Anda di halaman 1dari 10

Nama = Ratna Sari

Nim = PO7124312009
Tingkat =2A
Dosen= dr. BERTHA OKTARINA,SpOG

Membuat Ringkasan Tentang Hiperemisis, gravidarum, preeklamasi, Kelainan dan lamanya


Kehamilan, Perdarahan, Kehamilan Ektopik dan penyakit kelaianan plasenta dan selaput
janin

1. Hiperemesis gravidarum
adalah mual dan muntah yang terjadi secara berlebihan selama hamil. Mual dan muntah
(morning sickness) pada kehamilan trimester awal sebenarnya normal. Namun, pada
hiperemesis gravidarum, mual dan muntah dapat terjadi sepanjang hari dan berisiko
menyebabkan dehidrasi. Tidak hanya dehidrasi, hiperemesis gravidarum dapat
menyebabkan ibu hamil mengalami gangguan elektrolit dan penurunan berat badan.
Kondisi ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan pada
ibu hamil dan janinnya.
Penyebab Hiperemesis Gravidarum
Penyebab hiperemesis gravidarum belum diketahui secara pasti, tetapi kondisi ini sering
kali dikaitkan dengan tingginya kadar hormon human chorionic gonadotropin (HCG)
dalam darah. Hormon ini dihasilkan oleh ari-ari (plasenta) sejak trimester pertama
kehamilan dan kadarnya terus meningkat sepanjang masa kehamilan.
Ada beberapa kondisi yang membuat ibu hamil lebih berisiko mengalami hiperemesis
gravidarum, yaitu:
1.Baru pertama kali mengandung
2.Mengandung anak kembar
3.Menderita obesitas
4.Memiliki keluarga yang pernah mengalami hiperemesis gravidarum
5.Mengalami hiperemesis gravidarum pada kehamilan sebelumnya
6.Mengalami hamil anggur
Gejala Hiperemesis Gravidarum
Gejala utama hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah saat hamil, yang bisa
terjadi hingga lebih dari 3–4 kali sehari. Kondisi ini bisa sampai mengakibatkan hilang
nafsu makan dan penurunan berat badan. Muntah yang berlebihan juga dapat
menyebabkan ibu hamil mengalami pusing, lemas, dan dehidrasi.
Selain mual dan muntah secara berlebihan, penderita hiperemesis gravidarum juga
dapat mengalami gejala tambahan berupa:
1.Sakit kepala
2.Konstipasi
3.Sangat sensitif terhadap bau
4.Inkontinensia urine
5.Produksi air liur berlebihan
6.Jantung berdebar
Gejala hiperemesis gravidarum biasanya muncul di usia kehamilan 4–6 minggu dan mulai
mereda pada usia kehamilan 14–20 minggu.
Pengobatan Hiperemesis Gravidarum
Berbeda dengan morning sickness yang penanganannya dapat dilakukan di rumah,
penderita hiperemesis gravidarum perlu menjalani perawatan di rumah sakit.
Pengobatan yang diberikan ditentukan berdasarkan tingkat keparahan gejala dan kondisi
kesehatan ibu hamil secara keseluruhan.
Pengobatan bertujuan untuk menghentikan mual dan muntah, mengganti cairan dan
elektrolit yang hilang akibat muntah berlebihan, memenuhi kebutuhan nutrisi, dan
mengembalikan nafsu makan.
2. Preeklamsia

adalah peningkatan tekanan darah dan kelebihan protein dalam urine yang terjadi
setelah usia kehamilan lebih dari 20 minggu. Bila tidak segera ditangani, preeklamsia
bisa menyebabkan komplikasi yang berbahaya bagi ibu dan janin.
Salah satu faktor yang bisa meningkatkan risiko terjadinya preeklamsia adalah usia
ibu hamil yang di bawah 20 tahun atau lebih dari 40 tahun. Kondisi ini perlu segera
ditangani untuk mencegah komplikasi atau berkembang menjadi eklamsia yang
dapat mengancam nyawa ibu hamil dan janin.

Penyebab Preeklamsia
Penyebab preeklamsia masih belum diketahui secara pasti. Namun, kondisi ini diduga
terjadi akibat kelainan perkembangan dan fungsi plasenta, yaitu organ yang berfungsi
menyalurkan darah dan nutrisi untuk janin

Gejala Preeklamsia
Gejala utama preeklamsia adalah tekanan darah tinggi (hipertensi) dan adanya
protein dalam urine (proteinuria). Gejala tersebut umumnya bisa terdeteksi saat
pemeriksaan kehamilan rutin.

Gejala lain preeklamsia yang umum terjadi adalah:


1.Sakit-kepala berat
2.Gangguan penglihatan, seperti pandangan kabur atau sensitif terhadap cahaya
3.Nyeri di ulu hati atau perut kanan atas
4.Pusing dan lemas
5.Sesak napas
6.Frekuensi buang air kecil dan volume urine menurun
7.Mual dan muntah
8.Bengkak pada tungkai, tangan, wajah, dan beberapa bagian tubuh lain
9.Berat badan naik secara tiba-tiba

Pencegahan Preeklamsia
Tidak ada cara khusus untuk mencegah preeklamsia. Namun, ada beberapa upaya
yang bisa dilakukan oleh calon ibu dan ibu hamil untuk menurunkan risiko terjadinya
preeklamsia, yaitu:

1. Melakukan kontrol rutin selama kehamilan


2. Mengontrol tekanan darah dan gula darah jika menderita hipertensi dan diabetes
3. Menjaga berat badan ideal sebelum dan selama kehamilan
4. Mengonsumsi makanan bergizi lengkap dan seimbang
5. Membatasi konsumsi makanan tinggi garam
6. Berolahraga rutin, baik sebelum maupun selama hamil
7. Tidak merokok dan tidak mengonsumsi minuman beralkohol
8. Mengonsumsi suplemen vitamin dan mineral untuk ibu hamil sesuai saran dokter

3. Partus Lama
Partus lama merupakan proses kompleks yaitu ketika peristiwa psikologis dan
fisiologis saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Sebagian ibu mengalami
persalinan yang lebih lama dibandingkan dengan ibu – ibu yang lain. Beberapa
persalinan berlangsung lambat karena ukuran janin yang besar dan letaknya yang
tidak lazim.5 Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada
primigravida, dan lebih dari 18 jam pada multigravida. Bila kemajuan persalinan tidak
berlangsung baik selama periode itu, situasi tersebut harus segera dinilai,
permasalahannya harus dikenali dan diatasi sebelum waktu 24 jam.
Secara umum, persalinan yang abnormal terjadi apabila terdapat permasalahan
disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Partus lama juga
merupakan perlambatan kecepatan dilatasi serviks atau penurunan janin.
Hendricks et al melakukan observasi perubahan serviks pada 303 ibu hamil selama
empat minggu, melaporkan bahwa rata – rata perubahan serviks 1,8 cm pada
nulipara dan 2,2 cm pada multipara dengan 60% - 70% terjadi effacement pada
beberapa hari sebelum persalinan terjadi.

Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Partus Lama

Partus lama terjadi karena abnormalitas dari dilatasi serviks. Pembukaan serviks
berlangsung lambat, karena tidak terjadinya penurunan kepala untuk menekan
serviks tersebut. Pada saat yang sama terjadi edema pada serviks sehingga akan lebih
sulit terjadi dilatasi serviks, hal ini dapat menyebabkan meningkatnya tindakan sectio
secarea.

Beberapa faktor yang berhubungan dengan partus lama antara lain:


1) DisproporsiSefalopelvik
Merupakan kondisi dimana jika kepala bayi lebih besar dari pelvis, hal ini menjadi
penyebab janin kesulitan melewati pelvis. Disproporsi sefalopelvik juga bisa terjadi
akibat pelvis sempit dengan ukuran kepala janin normal, atau pelvis normal dengan
janin besar, atau kombinasi antara bayi besar dan pelvis sempit.5
2) Malpresentasidanmalposisi
Mal presentasi adalah bagian terendah janin yang berada disegmen bawah rahim
bukan belakang kepala. Sedangkan malposisi adalah penunjuk (presenting part) tidak
berada di anterior. Dalam keadaan normal presentasi janin adalah belakang kepala
dengan penunjuk ubun-ubun kecil dalam posisi transversal (saat masuk PAP), dan
posisi anterior (setelah melewati PAP) dengan presentasi tersebut, kepala janin akan
masuk panggul dalam ukuran terkecilnya. Sikap yang tidak normal akan menimbulkan
mal presentasi pada janindan kesulitan persalinan.
Sikap ekstensi ringan akan menjadikan presentasi puncak kepala (dengan penunjuk
ubun-ubun besar), ekstensi sedang menjadikan presentasi dahi (dengan penunjuk
sinsiput), dan ekstensi maksimal menjadikan presentasi muka (dengan penunjuk
dagu). Apabila janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi maka dapat terjadi
persalinan yang lama atau bahkan macet
Pada penelitian yang dilakukan oleh Evy Soviyati menyatakan bahwa terdapat 65,4%
ibu mengalami lama persalinan lebih dari 18 jam dengan malposisi sedangkan 60,7%
ibu mengalami lama persalinan lebih dari 18 jam mengalami posisi normal. Analisis
Odd Ratio sebesar 1,2 artinya ibu yang mengalami malposisi saat bersalin beresiko
1,2 kali lebih besar mengalami partus lama.
3) Kerjauterusyangtidakefisien
Disfungsi uterus mencakup kerja uterus yang tidak terkoordinasikan, inersia uteri,
dan ketidakmampuan dilatasi serviks menyebabkan partus menjadi lama dan
kemajuan persalinan mungkin terhenti sama sekali. Keadaan ini sering sekali disertai
disproporsi dan malpresentasi.12
4) Primigraviditas
Pada primigravida lama rata-rata fase laten adalah 8 jam, dengan batas normal
sebelah atas pada 20 jam. Sedangkan fase aktif pada primigravida lebih dari 12 jam
merupakan keadaan abnormal.
Hal Yang lebih penting dari fase ini adalah kecepatan dilatasi serviks. Laju yang
kurang dari 1,2 cm per jam membuktikan adanya abnormalitas dan harus
menimbulkan kewaspadaan dokter yang akan menolong persalinan tersebut.
5) Ketubanpecahdini
Pecahnya ketuban dengan adanya serviks yang matang dan kontraksi yang kuat tidak
pernah memperpanjang waktu persalinan, akan tetapi bila kantong ketuban pecah
pada saat serviks masih keras, dan menutup maka sering terjadi periode laten yang
lama, hal ini dikarenakan oleh ukuran Pintu Atas Panggul (PAP) yang sempit sehingga
berpegaruh terhadap persalinan yaitu pembukaan serviks menjadi lambat dan
seringkali tidak lengkap serta menyebabkan kerja uterus tidak efisien.
Ketidakmampuan serviks untuk membuka secara lancar dan cepat serta kontraksi
rahim yang tidak efisien inilah dapat menyebabkan terjadinya partus lama.
Penelitian yang dilakukan oleh Mokhammad Nurhadi pada 62 responden
menyatakan lama persalinan responden yang mengalami KPD saat inpartu 46%, jauh
lebih tinggi di bandingkan dengan yang belum inpartu 15% yang artinya kelompok
yang mengalami KPD saat belum inpartu jauh lebih beresiko mengalami partus lama
dibandingkan yang tidak mengalami KPD.

Penanganan Partus Lama


Dalam menghadapi persalinan lama dengan penyebab apapun, keadaan ibu yang
bersangkutan harus diawasi dengan seksama. Tekanan darah diukur setiap empat
jam, bahkan pemeriksaan perlu dilakukan lebih sering apabila ada gejala
preeklampsia. Denyut jantung janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan
lebih sering dalam kala II. Kemungkinan dehidrasi dan asidosis harus mendapat
perhatian sepenuhnya.
Karena persalinan lama selalu ada kemungkinan untuk melakukan tindakan narcosis.
Ibu hendaknya tidak diberi makanan biasa namun diberikan dalam bentuk cairan.
Sebaiknya diberikan infuse larutan glukosa 5% dan larutas NaCl isotonik secara
intravena berganti – ganti. Untuk mengurangi rasa
Nyeri dapat ddiberikan petidin 50 mg yang dapat di ulangi, pada permulaan kala I
dapat diberikan 10 mg morfin. Pemeriksaan dalam mengandung bahaya infeksi.
Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan berarti maka perlu diadakan
penilaian seksama tentang keadaan.
Apabila ketuban sudah pecah maka, keputusan untuk menyelesaikan persalinan tidak
boleh ditunda terlalu lama berhubung mengantisipasi bahaya infeksi. Sebaiknya
dalam 24 jam setelah ketuban pecah sudah dapat diambil keputusan apakah perlu
dilakukan seksio sesarea dalam waktu singkat atau persalinan dapat dibiarkan
berlangsung terus.

Kehamilan ektopik
adalah kehamilan yang terjadi di luar rahim. Tergantung lokasi menempelnya sel
telur, gejala kehamilan ektopik dapat menyerupai gejala pada penyakit usus buntu.
Apabila tidak segera ditangani, kehamilan ektopik dapat berakibat fatal bagi ibu.
Kehamilan berawal dari sel telur yang telah dibuahi oleh sel sperma. Pada proses
kehamilan normal, sel telur yang telah dibuahi akan menetap di saluran indung telur
(tuba falopi) sebelum dilepaskan ke rahim. Selanjutnya, sel telur akan menempel di
rahim dan terus berkembang hingga masa persalinan tiba
Sementara pada kehamilan ektopik atau hamil di luar kandungan, sel telur yang telah
dibuahi tidak menempel di rahim

Kehamilan ektopik adalah kelainan implantasi dari pembuahan sel telur. Sel telur
yang telah dibuahi oleh sperma secara alami seharusnya akan menempel pada
dinding rahim. Namun, pada jenis kehamilan ini hasil pembuahan menempel pada
tempat lain selain di dinding rahim.
Tempat yang paling sering menjadi tempat penempelan adalah di saluran indung
telur, di mana tempat ini seharusnya tidak dirancang untuk penempelan hasil
pembuahan. Dalam bahasa yang lebih sederhana, kehamilan ektopik sering
dikatakan sebagai “hamil di luar kandungan”.

Penyebab Kehamilan Ektopik


Kondisi kehamilan ini dapat disebabkan oleh satu atau beberapa sebab berikut:
Infeksi atau peradangan pada daerah saluran indung telur, sehingga terjadi
perlengketan yang menutup jalan sel telur yang telah dibuahi menuju ke dinding
rahim
Jaringan parut dari bekas operasi daerah rahim dan panggul sebelumnya. Atau
operasi yang melibatkan saluran indung telur dapat menyebabkan kehamilan ektopik
karena adanya penutupan saluran indung telur
Abnormalitas pertumbuhan dari janin, atau adanya cacat janin, yang menyebabkan
hasil pembuahan tidak dapat menempel pada dinding rahim

Faktor Risiko Kehamilan Ektopik


Ada beberapa risiko untuk terjadinya kehamilan ektopik, salah satunya sebagai
berikut:

a. Usia saat hamil 35-44 tahun.


b. Riwayat kehamilan ektopik sebelumnya.
c. Riwayat operasi daerah panggul atau perut sebelumnya.
d. Penyakit radang panggul.
e. Pembuahan yang terjadi setelah pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim
(IUD) atau setelah pengikatan saluran indung telur (steril).
f. Merokok.
g. Penyakit peradangan dinding rahim (endometriosis).
h. Sedang dalam pengobatan kesuburan, karena beberapa obat dapat
mempengaruhi jumlah produksi getah rahim, sehingga memengaruhi
implantasi pada hasil pembuahan.
Gejala Kehamilan Ektopik
Pengidap kehamilan ektopik biasanya tetap merasakan gejala layaknya orang
hamil pada umumnya, seperti mual, muntah, dan perut yang membesar. Ketika
saluran indung telur tidak dapat menampung hasil pembuahan yang semakin
besar di usia kehamilan tertentu, pengidap biasanya merasakan gejala sebagai
berikut:
a. Nyeri yang sangat hebat, nyeri tajam hilang timbul dengan intensitas yang
berbeda. Nyeri dapat dirasakan di daerah panggul, perut, atau bahkan
menjalar hingga bahu dan leher.
b. Perdarahan pada Miss V, perdarahan muncul dengan jumlah yang dapat lebih
banyak atau lebih sedikit daripada saat haid.
c. Gejala pada daerah perut, seperti mual, muntah, dan rasa penuh atau tidak
enak di perut.
d. Lemah, pusing, hingga pingsan.
Pencegahan Kehamilan Ektopik
Tidak banyak yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kehamilan
ektopik. Meskipun angka kejadiannya berkisar 1 dari 50 kehamilan, ada beberapa
cara yang dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya kehamilan ektopik:
a. Membatasi jumlah pasangan seksual, untuk mengurangi risiko terjadinya
infeksi menular seksual.
b. Menggunakan kondom pada saat melakukan hubungan seks berisiko, untuk
menghindari infeksi menular seksual dan mengurangi risiko penyakit radang
panggul.
c. Tidak merokok, jika pengidap adalah perokok, berhenti merokok saat sedang
hamil.

4. Kelainan Plasenta dan selaput janin


Plasenta adalah lapisan yang melindungi janin selama tumbuh dan berkembang
di dalam rahim. Umumnya, plasenta menempel pada dinding rahim di bagian
atas, samping, depan, maupun belakang. Organ ini terhubung langsung ke bayi
melalui bantuan tali pusar. Fungsi plasenta selama kehamilan sangatlah penting
karena memberikan pasokan oksigen dan nutrisi bagi janin. S
Selain itu, plasenta juga bertugas membuang sisa kotoran yang tidak terpakai dari
janin. Namun, kondisi plasenta tidak selalu baik. Ada kalanya organ ini
bermasalah sehingga menimbulkan risiko bagi janin.
Ketika ada gangguan, dokter biasanya baru bisa mendeteksi kelainan plasenta
melalui pemeriksaan USG kandungan sekitar trimester kedua, yakni di kisaran
usia kehamilan 18—20 minggu.Meski begitu, ada pula gangguan plasenta pada
ibu hamil yang baru terlihat di trimester ketiga. Nah, apa saja gangguan atau
kelainan plasenta yang mungkin terjadi? Berikut jenisnya
1.Plasenta previa
Ibu hamil dikatakan mengalami plasenta previa ketika plasenta menutupi
sebagian maupun seluruh jalan lahir, yakni leher rahim (serviks). Plasenta previa,
atau disebut juga plasenta letak rendah, tak hanya menutupi tapi juga menempel
di bagian bawah rahim.Biasanya, plasenta previa muncul di awal masa kehamilan
dan dapat hilang maupun semakin parah seiring berkembangnya rahim.
Kelainan plasenta yang satu ini tidak boleh disepelekan karena dapat
mengakibatkan perdarahan vagina yang parah selama kehamilan maupun
persalinan.
Jika kondisi ini tidak kunjung membaik, bahkan masih terus ada hingga trimester
ketiga, dokter umumnya menyarankan Anda untuk menjalani operasi caesar.
2.Solusio plasenta
Solusio plasenta atau abrupsi plasenta terjadi ketika plasenta lepas (luruh) dari
dinding rahim sebelum persalinan.Gangguan plasenta pada ibu hamil ini berisiko
menyebabkan janin tidak mendapatkan aliran nutrisi dan oksigen yang
seharusnya karena sudah terputus.
Pendarahan vagina, kontraksi, sakit perut, serta kelainan detak jantung janin
adalah tanda-tanda dari solusio plasenta. Kondisi ini perlu diwaspadai di
trimester ketiga kehamilan. Namun, solusio plasenta bisa terjadi kapan saja,
khususnya setelah usia kehamilan 20 minggu. Jika ibu hamil mengalami solusio
plasenta, kemungkinan besar akan terjadi persalinan prematur.
3.Plasenta akreta
Kebalikan dari solusio plasenta, plasenta akreta adalah kondisi saat plasenta
melekat terlalu erat di dinding rahim. Kelainan plasenta ini terjadi karena
pembuluh darah dan bagian lain dari plasenta berkembang atau tumbuh terlalu
dalam pada rahim.
Dokter spesialis kebidanan dan kandungan (Obgyn) dapat mendiagnosis kondisi
ini melalui pemeriksaan USG. Seperti jenis gangguan plasenta lainnya, plasenta
akreta juga berisiko membahayakan ibu hamil dan janinnya.Kondisi ini dapat
menyebabkan persalinan prematur, perdarahan hebat, bahkan berakibat fatal bila
tidak segera ditangani.
4.Retensi plasenta
Saat proses persalinan, idealnya plasenta sudah harus keluar dari rahim tidak
lama setelah bayi lahir.
Akan tetapi, pada kondisi tertentu, plasenta mungkin saja tertahan di dalam
rahim sehingga tidak bisa keluar. Ini disebut dengan retensi atau retensio
plasenta.
Penyebab retensio plasenta bisa disebabkan beberapa hal, entah karena masih
menempel di dinding rahim atau terjebak di belakang rahim yang sudah tertutup
sebagian.
Kelainan plasenta ini harus segera ditangani agar tidak menimbulkan infeksi dan
perdarahan yang berisiko fatal.
5.Pengapuran plasenta
Pengapuran plasenta adalah penuaan plasenta yang bisa disebabkan oleh
penumpukan kalsium. Kondisi ini dapat terdeteksi selama pemeriksaan USG
kehamilan ketika tampak bintik-bintik putih pada plasenta.
Pengapuran plasenta berisiko terjadi di usia kehamilan berapa pun, khususnya 28
—34 minggu. Ibu hamil dengan plasenta previa, diabetes, dan tekanan darah
tinggi, berisiko mengalami kelainan plasenta ini.Pada usia kehamilan sebelum 32
minggu, ibu hamil punya risiko untuk mengalami pengapuran plasenta.
Ini disebut dengan pengapuran plasenta prematur awal yang berisiko
menimbulkan risiko berikut:
1.Solusio plasenta,
2.Kelahiran prematur,
3.Bayi lahir dengan skor Apgar rendah, dan
4.Kelahiran mati (still birth).

6. Insufisiensi plasenta
Selanjutnya, kelainan pada bentuk plasenta yang mungkin terjadi selama
kehamilan adalah insufisiensi plasenta. Jenis gangguan plasenta yang satu ini
ditandai dengan perkembangan plasenta yang tidak sempurna atau cenderung
rusak.
Alhasil, janin di dalam kandungan tidak mendapatkan asupan nutrisi dan oksigen
secara optimal. Insufisiensi plasenta berisiko membuat janin tidak tumbuh
dengan baik, janin stres, bahkan kesulitan saat persalinan.

Anda mungkin juga menyukai