Anda di halaman 1dari 16

IBRAHIM BIN ADHAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Ilmu Tasawuf

Dosen Pengampu : Romli

Disusun oleh :

1. Hesti Wijayanti 4318007


2. Istiqomah 4318008
3. Fifit Dwi Anggiati 4318009

KELAS
PROGRAM STUDI AKUNTANSI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan


nikmat kesehatan dan juga hidayah kepada kita. Tak lupa juga untuk
menyampaikan sholawat serta salam yang selalu tercurah dalam setiap doa
kepada junjungan kita,yakni nabi Muhammad SAW yang kita nantikan
syafaatnya di Yaumul akhir.

Harapan kami semoga makalah ini membantu menambah


pengetahuan bagi pembaca,sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah sehingga kedepannya dapat lebih baik.

Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan. Oleh karena itu
kami harapkan kepada para pembaca untuk memberikan masukan-masukan
yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Pekalongan, Mei
2019

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ibrahim ibn Adham lahir di Balkh dengan nama Abu Ishak Ibrahim
bin Adham pada tahun 168 Hijriah atau 782 Masehi. Ibrahim bin Adham
merupakan seorang raja di Balkh yakni sebuah daerah tempat awal
perkembangan ajaran Budha. Kisah Ibrahim bin Adham adalah satu kisah
yang cukup menonjol di masa awal kesufian.

Ibrahim bin Adham terlahir dari keluarga bangsawan Arab yang dalam
sejarah sufi ia sangat dikenal karena meninggalkan kerajaannya dan
memilih menjalani latihan pengendalian tubuh dan jiwa sama seperti yang
dilakukan oleh Budha Sidharta. Dalam tradisi kesufian banyak
menceritakan tentang tindakan keberanian, rendah hati, serta gaya
hidupnya yang cukup bertolak belakang dengan kihidupannya semasa
menjadi Raja Balkh.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Sejarah Kehidupan Ibrahim Bin Adham?
2. Bagaimana Pemikiran-Pemikiran Ibrahim Bin Adham?
3. Bagaimana Ajaran Dan Nasehat Ibrahim bin Adham?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk Mengetahui Sejarah kehidupan Ibrahim Bin Adham.
2. Untuk Mengetahui Pemikiran-Pemikiran Ibrahim Bin Adham.
3. Untuk Mengetahui Ajaran dan Nasehat Ibrahim bin Adham
BAB II

PEMBAHASAN

A. Biografii Ibrahim Bin Adham

Ibrahim ibn Adham lahir di Balkh dengan nama Abu Ishak Ibrahim bin
Adham pada tahun 168 Hijriah atau 782 Masehi. Ibrahim bin Adham
merupakan seorang raja di Balkh yakni sebuah daerah tempat awal
perkembangan ajaran Budha. Kisah Ibrahim bin Adham adalah satu kisah
yang cukup menonjol di masa awal kesufian.

Ibrahim bin Adham terlahir dari keluarga bangsawan Arab yang dalam
sejarah sufi ia sangat dikenal karena meninggalkan kerajaannya dan
memilih menjalani latihan pengendalian tubuh dan jiwa sama seperti yang
dilakukan oleh Budha Sidharta. Dalam tradisi kesufian banyak
menceritakan tentang tindakan keberanian, rendah hati, serta gaya
hidupnya yang cukup bertolak belakang dengan kihidupannya semasa
menjadi Raja Balkh.

Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu'yam, Ibrahim bin Adham


menekankan akan pentingnya ketenangan dan meditasi dalam melakukan
pelatihan pengendalian tubuh dan jiwa. Rumi dalam Mansawi yang
ditulisnya mejelaskan secara detail bagaimana kehidupan dari Ibrahim bin
Adham. Salah satu murid Ibrahim bin Adham yang terkenal adalah Shaqiq
al-Balki.

Kehidupan Ibrahim bin Adham

Dalam tradisi muslim, keluarga Ibrahim bin Adham berasal dari Kufah,
namun ia dilahirkan di Balkh (bagian wilayah Afganistan sekarang).
Beberapa penulis mencoba menelusuri silsilah Ibrahim bin Adham hingga
ke Abdullah, saudara Ja'far al-Sadiq anak dari Muhammad al-Baqir, cucu
Husain bin Ali, salah satu silsilah keluarga paling penting dalam sejarah
Sufi, namun sebagian besar penulis percaya bahwa silsilahnya berasal dari
Umar bin Khattab. Sejarah kehidupan Ibrahim bin Adham dicatat oleh
penulis besar abad pertengahan yakni Ibnu Asakir dan Bukhari.

Ibrahim bin Adham terlahir dalam lingkungan masyarakat Arab yang


tinggal di Balkh. Ia tercatat sebagai raja daerah tersebut pada sekitar tahun
730 Masehi, namun ia meninggalkan tahtanya dan memilih menjalani
kehidupannya sebagai seorang petapa. Hal ini dilakukan oleh Ibrahim bin
Adham setelah mendapat teguran dari Tuhan melalui penampakan Khidir
sebanyak dua kali. Setelah mendapat teguran tersebut, Ibrahim bin Adham
lalu memutuskan turun dari thatanya dan memilih menjalani kehidupannya
sebagai pertapa di Suriah. (Cerita ini berbeda dengan versi Kitab
Ushfuriyah)

Semenjak melepaskan jabatannya sebagai raja, Ibrahim pun berangkat ke


Naishapur dan hidup di dalam gua selama sembilan tahun. Selama dalam
gua ia pernah bertemu dengan ular yang sangat besar, kemudian Ibrahim
berdo'a kepada sang pencipta "Ya Allah, Engkau telah mengirim makhluk
ini dalam bentuk yang halus, tetapi sekarang terlihat bentuknya yang
sebenarnya yang sangat mengerikan. Aku tak sanggup melihatnya".
Kemudian sang ular pun bergerak dan bersujud di depan Ibrahim sebanyak
tiga kali.

Kisah Aibrahim bin Adham


Setelah dari pertapaan tersebut Ibrahim berangkat ke Makkah, dalam
perjalanan ia pun melalui banyak kejadian yang luar biasa. Pada saat dia
berada di Dzatul Irq, Ibrahim bin Adham bertemu dengan tujuh puluh
orang yang berjubah kain perca yang tergeletak dengan darah yang
mengalir dari hidung dan telinga mereka. Setelah 14 tahun berkelana pada
padang pasir akhirnya beliau sampai ke Makkah dan hidup sebagai tukang
kayu.

Setelah kepindahannya pada tahun 750 Masehi, Ibrahim bin Adham


memutuskan menjalani hidup secara semi-nomaden, terkadang Ibrahim
bin Adham berjalan sampai jauh ke Selatan hingga ke wilayah Gaza.
Semasa menjalani kehidupannya tersebut, Ibrahim bin Adham sangat
menghindari untuk mengemis. Ia memilih bekerja membanting tulang
tanpa mengenal lelah untuk mendapatkan uang sebagai sumber
pembiayaan hidupnya sehari-hari.

Pekerjaan yang biasa dilakukan olehnya antara lain menggiling jagung


atau hanya sekedar merawat kebun. Ibrahim bin Adham juga diperkirakan
ikut begabung dengan militer di perbatasan wilayah Byzantium dan
kebanyakan ahli memperkirakan kematiannya disebabkan oleh salah satu
ekpedisi angkatan laut yang diikuti olehnya.

Guru spritual pertama Ibrahim bin Adham adalah seorang pendeta Kristen
bernama Simeon. Ibrahim bin Adham meriwayatkan dialognya dengan
sang pendeta melalui tulisan-tulisannya. Berikut kutipan percakapan
mereka:

"Aku mengunjungi penjaranya, dan bertanya Aku kepadanya, "Bapa


Simeon, sudah berapa lama Bapa terkurung di dalam sini?" "Sudah tujuh
puluh tahun Aku di sini", jawabnya. "Apa yang menjadi makananmu?"
tanyaku lagi. "Ya Hanafi", jawabnya, "apa yang menyebabkanmu
menanyakan hal ini?" "Aku hanya ingin tahu" jawabku. Lalu ia berkata,
"semalam sebiji kacang." Aku bertanya lagi, "apa yang membuat hatimu
berkata bahwa sebiji kacang sudah cukup bagimu?" Ia lalu menjawab,
"Kacang-kacang tersebut datang setahun sekali dan menghiasi selku dan
aku memakannya sebiji setiap hari, aku menghormati kacang tersebut.
Pada saat jiwaku mulai lelah beribadah, Aku selalu mengingatkan diriku
pada satu waktu, waktu yang digunakan oleh para pekerja selama setahun
untuk dapat bertahan selama sejam saja. Apakah engkau, Ya Hanifa,
melakukan pekerjaan terus menerus untuk memperoleh kemuliaan yang
kekal?"

Sama seperti hanya para sufi yang lain, makam Ibrahim bin Adham juga
memiliki sujumlah makam yang ada di berbagai tempat. Menurut Ibnu
Asakir, Ibrahim bin Adham dimakamkan di sebuah pulau di Bizantium,
sementara sumber lain menyatakan makamnya ada di Tirus, di Baghdad,
ada juga yang menyatakan bahwa makamnya ada di kota Nabi Luth.
Pendapat lain juga mengatakan makam Ibrahim bin Adham terletak di
dalam gua Yeremia di Yerusalem, dan pendapat terakhir menyatakan
bahwa makam Ibrahim bin Adham terletak di kota Jablah (sekitar pantai
Suriah).

Ibrahim bin Adham dalam Sejarah dan Karya Sastra


Kisah kehidupan Ibrahim bin Adham, sang sufi, yang terkenal di zaman
pertengahan bisa saja adalah sebuah cerita yang murni tengtang dirinya.
Namun beberapa ahli meyakini bahwa kish hidupnya yang sederhana
tersebut telah dibumbui dengan berbagai cerita fiksi sehingga membuat
kisahnya menjadi lebih menarik. Kitab memorial para Sufi Persia yang
ditulis oleh Attar menjadi salah satu kitab yang paling sering dijadikan
rujukan dalam mengisahan perubahan sang Ibrahim bin Adham dari
seorang Raja Balkh menjadi seorang petapa yang meninggalkan tahtanya.

Cerita Ibrahim bin Adham yang tercatat dalam Memorial Persia tersebut
tersebar hingga ke wilayah India dan Indonesia. Namun cerita tersebut
semakin ditambai dengan cerita-cerita fiksi lainnya sehingga semakin
menarik.
Ibrahim bin Adham mempunya julukan Abu Ishak, yang berasal dari
penduduk balakh, yaitu salah satu kota yang terkenal di khurosan. Beliau
termasuk anak seorang raja. Pada suatu hari beliau keluar berburu lalu
beliau mendengar suatu suara yang tidak diketahui sumbernya yang
menyadarkannya dari kelalaian, lalu beliau meninggalkan jalan yang
selama ini ditempuhnya yaitu jalan cinta dunia. Kemudian beliau
mengikuti tarekat ahli zuhud dan warak dan beliau pergi ke Mekkah dan
diikuti oleh Sofyan ats-Tsauri dan Fudhail bin Iyadh. Beliau memasuki
kota Syam dan bekerja didalamnya dan makan dari hasil keringatnya
sendiri.

Sebab Taubatnya

Pembantu Ibrahim bin Adham yang bernama Ibrahim bin Basyar al-
Khurosani berkata .“ Aku pernah menemani tuanku Ibrahim bin Adham ke
kota Syam dan aku pernah berkata pada suatu hari: “Wahai Abu Ishak,
coba ceritakan kepada awal dari permulaan kehidupanmu?” Ibrahim
menjawab :” Ayahku seorang raja terkenal di Khurosan. Saat itu aku masih
muda, dan aku menyertai sekelompok orang untuk berburu sebagaimana
kebiasaan anak-anak raja. Aku menunggangi kendaraan dan bersamaku
seekor anjing lalu aku berhasil menangkap seekor musang atau kelinci.
Ketika aku sedang asik-asiknya berburu, tiba-tiba aku mendengar suara
yang tidak bisa aku lihat yang berkata kepadku, wahai Ibrahim apakah
karena ini engkau diciptakan, Apakah karena ini engkau diperintahkan?
Kemudian aku bertemu dengan seorang pengembala kambing ayahku lalu
aku mengambil jubahnya yang terbuat dari kulit domba, sehingga aku
memakainya sebagai baju dan aku membayar uang kepadanya sebagai
gantinya. Kemudian aku pergi ke Mekkah al-Mukaromah dan ketika aku
ditengah-tengah gurun, aku bertemu dengan seorang lelaki yang sedang
berjalan tanpa kendaraan dan tanpa bekal. Tatkalah memasuki waktu sore
dan kemudian ia melakukan sholat maghrib, ia menggerakan bibirnya
dengan suatu ucapan yang tidak aku mengerti dan tiba-tiba dihadapanku
ada makanan dalam wadah lain yang didalamnya ada minuman. Aku
makan dan minum bersamanya dan kau dalam keadaan seperti ini selama
beberapa hari lalu ia mengajariku ismullahil a’zham ( nama Allah yang
agung). Lalu ia berkata kepadaku :”janganlah kamu berdoa dengannya atas
seseorang yang antara kamu dan dia terjadi permusuhan karena kamu
dapat mengahncurkannya dengan kehancuran dunia dan akhirat, tetapi
berdoalah kepada Allah agar dengannya ia dapat menghilangkan rasa
takutmu dan menguatkan kelemahanmu serta membuatmu tenang dan
membuatmu selalu bergairah pada setiap saat”. Kemudian ia pergi
meninggalkan aku.

B. PEMIKIRAN-PEMIKIRAN IBRAHIM bin ADHAM

1. Dasar-Dasar Pemikiran Ibrahim Bin Adham

Ibrahim bin Adham memiliki beberapa dasar-dasar pemikiran yang beliau


kembangkan, antara lain ialah:

a. Tasawuf adalah keindahan dan kebesaran menuju kebebasan sejati.


Tasawuf artinya kekerasan pikiran dan kekakuan, juga bukan menahan
diri dari perasaan, bukan pula mengajak manusia kepada suatu kehidupan
yang melarat atau susah juga bukan untuk meninggalkan fitrah. Akan
tetapi dengan memahami tasawuf seseorang dapat menuju kepada pilihan
yang benar, hidup zuhud, berlaku adil dengan keutamaan yang dapat
menuju kepada kesucian.

b. Kita harus dapat memperoleh hikmah dri hidup ini untuk itu kita harus
taqwa kepada Allah SWT. Sebab ketaqwaan dapat mendatangkan dan
memunculkan keikhlasan hati untuk dapat berbakti kepada Allah SWT.
Supaya kita mendapatkan hikmah yang memancar dari kesucian hati dan
ketaqwaan.1

1 Akhyar Thowil, Rahasia Kehidupan Shufi(Semarang:Tthe Secret Of Sufi,1992),hlm.25


2. Pemikiran Ibrahim Bin Adham dalam Kisah-Nya
Ada seorang ahli ibadah bernama al-Balkhi. Pada suatu hari, al-Balkhi ke
negeri seberang untuk berdagang. Namun belum lama al-Balkhi menuju ke
negeri orang, tiba-tiba ia mengurungkan niatnya. Salah seorang
sahabatnya yang bernama Ibrahim bin Adham heran, mengapa ia kembali
begitu cepat dari yang direncanakannya. Ibrahim bin Adham yang saat itu
berada di masjid langsung bertanya kepada kawannya itu, “Wahai al-
Balkhi, mengapa engkau pulang begitu cepat?”. Al-Balkhi menceritakan, “
Dalam perjalanan ada kejadian aneh, sehingga aku memutuskan untuk
segera membatalkan kepergianku”.

“keanehan apa?” tanya Ibrahim bin Adham penasaran. “Saat aku sedang
beristirahat di sebuah bangunan rusak. Aku memperhatikan seekor burung
yang pincang dan buta. Aku pun bertanya-tanya dalam hati. “Bagaimana
burung ini bisa bertahan hidup, padahal ia berada ditempat yang jauh dari
teman-temannya, matanya tidak bisa melihat, berjalan pun tidak bisa.
Tidak lama kemudian ada seekor burung lain yang dengan susah payah
mengampirinya sambil membawa makanan untuknya. Seharian penuh aku
terus memperhatikan gerak-gerik burung itu. Ternyata ia tak pernah
kekurangan makanan, karena ia berulang kali diberi makanan oleh
temannya.”

“Lantas apa hubungannya dengan kepulangnmu?” Tanya Ibrahim bin


Adham.

Al-Balkhi menjawab, “Sang pemberi Pemberi Rezeki telah memberi


rezeki yang cukup kepada seekor burung yang pincang lagi buta dan jauh
dari teman-temannya. Jika demikian, Allah Maha Pemberi, tentu akan pula
mencukupkan rezekiku sekali pun aku tidak bekerja. Karena itu, aku
akhirnya memutuskan untuk segera pulang.”

Mendengar penuturan sahabatnya itu, Ibrahim bin Adham menasihati,


“Wahai Al-Balkhi mengapa engkau rela menyejajarkan dirimu dengan
seekor burung pincang lagi buta itu? Mengapa engkau lebih senang hidup
dari belas kasihan dan bantuan dari orang lain? Tidakkah kamu tahu
bahwa tangan di atas itu lebih mulia daripada tangan di bawah?” Al-Balkhi
pun kemudian sadar jika dirinya keliru dalam mengambil pelajaran dari
burung tersebut. Saat itu pula ia melanjutkan perjalanan dagangnya.

Untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup, tentu saja tidak selayaknya kita
berperilaku seperti burung pincang dan buta yang selalu meminta belas
kasihan teman-temannya.

Namun kita harus bersikap sebagaimana pemikiran Ibrahim bin Adham


yang mengutamakan bekerja daripada mengharapkan bantuan orang lain.
Tangan di atas lebih baik daripada tangan dibawah.2

3. Kisah Teladan Ibrahim bin Adham

Ketika Ibrahim menyimpang dari jalan raya, ia melihat seorang gembala


yang memakai pakaian dan topi dibuat dari bulu kambing biri-biri.
Pengembala itu sedang menggembalakan sekumpulan binatang. Setelah
diamatinya ternyata si pengembala itu adalah hambanya yang sedang
menggembalakan biri-biri kepunyaannya. Kepada pengembala itu Ibrahim
menyerahkan pakaian yangbersulam emas, topinya yang bertatahkan batu
permata dan biri-biri tersebut, sedang dari pengembala itu Ibrahim
meminta pakaian dan topi daribulu biri-biri yang sedang dipakainya.
Ibrahim lalu memakai pakaian dan topi bulu milik pengembala itu dan
semua malaikat menyaksikan perbuatannya itu dengan penuh kekaguman.
“Betapa megah kerajaan yang diterima putera Adam ini,” malaikat-
malaikat itu berkata. “Ia telah mencampakkan pakaian keduniaan yang
2 Abdullah F. Hasan, Miskin is Boring (Jakarta: Media Pressindo,2013), hlm.19-20
kotor lalu menggantikannya dengan jubah kepapaan yang megah. ”Dengan
berjalan kaki, Ibrahim bermusafir melalui gunung-gunung dan padang
pasir yang luas sambil menyesali segala dosa-dosa yang pernah
dilakukannya.

Ibrahim adalah salah satu seorang zahid dari khurasan yang sangan
termasyur di zamannya. Dia tidak pernah terpesona oleh kekuasaan dan
kerajaan yang di milikinya. Dia lebih mendambakan dan menyukai
memakai baju bulu domba yang kasar. Dia hidup dari hasil bekerja sebagai
tukang kebun dan menggumuli pekerjaan kasar lainnya di syria (syam).
Namun akhirnya, orang tau juga siapa dia sebenarnya. Dan akhirnya dia
pergi ke gurun Sahara, di padang Sahara ia pernah bertemu seorang lelaki
yang mengajarinya nama Allah al- a’zham, lalu ia berdoa dengan nama itu,
dan tidak berapa lama ia bertemu nabi khidhir a.s yang mengatakan
kepadanya, “ yang mengajarimu nama Allah al-a’zham adalah saudaraku
Dawud as,” cerita ini saya peroleh dari penuturan Abu Abdurrahman As-
sulami. Kata Ibrahim bin Basyar. “ saya telah bersahabat dengan Ibrahim
bin Adam, lalu menanyakan kepadanya tentang asal mula tobatnya. Ia
menjawab dengan cerita seperti itu.”3

C. Nasehat Dan Ajaran-Ajaran Tasawuf Ibrahim Bin Adham


1. Ajaran-Ajaran Ibrahim Bin Adham
Ajaran-ajaran tasawuf Ibrahim Bin Adham diantaranya adalah:
1) Seorang tidak akan mencapai derajat kesholehan, kecuali
melalui 5 rintangan:
a. Menutup pintu kemuliaan dan membuka pintu kehinaan
b. Menutup pintu nikmat dan membuka pintu kesukaran
c. Menutup pintu istirahat dan membuka pintu perjuangan
d. Menutup pintu tidur dan membuka pintu berjaga
e. Menutup pintu kekayaan dan membuka pintu
kemiskinan
3 https://www.google.com/amp/s/rotiirohmah.wordpress.com/2016/04/01/ibrahim-bin-adam/
2) Ada 8 hal yang menyebabkan hati manusia menjadi mati:
a. Membaca Al-qur’an tetapi tidak mengamalkannya
b. Mengetahui hak Allah tetapi tidak melakukan
c. Anda cinta Rosul tetapi tidak mengamalkan sunnahnya
d. Anda takut mati tetapi tidak bersiap menyambutnya
e. Anda takut neraka tapi anda berbuat aniaya
f. Anda menyatakan bermusuhan dengan setan tapi justru
anda bersekongkol degan setan dalam kemaksiatan
g. Anda menginginkan surga tetapi anda tidak beramal
untuk mendapatkannya
h. Setelah bangun yidur, anda melempatkan aib diri sendiri
kebelakang punggung dan membentangkan aib orang
lain dihadapan anda. Lalu membuat kemurkaan Allah
3) Awal ibadah yaitu Tafakkur dan berdiam diri, selain untuk
mengingatnya
4) Orang yang tidak bersungguh-sungguh menuju Allah adalah
mereka yang hanya mengejar kemasyuran
5) Tidak dibenarkan oleh Allah, orang yang hanya menyukai
kemasyuran
6) Suatu ketika aku meliwati batu besar di Mekkah, yabg disitu
tertulis” balikanlah aku maka kau akan dapat mengambil
nasehat”. Lalu akupun membalikan batu besar itu, maka aku
melihat tulisan, “yang engkau ketahui saja tidak engkau
kerjakan, bagaimana caramu mencari ilmu tentang sesuatu
yang belum engkau ketahui.
7) Aku bertemu dengan sebagian besar orang ahli ibadah di
gunung Libanon. Mereka semua menasehatiku demikian:”
kalau engkau kembali ke masyarakat, nasehatilah mereka
dengan 4 macam:
a. Barang siapa banyak makan, tidak akan menemui
nikmatnya beribadah.
b. Barang siapa yang banyak tidur, umurnya tidakm
akan barokah.
c. Barang siapa yang ingin di Ridhoi manusia saja,
janganlah engkau mengharap di ridhoi oleh Allah
d. Barang siapa yang banyak omong tak berguna dan
banyak menggunjing, maka ia akan keluar dari
agama islam atau su’ul khotimah.4

2. 10 Nasihat Ibrahim bin Adham

Suatu ketika ibeahim bin adham, seorang alim yang terkenal zuhud
dan wara’nya, melewati pasar yang ramai. Selang beberapa saat
beliaupun di kerumuni banyak orang yang ingin minta nasehat. Salah
seorang diantara mereka bertanya,:” wahai guru! Allah telah berjanji
dalam kitab-Nya bahwa dia akan mengabulkan doa hambaNya. Kami
telah berdoa setiap hari, siang dan malam, tapi mengapa sampai saat
ini doa kami tidak di kabulkan?”

Ibrahim bin Adham diam sejenak lalu berkata,: “saudara sekalian, ada
sepuluh hal yang menyebabkan doa kalian tidak dijawab oleh Allah.

1. Kalian mengenal allah, namun tidak menunaikan hak-hakNya


2. Kalian membaca al-quran, tapi kalian tidak mau mengamalkan
isinya
3. Kalian mengakui bahwa iblis adalah musuh yang nyata, namun
dengan suka hati kalian mengikuti jejak dan perintahnya.
4. Kalian mengaku mencintai rasulullah, tapi kalian suka
meninggalkan ajaran dan sunnahnya

4 Ashrifin, Tokoh-Tokoh Sufi(Surabaya:Karya Utama). Hlm.82-84


5. Kalian sangat menginginkan surga, tapi kalian tidak pernah
melakukan amalan ahli surga
6. Kalian takut di masukkan kedalam neraka tapi kalian dengan
senangnya sibuk dengan perbuatan ahli neraka.
7. Kalian mengaku bahwa kematian pasti datang tapi kalian tidak
pernah mempersiapkan bekal untuk menghadapinya.
8. Kalian sibuk mencari aib orang lain dan melupakan cacat dan
kekurangan kalian sendiri
9. Kalian setap hari memakan rejeki allah, tapi kalian lupa
mensyukuri nikmatNya.
10. Kalian sering mengantar jenazah ke kubur tapi tidak pernah
menyadari bahwa kalian akan mengalami hal yang serupa.

3. Hikmah-Hikmah dari nasihatnya

Seandainya kita ingin untuk mengungkapkan apa yang dicatat oleh


sejarah seorang alim yang cukup sempurna dalam besar ini tentu terasa
tidak cukup kesempatan yang kita miliki untuk menulis semua
kesempatan yang kita miliki untuk menulis semua itu. Sebagian para
wali dan orang-orang saleh banyak memanfaatkan pintu ilmu ibrahim.
Mereka banyak belajar dari beliau untuk mendapatkan hikmah dan
pelajaran. Cukup banyak hikmah dan nasihat beliau seampaikan,
namun kami merasa cukup untuk menyampaikan salah satu bagian
darinya dengan harapan mendapatkan keberkahan atas pengaruh cinta
yang suci ini dan harapan mudah-mudahan Allah SWT membukakan
dengannya hati-hati yang tertutup, telinga-telinga yang tuli dan mata-
mata yang buta. 5

5 http://ikmalonline.com/seri-tokoh-sufi-mengenal-ibrahim-bin-adam-bagian-pertama/

Anda mungkin juga menyukai