berat Lahir 1,251-1,500 gr berisiko terhadap RDS sebesar 27%.
Faktor risiko lain untuk RDS adalah prematuritas, jenis kelamin laki-laki, riwayat
keluarga, persalinan section caesarea, asfiksia perinatal, bayi dari ibu penderita diabetes,
jaringan hialin pada membrane paru yang rusak. Kerusakan timbul akibat
kekurangan komponen surfaktan pulmonal. Surfaktan adalah suatu zat aktif yang
pernafasan yang dapat menimbulkan dampak yang cukup berat bagi bayi berupa
kerusakaa otak atau bahkan kematian. Akibat dari gangguan pada sistem
maka akan terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia.
Pada stadium awal terjadi hiperventilasi diikuti stadium apneu primer. Pada
keadaan ini bayi tampak sianosis,tetapi sirkulasi darah relative masih baik. Curah
peninggkatan tekanan darah dan reflek bradikardi ringan. Depresi pernafasan pada
saat ini dapat diatasi dengaan meningkatkan implus aferen seperti perangsangan
pada kulit. Apneu normal berlangsung sekitar 1-2 menit. Apnea primer dapat
hipotensi. Keadaan ini dapat terjadi sampai 5menit dan kemudian terjadi apneu
oksigen dalam darah terus menurun.bayi tidan bereaksi terhadap rangsangan dan
kecuali pernafasan buatan dan pemberian oksigen segera dimulai .(Marmi dan
Rahardjo, 2012).
RDS pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan
paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi berat, shunting
berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi surfaktan ini (Sudarti dan
Khoirunnisa, 2010)
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan
bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Berat dan ringannya gejala klinis pada penyakit RDS ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Semakin rendah berat badan dan usia
radiologi (rontgen dada), nilai gas darah, serta status asam basa. Tanda klinis
berupa kegagalan bayi dalam bernapas yang semakin berat pada beberapa jam
Gambaran radiologi paru pada bayi baru lahir dengan penyakit membran
hialin adalah gambaran serbuk kaca (ground glass) atau retikulogranuler yang
difus dan halus, volume paru kecil, serta bronkogram udara yang sering lebih jelas
pada lobus bagian bawah dan pada jam pertama kelahiran, mungkin didapatkan
gambaran yang normal. Tanda khas tersebut biasanya ada pada 6-12 jam
paru. Neontaus yang diberikan CPAP dapat mempunyai gambaran yang lebih
baik, paru terisi udara dengan tanpa bronkogram udara. Bayi baru lahir yang
parunya yang terlihat lebih opak. Ukuran jantung pada umumnya normal, tetapi
bisa tampak membesar karena berkurangnya volume paru dan bayangan timus
menetap dalam 48-96 jam pertama setelah lahir yaitu (Wong, 2004) :
5. Sianosis
6. Berdasarkan foto thorak, menurut kriteria Bomsel ada 4 stadium RDS yaitu :
16
udara
4) Keempat, seluruh thorax sangat opaque ( white lung ) sehingga jantung tak
dapat dilihat
1 2 3
Frekuensi Nafas < 60x/menit 60-80 x/menit >80x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walaupun diberi O2
Air Entry Udara masuk Penurunan ringan Penurunan berat
udara masuk udara masuk
Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu
Dikutip dari : Wong
pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah
tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
2. Mencegah tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis.
4. Pengendalian kadar gula darah ibu hamil yang memiliki riwayat DM.
monitoring cardial effect. Jika detak jantung ibu > 140/menit kecepatan
dalam keberhasilan penurunan kematian bayi. Salah satu target dari Millenium
dan tata laksana yang sesuai. Penyakit membran hialin (PMH) merupakan target
Sebelum tahun 1950 belum ada intervensi spesifik untuk PMH. Oksigen mulai
digunakan dalam intervensi PMH pada tahun 1950-1960, dan setelah tahun 1990
Data mengenai penyebab angka kematian bayi yang tinggi dengan PMH
mendapatkan bahwa faktor risiko kematian bayi dengan PMH yang menggunakan
ventilasi mekanik adalah air-leak syndrome, berat badan lahir ≤1,5 kg, dan
bahwa usia kehamilan <30 minggu, presentasi bokong dan skor APGAR 5 menit
≤7 merupakan faktor risiko kematian bayi PMH. Bhutta dan Yusuf mendapatkan
hasil yang serupa bahwa skor APGAR menit pertama yang rendah merupakan
salah satu faktor risiko kematian bayi dengan PMH. (Depkes R.I, 2005)
19
1) Nasal kanul atau head box dengan kelembaban dan konsentrasi yang
(3) pO2 darah arteri 50 mmHg atau kurang pada konsentrasi oksigen 70-
3. Jaga kehangatan
dengan ampisilin 50mg/kg intravena tiap 12 jam dan gentamisin, untuk berat
lahir <2 kg dosis 3 mg/kgBB per hari. Jika tak terbukti ada infeksi, pemberian
antibiotik dihentikan.
lebih disukai bila tersedia fasilitas NICU. Syarat pemberian surfaktan adalah :
harus tersedia.
bersangkutan.
21
penyakit membran hialin, diberikan dalam bentuk dosis berulang melalui pipa
endotrakea setiap 6-12 jam untuk total 2-4 dosis, tergantung jenis preparat yang
depan kiri dan kanan serta paru belakang kiri dan kanan), terbagi dalam beberapa
kali pemberian, biasanya 4 kali (masing-masing ¼ dosis total atau 1 ml/kg). Dosis
total 4 ml/kgBB dapat diberikan dalam jangka waktu 48 jam pertama kehidupan
dengan interval minimal 6 jam antar pemberian. Bayi tidak perlu dimiringkan ke
kanan atau ke kiri setelah pemberian surfaktan, karena surfaktan akan menyebar
obstruksi jalan napas yang disebabkan oleh viskositas obat. Efek samping dapat
2. Bedah
Tindakan bedah dilakukan jika timbul komplikasi yang bersifat fatal seperti
3. Suportif
Bila terjadi apneu berulang atau perlu bantuan ventilator maka harus dirujuk
ke Rumah Sakit dengan fasilitas Pelayanan Neonatal Level III yang tersedia
fasilitas NICU.
22
4. Pemantauan Terapi
yang terjadi.
diluar inkubator, bayi dapat minum sendiri /menetek, ibu dapat merawat
dan mengenali tanda-tanda sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi atau
(PMK).
1) Bayi dengan berat lahir ≤1500 g atau usia gestasi ≤34 minngu
2) Pemeriksaan pada usia 4 minggu atau pada usia koreksi 32-33 minggu
5. Tumbuh kembang
mengalami gangguan.
anak tersebut akan mengalami gangguan dari yang ringan sampai yang
dengan Penyakit Membran Hialin (HMD) adalah bocornya udara pada jaringan
rongga thorak dibelakang sternum dan antara dua kantung pleura yang melapisi
paru-paru).
dysplasia”.
dua jenis yaitu berupa komplikasi jangka pendek dan komplikasi jangka panjang.
intersisiel ), pada bayi dengan RDS yang tiba-tiba memburuk dengan gejala
klinikal hipotensi, apnea, atau bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
respirasi.
25
tekanan yang tinggi dalam paru, memberatkan penyakit dan kekurangan oksigen
yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi jangka panjang yang sering
terjadi :
gestasi.
Masa gestasi, asfiksia, gawat janin, diabetes saat hamil, placenta previa,
Berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan neonatus yang lahir dengan
memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau sampai dengan 2499 gram
(Hidayat, 2009). Penyakit yang sering menyertai bayi baru lahir dengan berat
badan lahir rendah antara lain sindrom gangguan pernafasan idiopatik yang
disebut juga dengan penyakit membrane hialin yang melapisi alveolus paru
(Mitayani, 2011). Bayi berat lahir rendah merupakan bayi lahir dengan berat
kurang dari 2.500 gram tanpa harus memandang masa gestasi. Prevalensi BBLR
diperkirakan 15% dari seluruh kelahiran dunia dengan batasan 3,3%-38%, namun
dan mortalitas tinggi adalah masalah respirasi antara lain PMH. Bayi berat lahir
rendah dapat mempengaruhi kejadian PMH karena BBLR terjadi imaturitas sistem
takipnoe lebih dari 60 kali per menit, adanya riwayat asfiksia, terjadi pada bayi
premature dan dengan berat badan 1000-2000 gram. Bayi yang lahir dengan berat
badan 2000-2500 gram masih sangat mungkin untuk hidup tanpa dampak sisa
yang berat, dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan 1000-1500
gram dan 1500-2000 gram sangat sulit untuk hidup dan memerlukan perawatan
yang intesif. Bayi ini sering mengalami komplikasi hiportermi, ikterik, anemia,
infeksi, hipoglikemia, Respiratory Distress Syndrome (RDS), dan daya hisap yang
27
lemah. Hal ini disebabkan karena fisik bayi yang kurang sempurna (Hidayat,
2009).
berhubungan dengan berat badan lahir. Lima puluh sampai enam puluh persen bayi
yang lahir kurang dari usia kehamilan 29 minggu menderita PMH, dan 44% kasus
didapatkan pada bayi dengan berat lahir antara 501–1500 gram (Gomella, 2001).
meningkatkan risiko kematian bayi dengan berat lahir 1000-<2500 gram yang
dirujuk ke RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta (OR: 3,98, IK 95% 1,439 – 10,613).
2.2.2 Prematuritas
produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22,
makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4
faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia
paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap
berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan
masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi
lahir dan akan bertambah berat. RDS merupakan penyebab utama kematian bayi
prematur. Sindrom ini dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru,
sehingga tindakan disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru
suatu zat aktif pada alveoli yang dapat mencegah kolaps paru. Fungsi surfaktan itu
sendiri adalah untuk menurunkan tegangan ekspirasi. Penyakit ini terjadi pada
bayi prematur, mengingat produksi surfaktan yang kurang. Pada penyakit ini
alveolus akan kembali kolaps. Pada setiap akhir ekspirasi pernapasan berikutnya
dibutuhkan tekanan negatif intratoraks yang lebih besar dengan cara inspirasi
yang lebih kuat. Keadaan kolaps paru dapat menyebabkan gangguan ventilasi
dengan RDS. Resiko meningkat sebanding dengan penurunan berat lahir. Bayi
yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir rendah, namun bayi yang
mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu mengalami kelahiran prematur.
29
Bayi prematur rentan mengalami RDS, karena pada usia <37 minggu terjadi
I n s i d e n s i n y a s e b e s a r 6 0 - 8 0 % p a d a b a y i k u r a n g d a r i 2 8 minggu,
15-30% pada bayi 32-36 minggu, 5% pada bayi kurang dari 37 minggu, dan
keselamatan bayi waktu lahir. Yang paling penting untuk paru-0paru adalah
surfaktan yaitu suatu campuran lipoprotein aktif dengan dengan permukaan yang
melapisi alveoli dan mencegah alveoli kolap[s pada akhir ekspirasi. Jika alveoli
kolaps pada saat ekspirasi akan diperlukan banyak tekanan yang lebih tinggi
untuk membukanya saat inspirasi. Pada usia gestasi sekitar 16-20 minggu,
beberapa sel epitel yang melapisi jalan nafas mulai berdiferensiasi menjadi sel-sel
tipe II. Sel-sel tersebut bertanggung jawab terhadap produksi dan sintesis
surfaktan, pada awal kehamilan sel-sel itu tidak mengeluarkan surfaktan ke dalam
lapisan alveolar sampai 10 minggu kemudian. Dengan demikian bayi sehat yang
lebih rendah untuk terkena RDS dibandingkan bayi yang dilahirkan pada
kehamilan dini.
30
produksi surfaktan dan terlihat paling sering setelah kelahiran prematur, namun
gangguan lain seperti diabetse maternal atau sindrom aspirasi mekonium dapat
pula menghambat produksi surfaktan. Sebagian besar bayi yang lahir sebelum
kehamilan pada bayi baru lahir dengan kejadian Respiratory Distress Syndrom
(RDS) di RSUD Bakti Asih Maluku tahun 2010. Penelitian ini menggunakan jenis
control atau kasus kontrol, subjek penelitian ini adalah bayi baru lahir yaitu
Pengolahan dan analisi data menggunakan uji chi square. Hasil penelitian
didapatkan p value 0,024 artinya ada pengaruh umur kehamilan pada saat bayi
Penelitian yang di lakukan oleh Irma Okmala (2011) dengan judul “Karakteristik
Bayi Baru Lahir dengan kejadian Respiratory Distress Syndrom (RDS) di RSUD
Syaiful Anwar Malang untuk mengetahui karakteristik Bayi Baru Lahir dengan
retrospektif dengan populasi penelitian seluruh bayi baru lahir di RSUD Syaiful
Anwar Malang tahun 2011 berjumlah 42 orang. Hasil penelitian ini yang
dilakukan dapat dilihat hasil uji statistik diperoleh nilai P value <0,05, sehingga
31
Distress Syndrom pada laki-laki yang empat kali lipat lebih besar dibandingkan
(Klaus, 2004). Insiden tertinggi didapatkan pada bayi prematur laki-laki atau bayi
kulit putih. Pada laki-laki, androgen menunda terjadinya maturasi paru dengan
menurunkan produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. (Williams, 2012)
bayi laki-laki memerlukan oksigen yang lebih banyak, karena jika oksigen kurang
laki-laki yang empat kali lipat lebih besar dibandingkan bayi perempuan, ini
Insidens RDS pada bayi prematur kulit putih lebih tinggi dari pada bayi kulit
hitam dan sering lebih terjadi pada bayi laki-laki daripada bayi perempuan
(Nelson, 1999). Selain itu, kenaikan frekuensi juga ditemukan pada bayi yang
lahir dari ibu yang menderita gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan,
32
antepartum.
menurut faktor bayi, kejadian Respiratory Distress Syndrom banyak terjadi pada
bayi yang berjenis kelamin laki-laki diantaranya 56,75% yang hidup dan 43,25%
yang meninggal.
pada bayi resiko tinggi adalah mencegah terjadinya kelahiran prematur, mencegah
tindakan seksio sesarea yang tidak sesuai dengan indikasi medis, melaksanakan
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran bayi resiko tinggi.
usia kehamilan 37minggu, kehamilan dengan lebih dari 1 fetus, kelahiran dengan
33
Kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya adalah dari faktor persalinan dengan tindakan yaitu persalinan
dengan sectio caesarea. Namun komplikasi sewaktu - waktu dapat timbul akibat
proses persalinan ini. Anestesi pada sectio caesarea dapat mempengaruhi aliran
darah dengan mengubah tekanan perfusi atau resistensi vaskuler baik secara
langsung maupun tidak langsung yang dapat menimbulkan asfiksia. Selain itu
tidak adanya kompresi dada seperti pada kelahiran pervaginam bayi yang lahir
dengan sectio caesarea mengandung cairan lebih banyak dan udara lebih sedikit di
dalam parunya selama enam jam pertama setelah lahir. Kejadian asfiksia pada
bayi baru lahir dapat disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya adalah dari
[Majority. 2015;4(7):1-5]
Sitepu pada tahun 2011 meneliti tentang hubungan antara jenis persalinan
bahwa 63,57% dari kasus asfiksisa tahun 2010 bayi lahir dengan persalinan
tindakan. Prosedur pengumpulan data pada penelitian ini adalah pengambilan data
sekunder dengan melihat riwayat jenis persalinan dan factor - faktor risiko
Surabaya periode Januari – Juni tahun 2011. Hasil penelitian didapatkan sebanyak
sedangkan 66,9% dari jenis persalinan normal bayi tidak mengalami asfiksia
neonatorum.
yang berarti neonatus yang dilahirkan secara sectio caesarea akan lebih sering
vakum dan persalinan sungsang, 60,78% pada persalinan seksio sesar dan 56%
pada induksi persalinan. Sebanyak 36,77% dari responden memiliki faktor risiko
lilitan tali pusat, kehamilan dengan preeklampsia, kala II yang lama, kehamilan
bercampur mekoneum.
Asfiksia perinatal atau asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru
lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Banyak
faktor yang menyebabkan diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu ibu
hamil seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi kontraksi uterus. Dapat juga
karena faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin
itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat dengan menumbung atau melilit
pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir kemudian
faktor persalinan yaitu partus lama atau partus dengan tindakan tertentu.
(Maryanti, 2011 hal 176). RDS sering terjadi pada bayi dengan riwayat asfiksia
waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir kehamilan. Tanda gangguan
35
pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dengan gejala
yang karakteristik mulai terlihat pada 24 – 72 jam (FK UI, 1985). Asfiksia
merupakan keadaan janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen (hipoksia)
surfaktan paling rentan terhadap hipoksia dan / atau asidosis pada tahap
PaCO2, penurunan PaO2, dan derajat keasaman/pH. Hipoksia terjadi bila kadar
PaO2 sudah sangat rendah. Bayi dengan penyakit membran hialin bila disertai
asfiksia maka fungsi dari sistem pernapasannya akan menurun sehingga terjadi
disfungsi organ dan kematian sel. Asfiksia merupakan faktor risiko kematian
(1) Prolapsus
(3) Kompresi
2) Sebab-sebab fetal
(2) Prematuritas
4) Obstruksi saluran napas akibat aspirasi darah, lendir dan debris vaginal
5) Partus lama Kelahiran yang sukar (dengan atau tanpa forceps) sehingga
metabolik yang ditunjukkan dengan analisis gas darah, warna kulit dan
APGAR < 7 disebutkan sebagai factor risiko kematian bayi dengan penyakit
2007– Oktober 2011 adalah 52%. Faktor risiko kematian neonatus dengan
dengan OR 4,97 (IK 95% 2,39-10,28). Analisis dengan metode regresi logistik
Faktor Risiko :
1. Berat Badan Lahir
Respiratory
2. Usia Kehamilan
Distress
3. Jenis Kelamin
Sindrom
4. Jenis Persalinan
5. Asfiksia Neonatorum
Berdasarkan kerangka konsep di atas maka dapat kita lihat bahwa faktor
risiko Respiratory Distress Sindrom pada bayi baru lahir antara lain Berat Badan
2.4 Hipotesis
BAB III
METODE PENELITIAN
cross sectional. Dalam penelitian seksional silang, variable sebab atau risiko dan
akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur dan dikumpulkan
secara simultan sesaat atau satu kali saja dalam satu kali waktu (dalam waktu
Waktu penelitian akan dilakukan selama 3 (tiga) bulan yaitu mulai bulan
Populasi penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir yang dirawat di
ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang periode Januari s.d
36
40
Juni 2019. Jumlah populasi seluruhnya adalah 366 (tiga ratus enam puluh enam)
orang.
Sampling jenuh artinya teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan menjadi sampel (Setiadi 2007). Jumlah sampel dalam penelitian ini
Data dalam penelitian ini hanya satu jenis data yaitu data sekunder. Data
sekunder adalah data yang diperoleh melalui dokumentasi data dari data profil
Sakit Umum Daerah Sidikalang berupa rekam medik riwayat kesehatan bayi baru
dapat diamati (diukur) untuk diobservasi atau pengukuran secara cermat terhadap
situasi objek yang kemudian dapat diulangi lagi oleh orang lain (Budiarto, 2003)
1. Variabel Independen
1) Berat badan lahir adalah berat badan anak yang diukur segera setelah
3) Jenis Kelamin adalah perbedaan bentuk, sifat dan fungsi biologi laki-
(1) Laki-laki
(2) Perempuan.
(1) Normal
(2) Sectio
2. Variabel dependen
sebagai berikut :
komputer untuk melihat apakah berat badan lahir, usia kehamilan, jenis kelamin,
1. Analisis Univariat
distribusi frekuensi responden disajikan dalam bentuk tabel dan narasi. Analisis
(independen) yaitu berat badan lahir, usia kehamilan, jenis kelamin, jenis
distress sindrom.
2. Analisis Bivariat
dengan uji regresi linear untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas
(independen) faktor berat badan lahir, usia kehamilan, jenis kelamin, jenis
respiratory distress sindrom pada bayi baru lahir dengan menggunakan uji chi-
square pada tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05). Jika hasil uji menunjukkan nilai p
DAFTAR PUSTAKA
Anik, Maryunani. 2010. Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Trans Info Media.
Jakarta
Betz, Lyn. Cecily, dan Sowden, Linda A. 2009. Keperawatan pediatric, edisi 5.
EGC; Jakarta
Dep. Kes RI dan IDAI. 2005. Buku Panduan manajemen masalah bayi baru lahir
untuk dokter, perawat, bidan di rumah sakit rujukan dasar. Depkes RI.
Jakarta
Deslidel, dkk. 2011. Asuhan neonatus, bayi dan balita . EGC. Jakarta
44
45
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan
kebidanan. Salemba Medika. Jakarta.
Kosim Soleh, dkk. 2005. Panduan manejemen bayi baru lahir untuk dokter,
perawat, bidan di rumah sakit dan rujukan dasar. Departemen Kesehatan
RI. Jakarta
Marmi, Rahardjo, Kukuh. 2012. Asuhan neonatus bayi balita dan anak
prasekolah. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Melson, A. Kathryn & Marie S. Jaffe. 1994. Maternal infant health care planning.
Second Edition. Springhouse Corporation. Pennsylvania
Nelson, Behrman, Kliegman dan Arvin, 1999. Ilmu kesehatan anak. Edisi 15.
EGC. Jakarta
Muslihatun, Nur, Wafi. 2010. Asuhan neonatus bayi dan balita. Fitramaya.
Yogyakarta
Saifuddin, Abdul Bari. Dkk. 2009. Buku buku acuhan nasional pelayanan
kesehatan internal dan neonatal. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Jakarta.
Setiadi. 2007. Konsep dan penulisan riset keperawatan. Graha Ilmu. Jogjakarta
Sitepu. Neneng YB, 2011. Hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian
asfiksia neonatorum di RSUD Dr. M Soewandhie Surabaya [skripsi] .
Surabaya: Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Surabaya
Sudarti, Khoirunnisa ,Endang. 2010. Asuhan kebidanan neonatus bayi dan anak
balita. Nuha Medika. Yogyakarta.
Surasmi, Astrining, dkk. 2003. Perawatan bayi resiko tinggi. EGC. Jakarta
Wahyuni, Sari. 2011. Asuhan neonatus, bayi dan balita. EGC. Jakarta
Suriadi dan Yuliani. 2006. Patofisiologi anak sakit.Tranns Info Medika. Jakarta
Wahyuningsih, Esty. 2009. Asuhan neoatus anak dan balita. EGC. Jakarta.
Lampiran 1. Kuisioner
Data Responden
1. Nama :
2. Umur :
3. Jenis Kelamin :
5. Usia Kehamilan :
6. Jenis Persalinan :
7. APGAR Score :
82
44
BAB 4
HASIL PENELITIAN
terjangkau
Rumah Sakit pemerintah Kelas C. Rumah sakit ini mampu memberikan pelayanan
pelayanan kesehatan anak, pelayanan kebidanan dan kandungan dan yang terbaru
adalah pelayanan kesehatan jiwa. Rumah sakit ini memiliki luas 2,1 Ha, dengan
kapasitas 112 tempat tidur inap. Cakupan pelayanan kesehatan Rumah Sakit
Kabupaten Dairi dan sekitarnya dengan jenis dan kapasitas pelayanan yang
1. Rawat jalan yang terdiri dari : Poli Umum, Poli Gigi, Poli Bedah, Poli Anak,
Poli Kebidanan dan Kandungan, Poli Penyakit Dalam, Poli THT, Poli
2. Rawat inap terdiri dari : Ruangan VIP, Super VIP, Ruangan Melati, Ruangan
3. Layanan 24 Jam yang terdiri dari : IGD (Instalasi Gawat Darurat), Instalasi
Ambulance.
Bayi baru lahir yang dirawat di ruang Perinatologi Rumah Sakit Umum
Daerah Sidikalang periode Januari s.d Juni 2019 berdasarkan data dari ruang
Perinatologi adalah 366 (tiga ratus enam puluh enam) orang. Setelah dilakukan
ditemukan hanya 320 buah data. Dengan demikian jumlah data subjektif yang
dianalisa pada penelitian ini adalah sejumlah 320 bayi. Maka sampel penelitian ini
Pada bagian ini akan ditunjukkan, karakteristik Bayi Baru Lahir di Rumah
Sakit Umum Daerah Sidikalang berdasarkan Berat Badan Lahir sebagai berikut :
Tabel 4.1 Distribusi Bayi Baru Lahir berdasarkan Berat Badan Lahir Baru
di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang tahun 2019
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa bayi baru lahir dengan berat badan lahir
rendah sebanyak 103 orang (32,2%) dan berat badan lahir normal sebanyak 217
orang (67,8%).
47
No Usia Kehamilan f %
1. Prematur 57 17,8
2. Matur 250 78,1
Postmatur 13 4,1
Jumlah 320 100,0
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa mayoritas bayi lahir dengan
usia kehamilan matur sebanyak 250 orang (78,1 %), terdapat juga premature 57
Jenis kelamin bayi baru lahir di RSUD Sidikalang periode Januari sampai
Tabel 4.3 Distribusi Bayi Baru Lahir berdasarkan Jenis Kelamin di Rumah
Sakit Umum Daerah Sidikalang tahun 2019
No Jenis Kelamin f %
1. Laki-Laki 191 59,4
2. Perempuan 129 40,3
Jumlah 320 100,0
48
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jenis kelamin bayi baru lahir di RSUD
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi baru lahir yang dirawat di ruang
sebanyak 213 orang (66,6%) dan dilahirkan dengan partus normal sebanyak 107
No Jenis Persalinan f %
1. Partus normal 107 33,4
2. Sectio Caesarea 213 66,6
Jumlah 320 100,0
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat bahwa jenis persalinan bayi baru
lahie mayoritas dengan cara section caesarea sebanyak 213 orang (66,6 %) dan
No Asfiksia Perinatal f %
. Tidak asfiksia 69 21,6
Asfiksia Ringan 132 41,3
Asfiksia Sedang 44 13,8
Asfiksia Berat 75 23,4
Total 320 100,0
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa bayi baru lahir yang dirawat di RSUD
orang (41,3 %), riwayat asfiksia berat 75 orang (23,4 %), tidak ada riwayat
asfiksia sebanyak 69 orang (21,6) dan riwayat asfiksia sedang sebanyak 44 orang
(13,8 %).
tinggi. Ada 213 orang bayi (66,6%) yang mengalami Respiratory Distress
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa terdapat 213 orang bayi
(66,6%) yang mengalami Respiratory Distress Syndrome dan 107 orang (33,4 %)
terikat (dependen) kejadian Respiratory Distress Sindrome pada bayi baru lahir
dengan menggunakan uji chi-square pada tingkat kemaknaan 95% (α = 0,05). Jika
hasil uji menunjukkan nilai p < 0,05 artinya ada hubungan bermakna atau
signifikan. Pada bagian ini akan digambarkan faktor risiko Respiratory Distress
Penyakit yang sering menyertai bayi baru lahir dengan berat badan lahir
rendah antara lain sindrom gangguan pernafasan idiopatik yang disebut juga
dengan penyakit membrane hialin yang melapisi alveolus paru atau disebut
dengan Respiratory Distress Sindrome. Bayi yang lahir dengan berat badan 2000-
2500 gram masih sangat mungkin untuk hidup tanpa dampak sisa yang berat,
dibandingkan dengan bayi yang lahir dengan berat badan 1000-1500 gram dan
1500-2000 gram sangat sulit untuk hidup dan memerlukan perawatan yang intesif.
hipoglikemia, Respiratory Distress Syndrome (RDS), dan daya hisap yang lemah.
51
Hal ini disebabkan karena fisik bayi yang kurang sempurna. Hubungan Berat
Badan Lahir dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome pada Bayi Baru
Lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang digambarkan pada table berikut
ini.
Dari uji statistik diperoleh nilai hasil uji statistik chi kuadrat p value =
0,965. Berdasarkan nilai p menunjukkan tidak ada hubungan antara badan lahir
pada usia <37 minggu terjadi penurunan fungsi akibat tidak berkembangnya atau
bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang dapat dilihat pada table
di bawah ini.
pada bayi baru lahir dengan nilai hasil uji statistik chi kuadrat p value = 0,001
syndrome pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang.
Distress Syndrom bayi yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi di bandingkan
bayi perempuan karena bayi laki-laki memerlukan oksigen yang lebih banyak,
karena jika oksigen kurang didalam tubuh maka bakteri anaerob mudah
oksigen). Insiden Respiratory Distress Syndrom pada laki-laki yang empat kali
Distress Syndrom pada bayi laki-laki di Rumah Sakit Umum Daerah Sidikalang
Dari uji statistik diperoleh nilai hasil uji statistik chi kuadrat p value =
0,907 atau > 0,05, artinya berdasarkan nilai p menunjukkan tidak ada hubungan
antara jenis kelamin dengan kejadian respiratory distress syndrome pada bayi
baru lahir.
Kejadian asfiksia pada bayi baru lahir dapat disebabkan oleh berbagai
faktor diantaranya adalah dari faktor persalinan dengan tindakan yaitu persalinan
dengan sectio caesarea. Komplikasi sewaktu - waktu dapat timbul akibat proses
persalinan ini. Anestesi pada sectio caesarea dapat mempengaruhi aliran darah
dengan mengubah tekanan perfusi atau resistensi vaskuler baik secara langsung
54
maupun tidak langsung yang dapat menimbulkan asfiksia. Selain itu tidak adanya
kompresi dada seperti pada kelahiran pervaginam bayi yang lahir dengan sectio
caesarea mengandung cairan lebih banyak dan udara lebih sedikit di dalam
persalinan dengan kejadian respiratory distress syndrome pada bayi baru lahir
dengan nilai hasil uji statistik chi kuadrat p value = 0,000, artinya jenis persalinan
asfiksia waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir kehamilan. Tanda
gangguan pernafasan mulai tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dengan
keadaan janin atau bayi baru lahir kekurangan oksigen (hipoksia) dan/atau
55
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat bahwa nilai P adalah 0,000 artinya ada
Distress Syndrome.
56
BAB 5
PEMBAHASAN
Berat badan lahir rendah merupakan salah satu penyebab angka morbiditas
dan mortalitas yang cukup tinggi pada neonatus. Berat badan lahir rendah
tahun 2000, angka kejadian BBLR di dunia sekitar 1,4% dari seluruh kelahiran.
Jumlah tersebut meningkat secara signifikan pada tahun 2004 menjadi 8,1%
berat badan lahir dengan kejadian Respiratory Distress Syndrome dengan nilai P =
0,965 atau nilai P > 0,05. Berat badan lahir bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum
Daerah Sidikalang sejumlah 103 (seratus tiga) bayi atau sebesar (32,2%)
mengalami berat badan lahir rendah dan 217 (dua ratus tujuh belas) bayi atau
(67,8%) dengan berat badan normal. Bayi dengan BBLR ini mayoritas dilahirkan
oleh ibu dengan golongan social ekonomi rendah, multi paritas dan usia
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Tamad tahun 2011 tentang
Respirasi pada Bayi di RSUD. Prof. Margono Soekarjo menunjukkan hasil uji kai
kuadrat didapatkan nilai p = 0,67 (p > 0,05) yang berarti tidak terdapat hubungan
antara BBLR preterm dengan kejadian sindrom distress respirasi pada bayi.
56
57
tahun 2013 tentang Faktor Risiko Kegawatan Nafas pada Neonatus di RSD DR.
Haryoto Kabupaten Lumajang menunjukkan hasil bahwa berat badan lahir tidak
Berbeda dengan penelitian Liu J, Yang N, Liu Y tahun 2011 tentang High-
regresi logistik didapatkan operasi seksio sesaria, asfiksia berat, kecil umur
diabetes, dan berat lahir rendah merupakan faktor risiko utama dari sindrom
distres respirasi
Pada bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) terjadi immaturitas sistem
neurologi dan ketidakoptimalan fungsi motorik dan autonom pada awal bulan
Pada bayi baru lahir, kemampuan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan
BBLR dibandingkan bayi Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR). Faktor
risiko sindrom distress respirasi pada bayi yaitu berat badan lahir rendah, bayi
kurang bulan, usia maternal lebih dari sama dengan 32 tahun, ibu yang menderita
gangguan perfusi darah uterus selama kehamilan yaitu ibu penderita diabetes
seksio sesarea dan bayi laki – laki. Sindrom ini diperberat dengan asfiksia
terjadi pada 78% neonatus dengan berat badan lahir 501 - 1.500 gram yang mana
71% terjadi pada bayi dengan berat badan lahir 501 – 750 gram, 54% terjadi pada
bayi dengan berat badan lahir 751-1.000 gram. Sindrom ini terjadi pada 36% bayi
dengan berat badan lahir 1.001-1.250 gram dan 26% terjadi pada bayi dengan
berat badan lahir 1.250-1.500 gram (Andrew, 2008). Sindrom gawat nafas
neonatus merupakan suatu sindrom yang sering ditemukan pada neonates dan
menjadi penyebab morbiditas utama pada bayi berat lahir rendah (BBLR)
sehingga SGNN disebut juga sebagai penyakit membran hialin (PMH) karena
PMH merupakan bagian terbesar dari sindrom gawat nafas pada masa neonatus.1-
kejadian PMH pada bayi yang lahir dengan masa gestasi 28 minggu sebesar 60%-
80%, pada usia kelahiran 30 minggu adalah 25%, sedang pada usia kelahiran 32-
36 minggu sebesar 15-30%, dan pada bayi aterm jarang dijumpai (Monintja,
1991).
Bayi yang lahir dengan berat badan 2000-2500 gram masih sangat
mungkin untuk hidup tanpa dampak sisa yang berat, dibandingkan dengan bayi
yang lahir dengan berat badan 1000-1500 gram dan 1500-2000 gram sangat sulit
untuk hidup dan memerlukan perawatan yang intesif. Bayi ini sering mengalami
Syndrome (RDS), dan daya hisap yang lemah. Hal ini disebabkan karena fisik
59
bayi yang kurang sempurna (Hidayat, 2008). Bayi berat lahir rendah (BBLR)
mudah rusak dan tidak matur. Fungsi kardiovaskuler mengalami penurunan darah,
perlambatan pengisian kapiler dan gawat nafas yang berlanjut walaupun telah
angka morbiditas dan mortalitas tinggi adalah masalah respirasi antara lain
Penyakit Membran Hialin (PMH) Bayi berat lahir rendah dapat mempengaruhi
kejadian Penyakit Membran Hialin (PMH) karena BBLR terjadi imaturitas sistem
syndrome pada bayi prematur disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga sulit
paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernapasan menjadi berat (Rukiyah,
2010).
terjadinya Respiratory Distress Syndrome dengan hasil uji statistic p value sebesar
0,000. Bayi baru lahir dengan kondisi premature sebanyak 57 (lima puluh tujuh)
60
orang (17,8 %), lahir matur sebanyak 250 (dua ratus lima puluh) orang (78,1%)
dan post matur sebanyak 13 (tiga belas) orang atau (4,1%). Usia kehamilan
premature ini mayoritas pada usia 28-30 minggu sebanyak 45 orang (78,9%) dan
hialin atau Respiratory distress syndrome lebih sering pada kehamilan pertama
atau setelah kehamilan ke-4, setelah operasi ceasarian darurat, ketika ibu berusia
lebih dari 32 tahun, ketika ibu menderita penyakit dari kehamilan, ketika bayi
dengan jenis kelamin laki-laki atau bayi kembar, ketika berat badan kurang dari
tentang pengaruh umur kehamilan pada bayi baru lahir dengan kejadian
Respiratory Distress Syndrom (RDS) di RSUD Bakti Asih Maluku tahun 2010.
penelitian ini adalah bayi baru lahir yaitu sebanyak 80 responden dan peneliti
responden untuk kelompok kontrol. Pengolahan dan analisi data menggunakan uji
chi square. Hasil penelitian didapatkan nilai hitung > tabel (5.115> 3,841).
penelitian ini adalah ada pengaruh umur kehamilan pada saat bayi lahir dengan
dengan usia kehamilan yaitu semakin muda kehamilan, semakin tinggi resiko
bergantung pada kematangan paru daripada usia gestasi. Diagnosis pada 25% bayi
dengan usia gestasi 34 minggu dan 80% bayi yang usia gestasinya kurang dari 28
surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda usia kehamilan,
Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada
berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas. Gejala tersebut
biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
(Ngastiyah,2012)
penurunan berat lahir. Bayi yang lahir prematur mempunyai berat badan lahir
rendah, namun bayi yang mempunyai berat badan lahir rendah belum tentu
62
distress syndrome, karena pada usia <37 minggu terjadi penurunan fungsi akibat
294 hari atau lebih dari 42 minggu disebut post term atau kehamilan lewat waktu,
dengan resiko 3 kali lebih besar dari kehamilan aterm. Akibat penuaan plasenta
sehingga terjadi penimbunan karbon dioksida, asidosis darah dan cairan tubuh
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari
berisi udara dan berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru
histologi, adanya atelektasis yang luas dari rongga udara bahagian distal
menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli,
matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli
dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan
surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini
adalah komplek; pada bayi yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan
bayi yang dilahirkan dari ibu dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi
Sintesa surfaktan paru-paru pada penumocytes tipe II, dimulai pada usia
(Maryunani, 2009). Pada bayi dengan RDS, dimana adanya ketidakmampuan paru
64
untuk mengembang dan alveoli terbuka. RDS pada bayi yang belum matur
dan imaturnya endotelium kapiler yang menyebabkan kolaps paru pada akhir
Imaturitas paru secara anatomis dan dinding dada yang belum berkembang
dengan baik mengganggu pertukaran gas yang adekuat. Pembersihan cairan paru
yang tidak efisien karena jaringan interstitial paru imatur bekerja seperti spons.
membran kapiler alveoli sehingga cairan dan protein masuk ke rongga laveoli
yang kemudian mengganggu fungsi paru-paru. Selain itu pada neonatus pusat
respirasi belum berkembang sempurna disertai otot respirasi yang masih lemah.
tinggi untuk mengembangkan saluran udara dan alveoli kecil. Dinding dada
bagian bawah tertarik karena diafragma turun dan tekanan intratorakal menjadi
negatif, membatasi jumlah tekanan intratorakal yang dapat diproduksi. Semua hal
untuk kolaps. Pada akhir respirasi volume toraks dan paru-paru mencapai volume
pulmonal dan meningkatnkan pirau dari kanan ke kiri melalui foramen ovale,
ductus arteriosus, dan melalui paru sendiri. Aliran darah paru berkurang, dan jejas
menyebabkan efusi materi protein ke rongga alveoli. Pada bayi imatur, selain
defisiensi surfaktan, dinding dada compliant, otot nafas lemah dapat menyebabkan
kolaps alveolar. Hal ini menurunkan keseimbangan ventilasi dan perfusi, lalu
terjadi pirau di paru dengan hipoksemia arteri progresif yang dapat menimbulkan
pembuluh darah paru dan penurunan aliran darah paru. Kapasitas sel pnuemosit
Syndrom pada laki-laki yang empat kali lipat lebih besar dibandingkan bayi
(Klaus, 2004).
66
Penelitian menunjukkan hasil uji statistic nilai p = 0,895 atau nilai p >0,05
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian
Respiratory Distress Syndrom pada bayi baru lahir. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bayi baru lahir dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 191 (seratus
sembilan puluh satu) orang (59,4%) dan perempuan 129 (seratus dua puluh
Sembilan) orang (40,3%). Persentase jenis kelamin laki-laki dan perempuan baik
Susmarini tahun 2013 tentang Faktor Risiko Kegawatan Nafas pada Neonatus di
RSD DR. Haryoto Kabupaten Lumajang menunjukkan hasil bahwa jenis kelamin
Neonatus adalah asfiksi dengan nilai P 0,678 dan OR 1,060. Demikian juga
dengan Penelitian Wahid tahun 2013 tentang Faktor Risiko Kejadian Respiratory
menunjukkan hasil bahwa faktor jenis kelamin, usia maternal, second born twin,
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Liu J, Yang N, Liu Y tahun
jenis kelamin laki-laki, diabetes, dan berat lahir rendah merupakan faktor risiko
67
utama dari sindrom distres respirasi. Demikian juga dengan Penelitian Dani C et
al yang berjudul Risk factors for the development of respiratory distress syndrome
Penyakit Membran Hialin (PMH) lebih sering pada kehamilan pertama atau
setelah kehamilan ke-4, setelah operasi ceasarian darurat, ibu berusia lebih dari 32
tahun, ibu menderita penyakit dari kehamilan, ketika bayi dengan jenis kelamin
laki-laki atau bayi kembar, berat badan kurang dari 1500 gram dan masa
gestasinya kurang dari 36 minggu. Hasil penelitian Anadkat JS, Kuzniewicz MW,
ChaudhariBP, Cole FS, tentang Increased risk for respiratory distress among
white, male, late preterm and term infants menunjukkan hasil bahwa risiko PMH
meningkat pada masa gestasi kurang dari 39 minggu, persalinan dengan operasi,
diabetes maternal, dan chorioamnionitis. Jenis kelamin laki-laki dan ras kulit putih
Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang di lakukan oleh Irma (2011)
seluruh bayi baru lahir di RSUD Syaiful Anwar Malang tahun 2011 berjumlah 42
orang. Hasil penelitian ini yang dilakukan dapat dilihat hasil uji statistik diperoleh
nilai P value <0,05, sehingga diketahui bahwa Karakteristik Bayi Baru Lahir jenis
Syaiful Anwar Malang. Demikian juga dengan Penelitian yang dilakukan oleh
68
Lebong Bengkulu, hasil dari penelitian ini adalah bahwa menurut faktor bayi,
kejadian Respiratory Distress Syndrom banyak terjadi pada bayi yang berjenis
kelamin laki-laki diantaranya 56,75% yang hidup dan 43,25% yang meninggal.
berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi di bandingkan bayi perempuan karena bayi
laki-laki memerlukan oksigen yang lebih banyak, karena jika oksigen kurang
atau nilai p <0,005. Persalinan bayi baru lahir mayoritas dengan tindakan secti
casarea sebanyak 213 (dua ratus tiga belas) orang (66,6%) dan persalinan normal
sebanyak 107 (seratus tujuh) orang (33,4%). Pilihan persalinan section caesarea
69
nampaknya menjadi pilihan pertama bagi para ibu ibu yang ingin melahirkan.
Indikasi dari persalinan secti caesarea ini mayoritas bukan karena indikasi medis
tetapi karena permintaan atau keinginan dari ibu dan atau keluarga.
berdasarkan hasil penelitian studi kasus kontrol diperoleh hasil bahwa faktor
risiko yang paling berpengaruh terhadap kejadian RDS adalah asfiksia perinatal,
usia gestasi 24-33 minggu, berat lahir <1500 gram dan persalinan Sectio
Caesarea.
Faktor Risiko Kegawatan Nafas pada Neonatus di RSD DR. Haryoto Kabupaten
bermakna dengan kejadian kegawatan nafas pada neonatus dengan nilai P 1,000
dan OR 1,000.
tinggi sehingga persalinan tersebut mengakibatkan gangguan pada janin atau bayi
baru lahir, dan juga perlu di ingat tindakan seksio sesarea dilakukan baik untuk
kepentingan ibu maupun anak, oleh sebab itu seksio sesarea tidak dilakukan
kecuali dalam keadaan terpaksa persalinan dengan bedah caesar sangat tinggi
risikonya terhadap bayi baru lahir yaitu kematian bayi, risiko gangguan
pernafasan bayi, risiko trauma bayi dan risiko gangguan otak. Risiko yang dialami
bayi baru lahir terkait persalinan dengan caesar adalah 3,5 kali lebih besar
persalinan produksi cairan paru berkurang, 1/3 cairan paru dikeluarkan akibat
penekanan pada dada ketika proses persalinan pervaginam berlangsung. Hal ini
juga sesuai dengan pendapat Setyobudi (2008), anastesi pada section caecarea
dapat mempengaruhi aliran darah perfusi atau ekstensi vaskuler baik secara
langsung maupun tidak langsung. Salah satu pengaruh anastesi terhadap janin
lahir terbukti menjadi faktor penting dalam pengembangan penyakit. Lima menit
baru lahir yang memiliki riwayat tidak asfiksia neonatorum sebanyak 69 (enam
(seratus tiga puluh dua) orang (41,3%), asfiksia neonatorum sedang sebanyak 44
71
(empat puluh empat) orang (13,8%), asfiksia neonatorum berat sebanyak 75 (tujuh
Penelitian ini sejalan dengan Anggraini tahun 2011 tentang Faktor Risiko
membran hialin dengan nilai P 0,01. Demikian juga dengan penelitian Marfuah,
Wisnu Barlianto, Dian Susmarini tahun 2013 tentang Faktor Risiko Kegawatan
hasil bahwa factor risiko yang berhubungan secara bermakna dengan kejadian
Kegawatan Nafas pada Neonatus adalah asfiksi dengan nilai P 0,0001 dan OR
14,529, artinya bayi yang lahi dengan kondisi asfiksi berisiko 14,529 kali
Asfiksia perinatal atau asfiksia neonatorum ialah suatu keadaan bayi baru
lahir yang gagal bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Banyak
faktor yang menyebabkan diantaranya adanya penyakit pada ibu sewaktu ibu
hamil seperti hipertensi, paru, gangguan kontraksi kontraksi uterus. Dapat juga
karena faktor plasenta seperti janin dengan solusio plasenta, atau juga faktor janin
itu sendiri seperti terjadi kelainan pada tali pusat dengan menumbung atau melilit
pada leher atau juga kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir kemudian
faktor persalinan yaitu partus lama atau partus dengan tindakan tertentu.
(Maryanti, 2011 hal 176). Respiratory Distress Syndrome sering terjadi pada bayi
dengan riwayat asfiksia waktu lahir atau tanda gawat janin pada akhir
kehamilan.
72
Masa gestasi, asfiksia, gawat janin, diabetes saat hamil, placenta previa,
dkk juga menyebutkan bahwa terdapat risiko kematian lebih tinggi pasien
penyakit membran hialin dengan skor Apgar 1 menit dan 5 menit yang lebih
rendah meskipun skor Apgar 1 menit bukan merupakan faktor risiko kematian
yang independen. Penelitian lain juga melaporkan asfiksia merupakan faktor yang
kemudian masuk periode apnea primer. Bayi yang menerima stimulasi adekuat
selama apnea primer akan mulai melakukan usaha nafas lagi. Bayi-bayi yang
mengalami proses asfiksia lebih jauh berada dalam tahap apnea sekunder. Apnea
sekunder cepat menyebabkan kematian jika bayi tidak benar-benar didukung oleh
pernafasan buatan dan bila diperlukan, kompresi jantung. Selama apnea sekunder,
frekuensi jantung dan tekanan darah, warna bayi berubah dari biru ke putih karena
bayi baru lahir menutup sirkulasi perifer sebagai upaya memaksimalkan aliran
sumber energi pada saat kedaruratan. Neonatus yang lahir melalui sectio
caesarea, terutama jika tidak ada tanda persalinan, tidak mendapatkan manfaat
dari pengurangan cairan paru dan penekanan pada toraks sehingga mengalami
paru-paru basah yang lebih persisten. Situasi ini dapat mengakibatkan takipnea
sementara pada bayi baru lahir atau disebut juga transient tachypnea of the
O2 dan dalam menghilangkan CO2. Kadar O2 tidak cukup dalam darah disebut
hipoksia dan CO2 tertimbun dalam darah disebut hiperapnea. Akibatnya dapat
BAB 6
6.1 Kesimpulan
Respiratory Distress Sindrome pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum
1. Dari 320 bayi baru lahir terdapat 32,2 orang (32,2%) dengan berat badan lahir
rendah dan 217 orang (67,8%) dengan berat badan lahir normal. Berat badan
Sindrome dengan nilai P = 0,965 artinya berat badan lahir rendah bukan
premature, 250 orang (78,1%) lahir matur dan 13 orang (4,1%) lahir post
matur. Hasil uji statistic, terdapat hubungan usia kehamilan dengan kejadian
3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bayi baru lahir dengan jenis kelamin
laki-laki sebanyak 191 (seratus sembilan puluh satu) orang (59,4%) dan
menunjukkan hasil uji statistic nilai p = 0,895 atau nilai p >0,05 artinya tidak
0,005 atau nilai p <0,005. Persalinan bayi baru lahir mayoritas dengan
tindakan secti casarea sebanyak 213 (dua ratus tiga belas) orang (66,6%) dan
sebanyak 132 (seratus tiga puluh dua) orang (41,3%), asfiksia neonatorum
Respiratory Distress Syndrome pada bayi baru lahir di Rumah Sakit Umum
Daerah Sidikalang adalah usia kehamilan dengan nilai p 0,000 , jenis persalinan
6.2 Saran
Syndrome.
76
mencakup bidan. Oleh karena itu peran bidan dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian neonatal sangat besar. Peran itu dapat dimulai saat
menghindarkan seksio sesarea yang tidak perlu atau kurang sesuai waktu,
manajemen yang tepat terhadap kehamilan dan kelahiran berisiko tinggi dan
seluruh tenaga kesehatan dapat lebih mewaspadai setiap persalinan yang bisa
diberikan, terutama saat asfiksia perinatal terjadi. Bila persalinan tidak dapat
Distress Syndrome. Sistem rujukan kiranya bisa lebih baik lagi guna
DAFTAR PUSTAKA
Dep. Kes RI dan IDAI. 2005. Buku Panduan manajemen masalah bayi baru lahir
untuk dokter, perawat, bidan di rumah sakit rujukan dasar. Jakarta.
Deslidel, dkk. 2011. Asuhan neonatus, bayi dan balita . Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
78
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana asuhan keperawatan, edisi 8. Jakarta :
EGC
Ester, Monica. 2003. Perawatan bayi resiko tinggi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
79
Hidayat, A Aziz Alimul. 2008. Pengantar ilmu kesehatan anak untuk pendidikan
kebidanan. Salemba Medika: Jakarta.
Kosim Soleh, dkk. 2005. Panduan manejemen bayi baru lahir untuk dokter,
perawat, bidan di rumah sakit dan rujukan dasar . Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders
Elsevier : St. Louis Missouri
Liu J, Yang N, Liu Y. 2009. High-risk factors of respiratory distress syndrome in
term neonates. (Balkan Med J 2014;31:64-68). Thailand
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Marfuah, Wisnu Barlianto, Dian Susmarini. 2013. Faktor risiko kegawatan nafas
pada neonatus di rsd dr. haryoto kabupaten lumajang tahun 2013.
Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya, Malang
Markum HA, Ismael S, Alatas H, Akib A. 1991. Buku ajar ilmu kesehatan anak.
FKUI, 1991. h. 302-567. Jakarta
Marmi dan Kukuh Rahardjo. 2012. Asuhan neonatus bayi balita dan anak
prasekolah. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.
Maryunani, Anik. Ilmu kesehatan anak dalam kebidanan. Trans Info Media.
Jakarta
Manuaba, Ida Bagus Gde. 2012. Penyakit kandungan dan keluarga berencana.
Salemba Medika. Jakarta.
Monintja HE. 1991. Masalah umum sindrom gawat nafas pada neonatus. dalam:
monintja he, aminullah a, boedjang rf, amir i, penyunting. sindrom gawat
nafas pada neonatus. Naskah Lengkap Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak FKUI XXIII. FKUI; 1991 8-9 Juli;
Jakarta: Balai Penerbit FKUI,
Nur Muslihatun, Wafi. 2010. Asuhan neonatus bayi dan balita. Fitramaya:
Yogyakarta
Papageorgiou A, Pelausa E, Kovacs L. 2005. The extremely low-birth-weight
infant. Dalam: MacDonald, MMK Seshia, MD Mullet, penyunting.
Avery’s neonatology pathophysiology and management of the newborn.
Edisi 6. Lippincott Williams & Wilkins; h.459-89. Philadelphia.
Sitepu. Neneng YB, 2011. Hubungan antara jenis persalinan dengan kejadian
asfiksia neonatorum di rsud dr. m soewandhie surabaya [skripsi] .
Surabaya: Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Surabaya
Sudarti dan Endang Khoirunnisa. 2010. Asuhan kebidanan neonatus bayi dan
anak balita. Nuha Medika: Yogyakarta.
Wahyuningsih, Esty. 2009. Asuhan neoatus anak dan balita. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta.
81
Wardhani DM, Wandita S, Haksari EL. 2009. Risk factors of neonatal mortality
of referred babies with birthweight of 1000 - <2500 grams. Berkala
Ilmu Kedokteran. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta
Statistics
Jenis
Seks Asfiksia Persalinan Usia Hamil BBL RDS
N Valid 320 320 320 320 320 320
Missing 0 0 0 0 0 0
Frequency Table
Seks
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Laki-Laki 191 59.7 59.7 59.7
Perempuan 129 40.3 40.3 100.0
Total 320 100.0 100.0
Asfiksia
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tidak 69 21.6 21.6 21.6
Ringan 132 41.3 41.3 62.8
Sedang 44 13.8 13.8 76.6
Berat 75 23.4 23.4 100.0
Total 320 100.0 100.0
Jenispersalinan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Normal 107 33.4 33.4 33.4
Sectio 213 66.6 66.6 100.0
Total 320 100.0 100.0
84
Usiahamil
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Prematur 57 17.8 17.8 17.8
Matur 250 78.1 78.1 95.9
Postmatur 13 4.1 4.1 100.0
Total 320 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid BBLR 103 32.2 32.2 32.2
Tidak 217 67.8 67.8 100.0
Total 320 100.0 100.0
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Ya 213 66.6 66.6 66.6
Tidak 107 33.4 33.4 100.0
Total 320 100.0 100.0
Crosstabulatiuon
Count
RDS
1 2 Total
Seks Laki-Laki 125 66 191
Perempuan 88 41 129
Total 213 107 320
Count
RDS
1 2 Total
Asfiksia Tidak 29 40 69
Ringan 89 43 132
Sedang 33 11 44
Berat 62 13 75
Total 213 107 320
Count
RDS
1 2 Total
Jenis Persalinan Normal 60 47 107
Sectio 153 60 213
Total 213 107 320
86
Count
RDS
1 2 Total
Usia Hamil Prematur 49 8 57
Matur 159 91 250
Postmatur 5 8 13
Total 213 107 320
Count
RDS
1 2 Total
BBL BBLR 76 27 103
Tidak 137 80 217
Total 213 107 320
Variables Entered/Removed
Variables
Model Variables Entered Removed Method
1 BBL, Jenispersalinan, Seks, Asfiksia, . Enter
Usiahamila
a. All requested variables entered.
87
Model Summary
Change Statistics
Std. Error R
R Adjusted of the Square F Sig. F
Model R Square R Square Estimate Change Change df1 df2 Change
1 .408a .167 .153 .435 .167 12.563 5 314 .000
a. Predictors: (Constant), BBL, Jenispersalinan, Seks, Asfiksia, Usiahamil
ANOVAb
Sum of
Model Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 11.873 5 2.375 12.563 .000a
Residual 59.349 314 .189
Total 71.222 319
a. Predictors: (Constant), BBL, Jenispersalinan, Seks, Asfiksia, Usiahamil
b. Dependent Variable: RDS
Coefficientsa
Standardi
zed
Unstandardized Coefficien
Coefficients ts
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (Constant) 1.702 .189 8.998 .000
Seks -.007 .050 -.007 -.133 .895
Asfiksia -.141 .024 -.319 -5.985 .000
Jenis Persalinan -.233 .053 -.233 -4.378 .000
Usia Hamil .200 .061 .189 3.247 .001
BBL -.003 .059 -.003 -.044 .965
a. Dependent Variable: RDS