Anda di halaman 1dari 3

BOCAH DARI TENGAH PEPERANGAN

Judul : Bunga Di Serambi Mekkah


Pengarang : Maia Rosyida
Tahun : Cetakan pertama, tahun 2011
Penerbit : Emboen Imaji / Cupid
Tebal Buku : 128 Halaman
Harga Buku : Rp. 35.000 – Rp. 40.000
Peresensi : Safa Zian Maulana/XI IPS I/29

N
Novel Bunga Di Serambi Mekkah karya Maia rosyida,
sudut pandang pengarang sekaligus tokoh utama cerita,
yakni gadis bernama shafiya, melalui penuturan yang
cenderung naratif, tergambarkan karakter dan nasib
masyarakat Nangroe Aceh Darussalam yang hidup dalam
deraaan panjang peperangan antara Tentara Nasional
Indonesia (TNI) dengan Gerakan Aceh Merdka (GAM), ditambah bencana tsunami yang
meluluhlantahkan fisik dan psikologis masyarakat setempat.

Isi Novel : Dalam dekapan perang. Sekerumunan nyawa melayang didepan mata.
Suara yang meluncur dari senjata berjenis AK 46 dan banyak jenis senjata berbagai nomer
meletup-letup. Menumbangkan pohon-pohon besar dan banyak bangunan. Tangis sang bayi
pecah. Tapi sayangnya dia hanya seorang diri di dalam rumah, sementara ribuan malaikat
hanya mampu bertasbih didunia ghaib mereka. Ini merupakan sebuah catatan bersejarah bagi
seorang gadis aceh yang hatinya begitu rupawan bernama Shafiyah. Dia lahir di tengah
peperangan sesama indonesia. Sejarah meninggalkan bekas luka di tanah ini. Tanah yang
mendapat gelar sebagai Nangroe Aceh Darussalam. BRAK!
Gebrakan pintu terdengar keras, hingga tangis shafiya terpelintir kemudian
membeku ketakutan. Seorang tentara dari anggota TNI tengah mengendap sambil sesekali
berteriak. Shafiya mungil masih seperti malaikat dan tak tau apa puntentang kelaknatan dunia
itu, terbaring meringkuk. Entah kenapa dia seperti sedang berusaha untuk tidak menangis.
Terlebih ketika langkah orang berbadan besar dan tegap tersebut kini sampai di dalam
kamarnya. Shafiya kini bukan lagi meringkuk terdiam tapi dia tertidur dengan sangat manis.
Dan tembakan-tembakan terus berkelanjutan hingga tiba masanya aku mengenyam
pendidikan di sebuah SD sederhana di desa seramou. Desa yang terlahir dariperut bumi
dengan segenap kekuatan. Perang kemunafikan semakin ngeri. Tragedi itu mencatat berbagai
hal dan pemikiran naif baru. Pemikiran busuk berupa nafsu untuk masing-masing ingin
menang dan bukan menuntaskan masalah. DUAAARRR!!
Dadaku berdentam keras dan punggungku reflek meringkik. Air mataku mungkin memang
tidak menetes, tapi hatiku perih seperti diiris benda tajam. Aku seperti tidak percaya bahwa
ini semua nyata. Sebutir peluru melayang di atas kepalaku, melintas dan jatuh ke dasar
sungai. Aku terus berdo`a selemah-lemahnya keadaan dan perlahan memakai kembali baju
panjangku. Sesaat ketika baru ingin ku kenakan sejuntai kerudung bungaku, seseorang dari
balik pohon berteriak. “SHAFIYA!”
Seseorang itu berseru ketika lagi-lagi peluru sudah meluncur secepat kilat. Kembali dadaku
seperti meledak, tetapi beruntung karna aku gesit menghindar. Aku melihat laki-laki yang
tadi berseru memanggilku, sekrang sedang berlari seperti orang kesurupan untuk mengejar
ayahnya yang sesaat limbung. Tapi sial, karna langkah kakinya segera dihentikan oleh
percikan api yang tak kalah menyengat. Salah satu dari tentara TNI memutuskan untuk
meluncurkan tembakan ke lutut irak, nama laki-laki yang masih sangat muda itu. Dan
tembakan itu membuat kemarahan irak membara, irak seketika terjatuh dengan kaki
berlumuran darah. Aku yang masih 3 SD ini menjadi saksi mata atas perang sesama negara
yang entah sudah ke berapa.
Keindahan Nangroe terhempas pada pulaunya yang dikebiri oleh bentangan lembar-lembar
samudra. Tragei 2004, ombak itu sungguh-sungguh membesar menjadi raksasa. Desa
seramoe tertinggal secuil batu bata yang perlahan melepuh jatuh di rumah sederhanaku.
Pendidikan terbengkalai, sebuah problematika yang akhirnya membawaku pada kehidupan
yang sangat kontras dari sepanjang deretan sejarah kehidupan didesa. Aku harus meneruskan
pendidikan SMU di Banda, pusat kota Aceh.
Di pantai Sermoe, lautnya yang biru dan pasirnya yang putih bagai di padang Arafah. Nafas
yang sesekali sesak, kini bukan lagi karna sebuah beban, melainkan karna kembalinya sebuah
kebahagian yang mengembang. Entah kenapa begitu saja aku seperti terlepas dari kesedihan.
Lengan irak terasa basah. Aku tidak tahan untuk menangis. Ternyata hanya di desa Seramoe
ini, di desaku sendiri aku akan menemukan cinta. Seseorang telah ada lagi bersamaku, irak
mampu membuat hatiu semarak.

Kelebihan
- Menurut saya cover bisa dibilang cukup menarik dan tidak karena cover yang bergambar
masjid dan judul berupa bunga di serambi mekah bisa membuat orang berpikir bahwa ini
adalah novel yang kental akan islami namun nyatanya tidak.
- Jalan ceritanya tersusun cukup baik

Kekurangan
- Ada bahasa yang menggunakan bahasa aceh yang belum saya pahami di pahami seperti di
bab sebelas.

Kesimpulan
- Novel Bunga Di Serambi Mekkah karya Maia rosyida, bukan sekedar karya fiksi. Ini juga
semacam reportoar, atau testimoni. Tersusun dalam ungkapan-ungkapan heroik dan
enerji. Novel ini menceritakan tentang shafiya yang sejak kanak-kanak sudah di kepung oleh
konflik, kekerasan, tragedi, serta pelecehan atas asas-asas kemanusiaan.
- Gaya penutur dan pendekatan pengarangnya bergaya eksistensialisme, memperlihatkan
keseriusan seorang pengarang remaja dengan potensi untuk terus maju.

Penutup juga Kritik dan Saran


Novel ini sangat baik untuk di baca karena tergambarkan karakter dan nasib masyarakat
Nangroe Aceh Darussalam yang hidup dalam deraaan panjang peperangan antara Tentara
Nasional Indonesia (TNI) dengan Gerakan Aceh Merdka (GAM), ditambah bencana tsunami
yang meluluhlantahkan fisik dan psikologis masyarakat setempat.

Anda mungkin juga menyukai