Anda di halaman 1dari 34

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Air merupakan salah satu kebutuhan terpenting yang diperlukan oleh semua makhluk
hidup, termasuk manusia. Manusia memanfaatkan air untuk menjalankan kegiatan mereka
sehari-hari, seperti mandi, mencuci, memasak, dan lain sebagainya. Dibalik itu semua, air juga
merupakan kebutuhan utama manusia, yakni untuk dikonsumsi. Seiring dengan
berkembangnya zaman, manusia mulai meningkatkan kualitas hidup mereka, termasuk salah
satu caranya adalah meningkatkan kualitas air yang biasa mereka pergunakan. Hal ini
dikarenakan sumber-sumber air yang mulai tercemar oleh adanya limbah yang dihasilkan oleh
manusia dan makhluk hidup lainnya.
Sebagai upaya untuk mendapatkan air bersih, manusia menciptakan metode-metode
pengolahan air yang dapat mengolah air kotor menjadi air bersih. Metode tersebut dikenal
dengan proses pengolahan air. Proses pengolahan air terdiri dari beberapa jenis tahapan yang
bertujuan untuk membersihkan air kotor tersebut secara fisik, kimia, dan biologis. Salah satu
tahapan yang dipergunakan dalam proses pengolahan air adalah proses aerasi. Proses aerasi
ini merupakan suatu proses pelarutan oksigen kedalam air kotor dengan tujuan untuk
meningkatkan kadar oksigen pada air tersebut. Nantinya pertambahan kadar oksigen ini dapat
melepaskan gas-gas lain yang terkandung dalam air, membantu proses nitrifikasi, dan
membantu pengadukan air.

1.2 Tujuan
a. Mahasiswa mampu mengetahui kebutuhan oksigen dalam proses aerasi sesuai
karakteristik air yang digunakan.
b. Mahasiswa mampu menganalisis oksigen terlarut yang dilakukan
menggunakan metode titrasi dengan winkler.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Fungsi Aerasi


Aerasi merupakan salah satu tahapan yang dilakukan dalam proses pengolahan air.
Aerasi itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu metode penambahan kadar oksigan yang
terlarut dalam air. Penambahan kadar atau konsentrasi oksigen ini bertujuan untuk
memperlancar proses oksidasi biologis yang dilakukan oleh mikroba guna menghilangkan
senayawa organik berbahaya. Penambahan oksigen biasanya dilakukan pada suatu bak
aerasi, dimana dibagian dasar dan pinggiran bak tersebut berisi alat untuk memasukkan
oksigen murni kedalam air. Hal ini akan mengakibatkan timbulnya gelembung-gelembung
oksigen pada permukaan air dan mengakibatkan air tercampur, seperti sedang diaduk. Besar-
kecilnya kecepatan aerasi sangat berpengaruh terhadap proses degradasi senyawa organik
yang dilakukan oleh mikroba (Prasetiyo, 2015).
Literatur lainnya menjelaskan bahwa aerasi merupakan salah satu tahapan dalam
pengolahan air yang dilakukan dengan cara penambahan gas oksigen kedalam air.
Penambahan oksigen kedalam air dapat dilakukan dengan du acara, yakni dengan memaksa
air ke atas agar berkontak dengan udara dan memasukkan oksigen kedalam air itu sendiri.
Penambahan oksigen kedalam air bertujuan untuk menggeser gas-gas berbahaya yang
terlarut dalam air, sehingga gas tersebut terlepas ke udara dan air mengandung kadar oksigen
yang tinggi. Kemudian, tujuan lainnya adalah untuk mengoksidasi logam-logam berbahaya,
sehinga logam tersebut dapat mengendap. Kemudian, aerasi juga bertujuan untuk
menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak, serta dapat menghilangkan gas-gas berbahaya
yang terlarut dalam air tersebut (Yuniarti, 2019).

2.2 Pengertian Oksigen Terlarut


Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter yang dipergunakan untuk menilai
tingkat pencemaran air. Oksigen terlarut dapat didefinisikan sebagai jumlah gas oksigen,
dalam satuan milligram, yang terlarut dalam suatu bagian air. Keberadaan oksigen terlarut
sangat berperan penting terhadap keberlangsungan biota air, contohnya ikan yang bernafas
dengan menggunakan insang dan memanfaatkan oksigen yang terlarut dalam air. Besarnya
kadar oksigen yang terlarut dalam air dipengaruhi oleh beberapa hal, yakni temperatur,
salinitas, tekanan atmosfer, turbulensi air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan jumlah limbah
yang terdapat dalam air tersebut (Madyawan, 2020).

2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsentrasi Oksigen Terlarut dalam Cairan


Oksigen terlarut adalah salah satu variable kimia yang memiliki peran yang sangat penting
terhadap keberlangsungan kehidupan biota air. Konsentrasi oksigen terlarut menunjukkan
jumlah gas oksigen yang terlarut atau terdifusi dalam air tersebut. Besarnya konsentrasi
oksigen terlarut tentunya dipengaurhi oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari air itu sendiri
ataupun yang berasal dari luar. Faktor pertama yang dapat mempengaruhi konsentrasi
oksigen terlarut adalah pergerakan arus dan proses percampuran massa air. Salah satu
contohnya adalah ketika terjadinya ombak besar yang menyebabkan terbentuknya cipratan
air, dimana hal ini memungkinkan terjadinya difusi oksigen. Kemudian, faktor selanjutnya
adalah temperatur dari air itu sendiri. Temperatur memiliki hubungan yang berbanding lurus
dengan oksigen terlarut, dimana, semakin tinggi suhu, semakin tinggi pula kadar oksigen
dalam air tersebut. Kemudian, faktor selanjutnya adalah salinitas. Sama halnya dengan
temperatur, salinitas juga memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan oksigen terlarut.
Artinya, semakin tinggi salinitas, semakin tinggi pula kadar oksigen yang terlarut pada air
tersebut (Kostanti, 2021).
2.4 Penjelasan Metode Winkler dalam Analisis Oksigen Terlarut
Sebagai salah satu parameter untuk menentukan kualitas air, pengukuran kadar oksigen
terlarut tentunya membutuhkan metode yang jelas dan akurat. Salah satu metode yang biasa
dipergunakan untuk menentukan kadar oksigen terlarut dalam air adalah metode Winkler.
Metode winkler itu sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu langkah kerja yang dilakukan
untuk mengetahui kadar oksigen terlarut dan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme. Metode ini dilakukan dengan mempergunakan beberapa bahan, yakni
reagen MnS04, H2SO4, serta Na2S2O3. Metode winkler ini juga dapat dipergunakan untuk
menentukan BOD, yakni jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme didalam air
untuk mengolah senyawa organik didalamnya (Novita, 2021).
Adapun, langkah pertama yang dilakukan dalam metode winkler ini adalah mengambil
sampel dengan menggunakan botol BOD sebanyak 125 mL. Kemudian, air sampel tersebut
diberi MnS04 dan NaOH masing-masing sebanyak 1 mL serta larutan dikocok sehingga
terbentuk endapan. Selanjutnya, larutan yang terbentuk diberi senyawa H2SO4 sebanyak 1 mL
dan dikocok hingga larutan berwarna kuning. Larutan kuning tersebut diambil sebanyak 50 mL
dan dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer 250mL. Langkah selanjutnya adalah mentitrasi
larutan tersebut dengan mempergunakan 0,025 n Na2S2O3 sampai larutan tersebut berwarna
kuning muda. Kemudian, larutan titrasi yang terbentuk diberi 2 tetes amilum. Jika larutan
berubah menjadi biru, maka titrasi dilanjutkan dengan metode serupa, yakni dengan
menggunakan 0,025 n Na2S2O3 sampai larutan tersebut berwarna bening (Maulida, 2015).

2.5 Pengertian Transfer Oksigen dan Faktor yang Mempengaruhi


Transfer oksigen merupakan salah satu metode yang dipergunakan dalam proses
pengolahan air. Transfer oksigen dapat diartikan sebagai proses pemasukan atau
penambahan gas oksigen kedalam suatu badan air. Apabila kita amati pada pengertiannya,
dapat kita katakana bahwa transfer oksigen memiliki arti yang sama dengan aerasi. Dengan
kata lain, transfer oksigen adalah kata lain dari proses aerasi dalam proses pengolahan air.
Proses pemasukan gas oksigen kedalam air ini dilakukan dengan menggunakan alat aerator.
Transfer oksigen dilakukan dengan beberapa buah tujuan, dimana salah satu tujuannya
adalah untuk menggeser gas berbahaya, seperti metana, karbon dioksida, dan hidrogen
sulfida, agar gas tersebut keluar dari badan air. Selain itu, proses transfer oksigen juga
dilakukan untuk menghilangkan bau dan rasa tidak sedap yang terdapat pada air (Laksana,
2020).
Sama halnya dengan proses aerasi, proses transfer oksigen tentunya dipengaruhi oleh
banyak faktor. Faktor pertama yang mempengaruhi transfer oksigen adalah koefisien transfer
gas. Koefisien transfer gas berhubungan dengan temperatur dari air. Hal ini disebabkan oleh
temperatur air yang dapat mempengaruhi tingkat difusi gas, kekentalan air, dan tegangan
permukaan. Ketika suhu air naik, kecenderungan terjadinya difusi oksigen semakin meningkat
sedangkan, tegangan permukaan dan kekentalan air menurun. Kemudian, faktor kedua
adalah kejenuhan oksigen. Semakin jenuh oksigen dalam air, maka semakin sulit bagi oksigen
untuk masuk lebih banyak kedalam air. Faktor selanjutnya adalah turbulensi air. Air dengan
turbulensi tinggi atau dengan arus yang kuat lebih berpotensi untuk memiliki kadar oksigen
lebih tinggi sebab kemungkinan air untuk naik ke atas dan berkontak dengan udara menjadi
lebih banyak. Selanjutnya, faktor yang turut mempengaruhi transfer gas adalah karakteristik
air (Harfadli, 2019).
BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Fungsi Alat dan Bahan


Tabel 3.1 Alat dan Bahan beserta Fungsi
No. Alat dan Bahan Fungsi
1. Aerator diffuser Sebagai alat untuk menyemburkan oksigen
didalam air
2. Erlenmeyer Sebagai wadah air limbah pada proses titrasi
3. Buret Sebagai alat untuk mewadahi senyawa titran pada
proses titrasi
4. Pipet tetes Sebagai alat untuk mengambil dan menuangkan
senyawa dengan tetesan
5. Corong Sebagai tempat kertas saring ketika filtrasi
6. Penjepit Sebagai alat untuk mengambil benda panas
7. Labu ukur Sebagai wadah air limbah ketika limbah belum
difiltrasi
8. Pengaduk kaca Sebagai alat untuk menghomogenkan larutan
9. Air limbah Sebagai bahan perlakuan
10. Statif Sebagai alat untuk menyangga sistem titrasi
11. Botol winkler Sebagai alat untuk menampung dan mengambil
air limbah sebanyak 100 mL
12. Pipet ukur Sebagai alat untuk mengambil air limbah pada
takaran tertentu
13. Timbangan analitik Sebagai alat untuk mengukur massa kertas saring
14. Gelas beaker Sebagai wadah air limbah ketika proses aerasi
15. Termometer Sebagai alat untuk mengukur temperatur air
sampel
16. MnSO4 50% 50 ml Sebagai bahan perlakuan untuk menentukan DO
17. Larutan NaOH (20gr) + KI (36 Sebagai bahan perlakuan untuk menentukan n
gr) dilarutkan hingga 100 ml DO
18. H2SO4 4N 50ml Sebagai bahan perlakuan untuk menentukan DO
19. Na2S2O3 0,01 N Sebagai bahan perlakuan untuk menentukan DO
20. Indikator Amilum Sebagai bahan perlakuan

3.2 Gambar Alat dan Bahan


Tabel 3.2 Gambar Alat dan Bahan
No. Alat dan Bahan Gambar
1. Aerator Diffuser

Gambar 3.1 Aerator Diffuser


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
2. Botol winkler
Gambar 3.2 Botol Winkler
Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
3. Buret + Statif

Gambar 3.3 Buret+ Statif


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
4. Corong

Gambar 3.4 Corong


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
5. Erlenmeyer

Gambar 3.5 Erlenmeyer


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
6. Gelas Beaker

Gambar 3.6 Gelas Beaker


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
7. Labu Ukur

Gambar 3.7 Labu Ukur


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
8. Thermometer

Gambar 3.8 Thermometer


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
9. Pengaduk kaca

Gambar 3.9 Pengaduk Kaca


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
10. Pipet tetes

Gambar 3.10 Pipet Tetes


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
11. Pipet ukur

Gambar 3.11 Pipet Ukur


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
12. Statif

Gambar 3.12 Statif


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
13. Aquades

Gambar 3.13 Aquades


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
14. Penjepit

Gambar 3.14 Penjepit


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
15. Air limbah

Gambar 3.15 Air Limbah


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
16. Amilum

Gambar 3.16 Amilum


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
17. Larutan Na2S2O3

Gambar 3.17 Larutan Na2S2O3


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
18. Larutan NaOH + KI

Gambar 3.18 Larutan NaOH + KI


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
19. Larutan MnSO4

Gambar 3.19 Larutan MnSO4


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
20. Larutan H2SO4

Gambar 3.20 Larutan H2SO4


Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2022
3.3 Cara Kerja
3.3.1 Aerasi

Alat dan bahan

Dipersiapkan

Air limbah

Diambil menggunakan botol winkler

Temperatur awal air limbah


Diukur dengan termometer

Air limbah
Di berikan perlakuan aerasi dengan lama
aerasi 0,12,24,36,48,dan 60 menit.

Air limbah Diambil menggunakan botol winkler


sebanyak 100 mL pada setiap waktu aerasi

Hasil
3.3.2 Pengukuran DO

Alat dan bahan


Dipersiapkan

Air limbah
Diambil dan dimasukkan kedalam botol winkler

Larutan MnSO4 dan NaOH + KI


Ditambahkan 1mL setiap senyawa ke
setiap botol winkler
Botol Winkler
Dikocok atau dihomogenkan selama 13
kali lalu didiamkan 5 menit
H2SO4
Diteteskan sebanyak 6 tetes ke botol winkler
lalu botol winkler dihomogenkan 13 kali

Air limbah
Diambil 25 mL dan diletakkan kedalam
erlenmeyer

Amilum
Dimasukkan kedalam air limbah sampai
air limbah menjadi biru

Na2S2O3
Dipergunakan untuk mentitrasi air limbah

Volume titran (Na2S2O3)


Dicatat volume yang berkurang

Hasil
BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Data Hasil Praktikum


Tabel 4.1 Data Hasil Praktikum
Waktu Cs-C In Cs-C
C (mgO2/L) Kla OC
(menit) (mgO2/L) (mgO2/L)

0 0,018 7,754 2,048 1,847 x 10-4 6,775 x 10-3


12 0,017 7,193 1,973 1,876 x 10-4 6,881 x 10-3

24 0,0169 7,779 2,049 2,032 x 10-4 6,323 x 10-3

36 0,01463 7,764 2,049 1,848 x 10-4 6,778 x 10-3

48 0,013 7,444 2,007 1,85 x 10-4 6,77 x 10-3

60 0,00812 7,778 2,050 1,848 x 10-4 6,778 x 10-3

4.2 Data Hasil Perhitungan


Cari Menit Ke-24
Diketahui :
Volume titrasi = 0,0052 L
Volume sampel = 25 mL
Volume pereaksi = 4 mL
Volume botol winkler = 250 mL
N = 0,01
Cs760 = 8,375
P = 707,5
p = 22,2
KLA(T) = 0,0002
T = 24oC
Cs = 9,17

Perhitungan Konsentrasi Oksigen


𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑤𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟
𝐹 = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑤𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
250
𝐹= 250−4
= 1,016

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑁 𝑥 8000 𝑥 𝐹


C=
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
0,0052 𝑥 0,01 𝑥 8000 𝑥 1,016
C60 = = 0,0169
25

Konsentrasi jenuh oksigen


𝑃−𝑝
Cs = Cs760
760−𝑝
707,5−22,2
Cs60= 8,375 = 7,779
760−22,2

Cs – C = 7,779 – 0,0169 = 7,7621


ln (Cs – C) = 2,049

Konsentrasi perpindahan oksigen


KLa(x) = KLa(T) x f(20-T) = 0,0002 x 1,016(20-24) = 1,876 x 10-4
Kapasitas Oksigen
OC = KLa x Cs x Volume pereaksi = 2,032 x 10-4 x 7,779 x 4 = 6,323 x 10-3

4.3 Analisa Data Hasil Praktikum


Dalam praktikum kali ini, terdapat dua jenis data, yakni data hasil praktikum dan data hasil
perhitungan. Data hasil praktikum diperoleh dari pengukuran yang dilakukan pada praktikum.
Adapun, data yang dimuat dalam data hasil praktikum adalah waktu aerasi, konsentrasi O2,
Cs-C, Ln Cs-C, Kla, dan nilai OC. Dari data tersebut, dapat kita ketahui bahwa aerasi selama
0 menit atau tidak ada proses aerasi mengakibatkan air sampel memiliki nilai C sebesar 0,018
mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,754 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,048, nilai Kla sebesar 1,847
x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,775 x 10-3. Kemudian, dengan waktu aerasi selama 12 menit,
diketahu bahwa sampel memiliki nilai C sebesar 0,017 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,193
mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 1,973, nilai Kla sebesar 1,876 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,881
x 10-3. Selanjutnya, pada proses aerasi selama 24 menit, air limbah memiliki nilai C sebesar
0,0169 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,779 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,049, nilai Kla
sebesar 2,032 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,323 x 10-3. Pada proses aerasi selama 36 menit,
dapat kita amati bahwa air limbah atau air sampel memiliki nilai C sebesar 0,01463 mgO2/L,
nilai Cs-C sebesar 7,764 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,049, nilai Kla sebesar 1,848 x 10-4,
dan nilai OC sebesar 6,778 x 10-3. Kemudian, untuk proses aerasi selama 48 menit, diketahui
bahwa air limbah memiliki nilai C sebesar 0,013 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,444 mgO2/L,
nilai ln Cs-C sebesar 2,007, nilai Kla sebesar 1,85 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,77 x 10-3.
Terakhir, pada proses aerasi selama 60 menit atau 1 jam, air limbah memiliki nilai C sebesar
0,00812 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,778 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,050, nilai Kla
sebesar 1,848 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,778 x 10-3.

4.4 Analisa Data Hasil Perhitungan


Perhitungan dalam praktikum kali ini dilakukan untuk mengolah data hasil praktikum yang
telah diperoleh dari proses pengukuran. Dalam praktikum kali ini, perhitungan dilakukan
khusus untuk air limbah yang memperoleh aerasi selama 24 menit. Perlu diketahui bahwa
terdapat data lainnya, yakni volume titrasi sebesar 0,0052 L, volume sampel sebesar 25 mL,
volume pereaksi sebesar 4 mL, dan volume botol winkler sebesar 250 mL. Kemudian,
diketahui juga bahwa N bernilai sebesar 0,01, Cs760 sebesar 8,375, nilai P sebesar 707,5,
kemudian nilai p sebesar 22,2, nilai KLA(T) sebesar 0,0002, temperatur (T) sebesar 24oC, dan
nilai Cs sebesar 9,17. Perhitungan pertama dilakukan untuk menentukan konsentrasi oksigen,
dimana perhitungan ini dilakukan dengan mempergunakan rumus. Sebelum itu, terlebih
dahulu dilakukan perhitungan untuk menentukan nilai F dengan rumus 𝐹 =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑤𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑜𝑡𝑜𝑙 𝑤𝑖𝑛𝑘𝑙𝑒𝑟 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑝𝑒𝑟𝑒𝑎𝑘𝑠𝑖
. Setelah perhitungan dilakukan, diketahui bahwa nilai F
adalah sebesar 1,016. Kemudian, barulah dilakukan perhitungan konsentrasi (C) oksigen
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑖𝑡𝑟𝑎𝑠𝑖 𝑥 𝑁 𝑥 8000 𝑥 𝐹
dengan mempergunakan rumus C = . Dari perhitungan tersebut
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
diketahui bahwa nilai konsentrasi oksigen adalah sebesar 0,0169 mgO2/L. Kemudian,
perhitungan selanjutnya dilakukan untuk menentukan nilai dari konsentrasi jenuh oksigen.
𝑃−𝑝
Perhitungan ini dilakukan dengan mempergunakan rumus Cs = Cs760 760−𝑝
, dimana, dari
perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai konsentrasi jenuh oksigen (Cs) sebesar 7,779
mgO2/L. Perhitungan dilanjutkan dengan menghitung nilai Cs-C, sehingga diketahui bahwa
nilai Cs-C adalah sebesar 7,7621 mgO2/L. Ketika nilai Cs-C tersebut di-ln-kan, diketahui
bahwa nilai ln (Cs-C) adalah sebesar 2,049. Perhitungan selanjutnya adalah menentukan nilai
konsentrasi perpindahan oksigen (KLA (T)) dengan menggunakan rumus KLa(x) = KLa(T) x f(20-T).
Kemudian, setelah perhitungan selesai, diketahui bahwa nilai konsentrasi perpindahan
oksigen adalah sebesar 1,876 x 10-4. Perhitungan terakhir dilakukan untuk menentukan nilai
kapasitas oksigen dimana, perhitungan ini dilakukan dengan mempergunakan rumus OC =
KLa x Cs x Volume pereaksi. Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai kapasitas
oksigennya adalah sebesar 6,323 x 10-3.

4.5 Analisa Grafik


4.5.1 Grafik Hubungan Waktu dengan Ln (Cs-S)

Hubungan Waktu dengan ln Cs-C


2,06
2,05 2,048 2,049 2,049 2,05
2,04
2,03
2,02
ln Cs-C

2,01 2,007
2
1,99
1,98 y = 0,0003x + 2,0213
1,97 1,973 R² = 0,0343
1,96
0 10 20 30 40 50 60 70
Waktu

Gambar 4.1 Grafik hubungan waktu dengan ln Cs-C


Sumber : Data diolah, 2022

Gambar 4.1 merupakan grafik yang menyatakan hubungan antara waktu aerasi dengan
ln Cs-C. Dari grafik tersebut, dapat kita amati bahwa garis grafik memiliki kecenderungan
yang berfluktuasi. Namun, jika kita amati dari garis putus-putus pada grafik, dapat kita
ketahui bahwa grafik ini memiliki kecenderungan yang sedikit naik. Artinya, antara waktu
aerasi dan ln Cs-C memiliki hubungan yang berbanding lurus walaupun kecenderungannya
cukup kecil. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambah nya waktu aerasi, maka
nilai lnCs-C akan mengalami fluktuasi, dimana fluktuasi tersebut memiliki kecenderungan
yang cenderung naik. Dengan kata lain, nilai ln Cs-C akan bertambah besar seiring dengan
bertambahnya waktu aerasi, walaupun mengalami fluktuasi. Grafik diatas merupakan grafik
hasil penggambaran dari data yang diperoleh, terkait dengan kondisi nyatanya perlu
dibandingkan terlebih dahulu dengan literatur.

4.5.2 Grafik Hubungan Waktu dengan Konsentrasi (C)

Hubungan Waktu dan Konsentrasi


0,025

0,02
Konsentrasi (C)

0,018 0,017 0,0169


0,015 0,01463
0,013
0,01
y = -0,0002x + 0,0192 0,00812
0,005 R² = 0,8623

0
0 10 20 30 40 50 60 70

Waktu

Gambar 4.2 Grafik hubungan waktu dengan konsentrasi


Sumber : Data diolah, 2022
Gambar 4.2 diatas merupakan grafik yang menyatakan hubungan antara waktu
dengan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air limbah. Dari gambar tersebut dapat
kita amati bahwa grafik tersebut memiliki kecenderungan yang cenderung menurun.
Artinya, antara waktu aerasi dengan konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air
memiliki hubungan yang berbanding terbalik. Semakin besar atau lama waktu aerasi, maka
semakin kecil nilai konsentrasi gas oksigen yang terlarut dalam air limbah tersebut. Dengan
kata lain, waktu aerasi yang semakin lama hanya akan menyebabkan penurunan kadar
atau konsentrasi oksigen yang terlarut dalam air. Dikarenakan grafik ini merupakan grafik
yang berasal dari data hasil praktikum, maka hasil yang didapatkan perlu disesuaikan
dengan literatur agar kita bisa mendapatkan hasil yang sesungguhnya.

4.6 Fungsi Perhitungan Ln (Cs-C)


Untuk memastikan keakuratan hasil yang diperoleh dalam praktikum kali ini, maka perlu
dilakukan perbandingan antara praktikum dengan literatur. Perbandingan ini diperlukan untuk
menyesuaikan metode dan alat-bahan dalam praktikum kali ini agar sesuai dengan literatur.
Salah satunya adalah fungsi atau persamaan dalam perhitungan Ln (Cs-C). Dalam praktikum
kali ini, perhitungan untuk menentukan nilai ln (Cs-C) diawali dengan menentukan nilai Cs
terlebih dahulu. Baik praktikum maupun literatur mempergunakan rumus yang sama dalam
𝑃−𝑝
penentuannya, yakni Cs = Cs760 760−𝑝
. Kemudian, perhitungan tersebut dilanjutkan dengan
Menghitung ln (Cs-C) dengan menggunakan rumus Ln (Cs-Ct) = Ln (Cs-Ci) -KLA.t. Persamaan
ini merupakan persamaan yang lebih kompleks, yang terdapat dalam literatur. Selain itu,
dalam literatur ini juga termuat grafik yang menyatakan hubungan antara waktu aerasi dengan
ln (Cs-C). Dimana, dalam grafil literatur ini diketahui bahwa grafik tersebut cenderung
menurunn, artinya antara waktu aerasi dengan ln (Cs-C) memiliki hubungan yang berbanding
terbalik. Jika kita bandingkan dengan grafik yang kita peroleh, yakni Gambar 4.1, maka kita
akan menemukan perbedaan antara grafik literatur dan grafik yang kita peroleh pada
praktikum. Dengan adanya literatur ini, maka dapat kita katakana bahwa grafik yang kita
peroleh kurang sesuai dengan literatur. Dengan kata lain, terdapat kesalahan dalam prosedur
ataupun faktor luar yang menyebabkannya (Abuzar, 2012).

4.7 Reaksi Kimia yang Terjadi dalam Sampel


Sampel yang merupakan air limbah, dalam praktikum ini, mengalami proses aerasi. Aerasi
ini merupakan proses pemasukan gas oksigen kedalam air, sehingga oksigen tersebut dapat
larut dalam air dan dapat menyebabkan kadar oksigen terlarut menjadi meningkat. Dalam
literatur dikatakan bahwa terdapat beberapa reaksi yang terjadi dalam proses aerasi sampel
air. Dimana salah satunya adalah penghilangan atau penurunan kadar logam, seperti besi,
yang terlarut dalam air. Literatur menjelaskan bahwa penghilangan kadar besi pada air limbah
dinamakan sebagai proses oksidasi. Tentunya, dalam proses ini penurunan kadar besi ini
dilakukan dengan bantuan gas oksigen. Besi yang terlarut dalam air biasanya berbentuk ion
Fe2+ dan berikatan membentuk senyawa Fe(HCO3)2. Senyawa tersebut sulit untuk
diendapkan, maka dari itu, oksigen dipergunakan untuk menaikkan valensi besi agar menjadi
Fe3+ dan membentuk senyawa Fe(OH)3. Adapun reaksi yang terjadi dalam proses oksidasi ini
adalah 4Fe(HCO3)2 + O2 +2H2O → 4 Fe(OH)3 + 8CO2. Dari reaksi tersebut dapat kita amati
bahwa diperlukan gas oksigen dalam reaksi dan nantinya akan dihasilkan Fe(OH)3 yang dapat
mengendap dan hasil samping berupa karbon dioksida yang dapat terlepas keudara ketika
terdesak oleh oksigen (Lutfihani, 2015).

4.8 Pengaruh Suhu Terhadap Perpindahan Oksigen


Suhu merupakan salah satu hal yang dapat mempengaruhi perpindahan oksigen dan
kadar oksigen terlarut dalam air. Berdasarkan literatur, dapat kita amati bahwa suhu atau
temperatur merupakan salah satu faktor yang menentukan perpindahan oksigen. Pada
dasarnya, temperatur berpengaruh terhadap koefisien transfer gas (KLa). Kenaikan suhu dapat
menyebabkan kenaikan pada nilai koefisien transfer gas. Hal ini dikarenakan temperatur air
dapat mempengaruhi tingkat difusi, kekentalan, dan tegangan permukaan. Ketika terjadi
peningkatan temperatur air, kemampuan difusi oksigen pada air tersebut akan meningkat.
Sedangkan, kekentalan air dan tegangan permukaan air akan mengalami penurunan. Hal
inilah yang menyebabkan naiknya nilai koefisien transfer gas ketika terjadi kenaikan suhu pada
air. Berdasarkan literatur ini dapat kita katakana bahwa suhu dapat mempengaruhi
perpindahan gas oksigen, terutama pada air. Semakin tinggi suhu, semakin tinggi juga
kemungkinan terjadinya perpindahan oksigen. Dengan kata lain, kenaikan suhu menyebabkan
oksigen lebih mudah masuk kedalam air (Sinaga, 2018).

4.9 Pengaruh Durasi Aerob Terhadap Nilai DO


Durasi aerob pada topik ini memiliki arti yang sama dengan waktu proses aerasi kemudian,
nilai DO yang dimaksudkan adalah kadar oksigen yang terlarut dalam air. Berdasarkan
definisinya, dapat kita ketahui bahwa aerasi merupakan proses pemasukan gas oksigen
kedalam air dengan tujuan untuk menambah oksigen yang terlarut dalam air. Hal ini
menunjukkan bahwa aerasi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kadar oksigen
yang terlarut dalam air (DO). Kemudian, dalam literatur terdapat grafik yang menyatakan
hubungan waktu aerasi dengan konsentrasi atau nilai DO. Dalam grafik tersebut, terlihat
bahwa grafik memiliki kecenderungan yang cenderung naik. Artinya, antara waktu aerasi dan
konsentrasi oksigen (DO) memiliki hubungan yang berbanding lurus. Semakin lama waktu
aerasi, maka semakin tinggi nilai DO dari air tersebut. Jika kita amati grafik tersebut, kita akan
menyadari bahwa grafik literatur berbeda dengan grafik pada praktikum kali ini. Dimana grafik
literatur menyatakan hubungan berbanding lurus sedangkan, grafik praktikum menyatakan
hubungan yang berbanding terbalik. Perbedaan ini menyatakan bahwa grafik yang kita peroleh
tidak sesuai dengan literatur. Tentunya terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan
kesalahan tersebut, baik kesalahan prosedur, perhitungan, maupun kesalahan pada
pengambilan data. Potensi kesalahan juga terdapat pada proses titrasi yang merupakan
proses yang memerlukan ketelitian tinggi (Harfadli, 2019).

4.10 Aplikasi Pengukuran Kebutuhan Oksigen dengan Aerasi di Teknik Lingkungan


Aerasi merupakan salah satu tahapan atau metode yang sering diterapkan dalam
pengolahan air, baik itu air limbah maupun pengolahan untuk air minum. Dalam literatur
diketahui bahwa metode aerasi ini dipergunakan dalam pengolahan air lindi sampah dengan
teknologi aerasi dah filtrasi. Dalam proses pengolahan air lindi sampah ini, aerasi
dipergunakan untuk memasok oksigen kedalam air lindi tersebut, sehingga nantinya akan
diketahui kadar oksigen didalamnya. Kemudian dari data kadar oksigen tersebut juga akan
dicari nilai COD, yaknik kebutuhan oksigen untuk proses kimia. Proses kimia yang
dimaksudkan adalah penguraian partikel limbah secara kimia yang membutuhkan oksigen
dalam reaksinya. Selain itu, aerasi dalam pengolahan air lindi sampah ini juga berfungsi untuk
menghilangkan bau dan rasa yang kurang sedap. Kemudian, aerasi ini juga berperan untuk
memasok oksigen yang diperlukan dalam proses penghilangan kadar logam pada air lindi
tersebut, seperti logam Fe dan Mn (Prayudi, 2013).
BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Praktikum kali ini merupakan praktikum keempat dengan materi analisis kebutuhan
oksigen pada aerasi. Dalam praktikum kali ini, terdapat dua buah tujuan yang merupakan
acuan bagi pelaksanaan praktikum. Tujuan praktikum yang pertama adalah agar mahasiswa
mampu mengetahui kebutuhan oksigen dalam proses aerasi sesuai karakteristik air yang
digunakan. Kemudian, tujuan kedua dari praktikum ini adalah agar mahasiwa mampu
menganalisis oksigen terlarut yang dilakukan menggunakan metode titrasi dengan winkler.
Dalam praktikum ini diperoleh data dimana waktu aerasi selama 0 menit memiliki nilai C
sebesar 0,018 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,754 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,048, nilai Kla
sebesar 1,847 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,775 x 10-3. Kemudian, untuk waktu 12 menit, nilai
C sebesar 0,017 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,193 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 1,973, nilai
Kla sebesar 1,876 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,881 x 10-3. Selanjutnya, pada 24 menit, nilai
C sebesar 0,0169 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,779 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,049, nilai
Kla sebesar 2,032 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,323 x 10-3. Pada aerasi 36 menit, nilai C
sebesar 0,01463 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,764 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,049, nilai
Kla sebesar 1,848 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,778 x 10-3. Kemudian, untuk aerasi 48 menit,
nilai C sebesar 0,013 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,444 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,007,
nilai Kla sebesar 1,85 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,77 x 10-3. Pada aerasi 60 menit, nilai C
sebesar 0,00812 mgO2/L, nilai Cs-C sebesar 7,778 mgO2/L, nilai ln Cs-C sebesar 2,050, nilai
Kla sebesar 1,848 x 10-4, dan nilai OC sebesar 6,778 x 10-3.
Pada proses aerasi, oksigen dibutuhkan untuk mengendapkan senyawa logam, memecah
senyawa organik dengan bantuan mikroba, dan menguraikan senyawa kimia dengan melalui
reaksi kimia. Semakin besar limbah yang terkandung dalam air, maka semakin besar kadar
oksigen yang dibutuhkan. Kemudian, terkait engan titrasi winkler, kadar oksigen yang terlarut
dalam air nantinya akan diketahui dari perhitungan menggunakan volume titran yang
dipergunakan. Kemudian, terkait dengan hubungan waktu dengan konsentrasi O2 yang terlarut
dalam air, hubungan tersebut adalah berbanding lurus. Semakin lama waktu titrasi, semakin
banyak kara oksigen dalam air. Hal ini sesuai denga literatur yang diperoleh.

5.2 Saran
Praktikum kali ini sudah dilaksanakan dengan baik walaupun masih dalam keadaan online
menggunakan bantuan video praktikum dan asistensi. Namun, walaupun secara online,
praktikan sudah cukup mengerti terhadap materi praktikum kali ini. Harapan kedepannya,
pelaksanaan praktikum lebih dimaksimalkan lagi. Selain itu, untuk para praktikan diharapkan
lebih teliti dalam mengambil sampel, melakukan pengukuran, melakukan perhitungan, dan
menganalisis parameter dalam praktikum.
DAFTAR PUSTAKA

Harfadli MM, Saud MNIL, dan Nikmah IC. 2019. Estimasi Koefisien Transfer Oksigen (KLa)
pada Metode Aerasi Fine Bubble Diffuser : Studi Kasus Pengolahan Air Lindi TPA
Manggar Kota Balikpapan. Jurnal Sains Terapan 5(2): 107-112.
Kostanti M. 2021. Kajian Kualitas Air Berdasarkan Parameter Fisika Kimia dan Kelimpahan
Makrozoobenthos di Pantai Wisata Indah Kota Sibolga. Skripsi. Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara. Medan.
Laksana I, Mahmud, dan Prihatini NS. 2020. Peningkatan Transfer Oksigen pada Cascade
Aerator dengan Inovasi Bak Terjunan. JTAM 3(1): 50-60.
Madyawan D, Hendrawan IG, dan Suteja Y. 2020. Pemodelan Oksigen Terlarut (Dissolved
Oxygen/DO) di Perairan Teluk Benoa. Journal of Marine and Aquatic Sciences 6(2):
270-280.
Maulida DT, Widyorini N, dan Purnomo PW. 2015. Pengaruh Dekomposisi Bahan Organik
Eceng Gondok (Eichhornia crassipes (Mart) Solms, 1824) Terhadap Nitrat (NO3) dan
Total Bakteri pada Skala Laboratorium. Journal of Maquares 4(3): 11-19.
Novita E, Wahyuningsih S, dan Widada S. 2021. Reduksi Bahan Organik Kulit Kopi dan Eceng
Gondok Terhidrolisis Menggunakan Proses Anaerobik. Jurnal Keteknikan Pertanian
9(1): 23-30.
Prasetiyo NA. dan Fidiastuti HR. 2015. Kajian Pengaruh Kecepatan Aerasi dan Waktu Inkubasi
Terhadap Kemampuan Konsorsia Bakteri Indigen dalam Mendegradasi Limbah Cair
Kulit di Industri Penyamakan Kulit Kota Malang. Jurnal Saintifika 7(1): 29-37.
Yuniarti DP, Komala R, dan Aziz S. 2019. Pengaruh Proses Aerasi Terhadap Pengolahan
Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit di PTPN VII Secara Aerobik. 4(2): 7-16.
DAFTAR PUSTAKA TAMBAHAN

Abuzar SS, Putra YD, dan Emargi RE. 2012. Koefisien Transfer Gas (KLA) pada Proses Aerasi
Menggunakan Tray Aerator Bertingkat 5(Lima). Jurnal Teknik Lingkungan UNAND
9(2): 155-163.
Lutfihani A. 2015. Analisis Penurunan Kadar Besi (Fe) dengan Menggunakan Tray Aerator
dan Diffuser Aerator. Tugas Akhir. Jurusan Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil
dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Surabaya.
Prayudi T. 2013. Pengolahan Air Leachate Sampah dengan Teknologi Aerasi dan Filtrasi.
Jurnal Permukiman 8(1): 39-44.
Sinaga P. 2018. Pengaruh Variasi Diameter Diffuser dan pH Terhadap Penyisihan Besi dan
Peningkatan DO pada Pengolahan Air Tanah Secara Aerasi. Tugas Akhir. Program
Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Medan.
LAMPIRAN
LAMPIRAN TAMBAHAN
DATA HASIL PRAKTIKUM (ACC)
REVIEW VIDEO

Video praktikum kali ini merupakan video praktikum keempat dengan judul materi
Analisis Kebutuhan Oksigen pada Aerasi. Pada praktikum kali ini kita akan menganalisis
pengaruh lamanya waktu aerasi terhadap kadar oksigen terlarut (DO). Pada bagian awal
video, penjelasan diberikan untuk menjelaskan alat-bahan dan kegunaannya dalam praktikum
kali ini. Alat dan bahan pertama yang dijelaskan adalah senyawa H2SO4 yang telah
diencerkan. Kemudian, terdapat juga senyawa MnSO4 yang telah diencerkan juga.
Selanjutnya, terdapat senyawa NaOH+KI, senyawa Na2S2O3, dan larutan amilum. Senyawa-
senyawa diatas nantinya akan dipergunakan dalam metode penentuan kadar oksigen terlarut
dengan metode winkler. Kemudian, bahan selanjutnya yang dipergunakan adalah air limbah
sebagai bahan perlakuan pada praktikum kali ini. Kemudian, terdapat alat berupa botol winkler
yang nantinya akan dipergunakan untuk mengambil dan menyimpan sampel air limbah. Alat
selanjutnya adalah penjepit yang berfungsi sebagai alat bantu untuk memegang benda ketika
dipanaskan. Kemudian, terdapat bahan lainnya, yakni akuades sebagai bahan untuk
mengencerkan senyawa. Selanjutnya, terdapat alat berupa gelas beker yang akan
dipergunakan sebagai wadah dan tempat terjadinya reaksi. Alat selanjutnya adalah cawan
porcelain sebagai wadah senyawa padatan ketika ditimbang pada timbangan analitik.
Terdapat juga termometer yang dipergunakan untuk mengukur suhu sistem. Kemudian,
terdapat pengaduk kaca sebagai alat untuk meratakan campuran senyawa. Selanjutnya,
terdapat pipet ukur sebagai alat untuk mengambil larutan dan aerator sebagai alat untuk
menghasilkan gelembung didalam air. Alat terakhir adalah buret beserta statif untuk
menghitung kadar DO melalui proses titrasi.
Penjelasan dilanjutkan dengan menjelaskan langkah kerja atau metode dalam
praktikum kali ini. Langkah pertama dalam praktikum ini, tentunya dalah menyiapkan alat dan
bahan yang diperlukan. Kemudian, kita perlu mengukur temperatur awal dari air limbah yang
dipergunakan. Langkah selanjutnya adalah melakukan aerasi dengan alat aerator selama 60
menit. Selama proses aerasi dilakukan, kita perlu mengamati bahan pada setiap variasi waktu
yang telah ditentukan. Pengamatan yang dimaksudkan adalah pengambilan sampel sebanyak
100mL pada 0, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit. Adapun alat yang dipergunakan untuk
mengambil sampel adalah botol winkler. Pengambilan dilakukan dengan cara memasukkan
botol kedalam air sampel dan menutupnya secara langsung ketika botol tenggelam didalam
air sampel. Kemudian, langkah selanjutnya adalah menambahkan senyawa MnSO4 sebanyak
1 mL dan senyawa NaOH+KI sebanya 1mL. Setelah penambahan senyawa, campuran
didiamkan selama 5 menit dan setelahnya diberikan 6 tetes H2SO4. Selama praktikum
diwajibkan menggunakan sarung tangan, mengingat H2SO4 merupakan senyawa asam kuat.
Setelah diberi senyawa asam sulfat, botol kemudian ditutup dan dihomogenkan sebanyak 13
kali. Setelah dihomogenkan, kita perlu mendiamkan campuran selama beberapa saat agar
terjadi pengendapan.
Langkah kerja dilanjutkan dengan mengambil campuran sebanyak 25 mL dengan
menggunakan pipet ukur dan bulb. Campuran yang telah diambil, kemudian dimasukkan
kedalam erlenmeyer dan diberi amilum sampai campuran air limbah tersebut berubah menjadi
biru. Ketika campuran atau air limbah ini berwarna biru, pemberian amilum dihentikan dan
langkah kerja dilakukan dengan mentitrasi air limbah tersebut dengan menggunakan Na2S2O3
sebagai titran. Titrasi dilangsungkan sampai air limbah tersebut berubah warna menjadi putih
keruh. Volume titran yang habis selama proses titrasi dicatat dan dimasukkan sebagai salah
satu data. Data-data yang diperoleh dalam praktikum ini dicatat sebagai data hasil praktikum
agar nantinya dapat dipergunakan dalam perhitungan untuk menentukan kadar oksigen
terlarut dalam air limbah setelah dilakukannya proses aerasi. Tidak lupa juga bahwa
perlakuan ini dilakukan terhadap semua sampel yang diambil pada variasi waktu berbeda,
yakni pada 0, 10, 20, 30, 40, 50, dan 60 menit. Data yang diperoleh nantinya akan diperlukan
dalam proses perhitungan, sehingga kita bisa mengetahui pengaruh waktu aerasi terhadap
kadar oksigen yang terlarut pada air limbah.

Anda mungkin juga menyukai