Anda di halaman 1dari 17

Fatimah binti al-Khattab

Fatimah binti al-Khattab adalah adik dari Khalifah kedua Umar ibn al-Khattab bersama
dengan Zaid bin al-Khattab dan salah satu awal wanita pengikut nabi Islam, Muhammad . Dia
adalah putri bungsu Khattab ibn Nufayl, yang menikah dengan keponakannya, Sa'id bin Zaid.
Fatimah bersama suaminya, Sa'id bin Zaid masuk Islam bersama-sama pada waktu yang sama.

“Petikan Kisah dari Fatimah binti Al-


Khattab”
Kisah muslimah yang satu ini tak akan jauh dari perjalanan keislaman seorang \seorang
sahabat Rasulullah SAW yang juga merupakan khalifah kedua pengganti Nabi setelah
Abu Bakar As-Shidiq, yaitu Umar bin Khattab. Memiliki nama yang serupa dengan
Umar, Fatimah binti Al-Khattab tak lain adalah adik kandung dari pria yang dijuluki
singa padang pasir pada zamannya. Layaknya buah yang jatuh tak jauh dari pohonnya,
Fatimah dalam beberapa kisah digambarkan sebagai sosok muslimah yang berperangai
tegas seperti halnya Umar.

Istimewanya Fatimah adalah ia salah seorang wanita angkatan pertama yang mengakui
Rasulullah sebagai nabi utusan Allah SWT, serta menerima ajaran Islam yang dibawa
Nabi Muhammad dan memutuskan untuk menjadi muslim. Bersama dengan suaminya,
Sa’ad bin Zaid, mereka dengan giat memperdalam agama Islam walau dengan kondisi
sembunyi-sembunyi. Terutama dari sang Kakak, Umar bin Khattab, yang pada awalnya
amat keras membela agama tradisional bangsanya yang menyembah berhala. Namun,
melalui perantara Fatimah pulalah Islam masuk dan diterima menjadi agama yang
diyakini oleh Umar di kemudian hari.

Suatu hari di tengah perjalanan ketika Umar bin Khattab pergi hendak menghunus
pedangnya untuk membunuh Rasulullah, bertemulah ia dengan seorang laki-laki dari
golongan Bani Zahrah. Singkat cerita, mengetahui niatan buruk sang singa padang pasir
pada Nabi Muhammad, lelaki tersebut memberitahukan berita keislaman sang Adik,
Fatimah binti Al-Khattab, guna melindungi Muhammad SAW. Umar yang terkejut
menjadi lupa akan niatnya untuk membunuh Rasulullah dan malah mendatangi rumah
adik perempuan yang dikasihinya untuk memastikan kebenaran akan kabar yang baru ia
dapat.

Sesampainya di rumah Fatimah, sedang diadakan pembacaan ayat suci Al-Qur’an oleh
Khabab bin Al-Arat. Mengetahui kedatangan Umar, Khabab langsung bersembunyi dan
lembaran suci Al-Qur’an pun segera disembunyikan dengan baik oleh Fatimah dan Sa’ad
seolah sebelumnya tidak pernah dilantunkan kalam Allah. Umar yang sudah curiga
menanyakan suara yang didengarnya dari luar pintu.
Dijawablah oleh Fatimah dan suaminya dengan sebuah tanya, ”Ya Umar, adakah engkau
mendengar sesuatu?” Umar pun menjawab, ”Demi Tuhan, aku telah mendengar kabar
bahwa kamu berdua telah mengikuti agama Muhammad.” Kemudian Umar memukul
Sa’ad, adik iparnya. Fatimah yang tak terima suaminya diperlakukan kasar oleh sang
Kakak, segera berdiri menghalangi dan berimbas terkenanya pukulan Umar pada
dirinya. Berteteskan darah pada muka, Fatimah dan Sa’ad tak gentar dengan amukan
Umar. Dengan lantang sepasang suami istri tersebut menyampaikan pernyataan di
hadapan Umar bahwa mereka telah masuk Islam serta beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya. Tak segan, kepada Umar pun keduanya mempersilakan untuk berbuat apa
saja terhadap diri mereka.

Umar, sebagai seorang Kakak, tertegun melihat sikap saudari dan iparnya. Berkatalah
ia kepada mereka, ”Berikan kepadaku lembaran yang kalian baca tadi, agar aku dapat
melihat apa yang dibawa Muhammad.” Kemudian Fatimah menjawab, “Kami takut
engkau berbuat kasar terhadapnya.” Lalu Umar berkata, ”Jangan takut. Aku tidak akan
berbuat sesuatu.” Umar pun kembali bersumpah dengan menyebut nama-nama berhala,
bahwa ia akan mengembalikan tulisan tersebut setelah dibacanya.

Setelah membersihkan diri dengan mandi, Fatimah memberikan lembar ayat Al-Qur’an
kepada Umar. Pada akhirnya, Umar pun tercengang dengan apa yang tertulis di
hadapannya dan telah ia baca. Surat Thaha ayat 1-8.

Umar berkata, ”Alangkah indah dan mulianya kalam ini.” Mendengar komentar Umar
yang positif, Khabab segera keluar dari persembunyiaannya. Ia berkata, ”Ya Umar,
demi Allah sungguh aku sangat mengharapkan engkau menjadi orang yang
diistiwamakan Allah lantaran doa Rasulullah. Sebab kemarin aku telah mendengar
beliau berdoa; ”Allahumma Ayyidil Islama Bi Abil Hakam Ibni Hisyam Au Bi Umar Ibnil
Khattab; (Ya Allah perkuatlah Islam dengan Abil Hakam Bin Hisyam (Abu Jahal) atau
Dengan Umar Bin Khathab.” Karena itu, bertakwalah kamu kepada Allah, wahai Umar.”
Lalu Umar menjawab: ”Wahai Khabab tunjukkanlah kepadaku di mana Muhammad
berada. Aku akan masuk Islam.”

Begitulah, Fatimah binti Al-Khattab dengan segala keberaniannya membawa sang


Kakak untuk masuk Islam. Di mana dengan kehadiran Umar bin Khattab sebagai
pengikut nabi Muhammad menjadikan Islam semakin kuat.

Semoga kita sebagai muslimah akhir zaman dapat teguh memegang iman kita layaknya
Fatimah binti Al-Khattab, serta selalu bersemangat untuk mempelajari ayat suci Al-
Qur’an sebagai wahyu yang telah diturunkan oleh Allah. Aamiin.
Khutbah Jumat: Antara Bermedia Sosial dan Membaca Al-Qur’an

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/111413/khutbah-jumat--antara-
bermedia-sosial-dan-membaca-al-qur-an

Khutbah I ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن‬،‫ك ْالقُ ُّدوْ سُ ْال َع ِز ْي ُز ْال َعاَّل ْم‬ ُ ِ‫ك لَهُ ْال َمل‬ ِ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ الَ ش‬.‫ اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذيْ َعلَّ َم اِإْل ْنسَانَ َما لَ ْم يَ ْعلَ ْم‬،ْ‫اَ ْل َح ْم ُد هلل‬
َ ‫َر ْي‬
‫َأ‬ ْ ‫َأْل‬ ‫ُأَل‬
ُ‫ َوهُ َو الَّ ِذيْ ْنزَل َ هللا‬،‫صاَل ةً تَ ْم ا ْك َوانَ ِم ْن يَوْ ِمنَا هَ َذا ِإلَى يَوْ ِم القِيَ ِام‬ َ ‫صلِّ َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ َ‫ اَللَّهُ َّم ف‬.‫َسيِّ َدنَا َونَبِيَّنَا َو َموْ اَل نَا ُم َح َّمداً َخي َْر اَأْلن َِام‬
‫ وقال تعالى في‬. َ‫ فَقَ ْد فَازَ ْال ُمتَّقُوْ ن‬.ِ‫ص ْينِ ْي نَ ْف ِس ْي َوِإيَّا ُك ْم بِتَ ْق َوى هللا‬ ِ ْ‫ ُأو‬،ِ‫ أ ّما بعد فَيَا ِعبَا َد هللا‬.‫صحْ بِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسان‬ َ ‫ َو َعلَى آلِ ِه َو‬، َ‫اِلَ ْي ِه ْالقُرْ آن‬
َ‫ ِإنَّا نَحْ نُ نَ َّز ْلنَا ال ِّذ ْك َر َوِإنَّا لَهُ لَ َحافِظُون‬،‫ كتابه الكريم‬Ma’asyiral Hadhirin, jamaah jumah hafidhakumullah, Saya
berwasiat kepada pribadi saya sendiri, juga kepada hadirin sekalian. Marilah kita senantiasa meningkatkan
takwa kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya dan
menjauhi larangan-larangan-Nya. Semoga kita kelak dimasukkan surga Allah bersama orang-orang yang
bertakwa, amin. Hadirin hafidhakumullah, Kita sekarang berada dalam era digital. Semua serbacanggih.
Hampir semua aktivitas kita selalu berkawan dengan mesin. Mayoritas masyarakat yang hidup di atas tanah
air bumi pertiwi ini setiap saat bisa mengakses informasi. Tidak harus menunggu tetangganya bercerita dari
mulut ke mulut, atau menunggu media-media konvensional seperti televisi, radio, koran dan lain sebagainya
melakukan siaran atau mengabarkan sesuatu. Kini informasi cukup didapat lewat telepon genggam melalui
jaringan internet yang bisa diakses kapan pun dan di mana pun. Menurut Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 10,12 persen pada April 2019.
Persentase itu setara dengan 171 juta jiwa dari total penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 270 juta jiwa.
Dengan telepon seluler, informasi setiap detik bisa diperbarui, diperbarui lagi, dan mengalami pembaruan
secara terus-menerus. Banyak di antara kita yang merasa sayang bila ketinggalan informasi dari ponsel-
ponsel kita. Mengecek handphone (HP) sesering mungkin, hanya dalam rangka berbagi dan mengakses
informasi. Atau bahkan sekadar bermain game atau media sosial. Saat antre di kendaraan umum, kita
membuka HP. Istirahat belajar di kampus, kantor, rutinitas pekerjaan, yang dibuka HP. Mau tidur, bangun
tidur, saat-saat senggang, kita juga membuka HP. Hadirin... Dengan sedemikian besarnya pengakses
informasi ini, mari kita muhasabah, introspeksi diri. Mari kita tanyakan kepada pribadi kita masing-masing,
waktu kita untuk membuka HP di luar kebutuhan pokok keluarga dan kantor, apakah seimbang atau minimal
sejajar dengan waktu yang kita luangkan untuk mengakses informasi dari Allah subhanahu wa ta’ala yang
Maha Menciptakan kita? Dalam sehari, berapa jam kita membuka HP, dan berapa jam kita membuka Al-
Qur’an? Jika informasi-informasi tidak penting, atau bahkan informasi buruk saja yang selalu kita akses
sepanjang hari, tidak heran bila kita kian menjauh dari agama. Sebab, sikap yang kita ambil, teladan yang
kita tiru, tidak bersumber dari Al-Qur’an. Bagaimana orang akan mendapatkan keberkahan Al-Qur’an jika
mengakses Al-Qur’an saja jarang-jarang atau bahkan tidak pernah sama sekali? Apakah artis-artis yang
selalu kita ikuti kabar aktivitasnya di dunia ini, kelak saat dia mati, akan peduli dengan kita? Apabila
jawabannya adalah “tidak”, maka selayaknya kita mengakses informasi yang kelak memberikan syafaatnya
kepada kita di hari kiamat, yaitu Al-Qur’anul Karim. Abu Umamah al-Bahili menceritakan, ia pernah
mendengar dari Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda: ‫ ا ْق َر ُءوا ْالقُرْ آنَ فَِإنَّهُ يَْأتِي يَوْ َم ْالقِيَا َم ِة َشفِيعًا َأِلصْ َحابِ ِه‬Artinya: “Bacalah
kalian Al-Qur’an. Sesungguhnya besok pada hari kiamat, ia akan menjadi pemberi syafa’at (penolong) bagi
pembacanya. (HR Muslim) Hadhirin hafidhakumullah, Di dalam hadits, Rasulullah ‫ﷺ‬, sangat
banyak menyebutkan bagaimana keutamaan-keutamaan Al-Qur’an. Di antaranya adalah: ‫ب‬ ِ ‫َم ْن قَ َرَأ َحرْ فا ً ِم ْن ِكتَا‬
ٌ‫“ هللاِ فَلَهُ َح َسنَة‬Barangsiapa yang membaca satu huruf saja dari kitabullah (Al-Qur’an), maka ia mendapatkan
satu kebaikan.” ‫“ َو ْال َح َسنَةُ بِ َع ْش ِر َأ ْمثَالِهَا‬Padahal setiap satu kebaikan, akan dibalas oleh Allah sepuluh
kebaikan.” ‫ف‬ ٌ ْ‫“ اَل َأقُوْ ُل الم َحر‬Aku tidak mengatakan Alif Lam Mim itu terdiri dari satu huruf.” ‫ف‬ ٌ ِ‫َولَ ِك ْن َأل‬
‫ف‬ ٌ ْ‫ َو ِم ْي ٌم َحر‬،‫ف‬ٌ ْ‫ َواَل ٌم َحر‬،‫ف‬ ٌ ْ‫“ َحر‬Tapi Alif dihitung satu huruf, Lam dihitung satu huruf, dan Mim dihitung satu
huruf,” (HR at-Tirmidzi). Bararti, para hadirin, jika Alif Lam Mim dihitung tiga huruf, maka tiga huruf
tersebut masing-masing dikalikan sepuluh menjadi 30 balasan pahala kebaikan yang akan diberikan Allah
kepada orang yang membaca Al-Qur’an baru Alif Lam Mim saja. Tentu hal ini tidak akan sama dengan apa
yang kita dapatkan saat kita membaca media sosial di HP selama apa pun itu. Mengakses medsos boleh-
boleh saja, tidak haram, selama tak ada maksiat di dalamnya. Tapi jangan sampai dengan mangakses medsos
itu, kita lantas melupakan aktivitas membaca Al-Qur’an. Hadhirin, hafidhakumullah, Siapa yang tidak
bergembira apabila semua hidupnya diatur secara baik sedangkan yang mengatur itu adalah Allah subhanahu
wa ta’ala? Hidup baik tidak mesti diartikan kaya dengan harta. Tidak. Ada orang yang kaya tapi hidupnya
tidak harmonis. Ada orang kaya tapi meninggal justru dengan cara bunuh diri. Artinya kita jangan
mempunyai anggapan bahwa diberi kebaikan oleh Allah pasti melalui jalan kekayaan harta. Dan jangan pula
kita mesti su’udhan bahwa orang kaya itu buruk. Karena orang kaya yang baik juga banyak, asalkan semua
taat atas aturan Allah subbhanahu wa ta’ala. Dalam hadits dikatakan: ُ‫َم ْن َش َغلَهُ ْالقُرْ آنُ َو ِذ ْك ِريْ ع َْن َم ْسَألَتِ ْي َأ ْعطَ ْيتُه‬
َ‫ض َل َما ُأ ْع ِط ْي السَّاِئلِ ْين‬ َ ‫َأ ْف‬، “Barangsiapa yang selalu sibuk membaca Al-Qur’an dan berdzikir kepada-Ku (Allah)
sampai-sampai ia tidak sempat meminta (berdoa) kepada-Ku, Aku lah yang akan memberikan kepada dia
dengan pemberian terbaik sebagaimana yang saya berikan kepada orang-orang yang pernah meminta.” ‫فَفَضْ ُل‬
‫“ كَاَل ِم هللاِ ُس ْب َحانَهُ َوتَ َعالَى َعلَى َساِئ ِر ْالكَاَل ِم َكفَضْ ِل هللاِ تَ َعالَى َعلَى َخ ْلقِ ِه‬Keutamaan Al-Qur’an (kalamullah) dibandingkan
dengan semua perkataan itu bagaikan keutamaan Allah dibandingkan dengan semua makhluknya,” (HR a-
Tirmidzi). Dengan demikian, kita menjadi tahu, apabila kita ingin mendapatkan keutamaan yang setinggi-
tingginya, maka kita perlu membaca Al-Qur’an. Keutamaan bacaan Al-Qur’an tak akan sebanding dengan
bacaan mana pun, termasuk yang tersebar di media sosial. Oleh karena itu, mari kita mulai membenahi diri
kita. Jangan sampai kita merasa tidak punya waktu membaca Al-Qur’an, tapi nyatanya kita punya waktu
lama untuk bermedia sosial. Kita sekarang sudah tidak punya alasan untuk kerepotan membawa mushaf
Al-Qur’an, karena di dalam HP, sekarang kita bisa memasang aplikasi mushaf Al-Qur’an. Kata Rasulullah
‫ب‬ِ ‫ت ْال َخ ِر‬ ِ ‫َي ٌء ِمنَ ْالقُرْ آ ِن ك َْالبَ ْي‬ ْ ‫ْس فِ ْي َجوْ فِ ِه ش‬ َ ‫ ِإ َّن الَّ ِذيْ لَي‬:‫“ ﷺ‬Orang yang di dalam tubuhnya tidak ada sama sekali
Al-Qur’an, itu bagaikan rumah yang rusak,” (HR at-Tirmidzi). Hadirin… Lalu minimal berapa banyak
idealnya kita membaca Al-Qur’an dalam sebulan? Berikut penuturan Abdullah bin Umar yang
mengisahkan percakapannya dengan Baginda Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam: ‫ُول‬ َ ‫ يَا َرس‬:‫ت‬ ُ ‫قُ ْل‬
‫ض َل‬ َ ‫ق َأ ْف‬ ‫ُأ‬
ُ ‫ ِإنِّي ِطي‬:‫ت‬ ُ ‫س وعشرين» قُ ْل‬ ٍ ‫«اختِ ْمهُ فِي َخ ْم‬ ْ :‫ك قَا َل‬ َ ‫ق َأ ْف‬
َ ِ‫ض َل ِم ْن َذل‬ ‫ُأ‬
ُ ‫ ِإنِّي ِطي‬:‫ت‬ ُ ‫«اختِ ْمهُ فِي ُكلِّ َشه ٍْر» قُ ْل‬ ْ :‫ال‬ َ َ‫ فِي َك ْم َأ ْختِ ُم ْالقُرْ آنَ ؟ ق‬،ِ‫هللا‬
ْ
‫ «اختِ ْمهُ فِي‬:‫ك قَا َل‬ َ
َ ِ‫ض َل ِم ْن ذل‬ َ ‫ق ف‬ ْ ‫َأ‬ ‫ُأ‬ ِّ ُ ْ ُ ْ ْ
ُ ‫ ِإني ِطي‬:‫ «اختِ ْمهُ فِي َعش ٍر» قلت‬:‫ض َل ِم ْن ذلِكَ قَا َل‬ َ ْ
َ ‫ق ف‬ ‫َأ‬ ‫ُأ‬ ِّ ُ ْ ُ
ُ ‫ ِإني ِطي‬:‫«اختِ ْمهُ فِي خمس عشرة» قلت‬ ْ :‫ال‬ َ ِ‫ِم ْن َذل‬
َ َ‫ك ق‬
‫ص لِي‬ َ ‫ «فَ َما َر َّخ‬:‫ك قَا َل‬ َ ِ‫ض َل ِم ْن َذل‬ َ ‫ق َأ ْف‬ُ ‫ ِإنِّي ُأ ِطي‬:‫س» قَا َل‬ ٍ ‫ » َخ ْم‬Artinya: “Saya bertanya kepada Rasulullah, ‘Ya Rasulallah,
sebaiknya dalam sebulan saya mengkhatamkan Al-Qur’an berapa kali?’ Rasul menjawab, ‘Khatamkan satu
kali dalam sebulan!’ Aku kembali bertanya, ‘Saya kuat khatam melebihi itu, Ya Rasul.’ Beliau menjawab,
‘Khatamkan dalam 25 hari.’ Saya masih kuat lebih dari itu. ‘Khatamkan dalam 15 hari.’ ‘Saya masih mampu
lebih dari itu.’ ‘Khatamkan dalam 10 hari.’ ‘Saya masih kuat lebih dari itu.’ ‘Khatamkan dalam 5 hari.’
‘Saya masih kuat lebih dari itu, Ya Rasul.’ Kemudian setelah aku menyatakan mampu mengkhatamkan Al-
Qur’an kurang dari lima hari, Rasul tidak memberikan keringanan lebih lanjut,” (As-Sunan Al-Kubra 8011).
Standarnya, orang membaca Al-Qur’an adalah sebulan sekali khatam. Dengan begitu berarti jika dibagi,
maka setiap hari kita hendaknya membaca Al-Qur’an paling tidak satu juz. Satu juz ini terdapat sepuluh
lembar. Kalau dibagi setiap kali bakda shalat, maka kita perlu meluangkan waktu untuk membaca Al-Qur’an
dua lembar atau empat halaman. Bagi orang yang sudah lancar, mungkin tidak sampai lima menit selesai.
Bagi yang masih terbata-bata mungkin sekitar 10 menit. Mari kita menabung untuk kepentingan pribadi
kita sebagai bekal akhirat, dengan meluangkan waktu lima sampai sepuluh menit saja dari 24 jam sehari
yang diberikan Allah sebagai fasilitas hidup kita. Semoga kita dan keluarga kita termasuk orang yang
diberi pertolongan oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk bisa menjalankan ibadah membaca Al-Qur’an
dengan sesuai tuntunan syariat sehingga kita tergolong orang yang bertakwa, kelak kita semua meninggal
dalam keadaan husnul khatimah, amin. ُ‫ ِإنَّه‬.‫ َو َج َعلَنِ ْي َوِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ اآْل يَاِت َوال ِّذ ْك ِر ْال َح ِكي ِْم‬،‫بَارَكَ هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي ْالقُرْ آ ِن ْال َع ِظي ِْم‬
َ‫) ِإاَّل الَّ ِذين‬٢( ‫ْر‬ ٍ ‫) ِإ َّن اِإْل ْنسَانَ لَفِي ُخس‬١( ‫ َو ْال َعصْ ِر‬،‫ بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫َّجيْم‬ ِ ‫ْطان الر‬ِ ‫ أعُو ُذ ِباهللِ ِمنَ ال َّشي‬.‫َّح ْي ُم‬ ِ ‫ه َُو البَرُّ التَّوَّابُ الرَُّؤ وْ فُ الر‬
‫َأ‬ ْ ‫َأ‬ ْ
‫) ـ َوقلْ َربِّ اغفِرْ َوارْ َح ْم َو نتَ رْ َح ُم الرّا ِح ِم ْينَ ـ‬٣( ‫صب ِْر‬ ُ َّ ‫ق َوتَ َواصَوْ ا بِال‬ ْ
ِّ ‫ت َوتَ َواصَوْ ا بِال َح‬ ِ ‫ آ َمنُوا َو َع ِملوا الصَّالِ َحا‬Khutbah II ِ‫اَ ْل َح ْم ُد هلل‬
ُ
‫أن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُهُ ال َّدا ِعي إل َى‬ َّ ‫ك لَهُ َوَأ ْشهَ ُد‬ ِ ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ اِلَهَ ِإالَّ هللاُ َوهللاُ َوحْ َدهُ الَ ش‬.‫َلى ِإحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ عَل َى تَوْ فِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‬
َ ‫َر ْي‬ َ ‫ع‬
‫َأ‬ ُ ‫َأ‬ ِّ ‫َأ‬
‫صلِّ َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى اَلِ ِه َو صْ َحابِ ِه َو َسل ْم تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا َّما بَ ْع ُد فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقوا هللاَ فِ ْي َما َم َر َوا ْنتَهُوْ ا َع َّما نَهَى َوا ْعلَ ُموْ ا‬ َ ‫ اللهُ َّم‬.‫ِرضْ َوانِ ِه‬
‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا‬َ ‫ص ُّلوْ نَ عَل َى النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا‬ َ ُ‫ال تَعاَلَى ِإ َّن هللاَ َو َمآلِئ َكتَهُ ي‬ َ َ‫َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم بَِأ ْم ٍر بَ َدَأ فِ ْي ِه بِنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى بِ َمآل ِئ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوق‬
ْ ‫َأ‬ ْ
‫ض اللهُ َّم َع ِن ال ُخلَفَا ِء الرَّا ِش ِد ْينَ بِى بَك ٍر‬ َّ ْ
َ ْ‫ك َو َمآلِئ َك ِة ال ُمقَ َّربِ ْينَ َوار‬ َ ِ‫ َو َعلَى آ ِل َسيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد َو َعلَى اَ ْنبِيآِئكَ َو ُر ُسل‬،‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫ اللهُ َّم‬.‫تَ ْسلِ ْي ًما‬
َْ‫ك يَا َأرْ َح َم الرَّا ِح ِمين‬ ْ‫ح‬ َّ
َ ِ‫ض َعنا َم َعهُ ْـم بِ َر َمت‬ َ ْ‫ار‬‫َو ُع َمر َوع ُْث َمان َو َعلِى َوعَن بَقِي ِة الص َحابَ ِة َوالتابِ ِعينَ َوتَابِ ِعي التابِ ِعينَ لهُ ْم بِاِ َسا ٍن اِلى يَوْ ِم الدي ِن َو‬
ْ ِّ َ ْ‫ح‬ َ ْ َّ ْ َّ َّ َّ ْ
ْ‫ اللهُ َّم َأ ِع َّز ْاِإل ْسالَ َم َو ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َوَأ ِذ َّل ال ِّشرْ كَ َو ْال ُم ْش ِر ِك ْينَ َوا ْنصُر‬،‫ت‬ ِ ‫ت اَالَحْ يآ ِء ِم ْنهُ ْم َو ْاالَ ْم َوا‬ ‫ت َو ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِـ‬ ِ ‫اَللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬
ْ َّ
‫ اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنا البَالَ َء‬.‫ك ِإلى يَوْ ِم ال ِّدي ِْن‬ َ ‫َأ‬
َ ِ‫ك ْعدَا َء ال ِّد ْي ِن َو ْع ِل َكلِ َمات‬ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ْ َ ُ ْ
َ ‫ص َر ال ِّد ْينَ َواخذلْ َم ْن خَ ذ َل ال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو َد ِّمرْ ْع َداَئ‬ َ َ‫ َوا ْنصُرْ َم ْن ن‬، َ‫ِعبَادَكَ ْال ُم َو ِّح ِد ْين‬
. َ‫صةً َوع َْن َساِئ ِر ْالب ُْلدَا ِن ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ عآ َّمةً يَا َربَّ ْال َعالَ ِم ْين‬ َّ ‫ ع َْن بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِي ِْسيَّا خَآ‬، َ‫ َما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما بَطَن‬،‫لوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َو ْال ِم َحنَ َوسُوْ َء ْالفِت َِن‬ َ ‫َو ْا‬
ْ
َ‫ ِعبَا َدهللاِ ! ِإ َّن هللا‬. َ‫ َربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنفُ َسنَا َوِإ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لَنَا َوتَرْ َح ْمنَا لَنَ ُكوْ ن ََّن ِمنَ الخَا ِس ِر ْين‬.‫ار‬ ِ َّ‫اب الن‬ ْ
َ ‫َربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِى اآل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ‬
ُ ْ ُ ُ ْ ْ ُ ْ َّ َ
َ ‫َر َوالبَغ ِي يَ ِعظك ْم ل َعلك ْم تَذكرُوْ نَ َواذكرُوا هللاَ ال َع ِظ ْي َم يَذكرْ ك ْم َواشكرُوْ هُ ع‬
‫َلى‬ ُ َّ َ ُ ُ ْ ْ ْ ْ
ِ ‫بى َويَ ْنهَى ع َِن الفحْ شآ ِء َوال ُمنك‬
ْ َ َ ْ‫ان َوِإيْتآ ِء ِذي ْالقُر‬ ِ ‫يَْأ ُم ُر ُك ْم بِاْل َع ْد ِل َو ْاِإل حْ َس‬
ْ‫ نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَر‬Ustadz Ahmad Mundzir, pengajar di Pesantren Raudhatul Quran an-Nasimiyyah,
Semarang

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/111413/khutbah-jumat--antara-bermedia-sosial-dan-membaca-
al-qur-an

Khutbah Jumat: Keutamaan Takwa dan Tawakal

Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/115501/khutbah-jumat--keutamaan-
takwa-dan-tawakal

Khutbah I ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل ِإ ٰلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل‬.‫ َوخَ َذ َل َم ْن شَا َء ِم ْن خَ ْلقِ ِه بِ َم ِشيَْئتِ ِه َو َع ْدلِ ِه‬،‫ق َم ْن شَا َء ِم ْن َخ ْلقِ ِه بِفَضْ لِ ِه َوك ََر ِم ِه‬ َ َّ‫اَ ْل َح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذيْ َوف‬
ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا َو َحبِ ْيبَنَا َو َع ِظ ْي َمنَا َوقَاِئ َدنَا َوقُ َّرةَ َأ ْعيُنِنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُده‬.ُ‫ضا َء لَه‬
َ ‫ َواَل َح َّد َواَل ُجثَّةَ َواَل َأ ْع‬،ُ‫ َواَل َشبِ ْيهَ َواَل ِم ْث َل َواَل ِن َّد لَه‬،ُ‫َر ْيكَ لَه‬ ِ ‫ش‬
‫ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن ِإلَى يَوْ ِم‬،ُ‫صحْ بِ ِه َو َم ْن َّوااَل ه‬ َ ‫ َو َعلَى آلِ ِه َو‬،ِ‫ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ِد ب ِْن َع ْب ِد هللا‬ ِ َ‫ص ِّل َو َسلِّ َم َوب‬
َ ‫ اَللهم‬.ُ‫صفِيُّهُ َو َحبِ ْيبُه‬َ ‫ َو‬،ُ‫َو َرسُوْ لُه‬
ْ َّ َّ ْ َ ْ ْ ْ ْ ْ ُ ‫ُأ‬
ِ ْ‫ فِإني و‬،ُ‫ َّما بَ ْعد‬.ِ‫ َواَل َحوْ َل َو ق َّوةَ ِإ بِاهلل‬،‫ْالقِيَا َم ِة‬
ِّ َ ‫َأ‬ ‫اَّل‬ ُ ‫اَل‬
،‫ق هللاَ يَجْ َعلْ له َمخ َرجًا‬ ِ ‫ َو َمن يَّت‬:‫ص ْيك ْم َونَف ِس ْي بِتَق َوى هللاِ ال َعلِ ِّي ال َع ِظي ِْم القاِئ ِل فِ ْي ُمحْ كِـَم ِكتَابِ ِه‬
)٣-٢ :‫َي ٍء قَ ْدرًا (سورة الطالق‬ ْ ‫ اِ َّن هللاَ بَالِ ُغ اَ ْم ِره قَ ْد َج َع َل هللاُ لِ ُك ِّل ش‬،‫ْث اَل يَحْ تَ ِسبُ َو َم ْن يَّت ََو َّكلْ َعلَى هللاِ فَهُ َو َح ْسبُه‬ ُ ‫ َّويَرْ ُز ْقهُ ِم ْن َحي‬.
Ma‘âsyiral muslimîn hafidhakumullâh, Ayat yang kami baca dalam mukadimah, maknanya adalah
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya
rezeki dari arah yang tidak ia sangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupinya. Sesungguhnya Allah menciptakan (mewujudkan) apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya
Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu” (QS ath-Thalaq: 2-3). Saudara-saudara seiman,
Imam Ahmad dalam Musnadnya dan al-Hakim dalam al-Mustadrak meriwayatkan dari sahabat Abu Dzarr
radliyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu ketika mulai
membacakan kepadaku ayat ‫ق هللاَ يَجْ َعلْ لَّه َم ْخ َرجًا‬ ِ َّ‫ َو َم ْن يَّت‬yang maknanya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah,
niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar” (QS ath-Thalaq: 2), hingga beliau selesai
membacanya, kemudian bersabda: ‫اس ُكلَّهُ ْم َأخَ ُذوْ ا بِهَا لَ َكفَ ْتهُ ْم‬ َ َّ‫ لَوْ َأ َّن الن‬، ٍّ‫ يَا َأبَا َذر‬Maknanya: “Wahai Abu Dzarr,
seandainya semua orang mengambil ayat ini (sebagai pedoman), niscaya ia cukup bagi mereka. ” Abu Dzarr
berkata: Maka Rasulullah mulai membacanya dan mengulang-ulangnya. Ma‘âsyiral muslimîn
hafidhakumullâh, Sebagaimana kita tahu bahwa takwa adalah menjalankan seluruh kewajiban dan menjauhi
semua perkara yang diharamkan. Telah diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma bahwa ia
berkata: ‫ق هللاَ يُ ْن ِج ِه فِي ال ُّد ْنيَا َواآْل ِخ َر ِة‬ ِ َّ‫ َو َم ْن يَت‬Maknanya: “Barangsiapa bertakwa kepada Allah, maka Allah akan
menyelamatkannya di dunia dan akhirat. ” Jadi, hadirin sekalian, takwa adalah sebab munculnya jalan
keluar dari berbagai macam kesulitan di dunia dan akhirat, sebab diperolehnya rezeki dan sebab diraihnya
derajat yang tinggi. Sebaliknya perbuatan-perbuatan maksiat adalah sebab terhalangnya seseorang
memperoleh jalan keluar, rezeki, dan derajat tinggi di dunia dan akhirat. Al-Hakim, Ibnu Hibban dan
lainnya meriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda: ‫ِإ َّن ال َّرج َُل لَيُحْ َر ُم‬
ُ‫ص ْيبُه‬ ِ ُ‫ب ي‬ َّ ِ‫ق ب‬
ِ ‫الذ ْن‬ َ ‫ ال ِّر ْز‬Maknanya: “Sesungguhnya seseorang akan terhalang dari suatu rezeki sebab dosa yang
dilakukannya. ” (HR al-Hakim, Ibnu Hibban dan lainnya). Sebagian ulama mengatakan: “Perbuatan dosa
akan menyebabkan seseorang terhalang dari berbagai macam nikmat di dunia, seperti kesehatan dan harta,
atau hilangnya berkah dari hartanya, atau menyebabkan seseorang dikalahkan dan dikuasai oleh musuh-
musuhnya. Dan terkadang seseorang melakukan sebuah dosa, maka jatuhlah kedudukan dan martabatnya
dari hati banyak orang atau menyebabkan ia lupa terhadap ilmunya. Oleh karena itu, sebagian orang berkata:
Sungguh aku mengetahui siksa dan balasan atas dosaku dari perubahan keadaanku dan kawan-kawan yang
menjauhiku. ” Ma‘âsyiral muslimîn hafidhakumullâh, Dalam lanjutan ayat di atas, Allah menegaskan: ‫َو َم ْن‬
ٗ‫ يَّتَ َو َّكلْ َعلَى هللاِ فَه َُو َح ْسبُه‬Maknanya: “Dan barangsiapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan
mencukupinya. ” Tawakal adalah bergantung kepada Allah semata dan mengandalkan-Nya dalam segala
urusan, karena Allah subhanahu wa ta’ala adalah pencipta segala sesuatu, pencipta manfaat dan mudarat.
Tidak ada yang mengenakan bahaya dan memberikan manfaat secara hakiki kecuali hanya Allah. Apabila
seorang hamba telah meyakini hal itu dan memantapkan hatinya terhadapnya serta selalu mengingatnya,
maka dia akan mengandalkan Allah dan berserah diri kepada-Nya dalam urusan rezeki dan segala urusan
yang lain serta akan menjauhi kecenderungan berbuat maksiat, terutama ketika berada dalam kesulitan.
Imam Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim meriwayatkan dari Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab
radliyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‫لَوْ َأنَّ ُك ْم‬
‫ َوتَرُو ُح بِطَانًا‬،‫ تَ ْغدُو ِخ َماصًا‬،‫ق الطَّ ْي َر‬ ُ ‫ لَ َر َزقَ ُك ْم َك َما يَرْ ُز‬،‫ق تَ َو ُّكلِ ِه‬َّ ‫ تَ َو َّك ْلتُ ْم َعلَى هللاِ َح‬Maknanya: “Jika kalian bertawakkal kepada
Allah dengan sebenar-benar tawakkal, niscaya Allah akan memberikan rezeki kepada kalian seperti Ia
memberikan rezeki kepada burung. Burung-burung itu keluar di pagi hari dalam keadaan perut kosong dan
kembali ke sarang-sarangnya dalam keadaan perut yang terisi penuh. ” (HR Ahmad, Ibnu Majah dan al-
Hakim). Ma‘âsyiral muslimîn hafidhakumullâh, Tawakal tidaklah bertentangan dengan melakukan sebab,
ikhtiar dan usaha. Dalam Shahih Ibnu Hibban diceritakan bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam: Apakah aku melepas (tidak mengikat) untaku dan bertawakal kepada Allah?.
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya: ْ‫ اِ ْعقِ ْلهَا َوت ََو َّكل‬Maknanya: “Ikatlah dan
bertawakkal-lah kepada Allah. ” (HR Ibnu Hibban). Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman meriwayatkan dari
pimpinan para shufi, al-Junaid al-Baghdadi radliyallahu ‘anhu bahwa ia berkata: ‫ك‬ َ ‫ َواَل ت ََر‬،‫ْب‬ َ ‫ْس التَّ َو ُّك ُل ْال َكس‬ َ ‫لَي‬
‫ب‬ ْ
ِ ‫َي ٌء فِي القُلُو‬ ْ ‫ـ التَّ َو ُّك ُل ش‬،‫ب‬ ْ
ِ ‫ ال َك ْس‬Maknanya: “Tawakal bukanlah bekerja atau tidak bekerja, tawakal adalah sesuatu
yang adanya di hati. ” Jadi inti dari tawakal adalah menyerahkan segala urusan kepada Allah dan percaya
penuh kepada-Nya disertai melakukan sebab, usaha dan ikhtiar. Al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman mengutip
perkataan seorang ulama yang menyatakan: ‫ فَ ْال َع ْب ُد َم َع تَ َك ُّسبِ ِه اَل يَ ُكونُ ُم ْعتَ ِمدًا َعلَى تَ َك ُّسبِ ِه وَِإنَّ َما‬،‫ا ْكتَ ِسبْ ظَا ِهرًا َوت ََو َّكلْ بَا ِطنًا‬
‫ يَ ُكونُ ا ْعتِ َما ُدهُ فِي ِكفَايَ ِة َأ ْم ِر ِه َعلَى هللاِ َع َّز َو َج َّل‬Maknanya: “Bekerjalah secara lahiriah dan bertawakal-lah kepada
Allah secara batin. Seorang hamba meskipun bekerja, ia tidaklah mengandalkan pekerjaannya, akan tetapi
dalam hal tercukupinya segala urusan, ia hanya bergantung kepada Allah. ” Ma‘âsyiral muslimîn
hafidhakumullâh, Di bagian akhir dari ayat tersebut ditegaskan bahwa Allah telah menjadikan ajal bagi tiap-
tiap sesuatu. Allah telah menakdirkan akhir dan ajal setiap sesuatu secara pasti sehingga tidak bisa dipercepat
atau diundur. Seseorang yang mati karena dibunuh, orang yang mati sebab ditabrak mobil dan orang yang
mati di atas kasurnya, masing-masing mati sesuai ajalnya, masing-masing meninggal dengan qadla` dan
qadar Allah. Tidak ada seorang pun yang mati sebelum waktu yang telah Allah takdirkan baginya. Allah
ta’ala berfirman: َ‫ فَاِ َذا َج ۤا َء اَ َجلُهُ ْم اَل يَ ْستَْأ ِخرُوْ نَ َسا َعةً َّواَل يَ ْستَ ْق ِد ُموْ ن‬Maknanya: “Apabila ajalnya tiba, mereka tidak
dapat meminta penundaan atau percepatan sesaat pun” (QS al A’raf: 34). Allah ta’ala juga berfirman: ‫اَ ْينَ َما‬
‫ج ُّم َشيَّ َد ٍة‬ٍ ْ‫ت َولَوْ ُك ْنتُ ْم فِ ْي بُرُو‬ ُ ْ‫ تَ ُكوْ نُوْ ا يُ ْد ِر ْك ُّك ُم ْال َمو‬Maknanya: “Di mana pun kamu berada, kematian akan mendapatkan
kamu, kendati pun kamu berada di dalam benteng yang tinggi dan kukuh” (QS an-Nisa`: 78). Demikian
khutbah yang singkat ini, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua. ،‫َأقُوْ ُل قَوْ لِ ْي ٰه َذا َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم‬
‫َّح ْي ُم‬ِ ‫ ِإنَّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر الر‬،ُ‫فَا ْستَ ْغفِرُوْ ه‬. Khutbah II ‫ َونَعُوْ ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِر َأ ْنفُ ِسنَا‬،ُ‫ِإ َّن ْال َحـ ْم َد هٰلِل ِ نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُرهُ َونَ ْست َِع ْينُهُ َونَ ْستَ ْه ِد ْي ِه َونَ ْش ُك ُره‬
‫ َوع َٰلى‬،‫ق ْال َو ْع ِد اَأْل ِم ْي ِن‬ ِ ‫صاَل ةُ َوال َّساَل ُم ع َٰلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ِد ِن الصَّا ِد‬ َّ ‫ َوال‬،ُ‫ي لَه‬ ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد هللاُ فَاَل ُم‬،‫ت َأ ْع َمالِنَا‬
َ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد‬ ِ ‫َو ِم ْن َسيَِّئا‬
ْ ْ ‫َأ‬ ْ
،‫ بِ ْي بَك ٍر َو ُع َم َر َوعُث َمانَ َو َعلِ ٍّي‬، َ‫ َو َع ِن ال ُخلَفَا ِء الرَّا ِش ِد ْين‬، َ‫ت الطا ِه ِر ْين‬ َّ ْ ْ
ِ ‫ َو‬، َ‫ت ال ُمْؤ ِمنِ ْين‬
ِ ‫آل البَ ْي‬ ‫ُأ‬
ِ ‫ض َي هللاُ ع َْن َّمهَا‬ ْ
ِ ‫ َو َر‬، َ‫ِإ ْخ َوانِ ِه النَّبِيِّ ْينَ َوال ُمرْ َسلِ ْين‬
‫ص ْي ُك ْم َونَ ْف ِس ْي بِتَ ْق َوى هللاِ ْال َعلِ ِّي‬ ‫ك َوال َّشافِ ِع ِّي َوَأحْ َم َد َو َع ِن اَأْلوْ لِيَا ِء َوالصَّالِ ِح ْينَ ‪َ .‬أ َّما بَ ْعدُ‪ ،‬فَيَا َأيُّهَا ْال ُم ْسلِ ُموْ نَ ‪ُ ،‬أوْ ِ‬ ‫َوع َِن اَأْلِئ َّم ِة ْال ُم ْهتَ ِد ْينَ ‪َ ،‬أبِ ْي َحنِ ْيفَةَ َو َمالِ ٍ‬
‫َأ‬
‫ُصلونَ َعلَى النَّبِ ِّي ۚ يَا يُّهَا‬ ‫ُّ‬ ‫هَّللا‬
‫َري ِْم فَقَا َل‪ِ :‬إ َّن َ َو َماَل ِئ َكتَهُ ي َ‬ ‫ْ‬ ‫ٰ‬ ‫َأ‬
‫َظي ٍْم‪َ ،‬م َر ُك ْم بِال َّ‬ ‫ْال َع ِظي ِْم فَاتَّقُوْ هُ‪َ ،‬وا ْعلَ ُموْ ا َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم بِ ْم ٍر ع ِ‬
‫َأ‬
‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم عَلى نَبِيِّ ِه الك ِ‬
‫صلَّيْتَ ع َٰلى َسيِّ ِدنَا ِإب َْرا ِه ْي َم‬ ‫ٰ‬
‫صلِّ ع َٰلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َوع َٰلى آ ِل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما َ‬ ‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما ﱠ (سورة األحزاب‪ ،)٥٦ :‬اَللّهُ َّم َ‬ ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا َ‬
‫آل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم‪ ،‬فِ ْي ْال َعالَ ِم ْينَ ِإنَّكَ‬ ‫ٰ‬ ‫ٰ‬
‫ار ْكتَ عَلى َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َوعَلى ِ‬ ‫آل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما بَ َ‬ ‫ٰ‬ ‫ٰ‬
‫ار ْك عَلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َوعَلى ِ‬ ‫ٰ‬
‫َوعَلى آ ِل َسيِّ ِدنَا ِإب َْرا ِه ْي َم َوبَ ِ‬
‫ضلِّ ْينَ ‪،‬‬ ‫ضالِّ ْينَ َوالَ ُم ِ‬ ‫ت‪ ،‬اَ ٰللّهُ َّم اجْ َع ْلنَا هُدَاةً ُم ْهتَ ِد ْينَ َغي َْر ٰ‬ ‫ت اَأْلحْ يَا ِء ِم ْنهُ ْم َواَأْل ْم َوا ِ‬ ‫وال ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا ِ‬
‫ت ْ‬ ‫ٰ‬
‫َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‪ .‬اَللّهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِ‬
‫ٰ‬
‫إن‬ ‫ار‪ِ .‬عبَا َد هللاِ‪َّ ،‬‬ ‫اَللّهُ َّم ا ْستُرْ عَوْ َراتِنَا وآ ِم ْن رَّوْ عَاتِنَا َوا ْكفِنَا َما َأهَ َّمنَا َوقِنَا َش َّر ما نَتَخ َّوفُ ‪َ ،‬ربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَةً َوفِي اآْل ِخ َر ِة َح َسنَةً َوقِنَا َع َذ َ‬
‫اب النَّ ِ‬
‫َر َوالبَ ْغ ِي‪ ،‬يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ ‪ .‬فَاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوْ هُ‬ ‫ْأ‬
‫هللاَ يَ ُم ُر بِ ْال َع ْد ِل َواإْل حْ َسا ِن َوِإ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ ٰبى ويَ ْن ٰهى ع َِن الفَحْ ٰشا ِـء َو ْال ُم ْنك ِ‬
‫‪. Ustadz Nur Rohmad,‬ع َٰلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َوا ْسَألُوْ هُ ِم ْن فَضْ لِ ِه يُ ْع ِط ُك ْم َواتَّقُوْ هُ يَجْ َعلْ لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْم ِر ُك ْم َم ْخ َرجًا‪َ ،‬ولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر‬
‫‪Pemateri/Peneliti di Aswaja NU Center PWNU Jawa Timur‬‬

‫‪Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/115501/khutbah-jumat--keutamaan-takwa-dan-tawakal‬‬
Khutbah Jumat: Mewaspadai Virus Takabur Kamis 20 Februari 2020 17:30 WIB Share: “Sungguh kalian
telah melalaikan salah satu bentuk ibadah yang paling utama, yaitu tawadhu’ (bersikap rendah hati)” (HR al
Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Amali). Khutbah I ‫ َوخَ َذ َل َم ْن شَا َء ِم ْن َخ ْلقِ ِه‬،‫ق َم ْن شَا َء ِم ْن خَ ْلقِ ِه بِفَضْ لِ ِه َو َك َر ِم ِه‬ َ َّ‫اَ ْل َح ْم ُد هلِل ِ الَّ ِذيْ َوف‬
‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا َو َحبِ ْيبَنَا‬.ُ‫ضا َء لَه‬
َ ‫ َواَل َح َّد َواَل جُثَّةَ َواَل َأ ْع‬،ُ‫ َواَل َشبِ ْيهَ َواَل ِم ْث َل َواَل نِ َّد لَه‬،ُ‫َر ْيكَ لَه‬ ٰ
ِ ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل ش‬.‫بِ َم ِشيَْئتِ ِه َو َع ْدلِ ِه‬
‫صحْ بِ ِه‬ َ ‫ َو َعلَى آلِ ِه َو‬،ِ‫ار ْك َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ِد ْب ِن َع ْب ِد هللا‬ ِ َ‫ص ِّل َو َسلِّ َم َوب‬ َ ‫ َو‬،ُ‫َو َع ِظ ْي َمنَا َوقَاِئ َدنَا َوقُ َّرةَ َأ ْعيُنِنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬
َ ‫ اَللهم‬.ُ‫صفِيُّهُ َو َحبِ ْيبُه‬
ْ ْ ْ ْ ْ
‫ص ْيك ْم َونَف ِس ْي بِتَق َوى هللاِ ال َعلِ ِّي ال َع ِظي ِْم القَاِئ ِل فِ ْي ُمحْ ك َِم‬ ُ ‫ُأ‬
ِ ْ‫ فَِإني و‬،ُ‫ َّما بَ ْعد‬.ِ‫ َواَل َحوْ َل َواَل ق َّوةَ ِإ بِاهلل‬،‫ َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َسا ٍن ِإلَى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬،ُ‫َو َم ْن َّوااَل ه‬
ِّ ‫َأ‬ ‫اَّل‬ ُ
‫ض َولَ ْن‬ َ ْ‫ق اَأْلر‬ ِ ْ‫ش فِي اَأْلر‬
َ ‫ض َم َرحًا ِإنَّكَ لَ ْن ت َْخ ِر‬ ِ ‫ َواَل تَ ْم‬. ‫ك َكانَ َع ْنهُ َم ْسُئواًل‬ َ ‫ص َر َو ْالفَُؤ ا َد ُكلُّ ُأولَِئ‬ َ َ‫ْس لَكَ ِب ِه ِع ْل ٌم ِإ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬
َ ‫ َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬:‫ِكتَابِ ِه‬
)٣٨-٣٦ :‫ك َم ْكرُوهًا (سورة اإلسراء‬ َ ِّ‫ك َكانَ َسيُِّئهُ ِع ْن َد َرب‬ ُ ْ
َ ِ‫ ُكلُّ َذل‬. ‫تَ ْبلُ َغ ال ِجبَا َل طواًل‬. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Pada
ayat-ayat ini ditegaskan bahwa seseorang akan dihisab atas pendengaran, penglihatan dan hatinya
sebagaimana ia akan dihisab atas seluruh anggota badannya. Karena hati adalah pemimpin anggota badan,
maka perbuatan-perbuatan anggota badan mencerminkan apa yang ada di hati. Jika hati baik maka anggota
badan menjadi baik dan jika hati rusak maka rusak pula anggota badan. Hati tidak akan menjadi baik kecuali
ketika bersih dari penyakit-penyakit dan disembuhkan dari penyakit-penyakit tersebut. Di antara penyakit
hati yang dilarang dalam ayat-ayat tersebut adalah bersikap takabur terhadap para hamba Allah. Oleh
karenanya, jangan sampai kita berjalan dengan gaya jalan penuh dengan kesombongan, karena kita tidak
akan menembus bumi dengan injakan dan kuatnya pijakan kaki kita. Kita juga tidak akan mencapai
ketinggian gunung dengan kesombongan kita dan tidak akan menyamai kekuatan dan kekokohan gunung
tersebut. Hadirin yang dirahmati Allah, Takabur adalah seperti ditegaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam: )‫اس (رواه مسلم‬ ِ َّ‫ق َو َغ ْمطُ الن‬ ِّ ‫ ال ِك ْب ُر بَطَ ُر ْال َح‬Maknanya: “Takabur adalah menolak kebenaran dan
merendahkan orang lain” (HR Muslim) Berdasarkan hadits ini, orang yang takabur ada dua macam:
Pertama, seseorang yang menolak kebenaran yang disampaikan orang lain, padahal ia tahu bahwa kebenaran
ada pada orang tersebut. Ia menolaknya karena orang yang menyampaikan kebenaran itu lebih muda darinya
atau lebih rendah kedudukannya, sehingga ia merasa berat untuk mengikuti kebenaran itu. Padahal, hadirin
sekalian, Fir’aun tidaklah binasa kecuali karena sifat takaburnya. Fir’aun telah melihat sekian banyak
mu’jizat Nabi Musa ‘alaihissalam, namun ia tidak beriman kepada Nabi Musa ‘alaihissalam. Bahkan Haman,
perdana menteri Fir’aun ketika itu berkata kepada Fir’aun: “Jika engkau beriman kepada Musa, maka engkau
akan kembali menjadi hamba yang menyembah, padahal selama ini engkau sudah menjadi tuhan yang
disembah.” Demikian pula Bani Isra’il yang diutus kepada mereka Nabi Isa ‘alaihissalam. Setelah mereka
melihat mu’jizat Nabi Isa ‘alaihissalam, tidak ada yang membuat mereka tidak beriman kecuali sifat takabur
mereka. Mereka selalu mengatakan bahwa jika mereka beriman, maka akan lenyaplah kehormatan dan
kekuasaan mereka. Demikian pula Abu Lahab dan tokoh-tokoh kafir Quraisy. Setelah mereka melihat
mu’jizat Al-Qur’an dan mengakui bahwa Al-Qur’an tidak seperti puisi dan prosa yang mereka kenal, tidak
ada yang membinasakan mereka dan membuat mereka tidak beriman kecuali sifat takabur mereka.
Sedangkan jenis kedua dari orang takabur adalah seseorang yang menganggap dirinya memiliki
keistimewaan yang melebihi orang lain. Ia melihat dirinya dengan pandangan kesempurnaan dan penuh
kebaikan. Ia lupa bahwa itu semua sejatinya adalah pemberian Allah kepadanya. Dengan itu, ia lalu bersikap
congkak kepada sesama hamba Allah dan merendahkan mereka, karena –menurutnya- ia jauh lebih tinggi
martabatnya, lebih banyak hartanya atau lebih tampan daripada mereka. Ma’asyiral Muslimin
rahimakumullah, Merendahkan orang lain tidak hanya bisa dilakukan oleh orang kaya dan penguasa saja.
Sebaliknya bisa juga dilakukan oleh siapa pun. Seorang suami bisa saja menganggap istrinya tidak
memahami suatu persoalan, sehingga dia merendahkan istrinya dalam hatinya dan berperilaku sombong
kepadanya tanpa ia sadari. Seorang ayah bisa saja menganggap anaknya lebih rendah darinya dalam
pengetahuan dan pengalaman, sehingga ia merendahkan anaknya dalam hatinya tanpa ia sadari. Seorang
guru bisa saja menganggap murid-muridnya berada di bawahnya dalam hal ilmu dan pemahaman, sehingga
ia merendahkan mereka dalam hatinya tanpa ia sadari. Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah, Allah telah
melarang sifat takabur terhadap sesama hamba. Saat mengisahkan nasihat Lukman kepada anaknya, Allâh
ta’ala berfirman: )١٨ :‫ور (سورة لقمان‬ ٍ ‫ض َم َرحًا ِإ َّن هَّللا َ اَل ي ُِحبُّ ُك َّل ُم ْختَا ٍل فَ ُخ‬ ِ ْ‫ش فِي اَأْلر‬ ِ ‫اس َواَل تَ ْم‬ ِ َّ‫صعِّرْ خَ َّدكَ لِلن‬ َ ُ‫ َواَل ت‬Makna
ayat ini, janganlah engkau berpaling dari mereka dengan bersikap sombong, menghadaplah kepada mereka
dengan mukamu, jangan engkau hadapkan kepada mereka separuh bagian mukamu dan pipimu seperti yang
dilakukan oleh orang-orang yang bersikap congkak dan sombong. Jangan engkau berjalan dengan gaya jalan
yang penuh kesombongan, kecongkakan dan rasa bangga diri. Hadirin yang dirahmati Allah, Virus takabur
ini jangan sampai menyerang hati kita. Virus takabur ini jangan sampai merusak hati kita. Marilah kita
berintrospeksi, kita teliti hati kita masing-masing. Jika telah muncul sedikit saja virus menyombongkan harta
pada hati kita, hendaklah kita mengingat Qarun. Qarun yang kunci gudang-gudang tempat penyimpanan
hartanya, baru bisa diangkat oleh sejumlah orang yang berbadan kuat, bukankah ia dan seluruh hartanya
dibenamkan ke dalam bumi?. Kesombongannya tidak dapat menyelamatkannya. Jika dalam hati kita telah
muncul sedikit saja virus membanggakan kekuasaan dan jabatan yang kita miliki, hendaklah kita renungkan
kisah Fir’aun. Fir’aun pada akhir hayatnya tenggelam dan binasa di dalam air dan tidak bermanfaat baginya
kerajaan dan pasukan-pasukannya. Apakah pantas kita membanggakan kekuatan?. Tidak. Karena sakit gigi
saja akan membuat kita terbaring tidak berdaya di tempat tidur. Apakah pantas kita membanggakan ilmu
yang kita kuasai?. Tidak. Sungguh ilmu yang kita miliki bukanlah berasal dari diri kita pribadi, melainkan
hasil jerih payah para ulama sebelum kita. Hadirin, kita sama sekali tidak pantas menyombongkan dan
membanggakan diri kita, karena pada hakikatnya permulaan diri kita adalah air mani yang menjijikkan dan
akhir diri kita adalah seonggok bangkai. Sekuat apa pun, sehebat apa pun, sekaya apa pun, sekuasa apa pun,
setinggi apa pun jabatan seseorang, suatu saat nanti pasti ia akan dikalahkan oleh kematian. Ma’asyiral
Muslimin rahimakumullah, Seseorang yang selalu memantau dan mengawasi hatinya serta terus menerus
berusaha untuk menghindarkannya dari virus takabur, maka ia akan meyakini bahwa kecerdasan, ilmu, harta
dan jabatannya, sejatinya bukanlah berasal dari dirinya. Tapi itu semua adalah karunia yang Allah
anugerahkan kepada dirinya. Oleh karenanya, hendaklah ia bersyukur kepada Tuhan-nya, mengasihi orang
yang di bawahnya dan hendaknya bersikap tawadhu’ (rendah hati), karena tawadhu’ termasuk di antara jenis
ibadah yang paling utama. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: ‫ض ِل ْال ِعبَا َد ِة التَّ َواضُع‬ َ ‫ِإنَّ ُك ْم لَتَ ْغفُلُوْ نَ ع َْن َأ ْف‬
)‫حجر في األمالي‬ ٍ ُ‫ (رواه الحافظُ ابن‬Maknanya: “Sungguh kalian telah melalaikan salah satu bentuk ibadah yang
paling utama, yaitu tawadhu’ (bersikap rendah hati)” (HR al Hafizh Ibnu Hajar dalam al-Amali). Nabi
mengatakan demikian, tidak lain karena banyaknya orang yang terserang virus takabur. Seandainya semua
orang bersikap rendah hati (tawadhu’), niscaya akan sirna dari tengah-tengah mereka sekian banyak
kebencian dan permusuhan, akan hilang rasa iri dan dengki. Mereka akan terhindar dari lelahnya persaingan,
upaya bermegah-megahan dan saling membanggakan diri, dan mereka akan menikmati apa yang telah Allah
karuniakan untuk mereka. ‫َّح ْي ُم‬ ِ ‫ ِإنَّهُ هُ َو ْال َغفُوْ ُر الر‬،ُ‫ فَا ْستَ ْغفِرُوْ ه‬،‫َأقُوْ ُل قَوْ لِ ْي ٰه َذا َوَأ ْستَ ْغفِ ُر هللاَ لِ ْي َولَ ُك ْم‬. Khutbah II ِ ‫ِإ َّن ْال َح ْم َد هلِل‬
‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن اَّل‬،ُ‫ي لَه‬ َ ‫ض َّل لَهُ َو َم ْن يُضْ لِلْ فَاَل هَا ِد‬ ِ ‫ َم ْن يَ ْه ِد هللاُ فَاَل ُم‬،‫ت َأ ْع َمالِنَا‬ ِ ‫ َونَعُوْ ُذ بِاهللِ ِم ْن ُشرُوْ ِر َأ ْنفُ ِسنَا َو ِم ْن َسيَِّئا‬، ،ُ‫نَحْ َم ُدهُ َونَ ْستَ ِعينُهُ َونَ ْستَ ْغفِ ُره‬
‫ َوع َٰلى ِإ ْخ َوانِ ِه‬،‫ق ْال َو ْع ِد اَأْل ِمي ِْن‬ ِ ‫صلِّ َو َسلِّ ْم ع َٰلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ِد ِن الصَّا ِد‬ َ ‫ اَللهم‬،ُ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لُه‬،ُ‫َر ْيكَ لَه‬ ِ ‫ِإلهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل ش‬
ٰ
‫ َوع َِن‬،‫ َأبِ ْي بَ ْك ٍر َو ُع َم َر َوع ُْث َمانَ َو َعلِ ٍّي‬، َ‫ َو َع ِن ْال ُخلَفَا ِء الرَّا ِش ِد ْين‬، َ‫ت الطَّا ِه ِر ْين‬ ِ ‫ َوآ ِل ْالبَ ْي‬، َ‫ت ْال ُمْؤ ِمنِ ْين‬ ‫ُأ‬
‫ض اللهم ع َْن َّمهَا ِـ‬ َ ْ‫ َوار‬، َ‫النَّبِيِّ ْينَ َو ْال ُمرْ َسلِ ْين‬
ْ ْ ْ
‫ص ْيك ْم َونَف ِس ْي بِتَق َوى هللاِ ال َعلِ ِّي‬ ُ ‫ُأ‬ ْ ‫َأ‬ ‫َأ‬ ‫َأْل‬
ِ ْ‫ و‬، َ‫ فَيَا يُّهَا ال ُم ْسلِ ُموْ ن‬،ُ‫ َّما بَ ْعد‬. َ‫ك َوالشافِ ِع ِّي َو حْ َم َد َوع َِن ا وْ لِيَا ِء َوالصَّالِ ِح ْين‬ ‫َأ‬ َّ ٍ ِ‫ َأبِ ْي َحنِ ْيفَةَ َو َمال‬، َ‫اَأْلِئ َّم ِة ْال ُم ْهتَ ِد ْين‬
‫ يَا َأيُّهَا‬،‫صلُّونَ َعلَى النَّبِ ِّي‬ ٰ
َ ُ‫ ِإ َّن هللاَ َو َماَل ِئ َكتَهُ ي‬:‫َري ِْم فَقَا َل‬ ِ ‫صاَل ِة َوال َّساَل ِم عَلى نَبِيِّ ِه ْالك‬ َّ ‫ َأ َم َر ُك ْم بِال‬،‫ َوا ْعلَ ُموْ ا َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم بَِأ ْم ٍر َع ِظي ٍْم‬،ُ‫ْال َع ِظي ِْم فَاتَّقُوْ ه‬
ٰ ٰ ٰ
‫صليْتَ عَلى َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم َوعَلى آ ِل َسيِّ ِدنَا ِإب َْرا ِه ْي َم‬ َّ َ ‫صلِّ ع َٰلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َوعَلى آ ِل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما‬
ٰ َ ‫ اَللّهُ َّم‬، ‫صلُّوا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموا تَ ْسلِي ًما‬ َ ‫الَّ ِذينَ آ َمنُوا‬
ٰ َ َّ‫ فِ ْي ْال َعالَ ِم ْينَ ِإن‬،‫ار ْكتَ ع َٰلى َسيِّ ِدنَا ِإب َْرا ِه ْي َم َوع َٰلى آ ِل َسيِّ ِدنَا ِإ ْب َرا ِه ْي َم‬
ْ‫ اَللّهُ َّم ا ْغفِر‬.‫ك َح ِم ْي ٌد َم ِج ْي ٌد‬ َ َ‫ار ْك ع َٰلى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َوع َٰلى آ ِل َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد َك َما ب‬ ِ َ‫َوب‬
ٰ
‫ اَللّهُ َّم ا ْستُرْ عَوْ َراتِنَا وآ ِم ْن‬، َ‫ضلِّ ْين‬ ْ ّ ٰ ‫َأْل‬ ‫َأْل‬
ِ ُ َ ‫م‬ َ ‫ال‬ ‫و‬ َ‫ن‬ ْ
‫ي‬ ِّ ‫ل‬ ‫ا‬‫ض‬ ٰ ‫ر‬
َ ْ
‫ي‬ َ
‫غ‬ َ‫ن‬ ْ
‫ي‬ ‫د‬َ
ِ ُ‫ت‬ ْ
‫ه‬ ‫م‬ ً ‫ة‬ ‫َا‬‫د‬ُ ‫ه‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫ل‬ ‫ع‬
َ ْ‫اج‬ ‫م‬
َّ ُ ‫ه‬ ‫لل‬ َ ‫ا‬ ، ‫ت‬
ِ َ ‫ا‬ ‫و‬ ‫م‬
ْ ‫ا‬ ‫و‬
َ ‫م‬ْ ُ ‫ه‬ ْ
‫ن‬ ‫م‬
ِ ِ ‫ء‬‫ا‬ َ ‫ي‬ ْ‫ح‬ ‫ا‬ ِ ِ ُ َ ِ ِ ُ ِ َ ِ ُ َ ِ ِ‫لِ ْل ُم ْسل‬
‫ت‬ ‫َا‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ْؤ‬ ‫م‬ ْ
‫ال‬ ‫و‬ َ‫ن‬ ْ
‫ي‬ ‫ن‬ ‫م‬ ‫ْؤ‬ ‫م‬ ْ
‫وال‬ ‫ت‬ ‫ا‬ ‫م‬ ‫ل‬ ‫س‬ْ ‫م‬ ْ
‫ال‬‫و‬ َ‫ن‬ ْ
‫ي‬ ‫م‬
ْ ‫ْأ‬ َ ‫ َربَّنَا آتِنَا فِي ال ُّد ْنيَا َح َسنَة َوفِي ا ِخ َر ِة َح َسنَة َوقِنَا َع َذ‬، ُ‫رَّوْ عَاتِنَا َوا ْكفِنَا َما َأهَ َّمنَا َوقِنَا َش َّر ما نَتَخ َّوف‬
ً ‫آْل‬ ً
‫إن هللاَ يَ ُم ُر بِال َع ْد ِل‬ َّ ،ِ‫ ِعبَا َد هللا‬.‫ار‬ ِ َّ‫اب الن‬
‫ فَاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوْ هُ ع َٰلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم‬. َ‫ يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ ن‬،‫َر َوالبَ ْغ ِي‬ ِ ‫ان وَِإ ْيتَا ِء ِذي ْالقُرْ ٰبى ويَ ْن ٰهى ع َِن الفَحْ ٰشا ِء َو ْال ُم ْنك‬ ِ ‫َواإْل حْ َس‬
‫ َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَ ُر‬،‫وا ْسَألُوْ هُ ِم ْن فَضْ لِ ِه يُ ْع ِط ُك ْم َواتَّقُوْ هُ يَجْ َعلْ لَ ُك ْم ِم ْن َأ ْم ِر ُك ْم َم ْخ َرجًا‬. َ
Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/116917/khutbah-jumat--mewaspadai-virus-takabur

Khutbah I ْ‫ك َلهُ الَّ ِذي‬ ِ ‫ َأ ْشهَ ُد َأ ْن اَل ِإلَهَ ِإاَّل هللاُ َوحْ َدهُ اَل ش‬،‫صى‬
َ ‫َر ْي‬ َ ‫ اَ ْل َح ْم ُد هللِ الَّ ِذيْ َأ ْس َرى بِ َع ْب ِد ِه لَ ْياًل ِمنَ ْال َمس ِْج ِد ْال َح َر ِام ِإلَى ْال َم ْس ِج ِد اَأْل ْق‬،ِ‫اَ ْل َح ْم ُد هلل‬
‫ص ِّل َو َسلِّ ْم َعلَى َسيِّ ِدنَا محم ٍد‬ َ َ‫ اَللَّهُ َّم ف‬.‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ َّن َسيِ َدنَا َو َموْ اَل نَا محمدًا ﷺ قَاِئ ُد اَأْل ْنبِيَا ِء َو ْال َو َرى‬.‫صى‬ َ ‫صى َواَل تُ ْستَ ْق‬ َ ْ‫َأ ْن َع َم ِعبَا َدهُ َكثِي َْرةً اَل تُح‬
‫ فَقَ ْد فَا َز‬،ِ‫ص ْينِ ْي نَ ْف ِس ْي َوِإيَّا ُك ْم بِتَ ْق َوى هللا‬ ‫ُأ‬
ِ ْ‫ و‬، َ‫ضرُوْ ن‬ ِ ‫ أما بعد فَيَا اَيُّهَا ْال َحا‬،‫ان ِإلِى يَوْ ِم ْالقِيَا َم ِة‬ ٍ ‫صحْ بِ ِه َو َم ْن تَبِ َعهُ ْم بِِإحْ َس‬ َ ‫ َو َعلَى آلِ ِه َو‬،ِ‫ف ِعبَا ِد هللا‬ ِ ‫َأ ْش َر‬
َّ
‫صى ال ِذي‬ ْ ‫َأْل‬ ْ ْ ْ ‫َأ‬ َّ
َ ‫ ُس ْبحَانَ ال ِذي س َْرى بِ َع ْب ِد ِه لَ ْياًل ِمنَ ال َم ْس ِج ِد ال َح َر ِام ِإلَى ال َمس ِْج ِد ا ق‬،‫من ال َّر ِحيْم‬ ِ ْ‫ بِس ِْم هللاِ الرَّح‬،‫َري ِْم‬ ِ ‫ قال هللا تعالى فِي ِكتَابِ ِه الك‬. َ‫ْال ُمتَّقُوْ ن‬
‫صي ُر‬ ِ َ‫ بَا َر ْكنَا َحوْ لَهُ لِنُ ِريَهُ ِم ْن آيَاتِنَا ِإنَّهُ هُ َو ال َّس ِمي ُع ْالب‬Ma’asyiral hadirin, jamaah Jumat hafidhakumullah, Pada
kesempatan yang mulia ini, di tempat yang mulia ini, kami berwasiat kepada pribadi kami sendiri dan juga
kepada para hadirin sekalian, marilah kita senantiasa meningkatkan takwa kita kepada Allah subhanahu wa
ta’ala dengan selalu berusaha melaksanakan perintah-perintah-Nya serta menjauhi larangan-larangan-Nya.
Semoga usaha takwa kita bisa menjadikan sebab kita kelak pada waktu dipanggil Allah subhanahu wa ta’ala,
kita meninggalkan dunia ini dalam keadaan husnul khatimah, amin ya Rabbal ‘alamin. Hadirin
hafidhakumullah, Ketahuilah bahwa Allah adalah sang pencipta (khaliq) alam raya. Kita semua diciptakan
oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Antara Allah dan kita, mempunyai dimensi yang berbeda. Dimensi di sini
tidak berarti ruang dan tempat, namun dimensi dalam arti esensi. Analogi untuk mendekatkan logika kita,
misalnya kita sebagai manusia dengan jin, masing-masing mempunyai dimensi yang berbeda. Tapi jin di sini
masih membutuhkan tempat, ruang dan waktu. Allah tidak butuh itu semua. Allah tidak membutuhkan apa
pun. Allah berada pada dimensi ilahi, kita berada pada dimensi insani. Kita diberikan penutup (hijab) antara
Allah dan kita. Bukan karena Allah jauh dengan kita yang menjadikan kita tidak bisa melihat Allah. Allah
sangat dekat dengan kita bahkan lebih dekat dari urat leher kita sendiri. Kita tidak bisa menyaksikan Allah
karena kita mempunya hijab sehingga kita tidak bisa mengakses dimensi Allah. Walaupun demikian, Allah
tetap bisa secara penuh mengawasi kita semua. Allah menciptakan semua hamba baik dari kalangan jin
maupun manusia dengan tujuan untuk menyembah kepada-Nya. Dalam menyampaikan kehendak-Nya, Allah
mengutus para Nabi yang di antaranya adalah Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬untuk menyampaikan risalah
ilahiyah. Hikmahnya, manusia yang berada pada dimensi yang penuh hijab dan tidak sama dengan dimensi
Tuhan, bisa menjadi tahu atas apa yang dikehendaki oleh Allah subhanahu wa ta’ala melalui perantara
utusan-Nya. Contohnya adalah bagaimana Allah memerintahkan umat Muhammad untuk menjalankan
ibadah shalat lima waktu. Kita sebagai manusia tidak akan bisa memahami atas apa yang dikehendaki oleh
Allah tersebut tanpa melalui rasul (utusan Allah) yang menyampaikan informasi-informasi penting. Barulah
kemudian kita menjadi tahu bahwa misalnya Allah menghendaki kita sebagai umat manusia diperintah
secara wajib untuk menjalankan shalat lima waktu. Kewajiban shalat lima waktu ini dimulai setelah Nabi
Muhammad ‫ ﷺ‬di-isra’-kan (diperjalankan oleh Allah di waktu malam) dari Masjidil Haram, kota
Makkah menuju Masjidil Aqsha, Palestina, kemudian di-mi’raj-kan (dinaikkan) dari Masjidil Aqsha menuju
Sidratil Muntaha. Perjalanan malam Nabi Muhammad ini merupakan perjalanan yang menakjubkan. Betapa
tidak? Jika kita sehari-sehari mengungkapkan syukur menggunakan kalimat alhamdulillah, mendapatkan
musibah dengan innalillah, di dalam sebuah hal yang menakjubkan, kita disyariatkan untuk membaca
subhanallah. Di dalam Al-Qur’an, pada kisah isra’ mi’raj ini Allah berfirman menggunakan kata subhana
sebagaimana yang tertera pada ayat pertama surat al-Isra’: ‫ُس ْبحَانَ الَّ ِذي َأس َْرى بِ َع ْب ِد ِه لَ ْياًل ِمنَ ْال َم ْس ِج ِد ْال َح َر ِام ِإلَى ْال َمس ِْج ِد‬
‫صي ُر‬ ِ َ‫صى الَّ ِذي بَا َر ْكنَا َحوْ لَهُ لِنُ ِريَهُ ِم ْن آيَاتِنَا ِإنَّهُ هُ َو ال َّس ِمي ُع ْالب‬ َ ‫ اَأْل ْق‬Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan
hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjidil Haram ke Al Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi
sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya
Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS al-Isra’: 1). Pada kalimat ‫ ُس ْبحَانَ الَّ ِذي‬, Ibnu Katsir
dalam tafsirnya menyatakan, kalimat subhâna di sini menunjukkan saking agungnya Allah ta’ala. Hanya
Allah saja yang mampu menjalankan Nabi Muhammad ‫ ﷺ‬dari Makkah ke Palestina dan Palestina
sampai langit ke-7 hanya dalam waktu tidak sampai satu malam. Bahkan dalam satu riwayat mengisahkan,
setelah Nabi Muhammad melakukan isra’ mi’raj, tempat tidurnya masih hangat dan tempayan bekas Nabi
melakukan wudhu tadi belum sampai kering. Ini adalah keajaiban yang luar biasa. Hanya Allah yang bisa
melakukan yang mana bumi dan seisinya di bawah kendali-Nya. Keajaiban yang mencengangkan tersebut
sangat sesuai jika memakai kata subhana. Tentang suhana, Ibnu Katsir mengatakan: ‫ َويُ َعظِّ ُم‬،ُ‫يُ َمجِّ ُد تَ َعالَى نَ ْف َسه‬
ُ‫ فَاَل ِإلَهَ َغ ْي ُره‬،ُ‫ لِقُ ْد َرتِ ِه َعلَى َما اَل يَ ْق ِد ُر َعلَ ْي ِه َأ َح ٌد ِس َواه‬،ُ‫ َشْأنَه‬Artinya: “Allah ta’ala mengagungkan Dzat-Nya sendiri,
mengagungkan keadaan-Nya, karena kekuasaan-Nya atas sesuatu yang tidak mampu dilakukan siapa pun
selain Dia. Tiada Tuhan selain Dia.” (Abul Fida’ Ismail Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, [Dar Thayyibah:
1999], juz 5, hlm. 5). Ats-Tsa’labi menyatakan bahwa kalimat subhana berarti kalimat ta’ajjub َ‫َويَ ُكوْ نُ ُس ْبحَان‬
‫ بِ َم ْعنَى التَّ َعجُّ ب‬Artinya: “Subhana di ayat ini mempunyai arti sebuah keajaiban yang menakjubkan.” (Tafsir
Ats-Tsa’labi, juz 6, hlm. 54). Banyak juga ulama yang menjelaskan, subhana pada ayat ini mempunyai
makna penyucian dari segala kekurangan. Apabila dalam menjajaki kemampuan Allah dalam
memperjalankan Nabi Muhammad pada malam hari dengan acuan akal yang terbatas sehingga Allah
dianggap tidak mampu, maka Allah disucikan dari anggapan yang seperti demikian ini. Hadirin... Dalam
isra’ mi’raj, apakah hanya ruh Nabi ataukah ruh dan jasadnya sekaligus? Ulama berbeda pendapat. Menurut
mayoritas ulama, Nabi di-isra’-kan meliputi ruh dan jasad sekaligus. Hal ini berdasarkan apabila yang di-
isra’-kan hanya ruh saja, berarti Nabi Muhammad sama dengan mimpi. Jika isra’ hanya sebuah mimpi saja,
maka hal tersebut tidak merupakan kejadian luar biasa yang sampai Allah memakai istilah subhana pada ayat
di atas. Yang membuat fenomenal pada kegiatan isra’ mi’raj Nabi itu keajaiban perjalanan dengan ruang
yang besar, namun waktunya sedemikian singkat. Ini yang luar biasa itu. Hadirin hafidhakumullah, Pada
kalimat selanjutnya, ‫ َأ ْس َرى بِ َع ْب ِد ِه‬Allah tidak menyandarkan kalimat subhâna dengan lafadz Allah, tapi dengan
asra, kebesaran Allah yang menjalankan di waktu malam kepada hamba-Nya. Di sini Allah juga tidak
menyebut Nabi Muhammad dengan menyebut namanya, tapi malah menyifati Nabi Muhammad yang
diperjalankan di waktu malam memakai istilah ‫“ َع ْب ِد ِه‬hamba-Nya”. Kenapa Allah lebih memilih memberi
label Nabi Muhammad hanya dengan predikat “hamba” padahal ini merupakan kejadian yang fenomenal?
Sebagian mufassir seperti Imam Al-Qusyairi mengatakan, hanya “hamba” yang memahami posisinya
sebagai hamba yang bisa memahami kebesaran Tuhannya. Sehingga apabila Tuhan melakukan apa pun,
walaupun tidak masuk akal di otak hambanya, ia bisa memahami bahwa bagi Tuhan yang posisinya tidak
sama dengan hamba, mampu melakukan hal yang seolah mustahil di mata hambanya tersebut. Sebagian
ulama menyatakan, peniadaan status Nabi Muhammad sebagai Nabi yang prestise di sini supaya Nabi
Muhammad tidak mempunyai sifat ujub. Sebagian ulama lain lagi mengungkapkan, hal ini untuk
mengagungkan Allah semata dan sebagai bentuk tawadhu’ Nabi Muhammad. Hadirin hafidhakumullah,
Perjalanan Nabi pada isra’ mi’raj bukan atas inisiatif dan kemauan beliau, tapi murni atas kehendak Allah
“yang menjalankannya”. Oleh karena itu, masuk akal atau tidak, bagi seorang hamba harus mengedepankan
posisinya sebagai hamba dan mengagungkan ketuhanan Allah yang mampu melakukan apa saja dan hamba
tersebut menomorduakan akalnya yang serba terbatas. Kalau kita menengok sejarah, memang orang Arab
waktu itu tidak semuanya dengan mudah memahami isra’ mi’raj Nabi Muhammad dengan landasan logika
saja. Mungkin, apabila dilogikakan hari ini, di saat dunia sudah banyak kecanggihan teknologi, kita akan bisa
mendekatkan pikiran ke arah sana. Dahulu, saat isra’ mi’raj ini berlangsung, masyarakat terlampau jauh
untuk menganalogikannya. Bagaimana jarak antara Makkah sampai Palestina yang panjangnya sekitar 1.500
km itu hanya ditempuh dalam waktu sangat singkat? Di dunia modern ini, jarak yang sedemikian jauh, jika
ditempuh dengan naik unta atau kuda bisa berminggu-minggu, kita bisa meringkasnya dengan pesawat yang
mungkin hanya membutuhkan waktu sekitar tiga jam saja. Lebih dekat lagi, bagaimana kalau kita
membayangkan teori jalannya cahaya. Pada hari ini, kita di Indonesia jika akan ke Amerika menggunakan
pesawat bisa menghabiskan seharian baru sampai di sana. Namun bagaimana dengan kecepatan teknologi
telepon atau Whatsapp? Pada detik ini kita mengirim pesan baik gambar, tulisan atau suara, detik itu pula
sampai ke sana. Dengan logika apa pun, mungkin hal seperti ini tidak akan masuk pada logika orang di
zaman Nabi Muhammad. Oleh karena itu, dalam urusan agama walaupun agama itu banyak yang rasional,
tapi kita tetap harus memposisikan otak kita di belakan penghambaan kita kepada Allah. Perjalanan malam
Nabi Muhammad yang fenomenal itu menghasilkan sebuah perintah shalat lima waktu dengan kisah yang
cukup panjang. Yang perlu kita garisbawahi di sini, shalat adalah sebuah perintah yang melalui momen
sakral, fenomenal. Oleh karena itu kita harus malu jika sampai meninggalkan shalat. Kita selalu mengingat
dan merayakan sesuatu dalam rangka mengingat momen-momen penting dan fenomenal dalam hidup kita.
Kita lahir, sebuah hal fenomenal dalam hidup kita, kita rayakan itu. Momen menikah yang fenomenal, kita
kenang itu. Lalu Nabi Muhammad pernah mengalami suatu kejadian fenomenal dari Allah. Dalam kejadian
fenomenal tersebut, Allah mewajibkan kita semua untuk menjalankan shalat lima waktu. Dengan demikian,
shalat lima waktu bukanlah hal yanga sepele seperti kita beli makanan ringan, kita sarapan pagi, tidak. Tapi
sebuah pekerjaan yang ditugaskan oleh Tuhan melalui perjalanan fenomenal untuk menerima tugas tersebut.
Pada hari ini, saat kita menjalankan shalat, kita sedang menjalankan perintah Tuhan yang sangat besar
nilainya. Itu berarti bahwa shalat bukan hal yang bisa kita kesampingkan. Mari kita jaga shalat kita.
Harapan kita, kelak, saat kita meninggalkan dunia ini, dalam keadaan menetapi iman Islam, tidak
meninggalkan shalat. Kita meninggal dunia dalam keadaan husnul khatimah, amin ya Rabbal alamin. ‫ك‬ َ ‫ار‬ َ َ‫ب‬
ُ ْ ْ ِّ ‫آْل‬
‫ أعُوذ بِاهللِ ِمنَ ال َّشيْطا ِن‬.‫ ِإنَّهُ هُ َو البَرُّ التَّوَّابُ الرَُّؤ وْ فُ ال َّر ِح ْي ُم‬.‫ َو َج َعلَنِ ْي وَِإيَّا ُك ْم بِ َما فِ ْي ِه ِمنَ ا يَاِت َوالذك ِر ال َح ِكي ِْم‬،‫آن ال َع ِظي ِْم‬ ْ ُ ْ
ِ ْ‫هللاُ لِ ْي َولَ ُك ْم فِي القر‬
َّ
‫صوْ ا بِالصب ِْر‬ َ ِّ ْ
َ ‫صوْ ا بِال َحق َوت َوا‬ َ
َ ‫ت َوت َوا‬ ُ ُ
ِ ‫) ِإ ال ِذينَ آ َمنوا َو َع ِملوا الصَّالِ َحا‬٢( ‫ْر‬ َّ ‫اَّل‬ ُ َ ْ َّ ْ‫ص‬ ْ
ٍ ‫) ِإن اِإْل نسَانَ لفِي خس‬١( ‫ َوال َع ِر‬،‫ بسم هللا الرحمن الرحيم‬،‫َّجيْم‬ ِ ‫الر‬
َ‫ّاح ِم ْين‬ ِ ‫) َوقُلْ َربِّ ا ْغفِرْ َوارْ َح ْم َوَأ ْنتَ َأرْ َح ُم الر‬٣( Khutbah II َّ‫ َوَأ ْشهَ ُد َأ ْن الَ اِلَهَ ِإال‬.‫َلى ِإحْ َسانِ ِه َوال ُّش ْك ُر لَهُ عَل َى تَوْ فِ ْيقِ ِه َواِ ْمتِنَانِ ِه‬ َ ‫ع‬ ِ ‫هلل‬ ُ
‫د‬ ‫اَ ْل َح ْم‬
ِّ‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد ِو َعلَى اَلِ ِه َوَأصْ َحابِ ِه َو َسل ْم‬ ُ
َ ‫ اللهُ َّم‬.‫أن َسيِّ َدنَا ُم َح َّمدًا َع ْب ُدهُ َو َرسُوْ لهُ ال َّدا ِعي إل َى ِرضْ َوانِ ِه‬ ْ ‫َأ‬
َّ ‫ك لهُ َو شهَ ُد‬ َ ِ ‫هللاُ َوهللاُ َوحْ َدهُ الَ ش‬
َ ‫َر ْي‬
‫ فَيا َ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا هللاَ فِ ْي َما َأ َم َر َوا ْنتَهُوْ ا َع َّما نَهَى َوا ْعلَ ُموْ ا َأ َّن هللاَ َأ َم َر ُك ْم ِبَأ ْم ٍر بَ َدَأ فِ ْي ِه بِنَ ْف ِس ِه َوثَـنَى بِ َمآل ِئ َكتِ ِه بِقُ ْد ِس ِه َوقَا َل‬،ُ‫تَ ْسلِ ْي ًما ِكث ْيرًا َأ َّما بَ ْعد‬
‫آل َسيِّ ِدنا َ ُم َح َّم ٍد‬ ِ ‫ َو َعلَى‬،‫ص ِّل َعلَى َسيِّ ِدنَا ُم َح َّم ٍد‬ َ ‫ اللهُ َّم‬.‫صلُّوْ ا َعلَ ْي ِه َو َسلِّ ُموْ ا تَ ْسلِ ْي ًما‬ َ ‫ُصلُّوْ نَ عَل َى النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ آ َمنُوْ ا‬ َ ‫تَعاَلَى ِإ َّن هللاَ َو َمآلِئ َكتَهُ ي‬
َّ
‫ص َحابَ ِة َوالتابِ ِع ْينَ َوتَابِ ِعي‬ ْ ْ ْ ‫َأ‬
َّ ‫ض اللهُ َّم ع َِن الخلفا ِء الرَّا ِش ِد ْينَ بِى بَك ٍر َو ُع َمر َوعُث َمان َو َعلِى َوعَن بَقِيَّ ِة ال‬ َ َ ُ ْ َّ َ ْ
َ ْ‫ك َو َمآلِئ َك ِة ال ُمق َّربِ ْينَ َوار‬ َ ِ‫َو َعلَى اَ ْنبِيآِئكَ َو ُر ُسل‬
‫ت اَالَحْ يآ ِء‬ ‫ت َو ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ْال ُم ْسلِ َما ِـ‬ِ ‫َّاح ِم ْينَ اَللهُ َّم ا ْغفِرْ لِ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُمْؤ ِمنَا‬ ِ ‫ض َعنَّا َم َعهُ ْم بِ َرحْ َمتِكَ يَا َأرْ َح َم الر‬ َ ْ‫التَّابِ ِع ْينَ لَهُ ْم بِاِحْ َسا ٍن اِلَى يَوْ ِم ال ِّد ْي ِن َوار‬
‫اخذلْ َم ْن َخ َذ َل‬ ُ ْ ‫َص َر ال ِّد ْينَ َو‬ َ ‫ َوا ْنصُرْ َم ْن ن‬،‫ين‬ ْ
ْ ‫ك ال ُم َو ِّح ِد‬ َ ‫ اللهُ َّم َأ ِع َّز ْاِإل ْسالَ َم َوال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو ِذ َّل ال ِّشرْ كَ َوال ُمش ِر ِك ْينَ َوا ْنصُرْ ِعبَا َد‬،‫ت‬
ْ ْ ‫َأ‬ ْ ِ ‫ِم ْنهُ ْم َو ْاالَ ْم َوا‬
‫ك َأ ْعدَا َء ال ِّد ْي ِن َوَأ ْع ِل َكلِ َماتِكَ ِإلَى يَوْ َم ال ِّدي ِْن‪ .‬اللهُ َّم ا ْدفَ ْع َعنَّا ْالبَالَ َء َو ْال َوبَا َء َوال َّزالَ ِز َل َوسُوْ َء ْالفِتَ ِن َو ْال ِم َح ِن‪َ ،‬ما ظَهَ َر ِم ْنهَا َو َما‬ ‫ْال ُم ْسلِ ِم ْينَ َو َد ِّمرْ َأ ْع َداَئ َ‬
‫ار‪.‬‬ ‫اب النَّ ِ‬ ‫ً‬
‫آلخ َر ِة َح َسنَة َوقِنَا َع َذ َ‬ ‫ْ‬ ‫ً‬ ‫ْ‬ ‫ً‬
‫َان ال ُم ْسلِ ِم ْينَ عآ َّمة يَا َربَّ ال َعالَ ِم ْينَ ‪َ .‬ربَّنَا آتِنا َ فِى ال ُّد ْنيَا َح َسنَة َوفِى ا ِ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫صة َوع َْن َساِئ ِر البُلد ِ‬ ‫ً‬ ‫بَطَنَ ‪ ،‬ع َْن بَلَ ِدنَا اِ ْندُونِي ِْسيَّا خَآ َّ‬
‫حْ‬ ‫َ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫رْ‬ ‫ْ‬ ‫حْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬ ‫ْأ‬ ‫َّ‬ ‫ْ‬ ‫ْ‬
‫َربَّنَا ظَلَ ْمنَا اَ ْنفُ َسنَا وَِإ ْن لَ ْم تَ ْغفِرْ لنَا َوت َح ْمنَا لنكوْ نَن ِمنَ الخَا ِس ِرينَ ‪ِ .‬عبَا َدهللاِ ! ِإن هللاَ يَ ُم ُرنَا بِال َعد ِل َواِإل َسا ِن َوِإيْتآ ِء ِذي الق ب َى َويَنهَى َع ِن الف شآ ِء‬
‫ُ‬ ‫َّ‬ ‫ُ‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫َرْ‬ ‫َ‬
‫َلى نِ َع ِم ِه يَ ِز ْد ُك ْم َولَ ِذ ْك ُر هللاِ َأ ْكبَرْ‬
‫َر َو ْالبَ ْغ ِي يَ ِعظُ ُك ْم لَ َعلَّ ُك ْم تَ َذ َّكرُوْ نَ َو ْاذ ُكرُوا هللاَ ْال َع ِظ ْي َم يَ ْذ ُكرْ ُك ْم َوا ْش ُكرُوْ هُ ع َ‬ ‫َو ْال ُم ْنك ِ‬

‫‪Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/38344/khutbah-jumat--tafsir-ayat-isra--mi-raj‬‬
َ ‫ت َأعْ َمالِ َنا َمنْ َي ْه ِد ِه هللاُ َفالَ مُضِ ّل َل ُه َو َمنْ يُضْ لِ ْل َفالَ َهاد‬
‫ِي‬ ِ ‫شر ُْو ِر َأ ْنفُسِ َنا َو َس ّيَئ ا‬ ِ ‫هلل َنحْ َم ُدهُ َو َنسْ َت ِع ْي ُن ُه َو َنسْ َت ْغفِ ُرهُ َو َنع ُْو ُذ ِبا‬
ُ ْ‫هلل مِن‬ ِ ِ َ‫ِإنّ ْال َحمْ د‬
ُ‫لَ ُه َأ ْش َه ُد َأنْ الَ ِإل َه ِإالّ هللاُ َوَأ ْش َه ُد َأنّ م َُح ّم ًدا َع ْب ُدهُ َو َرس ُْول ُه‬

‫ْن َو َسلَّ َم َتسْ لِ ْيمًا َك ِثيْرً ا‬ َ ‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َعلَى آلِ ِه َوَأصْ َح ِاب ِه َو َمنْ َس‬
ِ ‫ار َعلَى َن ْه ِج ِه ال َق ِوي ِْم َودَ َعا ِإلَى الص َِّراطِ المُسْ َتقِي ِْم ِإلَى َي ْو ِم ال ِّدي‬ َ

‫ َوَأ َر َنا البَاطِ َل بَاطِ الً َوارْ ُز ْق َنا اجْ ِت َنا َب ُه‬،ُ‫اعه‬ َ ‫ َوَأ َر َنا‬،ً‫ َو ِز ْد َنا عِ ْلما‬،‫ َوا ْن َف َع َنا ِب َما َعلَّمْ َت َنا‬،‫اللّ ُه َّم َعلِّمْ َنا َما َي ْن َف ُع َنا‬
َ ‫الح َّق َح ّقا ً َوارْ ُز ْق َنا ا ِّت َب‬

َ ‫ِين آ َم ُنوا ا َّتقُوا هَّللا َ َح َّق ُت َقا ِت ِه َواَل َتمُو ُتنَّ ِإاَّل َوَأ ْن ُت ْم مُسْ لِم‬
‫ُون‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬

Hadirin Sidang Jumat yang Sama-Sama Mengharap Ridha Allah

Segala puji hanya bagi Allah yang telah menunjukkan kita kepada jalan iman dan takwa. Allah
memerintahkan kita untuk menjaga ketakwaan kepada Allah, seperti firman-Nya :

َ ‫ِين آ َم ُنوا ا َّتقُوا هَّللا َ َح َّق ُت َقا ِت ِه َواَل َتمُو ُتنَّ ِإاَّل َوَأ ْن ُت ْم مُسْ ِلم‬
‫ُون‬ َ ‫َيا َأ ُّي َها الَّذ‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benar takwa
kepada-Nya, dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS Ali Imran:
102).

Ma’asyiral Muslimin rahimakumullah.

Hal yang sangat penting bagi kita dalam menjalani kehidupan adalah menjaga keimanan dan
keistiqamahan dalam beribadah kepada Allah. Allah menyebutkan pada beberapa ayat, di antaranya:

َ ‫ِين َقالُوا َر ُّب َنا هَّللا ُ ُث َّم اسْ َت َقامُوا َفاَل َخ ْوفٌ َعلَي ِْه ْم َواَل ُه ْم َيحْ َز ُن‬
‫ون‬ َ ‫ِإنَّ الَّذ‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah”, kemudian
mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka
cita.” (QS Al-Ahqaf: 13).

‫ُون‬ َ ‫ِين َقالُوا َر ُّب َنا هَّللا ُ ُث َّم اسْ َت َقامُوا َت َت َن َّز ُل َعلَي ِْه ُم ْال َماَل ِئ َك ُة َأاَّل َت َخافُوا َواَل َتحْ َز ُنوا َوَأبْشِ رُوا ِب ْال َج َّن ِة الَّتِي ُك ْن ُت ْم ُت‬
َ ‫وعد‬ َ ‫ِإنَّ الَّذ‬

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: “Tuhan kami ialah Allah” kemudian mereka
meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: “Janganlah
kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan
Allah kepadamu“.” (QS Fushshilat: 30).
َ ُ‫ك َواَل َت ْط َغ ْوا ِۚإ َّن ُه ِب َما َتعْ َمل‬
‫ون بَصِ ي ٌر‬ َ ‫َفاسْ َتقِ ْم َك َما ُأمِرْ تَ َو َمنْ َت‬
َ ‫اب َم َع‬

Artinya: “Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan
(juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia
Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Hud: 112).

Di dalam sebuah hadits juga disebutkan pertanyaan sahabat tentang istiqamah. Yaitu hadits dari
Abu ‘Amr Sufyan bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

‫هلل ُث َّم اس َت ِق ْم‬


ِ ‫ت با‬ َ ‫الم َق ْوالً الَ َأسْ َأ ُل َع ْن ُه َأ َح َداً َغي َْر‬
ُ ‫ “قُ ْل آ َم ْن‬:‫ك؟ َقا َل‬ ِ ْ‫هللا قُ ْل لِيْ فِي اِإلس‬
ِ ‫ارس ُْو َل‬ ُ ‫”قُ ْل‬
َ ‫ت َي‬

Artinya: “Aku berkata: Wahai Rasulullah katakanlah kepadaku suatu perkataan dalam Islam yang
aku tidak perlu bertanya tentangnya kepada seorang pun selainmu.” Beliau bersabda, “Katakanlah: aku
beriman kepada Allah, kemudian istiqamahlah.” (HR Muslim).

Hadirin yang berbahagia

Ada beberapa upaya agar kita dapat menjaga dan memelihara keimanan dan ketakwaan, insya-
Allah, dengan izin Allah tentunya.

Pertama: Sering berkumpul dengan orang-orang shaleh.

Ini agar kita ketularan menjadi shaleh, seperti disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam:

َ ‫ َأ ْو َت ِج ُد ِر‬، ‫ب ْالمِسْ كِ ِإمَّا َت ْش َت ِري ِه‬


‫يح ُه‬ ِ ‫صا ِح‬ َ ْ‫ك مِن‬ َ ‫ الَ َيعْ دَ ُم‬، ‫ِير ْال َحدَّا ِد‬
ِ ‫ َوك‬، ِ‫ب ْالمِسْ ك‬ ِ ‫ِيس الصَّال ِِح َو ْال َجل‬
َ ‫ِيس الس َّْو ِء َك َم َث ِل‬
ِ ‫صا ِح‬ ِ ‫َم َث ُل ْال َجل‬
‫ك َأ ْو َت ِج ُد ِم ْن ُه ِريحً ا َخ ِبي َث ًة‬
َ ‫ك َأ ْو َث ْو َب‬
َ ‫ َوكِي ُر ْال َحدَّا ِد يُحْ ِر ُق َب َد َن‬،

Artinya: “Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang shalih dan orang yang jelek adalah
bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak
misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai
besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya
yang tidak enak.” (HR Bukhari).

Kedua, rajin menghadiri majelis ilmu.


Ini karena pancaran majelis ilmu itu dapat menyinari jiwa kita dan menguatkan keistiqamahan kita.

Dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda ketika itu para malaikat berkata:

‫ ُه ُم ال َقو ُم الَ َي ْش َقى ِب ِه ْم َجلِي ُس ُه ْم‬، ‫ت‬ َ َ‫ َف َجل‬، َّ‫ربِّ فيه ْم فُالنٌ َع ْب ٌد َخ َّطا ٌء إ َّن َما مَر‬
ُ ْ‫ ول ُه غَ َفر‬: ‫ فيقُو ُل‬. ‫س َم َع ُه ْم‬

Artinya: “Wahai Rabbku, di kalangan mereka ada seorang hamba yang banyak sekali kesalahannya.
Ia hanya melewati saja majelis ilmu lalu ikut duduk bersama mereka.” Lalu Allah pun berkata, “Aku pun
mengampuninya, mereka adalah satu kaum yang tidak akan sengsara orang yang duduk bersama mereka.”

Ketiga, memperbanyak doa kepada Allah

Untuk memperkokoh keistiqamahan, kita pun perlu memperkuat doa, seperti doa yang termuat di
dalam ayat:

ُ‫ك َأ ْنتَ ْال َوهَّاب‬ َ ‫َر َّب َنا اَل ُت ِز ْغ قُلُو َب َنا َبعْ دَ ِإ ْذ َه َد ْي َت َنا َو َهبْ لَ َنا مِنْ َل ُد ْن‬
َ ‫ك َرحْ َم ًة ِإ َّن‬

Artinya: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah
Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena
sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (QS Ali Imran: 8).

Juga do’a yang sering dibaca Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, yaitu :

َ ‫ِّت َق ْل ِبيْ َعلَى ِد ْي ِن‬


‫ك‬ ِ ‫ب ْالقُلُ ْو‬
ْ ‫ب َثب‬ َ ِّ‫َيا ُم َقل‬

Artinya: “Wahai Tuhan yang membolak-balikkan hati, teguhkanlah hatiku di atas agamamu.” (HR
At-Tirmidzi).

Semoga Allah menjaga keimanan, ketakwaan dan keistiqamahan kita. Aamiin. (L/RS2/RI-1)

َ ‫اِئر المُسْ لِ ِمي َْن ِإ َّن ُه ه َُو‬


‫الس ِم ْي ُع ال َعلِ ْي ُم‬ َ ‫َأقُ ْو ُل َق ْولِي َه َذا َواسْ َت ْغفِ ُر‬
ِ ‫هللا لِي َولَ ُك ْم َولِ َس‬

Anda mungkin juga menyukai