Anda di halaman 1dari 3

Biografi Ibrahim bin Ad-dham - Raja yang Meninggalkan Tahtanya dan Menjadi Sufi

Biografi Ibrahim bin Ad-dham | Ibrahim ibn Adham | Lahir di Balkh dengan nama Abu Ishak
Ibrahim bin Adham pada tahun 168 Hijriah atau 782 Masehi. Ibrahim bin Adham merupakan
seorang raja di Balkh yakni sebuah daerah tempat awal perkembangan ajaran Budha. Kisah
Ibrahim bin Adham adalah satu kisah yang cukup menonjol di masa wal kesufian. Ibrahim bin
Adham terlahir dari keluarga bangsawan Arab yang dalam sejarah sufi ia sangat dikenal karena
meninggalkan kerajaannya dan memilih menjalani latihan pengendalian tubuh dan jiwa sama
seperti yang dilakukan oleh Budha Sidharta. Dalam tradisi kesufian banyak menceritakan
tentang tindakan keberanian, rendah hati, serta gaya hidupnya yang cukup bertolak belakang
dengan kihidupannya semasa menjadi Raja Balkh. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Nu'yam,
Ibrahim bin Adham menekankan akan pentingnya ketenangan dan meditasi dalam melakukan
pelatihan pengendalian tubuh dan jiwa. Rumi dalam Mansawi yang ditulisnya mejelaskan secara
ditel bagaimana kehidupan dari Ibrahim bin Adham. Salah satu murid Ibrahim bin Adham yang
terkenal adalah Shaqiq al-Balki.

Kehidupan Ibrahim bin Adham

Dalam tradisi muslim, keluarga Ibrahim bin Adham berasalah dari Kufah, namun ia dilahirkan di
Balkh (bagian wilayah Afganistan sekarang). Beberapa penulis mencoba menelusuri silsilah
Ibrahim bin Adham hingga ke Abdullah, saudara Ja'far al-Sadiq anak dari Muhammad al-Baqir,
cucu Husain bin Ali, salah satu silsilah keluarga paling penting dalam sejarah Sufi, namun
sebagian besar penulis percaya bahwa silsilahnya berasal dari Umar bin Khattab. Sejarah
kehidupan Ibrahim bin Adham dicatat oleh penulis besar abad pertengahan yakni Ibnu Asakir
dan Bukhari.

Ibrahim bin Adham terlahir dalam lingkungan masyarakat arab yang tinggal di Balkh, Ia tercatat
sebagai raja daerah tersebut pada sekitar tahun 730 Masehi, Namun Ia meninggalkan tahtanya
dan memilih menjalani kehidupannya sebagai seorang petapa. Hal ini dalukan oleh Ibrahim bin
Adham setelah mendapat teguran dari Tuhan melai penampakan Khidir sebanyak dua kali.
Setelah mendapat teguran tersebut, Ibrahim bin Adham lalu memutuskan turun dari thatanya
dan memilih menjalani kehidupannya sebagai pertapa di Suriah.

Semenjak melepaskan jabatannya sebagai raja, Ibrahim pun berangkat ke Nishapur dan hidup di
dalam gua selama sembilan tahun. selama dalam gua ia pernah bertemu dengan ular yang
sangat besar, kemudian Ibrahim berdo'a kepada sang pencipta " Ya Allah, Engkau telah
mengirim mahluk ini dalam bentuk yang halus, tetapi sekarang terlihat bentuknya yang
sebenarnya yang sangat mengerikan. Aku tak sanggup melihatnya". Kemudian sang Ularpun
bergerak dan bersujud di depan Ibrahim sebanyak tiga kali.

Setelah dari pertapaan tersebut Ibrahim berangkat ke Makkah, dalam perjalanan iapuun melalui
banyak kejadian yang luar biasa. Pada saat dia berada di Dzatul Irq, Ibrahim bin Adham bertemu
dengan tujuh puluh orang yang berjubah kain perca yang tergeletak dengan darah yang mengalir
dari hidung dan telinga mereka. Setelah 14 tahun berkelana pada padang pasir akhirnya beliau
sampai ke Makkah dan hidup sebagai tukang kayu.

Setelah kepindahannya pada tahun 750 Masehi, Ibrahim bin Adham memutuskan menjalani
hidup secara semi-nomaden, terkadang Ibrahim bin Adham berjalan samapai jauh ke selatan
hingga ke wilayah Gaza. Semasa menjalani kehidupannya tersebut, Ibrahim bin Adham sangat
menghindari untuk mengemis, Ia memilih bekerja membanting tulang tanpa mengenal lelah
untuk mendapatkan uang sebagai sumber pembiayaan hidupnya sehari-hari. Pekerjaan yang
biasa dilakukan olehnya antara lain menggiling jagung atau hanya sekedar merawat kebun.
Ibrahim bin Adham juga diperkirakan ikut begabung dengan militer di perbatasan wilayah
Byzantium dan kebanyakan ahli memperkirakan kematiannya disebabkan oleh salah satu
ekpedisi angkatan laut yang diikuti olehnya.

Guru spritual pertama Ibrahim bin Adham adalah seorang pendeta Kristen bernama Simeon.
Ibrahim bin Adham meriwayatka dialognya dengan sang pendeta melalui tulisan-tulisannya.
Berikut kutipan percakapan mereka:

"Aku mengunjungi penjaranya, dan bertanya Aku kepadanya, "Bapa Simeon, sudah berapa lama
Bapa terkurung di dalam sini?" "Sudah tujuh puluh tahun Aku di sini", jawabnya. "Apa yang
menjadi makananmu?" tanyaku lagi. "Ya Hanafi", jawabnya, "apa yang menyebabkanmu
menanyakan hal ini?" "Aku hanya ingin tahu" jawabku. Lalu Ia berkata, "semalam sebiji kacang."
Aku bertanya lagi, "apa yang membuat hatimu berkata bahwa sebiji kacang sudah cukup
bagimu?" Ia lalu menjawab, "Kacang-kacang tersebut datang setahun sekali dan menghiasi
selku dan aku memakannya sebiji setiap hari, aku menghormati kacang tersebut. Pada saat
jiwaku mulai lelah beribadah, Aku selalu mengingatkan diriku pada satu waktu, waktu yang
digunakan oleh para pekerja selama setahun untuk dapat bertahan selama sejam saja. Apakah
engkau, Ya Hanifa, melakukan pekerjaan terus menerus untuk memperoleh kemuliaan yang
kekal?"
Sama seperti hanya para sufi yang lain, makam Ibrahim bin Adham juga meiliki sujumlah
makam yang ada diberbagai tempat. Menurut Ibnu Asakir menyatakan bahwa Ibrahim bin
Adham dimakamkan di sebuah pulau di Bizantium, sementara sumber lain menyatakan
makannya ada di Tirus, di Baghdad, ada juga yang menyatakan bahwa makamnya ada di kota
Nabi Luth. Pendapat lain juga mengatakan makam Ibrahim bin Adham terletak di dalam gua
Yeremia di Yerusalem, dan pendapat terakhir menyatakan bahwa makam Ibrahim bin Adham
terletak dikota Jablah (sekitar pantai Suriah).

Anda mungkin juga menyukai