Kelompok
3. Tety Rohanah
2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehamilan merupakan penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan
nidasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan
berlangsung dalam waktu 40 minggu atau 9 bulan menurut kalender internasional. Maka,
dapat disimpulkan bahwa kehamilan merupakan bertemunya sel telur dan sperma di dalam
atau diluar Rahim dan berakhir dengan keluarnya bayi dan plasenta melalui jalan lahir
(Yulaikhah, 2019)
Kehamilan adalah salah satu kondisi yang digunakan untuk menggambarkan periode
saat janin berkembang dalam rahim. Biasanya, proses kehamilan berlangsung selama 40
minggu atau lebih dari sembilan bulan. Waktu ini dihitung dari periode menstruasi yang
terakhir. (dr. Fadhii, 2021)
Kehamilan adalah istilah yang biasa digunakan untuk perkembangan janin di dalam
rahim perempuan dan merujuk pada masa tumbuh kembang janin dalam kandungan pada
manusia. Biasanya, calon ibu mengandung janin tunggal di dalam rahimnya dan melahirkan
satu keturunan, tetapi ada kemungkinan pula bahwa seorang calon ibu mengandung dan
melahirkan dua atau lebih keturunan. Kondisi ini disebut sebagai kehamilan kembar.
Janin bertumbuh di dalam rahim ibu dan dilahirkan sekitar 38 pekan setelah
pembuahan. Perkiraan tanggal kelahiran janin ditentukan dengan menghitung empat puluh
pekan setelah periode menstruasi yang terakhir (pada perempuan yang memiliki jarak siklus
menstruasi sepanjang empat pekan).
Setelah pembuahan, calon ibu mengandung embrio yang merupakan bentuk awal dari
keturunan yang sedang berkembang selama sekitar delapan pekan. Setelah masa tersebut,
embrio kemudian disebut “janin” hingga waktu kelahiran.
Periode kehamilan dibagi atas tiga trimester. Trimester yang pertama, yakni tiga bulan
pertama kehamilan, biasanya merupakan masa yang paling berisiko karena banyak calon ibu
yang mengalami keguguran dalam periode ini. Trimester kedua, yaitu sejak bulan keempat
hingga keenam masa kehamilan. Trimester ini merupakan waktu untuk janin yang sedang
bertumbuh diperiksa oleh ahli kesehatan yang berkualitas dengan cara mengamati gejala atau
dengan menggunakan peralatan medis yang memungkinkan ahli kesehatan tersebut untuk
melihat ke dalam rahim. Trimester ketiga, yaitu masa yang terhitung sejak awal bulan ketujuh
hingga kelahiran anak, ditandai dengan perkembangan lebih jauh dari janin serta
penyimpananlemak janin untuk mempersiapkan kelahiran.
Sejatinya semua orang menginginkan kehamilan yang normal dan sesuai dengan kodrat
yang sudah diberikan oleh yang maha kuasa, namun beberapa kehamilan mengalami
kesulitan yang mengakibatkan keadaan kesehatan yang menurun baik untuk sang ibu maupun
sang janin. Keadaan ini sering disebut sebagai gangguan kehamilan
Gangguan kehamilan ini bisa saja terjadi di awal kehamilan, pertengahan maupun di
akhir kehamilan. Berikut adalah gangguan kehamilan yang biasa ditemukan pada ibu hamil :
1. Hyperemesis gravidarum
3. Anemia
4. Preekslampsia
5. Placenta previa
6. Dan lain-lain.
Gejala yang timbul pun beragam, mulai dari yang ringan sampai yang berat. Gejala
paling ringan adalah mual dan muntah. Dan gejala ini sering ditemukan pada ibu hamil
dengan gangguan kehamilan hyperemesis gravidarum dan diabetes melitus gestasional.
Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai gangguan kehamilan
hyperemesis gravidarum dan diabetes melitus gestasional. Selain itu, dalam makalah ini juga
akan dibahas mengenai asuhan keperawatan pada ibu hamil dengan hyperemesis gravidarum
dan diabetes melitus gestasional. Jadi, makalah ini berjudul “Penyakit kehamilan :
Hiperemesis gravidarum dan diabetes melitus gestasional”.
B. TUJUAN
A. HIPEREMESIS
a. PENGERTIAN
Hiperemesis gravidarum adalah mual muntah yang berlebihan pada wanita hamil
sampai mengganggu aktifitas sehari-hari karena keadaan umum pasien yang buruk akibat
dehidrasi.
Mual dan muntah adalah gejala yang umum dan wajar terjadi pada usia kehamilan
trimester I. Mual biasanya terjadi pada pagi hari, akan tetapi dapat juga timbul setiap saat dan
pada malam hari. Gejala-gejala ini biasanya terjadi 6 minggu setelah hari pertama haid
terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10 minggu.
b. ETIOLOGI
Beberapa faktor predisposisi dan faktor lain yang telah ditemukan adalah sebagai berikut :
1. Primigravida, mola hidatidosa, dan kehamilan ganda. Pada mola hidatidosa dan
kehamilan ganda, faktor hormon memegang peranan dimana hormon khorionik
gonadotropin dibentuk berlebihan.
2. Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik akibat
hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan tersebut.
3. Alergi, sebagai salah satu respons dari jaringan ibu terhadap anak.
4. Faktor psikologis Faktor psikologis seperti depresi, gangguan psikiatri, rumah tangga
yang retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap kehamilan dan persalinan, takut
terhadap tanggung jawab sebagai ibu, tidak siap untuk menerima kehamilan
memegang peranan yang cukup penting dalam menimbulkan hiperemesis gravidarum.
Menurut Goodwin, dkk. (1994) dan Van de Ven (1997), hiperemesis nampaknya terkait
dengan tingginya atau peningkatan bertahap kadar hormon korionik gonadotropin, estrogen
atau kadar keduanya di dalam serum. Selain itu, pada beberapa kasus yang berat mungkin
terkait dengan faktor psikologis. Namun adanya hubungan dengan serum positif terhadap
Helicobacter pylori sebagai penyebab ulkus peptikum tidak dapat dibuktikan oleh beberapa
peneliti.
c. PATOFISIOLOGI
Muntah adalah suatu cara dimana saluran cerna bagian atas membuang isinya bila
terjadi iritasi, rangsangan atau tegangan yang berlebihan pada usus. Muntah merupakan
refleks terintegrasi yang kompleks terdiri atas tiga komponen utama yaitu detektor muntah,
mekanisme integratif dan efektor yang bersifat otonom somatik. Rangsangan pada saluran
cerna dihantarkan melalui saraf vagus dan aferen simpatis menuju pusat muntah. Pusat
muntah juga menerima rangsangan dari pusat-pusat yang lebih tinggi pada sereberal, dari
chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada area postrema dan dari aparatus vestibular via
serebelum. Beberapa signal perifer mem-bypass trigger zone mencapai pusat muntah melalui
nukleus traktus solitarius. Pusat muntah sendiri berada pada dorsolateral daerah formasi
retikularis dari medula oblongata. Pusat muntah ini berdekatan dengan pusat pernapasan dan
pusat vasomotor. Rangsang aferen dari pusat muntah dihantarkan melalui saraf kranial V,
VII, X, XII ke saluran cerna bagian atas dan melalui saraf spinal ke diapragma, otot iga dan
otot abdomen.
d. MANIFESTASI KLINIS
1. Tingkat I. Muntah terus menerus yang mempengaruhi keadaan umum penderita, ibu
merasa lemah, nafsu makan tidak ada, berat badan menurun dan merasa nyeri pada
epigastrium. Nadi meningkat sekitar 100 per menit, tekanan darah sistolik menurun,
turgor kulit menurun, lidah mengering dan mata cekung.
2. Tingkat II. Penderita tampak lebih lemas dan apatis, turgor kulit lebih menurun, lidah
mengering dan nampak kotor, nadi kecil dan cepat, suhu kadang-kadang naik dan
mata sedikit ikterus. Berat badan turun dan mata menjadi cekung, tensi turun,
hemokonsentrasi, oliguria dan konstipasi. Aseton dapat tercium dalam bau
pernapasan, karena mempunyai aroma yang khas dan dapat pula ditemukan dalam
kencing.
3. Tingkat III. Keadaan umum lebih buruk, muntah berhenti, kesadaran menurun dari
somnolen sampai koma, nadi kecil dan cepat, suhu meningkat dan tensi menurun.
Komplikasi fatal terjadi pada susunan saraf yang dikenal sebagai Encephalopathy
Wernicke dengan gejala nistagmus, diplopia, dan perubahan mental. Keadaan ini
terjadi akibat defisiensi zat makanan, termasuk vitamin B kompleks. Timbulnya
ikterus menunjukan adanya gangguan hati.
e. DIAGNOSIS
Diagnosis hiperemesis gravidarum ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik,
serta pemeriksaan penunjang.
a) Anamnesis Dari anamnesis didapatkan amenorea, tanda kehamilan muda, mual, dan
muntah. Kemudian diperdalam lagi apakah mual dan muntah terjadi terus menerus,
dirangsang oleh jenis makanan tertentu, dan mengganggu aktivitas pasien sehari- hari.
Selain itu dari anamnesis juga dapat diperoleh informasi mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan terjadinya hiperemesis gravidarum seperti stres, lingkungan
sosial pasien, asupan nutrisi dan riwayat penyakit sebelumnya (hipertiroid, gastritis,
penyakit hati, diabetes mellitus, dan tumor serebri).
b) Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik perhatikan keadaan umum pasien, tanda-
tanda vital, tanda dehidrasi, dan besarnya kehamilan. Selain itu perlu juga dilakukan
pemeriksaan tiroid dan abdominal untuk menyingkirkan diagnosis banding.
c) Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk membantu
menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Pemeriksaan yang
dilakukan adalah darah lengkap, urinalisis, gula darah, elektrolit, USG (pemeriksaan
penunjang dasar), analisis gas darah, tes fungsi hati dan ginjal. Pada keadaan tertentu,
jika pasien dicurigai menderita hipertiroid dapat dilakukan pemeriksaan fungsi tiroid
dengan parameter TSH dan T4. Pada kasus hiperemesis gravidarum dengan
hipertiroid 50- 60% terjadi penurunan kadar TSH. Jika dicurigai terjadi infeksi
gastrointestinal dapat dilakukan pemeriksaan antibodi Helicobacter pylori.
Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukan tanda-tanda dehidrasi dan
pemeriksaan berat jenis urin, ketonuria, peningkatan blood urea nitrogen, kreatinin
dan hematokrit. Pemeriksaan USG penting dilakukan untuk mendeteksi adanya
kehamilan ganda ataupun mola hidatidosa.
f. PENATALAKSANAAN
Pada pasien dengan hiperemesis gravidarum tingkat II dan III harus dilakukan rawat
inap dirumah sakit, dan dilakukan penanganan yaitu :
1. Medikamentosa
Berikan obat-obatan seperti yang telah dikemukakan diatas. Namun harus diingat
untuk tidak memberikan obat yang teratogenik. Obat-obatan yang dapat diberikan
diantaranya suplemen multivitamin, antihistamin, dopamin antagonis, serotonin
antagonis, dan kortikosteroid. Vitamin yang dianjurkan adalah vitamin B1 dan B6
seperti pyridoxine (vitamin B6). Pemberian pyridoxin cukup efektif dalam mengatasi
keluhan mual dan muntah. Anti histamin yang dianjurkan adalah doxylamine dan
dipendyramine. Pemberian antihistamin bertujuan untuk menghambat secara langsung
kerja histamin pada reseptor H1 dan secara tidak langsung mempengaruhi sistem
vestibular, menurunkan rangsangan di pusat muntah.
Selama terjadi mual dan muntah, reseptor dopamin di lambung berperan dalam
menghambat motilitas lambung. Oleh karena itu diberikan obat dopamin antagonis.
Dopamin antagonis yang dianjurkan diantaranya prochlorperazine, promethazine, dan
metocloperamide. Prochlorperazin dan promethazine bekerja pada reseptor D2 untuk
menimbulkan efek antiemetik. Sementara itu metocloperamide bekerja di sentral dan
di perifer. Obat ini menimbulkan efek antiemetik dengan cara meningkatkan kekuatan
spincter esofagus bagian bawah dan menurunkan transit time pada saluran cerna.
Pemberian serotonin antagonis cukup efektif dalam menurunkan keluhan mual dan
muntah. Obat ini bekerja menurunkan rangsangan pusat muntah di medula. Serotonin
antagonis yang dianjurkan adalah ondansetron. Odansetron biasanya diberikan pada
pasien hiperemesis gravidarum yang tidak membaik setelah diberikan obat-obatan
yang lain. Sementara itu pemberian kortikosteroid masih kontroversial karena
dikatakan pemberian pada kehamilan trimester pertama dapat meningkatkan risiko
bayi lahir dengan cacat bawaan.
2. Terapi Nutrisi
Pada kasus hiperemesis gravidarum jalur pemberian nutrisi tergantung pada derajat
muntah, berat ringannya deplesi nutrisi dan peneriamaan penderita terhadap rencana
pemberian makanan. Pada prinsipnya bila memungkinkan saluran cerna harus
digunakan. Bila peroral menemui hambatan dicoba untuk menggunakan nasogastric
tube (NGT). Saluran cerna mempunyai banyak keuntungan misalnya dapat
mengabsorsi banyak nutrien, adanya mekanisme defensif untuk menanggulangi
infeksi dan toksin. Selain itu dengan masuknya sari makanan ke hati melalui saluran
porta ikut menjaga pengaturan homeostasis nutrisi.
Bila penderita sudah dapat makan peoral, modifikasi diet yang diberikan adalah
makanan dalam porsi kecil namun sering, diet tinggi karbohidrat, rendah protein dan
rendah lemak, hindari suplementasi besi untuk sementara, hindari makanan yang
emetogenik dan berbau sehingga menimbulkan rangsangan muntah.1,2 Pemberian
diet diperhitungkan jumlah kebutuhan basal kalori sehari- hari ditambah dengan 300
kkal perharinya.
3. Isolasi
Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, cerah, dan memiliki peredaran
udara yang baik. Sebaiknya hanya dokter dan perawat saja yang diperbolehkan untuk
keluar masuk kamar tersebut. Catat cairan yang keluar dan masuk. Pasien tidak
diberikan makan ataupun minum selama 24 jam. Biasanya dengan isolasi saja gejala-
gejala akan berkurang atau hilang tanpa pengobatan.
4. Terapi psikologik
Perlu diyakinkan kepada pasien bahwa penyakitnya dapat disembuhkan. Hilangkan
rasa takut oleh karena kehamilan dan persalinan karena itu merupakan proses
fisiologis, kurangi pekerjaan serta menghilangkan masalah dan konflik lainnya yang
melatarbelakangi penyakit ini. Jelaskan juga bahwa mual dan muntah adalah gejala
yang normal terjadi pada kehamilan muda, dan akan menghilang setelah usia
kehamilan 4 bulan.
5. Cairan parenteral
Resusitasi cairan merupakan prioritas utama, untuk mencegah mekanisme kompensasi
yaitu vasokonstriksi dan gangguan perfusi uterus. Selama terjadi gangguan
hemodinamik, uterus termasuk organ non vital sehingga pasokan darah berkurang.
Pada kasus hiperemesis gravidarum, jenis dehidrasi yang terjadi termasuk dalam
dehidrasi karena kehilangan cairan (pure dehidration). Maka tindakan yang dilakukan
adalah rehidrasi yaitu mengganti cairan tubuh yang hilang ke volume normal,
osmolaritas yang efektif dan komposisi cairan yang tepat untuk keseimbangan asam
basa. Pemberian cairan untuk dehidrasi harus memperhitungkan secara cermat
berdasarkan: berapa jumlah cairan yang diperlukan, defisit natrium, defisit kalium dan
ada tidaknya asidosis.
Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat, dan protein dengan
glukosa 5% dalam cairan garam fisiologis sebanyak 2-3 liter sehari. Bila perlu dapat
ditambahkan kalium dan vitamin, terutama vitamin B kompleks dan vitamin C, dapat
diberikan pula asam amino secara intravena apabila terjadi kekurangan protein.
Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Urin perlu diperiksa
setiap hari terhadap protein, aseton, klorida, dan bilirubin. Suhu tubuh dan nadi
diperiksa setiap 4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari. Dilakukan pemeriksaan
hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut keperluan. Bila dalam 24 jam
pasien tidak muntah dan keadaan umum membaik dapat dicoba untuk memberikan
minuman, dan lambat laun makanan dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair.
Dengan penanganan ini, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan
aman bertambah baik. Daldiyono mengemukakan salah satu cara menghitung
kebutuhan cairan untuk rehidrasi inisial berdasarkan sistiem poin. Adapun poin-poin
gejala klinis dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 2.1 Skor Daldiyono
g. PROGNOSIS
Gardsby melaporkan semua wanita dengan mual dan muntah pada kehamilan
merasakan awal terjadinya sebelum usia kehamilan 9 minggu. Jumlah tersebut menurun 30%
pada kehamilan 10 minggu, turun lagi 30% pada kehamilan 12 minggu, dan menjadi 30%
pada kehamilan 16 minggu. Sepuluh persen mengalami mual dan muntah setelah 16 minggu
dan hanya 1% tetap mengalaminya setelah usia kehamilan 20 minggu.
Dengan penanganan yang baik prognosis hiperemesis gravidarum sangat memuaskan.
Sebagian besar penyakit ini dapat membaik dengan sendirimya pada usia kehamilan 20-22
minggu, namun demikian pada tingkatan yang berat, penyakit ini dapat membahayakan jiwa
ibu dan janin.
Diabetes melitus gestasional adalah gangguan dari glukosa yang dipicu oleh
kehamilan, dan hilang setelah melahirkan. Diabetes melitus gestasional merupakan gangguan
kronik yang ditandai dengan hiperglikemia yang disertai abnormalitas utama pada
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Intoleransi karbohidrat ini terjadi atau diketahu
pertama kali saat kehamilan berlangsung (morgan dan Hamilton, 2009). WHO (2013)
mendefinisikan diabetes melitus gestasional sebagai derajat apapun intoleransi glukosa
dengan onset atau pengakuan pertama selama kehamilan.Kehamilan sendiri merupakan stres
bagi metabolisme karbohidrat ibu. Pada kehamilan terjadi peningkatan produksi
hormonhormon antagonis insulin, antara lain: progesteron, estrogen, human placenta
lactogen, dan kortisol. Peningkatan hormon-hormon tersebut menyebabkan terjadinya
resistensi insulin dan peningkatan kadar glukosa darah. Diabetes melitus dengan kehamilan
atau Diabetes Melitus Gestasional (DMG), merupakan penyakit diabetes melitus yang
muncul pada saat mengalami kehamilan padahal sebelumnya kadar glukosa darah selalu
normal. Tipe ini akan normal kembali setelah melahirkan (American Diabetes Association,
2012).
b. ETIOLOGI
c. PATOFISIOLOGI
Proses terjadinya diabetes melitus gestasional pada ibu hamil dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang didukung oleh hormon-hormon yang aktif dan tinggi selama masa
kehamilan. Pada kehamilan terjadi peningkatan produksi hormon-hormon antagonis insulin,
antara lain: progesteron, estrogen, human placenta lactogen, dan kortisol. Peningkatan
hormon-hormon tersebut menyebabkan terjadinya resistensi insulin dan peningkatan kadar
glukosa darah. Metabolisme karbohidrat selama kehamilan karena insulin jumlah sangat
besar atau banyak masih dibutuhkan sesuai dengan perkembangan kehamilan. Adanya
hormon HPL dan progesteron dapat menyebabkan jarngan pada ibu menjadi resisten pada
insulin sehingga mengahasilkan enzim yang disebut insulinase yang dihasilkan oleh placenta
dan mempercepat terjadinya insulin. Bila pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara
adekuat, maka akan timbul suatu kondisi yang disebut hiperglikemia hal ini yng dapat
menyebabkan kondisi kompensasi seperti meningkatkan rasa haus (polidipsi),
mengekskresikan cairan dan mudah lapar (polifagia) (Mitayani,2009).
Selain itu, adanya dukungan oleh faktor-faktor resiko yang menyebabkan terjadinya
diabetes melitus gestasional. Selama awal kehamilan, toleransi glukosa normal atau sedikit
meningkat dan sensitivitas perifer (otot) terhadap insulin serta produksi glukosa basal hepatik
normal akibat peningkatan hormon estrogen dan progesteron maternal pada awal kehamilan
yang meningkatkan hiperplasia sel β pankreas, sehingga meningkatkan pelepasan insulin. Hal
ini menjelaskan peningkatan cepat insulin di awal kehamilan sebagai respons terhadap
resistensi insulin. Pada trimester kedua dan ketiga, peningkatan hubungan fetomaternal akan
mengurangi sensitivitas insulin maternal sehingga akan menstimulasi sel-sel ibu untuk
menggunakan energi selain glukosa seperti asam lemak bebas, glukosa maternal selanjutnya
akan ditransfer ke janin. Dalam kondisi normal kadar glukosa darah fetus 10-20% lebih
rendah daripada ibu, sehingga transpor glukosa dari plasenta ke darah janin dapat terjadi
melalui proses difusi sederhana ataupun terfasilitasi.
Selama kehamilan, resistensi insulin tubuh meningkat tiga kali lipat dibandingkan
keadaan tidak hamil. Pada kehamilan, penurunan sensitivitas insulin ditandai dengan defek
post-reseptor yang menurunkan kemampuan insulin untuk memobilisasi SLC2A4 (GLUT 4)
dari dalam sel ke permukaan sel. Hal ini mungkin disebabkan oleh peningkatan hormon yang
berkaitan dengan kehamilan. Meskipun kehamilan dikaitkan dengan peningkatan massa sel β
dan peningkatan kadar insulin, beberapa wanita tidak dapat meningkatkan produksi
insulinnya relatif terhadap peningkatan resistensi insulin, sehingga menjadi hiperglikemik
dan menderita DMG (Kurniawan,2016).
d. MANIFESTASI KLINIS
Pada ibu hamil penderita diabetes melitus gestaional tidak menunjukkan tanda dan
gejala yang langsung terlihat. Biasanya jika ibu sudah menderita diabetes sebelum hamil,
mungkin lebih difokuskan namun pada kasus diabetes melitus gestasional kuran di
perhatikan, karena tidak adanya tanda gejala tapi jika dilakukan skrinning sedini mungkin
bisa mengetahui ada atau tidaknya indikasi diabetes melitus gestasional. Jika dilakukan
pemeriksaan tanda gejala terjadinya diabetes gestasional ditandai dengan :
a. Polidipsi
b. Poliuri
c. Polifagia
d. Glukosa plasma puasa 5.1-6.9 mmol / l (92 -125 mg / dl) - Glukosa plasma 1 jam ≥
10,0 mmol / l (180 mg / dl) mengikuti beban glukosa oral 75g
e. Glukosa plasma 2 jam 8,5 - 11,0 mmol / l (153 -199 mg / dl) mengikuti beban
glukosa oral 75g ( WHO 2013).
Carpenter/Coustan NDDG
Puasa 95 mg/dL (5.3 mmol/L) >105 mg/dL (5.8 mmol/L)
1 jam 180 mg/dL (10 mmol/L) >190 mg/dL (10.6 mmol/L)
2 jam 155 mg/dL (8.6 mmol/L) > 165 mg/dL (9.2 mmol/L)
3 jam 140 mg/dL (7.8 mmol/L) >145 mg/dL (8 mmol/L)
Tabel 2.2 Batasan yang direkomendasikan adalah >135 mg/dL (7.5 mmol/L), sejumlah ahli
merekomendasikan >130 mg/dL (7.2 mmol/L) (Kurniawan, 2016).
e. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium
1. One-step 75 gram TTGO. Strategi One-Step Tes toleransi glukosa oral dengan
75 gram glukosa. Pengukuran glukosa plasma dilakukan saat pasien dalam
keadaan puasa, 1 jam, dan 2 jam setelah tes toleransi glukosa. Tes dilakukan
pada usia kehamilan 24-28 minggu pada wanita hamil yang sebelumnya belum
pernah terdiagnosis diabetes melitus. Tes toleransi glukosa oral harus dilakukan
pada pagi hari setelah puasa semalaman setidaknya selama 8 jam. One-step
strategy digunakan untuk mengantisipasi meningkatnya insidens DMG (dari 5-
6% menuju 15-20%) karena hanya diperlukan satu hasil abnormal untuk
diagnosis. Kekurangan strategi ini adalah kemungkinan over diagnosis sehingga
meningkatkan biaya medikasi.
2. Two-step approach menggunakan 50 gram glukosa (tanpa puasa) diikuti dengan
tes toleransi glukosa oral (TTGO) menggunakan 100 gram glukosa jika skrining
awalmemberikan hasil positif. Two-steps strategy lebih umum digunakan di
Amerika Serikat. Hal ini karena kurangnya percobaan klinis yang mendukung
keefektifan dan keuntungan one-step strategy dan potensi konsekuensi negatif
akibat risiko over sensitif berupa peningkatan intervensi ataupun biaya medis
selama kehamilan. Two-steps strategy juga mudah karena hanya diberi
pembebanan 50 gram glukosa tanpa harus puasa pada tahap awal skrining.
a. Step 1: Lakukan tes pembebanan glukosa 50 gram (tanpa puasa), kadar
glukosa plasma diukur 1 jam setelah pembebanan glukosa, dilakukan pada
wanita dengan usia kehamilan 24-28 minggu yang belum pernah
terdiagnosis diabetes melitus. Jika kadar glukosa plasma 1 jam setelah
pembebanan glukosa >140 mg/dL* (7,8 mmol/L), dilanjutkan dengan tes
toleransi glukosa oral dengan 100 gram glukosa.
b. Step 2: Tes toleransi glukosa oral dengan 100 gram glukosa dilakukan pada
pasien dalam keadaan puasa. (Kurniawan, 2016).
f. PENATALAKSANAAN
Penanganan DMG memerlukan kolaborasi tim yang terdiri dari ahli kebidanan dan
kandungan, dokter ahli diabetes, ahli gizi, perawat, edukator, dan ahli anak. Apabila tidak
mungkin, dapat dibentuk tim medis yang lebih kecil. Penatalaksanaan penderita DMG antara
lain:
1. Terapi diet dan Pengelolaan Gaya Hidup Terapi ini merupakan strategi utama untuk
mencapai kontrol glikemik. Diet harus mampu menyokong pertambahan berat badan
ibu sesuai masa kehamilan, membantu mencapai normoglikemia tanpa menyebabkan
lipolisis (ketonuria). Latihan dan olah raga juga menjadi terapi tambahan untuk
mencapai target kontrol glikemik. Aktivitas fisik intensitas sedang 150 menit/minggu.
Terapi nutrisi medis Kebutuhan kalori = 35 kkal/kg x BBI BBI = (TB – 100) – 10%
(TB – 100). IMT 25 kkal/kg Karbohidrat 30-35% dari kalori> 30 kg/m2 total.
2. Kontrol glikemik. Target glukosa pasien DMG dengan menggunakan sampel darah
kapiler adalah:
a. Preprandial (setelah puasa) >95 mg/dL (5.3 mmol/L)
b. 1 jam post-prandial (setelah makan) <140 mg/dL (7.8 mmol/L)
c. 2 jam post-prandial (setelah makan) <120 mg/dL (6.7 mmol/L)
3. Terapi insulin. Terapi insulin dipertimbangkan apabila target glukosa plasma tidak
tercapai setelah pemantauan DMG selama 1 - 2 minggu.
4. Obat hipoglikemik oral. Obat hipoglikemik oral seperti glyburide dan metformin
merupakan alternatif pengganti insulin pada pengobatan DMG (Kurniawan,2016).
b) Cairan
Jumlah yang diminum 2500cc 300cc
disukai
Air putih Air putih
Minuman yang tidak
disukai
Mual dan muntah Mual dan muntah
Keluhan/masalah
2. Eliminasi
a. BAB
Frekuensi 1x sehari 1x sehari
b. BAK
Frekuensi 5-6x/hari 5-6x/hari
3. Personal Hygiene
1) Mandi
Frekuensi 2x/hari Belum mandi
2) Genitalia Bersih
Kebersihan Bersih Tidak ada
Keluaran Tidak ada Tidak ada
Keluhan Tidak ada
4. Istirahat tidur
a. Lama tidur 8 jam 6 jam
b. Tidur siang 2 jam 1 jam
c. Tidur malam 6 jam 5 jam
d. Kebiasaan pengantar Nonton TV Tidak ada
tidur
e. Keluhan lain Tidak ada Pusing dan lemas
beraktivitas
6. Kebiasaan
a. Merokok Tidak pernah Tidak pernah
b. Minum alcohol Tidak pernah Tidak pernah
c. Ketergantungan obat Tidak pernah Tidak pernah
7. Pola seksualitas
Masalah seksualitas Tidak ada Tidak ada
e) Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum : Lemah
2. Tingkat kesadaran Kesadaran composmentis, latergi, strupor, koma,
apatis
3. Tanda tanda vital Frekuensi nadi dan tekanan darah : takikardi,
bradikardia dan hipertermi, hipotermi
Frekuensi pernafasan: adanya frekuensi pernafasan yang meningkat
(Takipnea), nafas dalam atau hiperventilasi (bila terjadi gangguan
asam basa/asidosis metabolic akibat penumpukan benda keton dalam
tubuh) (Willem Pieter, 2013).
Suhu tubuh Hipertemi ditemukan pada pasien hiperemesis
gravidarum. Berat badan dan tinggi badan tergantung pola makan
pasien dan konsusmsi makanan yang dikonsumsi sebelum terjadi
hiperemesis gravidarum.
4. Kepala dan rambut Inspeksi: kaji bentuk kepala warna rambut,
kebersihan, persebaran warna rambut dan adanya lesi atau tidak.
Palpasi: Raba adanya massa dan nyeri tekan
5. Mata Biasanya pada pasien hiperemesis gravidarum kongjungtiva
anemis atau sklera tidak ikterik.
6. Hidung kaji bentuk hidung, lubang hidung, persebaran warna kulit,
kesimetrisan dan adanya pernafasan cuping hidung.
Palpasi: kaji ada tidaknya nyeri tekan pada sinus (Susilowati, 2014).
7. Mulut Biasanya bibir pasien tampak pucat,mukosa bibir kering dan
sianosis.
Palpasi: kaji reflek menghisap dan menelan (Purwaningsih, 2014).
8. Telinga Inspeksi: kaji ada tidaknya serumen, kesimetrisan dan
kebersihan telinga.
Palpasi: ada tidaknya nyeri tekan pada tragus (Rohman& Walid,
2013).
9. Leher Inspeksi : pembesaran pada leher , pembesaran kelenjar limfa
leher dapat muncul jika ada pembesaran kelenjar sistemik, persebaran
kulit.
Palpasi : ada tidaknya pembendungan vena jugularis (Susilowati,
2014).
10. Thorax Inspeksi : biasanya pernafasan meningkat regular atau
tidaknya tergantung pada riwayat penyakit pasien terdahulu yang
berhubungan dengan paru.
Palpasi : Kaji kesimetrisan dada, taktil fremitus
Perkusi : Kaji apakah terdapat penumpukan sekret, cairan atau darah
Auskultasi : Ada atau tidaknya suara nafas tambahan seperti ronchi
dan whezzing di semua lapang paru (Mulyati, 2014).
11. Pemeriksaan jantung Inspeksi : tampak atau tidaknya iktus kordis
pada permukaan dinding dada di ICS 5 midklavikula sinistra
Palpasi : teraba atau tidaknya iktus kordis di ICS 5 midklavikula
sinistra.
Perkusi : pada ICS 3 hingga ICS 5 terdengar pekak,
Auskultasi : bunyi jantung S1 dan S2 terdengar tunggal, tidak ada
suara jantung tambahan (Muttaqin, 2012).
12. Pemeriksaan abdomen Inspeksi : warna kulit merata, ada atau
tidaknya lesi, bentuk abdomen apakah datar, cembung, atau cekung.
Kaji adanya mual atau muntah disebabkan karena kadar kalium yang
menurun akibat polyuria, pankreastitis, kehilangan nafsu makan.
Terjadi peningkatan rasa lapar dan haus pada individu yang
mengalami ketoasidosis
Auskultasi : bising usus terdengar 20 x/menit
Palpasi : ada massa pada abdomen, kaji ada tidaknya pembesaran
hepar, kaji ada tidaknya asites, ada atau tidaknya nyeri tekan pada
daerah ulu hati (epigastrium) atau pada 9 regio
Perkusi : Bunyi timpani, hipertimpani untuk perut kembung, pekak
untuk jaringan padat
13. Genetalia Inspeksi : kaji apakah pada saat BAK terasa panas dan
sakit, apakah terdapat keputihan pada daerah genetalia atau tidak, ada
atau tidaknya tanda-tanda peradangan pada genetalia.
14. Extremitas Inspeksi: kaji persebaran warna kulit, turgor kulit Kembali
>2 detik, akral hangat, sianosis, produksi keringat (menurun atau
tidak) pada p dilihat adanya luka pada extremitas, kedalaman luka,
luas luka, adanya nekrosis (jaringan mati atau tidak ) adanya edema,
adanya pus dan bau luka serta nyeri atau baal. Serta gejala lain seperti
cepat lelah, lemah, kesemutan dan nyeri pada ektremitas. Palpasi :
kaji kekuatan otot, ada tidaknya pitting edema. (Sudarta, 2012)
15. Kulit dan kuku Inspeksi: lihat adanya luka, warna luka, dan edema,
kedalaman luka, ada tidaknya nekrosis, adanya pus atau tidak.
Palpasi: kaji apakah akral teraba dingin , kulit pecah-pecah, pucat,
kulit kering, 4.
f) Riwayat obsterik
1. Riwayat haid
HPHT adalah hari pertama haid terakhir, menurut Manuaba
menentukan usia kehamilan sangat penting untuk memperkirakan
persalinan. Usia kehamilan dapat ditentukan dengan menggunakan
rumus naegle yang dihitung dengan menentukan haid terakhir. Pada
kehamilan dengan hiperemesis gravidarum sering terjadi pada
trimester pertama kurang lebih pada umur kehamilan 6 minggu
setelah hari pertama haid terakhir.
2. Riwayat kehamilan sekarang
a. PP tes
Semua tes ada saat ini mendeteksi keberadaan human chorionic
Gonadothropin (HCG). Deteksi dini kehamilan memungkinkan
perawatan dimulai dini. Human chorionic gonadothropin dapat
diukur dengan radioimunoesai dan deteksi dalam darah enam hari
setelah konsepsi atau sekitar 20 hari sejak menstruasi terakhir.
b. Jumlah kehamilan
Gravida adalah jumlah kehamilan yang pernah dialami oleh
wanita tersebut (Varney, Hellen.2007.525). Pada primigravida
(kehamilan yang pertama kali), ia belum mampu beradaptasi
terhadap hormon estrogen dan korionik gonadotropin, yang
menimbulkan keluhan mual muntah
c. Riwayat ANC
Riwayat kehamilan sekarang pelu dikaji untuk mengetahui
apakah ibu rutin ANC atau tidak dan untuk mendeteksi
komplikasi, beberapa ketidaknyamanan, dan setiap keluhan
seputar kehamilan yang dialami wanita.
d. Keluhan
Keluhan ditanyakan untuk mendukung data diagnosa dan
mengetahui apa yang dirasakan ibu, pada waktu pengkajian ibu
mengatakan mual muntah begitu hebat dimana apa yang dimakan
dan diminum dimuntahkan, sehingga mempengaruhi keadaan
umum dan pekerjaan sehari-hari, berat badan menurun, dehidrasi.
e. Pola kebutuhan sehari-hari
Pola intake nutrisi Nafsu makan berubah selama ibu hamil. Pada
trisemester pertama sering terjadi penurunan nafsu makan akibat
nausea dan atau vomitus (Bobak.2004.hal; 120).
Ibu yang mengalami hiperemesis gravidarum akan mengalami
intoleransi makanandan minuman, dimana apa yang dimakan dan
diminum dimuntahkan. Kebanyakan perempuan mampu
mempertahankan kebutuhan cairan dan nutrisi dengan diet,
simptom akan teratasi hingga akhir trisemester pertama
f. Pola eliminasi
Pada ibu hamil dengan hiperemesis gravidarum akan mengalami
konstipasi sehingga ibu kesusahan BAB. Hal ini disebabkan oleh
efek hormon progesteron yang menyebabkan relaksasi otot polos
dan peningkatan waktu transit dari lambung dan usus dapat
meningkatkan absorbsi cairan.
g. Pola aktivitas
Hiperemessis gravidarum akan mempengaruhi keadaan umum
dan pekerjaan sehari-hari.
h. Pola Psikososial, Kultural dan Spiritual
Data tentang psikososial kultural dan spiritual menentukan
prilaku seseorang tentang kesehatan dan penyakit yang sering
berhubungan dengan kebiasaan, kepercayaan dan tradisi dapat
Menunjang, namun tidak jarang menghambat perilaku hidup
sehat. Hubungan faktor psikologi dengan kejadian hiperemesis
gravidarum belum jelas. Besar kemungkinan bahwa wanita yang
rumah tangganya retak, kehilangan pekerjaan, takut terhadap
kehamilan dan persalinan, takut terhadap tanggung jawab sebagai
ibu, dapat menyebabkan konflik mental.
b. Diagnose Keperawatan
Diagnose keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon manusia terhadap
kondisi kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respon tersebut, oleh
individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Diagnose keperawatan memberikan
dasar untuk pemilihan ntervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi
tanggungjawab perawat. (NANDA, 2013).
Diagnose keperawatan yang sering ditemukan pada pasien dengan hyperemesis
gravidarum berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) adalah :
1) Resiko defisit nutrisi ditandai dengan ketidakmampuan menelan makanan
2) Resiko ketidakseimbangan cairan ditandai dengan disfungsi intestinal
3) Nausea berhubungan dengan kehamilan
4) Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran megalami kegagalan
5) Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan.
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
Intervensi tambahan :
Dukungan emosional
Perawatan kuku
Dukungan egambilan
keputusan
Dukungan
tanggungjawab pada
diri sendiri
Perawatan mulut
Perawatan rambut
Perawatan telinga
Perawatan kaki
Perawatan perineum
Pemberian makanan
Manajemen nutrisi
d. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri (independen)
dan tindakan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2015).
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan dengan tujuan atau kriteria hasil
yang telah ditetapkan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
b. Diagnose Keperawatan
Diagnose keperawatan adalah penilaian klinis mengenai respon manusia terhadap
kondisi kesehatan/proses kehidupan, atau kerentanan terhadap respon tersebut, oleh
individu, keluarga, kelompok atau komunitas. Diagnose keperawatan memberikan
dasar untuk pemilihan ntervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang menjadi
tanggungjawab perawat. (NANDA, 2013).
Diagnose keperawatan yang sering ditemukan pada pasien dengan hyperemesis
gravidarum berdasarkan SDKI (Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia) adalah :
a. Resiko ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan Manajemen
hiperglikemia
b. Defisit Nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan.
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan tingkat pengetahuan.
d. Ansietas berhubungan dengan kehawatiran megalami kegagalan.
c. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang
didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai luaran
(outcome) yang diharapkan.
Tindakan keperawatan adalah perilaku atau aktivitas spesifik yang dikerjakan oleh
perawat untuk mengimplementasikan intervensi keperawatan.
d. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
perawatan. Tindakan keperawatan mencangkup tindakan mandiri (independen) dan
tindakan kolaborasi (Tarwoto & Wartonah, 2015).
e. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat menentukan
keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya adalah
membandingkan status keadaan kesehatan dengan tujuan atau kriteria hasil yang
telah ditetapkan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
BAB IV
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Dalam kehamilan juga bisa mengalami gangguan. Banyak factor yang dapat
menyebabkan terjadinya gangguan kehamilan. Dalam makalah ini dibahas megenai
dua gangguan kehamilan, yaitu hyperemesis gravidarum dan diabetes melitus
gestasional.
Hyperemesis gravidarum adalah sensai mual muntah yang dirasakan ibu hamil
di usia kehamilan trimester pertama. Secara fisiologis, sensai mua muntah akan
hilang seiring bertumbuhnya janin di dalam Rahim. Namun, jika sensasi tersebut
tidak kunjung berkurang bahkan lebih buruk, dapat diartikan sebagai hyperemesis
gravidarum yang dapat mengganggu asupan nutrisi untuk janin. Sehingga diagnose
keperawatan yang muncul di kasus tersebut adalah resiko defisit nutrisi, nausea dan
resiko ketidakseimbangan cairan.
Dengan gejala mual dan muntah yang cukup hebat, maka akan membuat ibu
hamil merasa khawatir dengan keadaan dan kondisi janin yang dikandungnya.
Maka, diagnose keperawatan anxietas dapat ditegakkan.
Selain itu, karena mual muntah yang dirasakan dan membuat nafsu makan
menurun, ibu hamil akan merasakan lemas karena kurangnya energi yang didapat.
Sehingga membuat ibu hamil sulit melakukan aktivitas secara mandiri dan
membuatnya kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu merawat diri.
Defisit perawatan diri dapat ditegakkan pada kasus hyperemesis gravidarum ini.
Sedangkan pada kasus diabetes melitus gestasional, diagnose keperawatan
yang utama adalah resiko ketidakseimbangan kadar gula darah dan Defisit nutrisi.
Karena ketidakmampuan tubuh dalam menyeimbangkan glukosa dalam darah
akibat dari diabetes melitus yang terjadi dalam kehamilan.
Ansietas pun terjadi karena ibu hamil mengkhawatirkan kondisi janinnya
karena penyakit kehamilan yang dialami ibu hamil. Defisit pengetahuan bisa
diangkat untuk memberikan Pendidikan diet dan nutrisi yang tepat bagi ibu dengan
diabetes melitus gestasional agar tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan di
kehamilannya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Manuaba. (2010). Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk Pendidikan
Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC.
2. Morgan, Gerri. (2009). Obstetri dan genekologi panduan praktik. Jakarta : EGC
3. Nurarif, A. H. & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan
Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam berbagai kasus. Jogjakarta: Medication
Jogja.
4. Prawirohardjo S, Wiknjosastro H. Hiperemesis Gravidarum. Dalam: Ilmu Kebidanan;
Jakarta; Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; Jakarta;2002; hal. 275-280.
5. Runiari, Nengah. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hiperemesis
Gravidarum. Jakarta: Salemba Medika .
6. Sari, K. (2013). Standar Asuhan Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.
7. Smeltzer, S. C., & Bare, B. (2013). Textbook of medical-surgical nursing. Jakarta:
EGC.
8. Smeltzer, S. (2017). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : buku kedokteran EGC
9. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). (2018). Jakarta.
10. Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st
ed.). (2019). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
11. Tarwoto. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Trans Info Media.
12. Tim Pokja SDKI PPNI. (2017). Standar diagnosa keperawatan indonesia. Dewan
Pengurus Pusat.
13. Tiran, Denise. 2008. Mual muntah kehamilan. Jakarta: EGC
14. Tiranda, Yulius. 2023. Integrase SDKI,SLKI,SIKI : Berdasarka pengkajian 11 pola
fungsional kesehatan Gordon. Jakarta : Trans Info Media.