Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PBL

MODUL GERAKAN TERBATAS


SISTEM MUSKULOSKELETAL

Disusun oleh:
Kelompok 2

Ketua Kelompok 70600122025 Muhammad Anhar Rasyid


Anggota Kelompok 70600122015 A. Aulia As Sahra
70600122017 Siti Sri Maulidya B
70600122022 Mutia Hanifa
70600122027 Muh Ian Raehansyah Enre (Scriber)
70600122029 M. Rifai Maulana S.
70600122037 Aisyah Ariffathul Ulum
70600122038 Alief Mahesa Alyafie
70600122042 Andi Rahmat
70600122045 Firdha Damayanti Putri Mas
70600122053 Nursyafirah

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR
‫الرحِ ي ِْم‬
َّ ‫الر ْح َم ِن‬
َّ ‫هللا‬
ِ ‫ْــــــــــــــــــم‬
ِ ‫ِبس‬

Segala puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, yang telah
melimpahkan rahmat dan anugerah-Nya kepada kita semua, sehingga meski dengan segala
keterbatasan yang kami miliki, pada akhirnya kami dapat menyelesaikan laporan Problem
Based Learning (PBL) modul “GERAKAN TERBATAS” blok Sistem Muskuloskeletal.
Adapun laporan modul PBL ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya
dengan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini.
Tidak lupa kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu kami dalam pembuatan laporan ini.
Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa tentu tidak ada yang
sempurna di dunia ini, sehingga tidak dapat dipungkiri adanya kesalahan baik dari segi
penyusunan bahasa maupun yang lainnya. Oleh karena itu, kami menerima saran dan kritik
dari pembaca, agar kami dapat memperbaiki laporan ini.
Kami ucapkan terima kasih dan berharapkan laporan PBL ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Makassar, 11 September 2023

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ................................................................................................................. i
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Skenario .................................................................................................... 1
1.2 Kata Kunci ................................................................................................ 1
1.3 Daftar Pertanyaan...................................................................................... 2
1.4 Learning Outcome .................................................................................... 3
1.5 Problem Tree ............................................................................................ 4
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Gerakan Terbatas ....................................................................... 5
2.2 Struktur Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Terkait Skenario .................. 5
2.3 Etiologi Gerakan terbatas......................................................................... 9
2.4 Faktor Resiko ........................................................................................... 10
2.5 Patomekanisme Gerakan Terbatas ........................................................... 10
2.6 Hubungan Antara Gerakan Terbatas dan Nyeri Pada Bahu Kanan ......... 11
2.7 Hubungan Riwayat Ke Tukang Urut Dengan Keterbatasan Gerak Yang Dialami
Pasien .............................................................................................................. 11
2.8 Langkah Penegakan Diagnosis Terkait Skenario .................................... 12
2.9 Diagnosis Banding ................................................................................... 14
2.10 Tata Laksana Terkait Skenario ............................................................... 18
2.11 Tindakan Pencegahan Terkait Skenario.................................................. 19
2.12 Integrasi Keislaman ................................................................................ 20

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ............................................................................................... 21
3.2 Saran ......................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA 22

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Skenario
Seorang laki-laki berusia 40 tahun dibawa ke dengan keluhan sulit menggerakkan bahu
kanannya sejak 3 bulan sebelum masuk RS. Penderita riwayat patah pada clavicula kanan
dan berobat ke tukang urut. Sehingga lama tidak mengerakkan bahunya. Penderita sulit
menggerakkan lengan kanannya,dan hanya terbatas gerakkan mengangkat tangan 90
derajat. Pemeriksaan tanda vital tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 98 kali/menit, frek.
napas 18 kali/menit, suhu 36,80C. nyeri tekan pada bahu kanan.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan tanda vital dalam batas normal. Bahu kiri terasa nyeri
pada perabaan dan gerakkan terbatas flexion sekitar 90 derajat, abduction sekitar 50 derajat.

1.2 Kata Kunci


1. Laki laki
2. 40 tahun
3. Sulit menggerakkan bahu kanan
4. bulan lalu
5. Fraktur pada clavicula kanan
6. Riwayat berobat ke tukang urut
7. Lama tidak menggerakkan bahu
8. Sulit menggerakkan lengan kanan
9. Terbatas dalam mengangkat tangan 90 derajat
10. Nyeri tekan bahu kanan
11. Bahu kiri nyeri saat perabaan
12. Tekanan darah 110/70
13. Denyut nadi 98 kali/menit
14. Frekuensi napas 18 kali/ menit
15. Suhu 36,8 derajat celcius
16. Gerakan fleksi terbatas 90 derajat
17. Gerakan abduksi terbatas 50 derajat

4
1.3 Daftar Pertanyaan
1. Bagaimana definisi dari gerakan terbatas?
2. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ terkait skenario?
3. Bagaimana etiologi dari kesulitan gerak?
4. Apa faktor resiko dari kesulitan gerak atau gerak terbatas?
5. Bagaimana patomekanisme gerak terbatas pada bahu?
6. Bagaimana hubungan antara kesulitan gerak pada bahu kanan dengan gerak terbatas
dan nyeri tekan pada bahu kanan?
7. Bagaimana hubungan riwayat ke tukang urut dengan keterbatasan gerak yang dialami
oleh pasien?
8. Bagaimana penegakan diagnosis terkait skenario?
9. Bagaimana diagnosis banding terkait skenario?
10. Apa saja penatalaksanaan terkait skenario?
11. Apa pencegahan yang dapat dilakukan terkait skenario?
12. Bagaimana integrasi keislaman terkait skenario?

5
1.4 Learning Outcome
1. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari gerakan terbatas
2. Mahasiswa mampu menjelaskan agaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ
terkait skenario
3. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari gerakan terbatas
4. Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana patomekanisme terjadinya gerakan
terbatas
5. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan antara gerakan terbatas dengan nyeri tekan
pada bahu kanan yang dialami
6. Mahasiswa mampu menjelaskan hubungan riwayat ke tukang urut dengan keterbatasan
gerak yang dialami pasien
7. Mahasiswa mampu menjelaskan penegakan diagnosis terkait skenario
8. Mahasiswa mampu menjelaskan diagnosis banding terkait skenario
9. Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana penatalaksanaan terkait skenario
10. Mahasiswa mampu menjelaskan tindakan pencegahan yang dapat dilakukan terkait
skenario
11. Mahasiswa mampu menjelaskan integrasi keislaman terkait skenario

6
1.5 Problem Tree

7
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Gerakan Terbatas


Gerakan terbatas ialah berkurangnya kemampuan elevasi, rotasi eksternal, flexi, dan
abduksi sendi yang dapat menimbulkan rasa nyeri dalam beberapa kasus.1
2.2 Struktur Anatomi, Histologi, dan Fisiologi Terkait Skenario
2.2.1 Struktur Anatomi
1. Tulang

a. Scapula
Tulang scapula adalah tulang yang berbentuk pipih yang terletak pada aspek
dorsal thoraks dan mempunyai tiga proyeksi menonjol ketulang belakang,
acromion, dan coracoid. Tulang scapula sebagai tempat melekatnya beberapa otot
yang berfungsi menggerakkan bahu secara kompleks. Otot rotasi cuff ada 4
adalah m. supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m. subscapularis.

b. Tulang clavicula
Tulang clavicula adalah tulang yang terbentuk “S” yang berhubungan dengan
scapula pada sisi lateral dan sisi medial. Tulang scapula tersebut memiliki fungsi
untuk menahan dan mencegah os humerus tidak dapat bergeser atau bergerak
terlalu berlebih.

c. Tulang humerus
Tulang humerus terdiri dari caput humeri yang membuat persendian dengan
rongga glenoidalis scapula. Caput humeri tersebut terdapat tuberositas pada
sulcus intertubercularis. Tulang humerus juga terdapat tuberositas m. deltoideus
sebagai tempat melekatnya insersio m. deltoideus. Pada bagian distal humerus
terdapat epikondilus lateral dan epikondius medial.

1
Dias, R., Cutts, S., dan Massoud, S. 2005. Frozen Shoulder. BMJ. 331(7530). 1453-1456.

8
2. Otot

Otot-otot pembungkus sendi glenohumeral terdiri dari otot rotator cuff, yaitu m.
supraspinatus, m. infraspinatus, m. teres minor, dan m. subscapularis.

3. Ligamen

Dalam sistem ligament shoulder ada 2 yaitu ligament glenohumeral dan


ligament coracohumeral.
1. Ligamen glenohumeral, yang berfungsi untuk memperkuat bagian anterior dari
kapsul. Bukan merupakan fungsi ligament yang baik tapi merupakan lipit lipatan
kapsul.
2. Ligament coracohumeral, yang berfungsi untuk Menempel dari sisi lateral
prosesus coracoid dan mencakup tuberkulum mayor. Memperkuat bagian atas
kapsul sendi.

2.2.2 Struktur Histologi


Tulang adalah jaringan ikat yang keras dan keras yang membentuk kerangka
manusia dan hewan vertebrata lainnya. bawah mikroskop, tulang dapat dibagi menjadi
beberapa komponen utama:

9
1. Matriks Tulang: Tulang terutama terdiri dari matriks tulang, yang terdiri dari dua
komponen utama:
a. Kolagen: Ini adalah protein serat yang memberikan fleksibilitas dan kekuatan
pada tulang. Kolagen membentuk kerangka organik tulang.

b. Kalsium Fosfat : Ini adalah mineral yang mengisi ruang antara serat kolagen dan
memberikan kekerasan pada tulang. Kalsium fosfat dalam bentuk hidroksiapatit
adalah komponen utama matriks anorganik tulang.

2. Sel-Sel Tulang: Dalam histologi tulang, terdapat beberapa jenis sel tulang yang
penting, termasuk:
a. Osteosit: sel utama yang membentuk matriks tulang dan memelihara kepadatan
tulang.
b. Osteoblas: Sel ini bertanggung jawab untuk memproduksi matriks tulang baru
selama pertumbuhan tulang dan perbaikan.
c. Osteoklas: Sel ini terlibat dalam penghancuran jaringan tulang selama proses
perombakan tulang.

3. Kanalis Havers: sistem kanal yang membawa pembuluh darah dan saraf ke dalam
tulang untuk menyediakan suplai nutrisi dan melakukan komunikasi seluler.
4. Jaringan Haversian: Jaringan ini terdiri dari unit-unit fungsional tulang yang disebut
sistem Haversian atau sistem osteon. Masing-masing sistem osteon terdiri dari
tabung-tabung yang mengelilingi kanalis Havers dan mengandung sel-sel tulang
dan matriks tulang.
5. Jaringan Spongiose: Ini adalah jenis jaringan tulang yang memiliki struktur berpori
dan ditemukan di bagian dalam tulang panjang atau di dalam epifisis (ujung) tulang.

Histologi sendi melibatkan pengamatan komponen-komponen utama dalam


jaringan sendi di bawah mikroskop. Berikut adalah penjelasan mengenai histologi
sendi.
1. Kondrosit
Kondrosit adalah sel khusus yang ditemukan pada permukaan sendi. Mereka
terletak di dalam matriks ekstraseluler yang disebut kondrositin sulfat, yang

10
memberikan struktur dan kepadatan pada permukaan sendi. Kondrosit memiliki peran
penting dalam memelihara integritas dan kesehatan jaringan sendi. 2

2. Kapsul Sendi
Sendi dilapisi oleh kapsul sendi, yang memiliki dua lapisan utama.
a. Lapisan Fibrosa: Ini adalah lapisan luar kapsul yang terdiri dari jaringan ikat
berfibrosa yang kuat. Lapisan ini memberikan kekuatan struktural pada sendi.
b. Lapisan Sinovium: Ini adalah lapisan dalam kapsul yang terdiri dari jaringan
sinovial yang menghasilkan cairan sinovial. Cairan sinovial adalah cairan
pelumas yang memastikan pergerakan yang lancar di dalam sendi.

3. Membran Sinovial
Membran sinovial adalah lapisan jaringan halus yang melapisi bagian dalam
kapsul sendi. Membran sinovial menghasilkan cairan sinovial, yang penting untuk
pelumasan sendi dan mengurangi gesekan antara permukaan tulang selama gerakan
sendi.

3. Ligamen
Ligamen adalah jaringan ikat kuat yang menghubungkan satu tulang dengan
tulang lainnya di sekitar sendi. Ligamen memberikan stabilitas dan pembatasan
gerakan sendi.

4. Tendon
Tendon adalah jaringan ikat yang menghubungkan otot dengan tulang di
sekitar sendi. Tendon berperan dalam mentransfer kekuatan kontraksi otot ke
tulang, memungkinkan gerakan sendi.

5. Bursa
Bursa adalah kantong kecil yang berisi cairan sinovial dan terletak di antara
jaringan yang bergerak satu sama lain, seperti tendon dan tulang atau otot dan
tulang. Bursa membantu mengurangi gesekan dan tekanan di sekitar sendi.

2.2.3 Struktur Fisiologi


Reseptor nyeri adalah ujung saraf bebas yang tersebar luas di kulit dan berbagai
jaringan tubuh. Mereka dapat merespons berbagai jenis stimulus nyeri, termasuk
mekanis, suhu, dan kimiawi. Nyeri cepat biasanya disebabkan oleh rangsangan mekanis
atau suhu, sedangkan nyeri lambat melibatkan ketiga jenis rangsangan ini. Reseptor
nyeri memiliki sifat yang tidak beradaptasi dengan baik, memungkinkan mereka
merespons stimulus nyeri secara terus-menerus selama stimulus tersebut ada.
Iskemia jaringan, akibat dari gangguan aliran darah, dapat memicu nyeri yang
berkembang cepat dan berkaitan dengan akumulasi asam laktat serta zat kimia lainnya.
Spasme otot juga dapat menjadi penyebab nyeri, baik secara langsung melalui stimulasi
reseptor mekanosensitif atau secara tidak langsung melalui efeknya pada aliran darah
dan metabolisme jaringan otot. semua ini menjelaskan pentingnya reseptor nyeri dalam
memberi sinyal adanya kerusakan jaringan dan merespons berbagai stimulus nyeri yang
mungkin terjadi.

2
Mescher AL. Histologi Dasar. Edisi ke-14. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2020

11
Rangsangan nyeri dengan intensitas tinggi maupun rendah akan diterima oleh
nociceptors pada kulit oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik akan
mengeluarkan ion K+ dan protein intraseluler sehingga terjadi peningkatan kadar K+
ekstraseluler yang akan menyebabkan depolarisasi nociceptors, lalu di beberapa
keadaan protein akan menginfiltrasi mikroorganisme dan menyebabkan inflamasi atau
peradangan sehingga mediator nyeri seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin
yang akan merangsang nociceptors sehingga rangsangan baik yang berbahaya ataupun
tidak dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia) akan dilepaskan.
Lesi jaringan juga dapat mengaktifkan faktor pembekuan darah yang
menyebabkan bradikinin dan serotonin akan terstimulasi dan merangsang nociceptors.
Jika terdapat oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia yang menyebabkan
akumulasi K+ ekstraseluler dan H+ yang kemudian akan mengaktifkan nociceptors.
Histamin, bradikinin dan prostaglandin E2 mempunyai efek vasodilator yang akan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah dan menyebabkan edema lokal, tekanan
pada jaringan meningkat serta terjadi perangsangan nociceptors.
Saat nociceptors terangsang akan melepas substansi peptida P (SP) dan kalsitonin
gen terkait peptida (CGRP), kemudian merangsang proses inflamasi serta menghasilkan
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Perangsangan nociceptor
sinilah yang menyebabkan nyeri.3

2.3 Etiologi Gerakan Terbatas


Etiologi dari gerak terbatas tergantung pada konteks dan detail kondisi yang dialami oleh
pasien,
a. Cedera
yang dimana cedera akibat patah tulang, cedera otot, atau kerusakan pada ligamen bisa
menyebabkan kesulitan gerak.

b. Penyakit degeneratif
yaitu osteoartritis atau penyakit degeneratif sendi lainnya seperti proses penuaan secara
degeneratif pada lansia yang akan mempengaruhi sendi 4

c. Penyakit neurologis
seperti stroke, multiple sclerosis, atau parkinson bisa mempengaruhi kemampuan
seseorang untuk bergerak dengan benar.5

d. Kondisi muskuloskeletal
seperti pada penyakit fibromyalgia atau polymyalgia rheumatica yang bisa
menyebabkan nyeri dan keterbatasan gerak.

e. Kondisi inflamasi
yaitu pada penyakit rheumatoid arthritis dan penyakit autoimun lainnya.

3
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC;
2016
4
Pengaruh Senam Yoga Terhadap Peningkatan Mobilitas Sendi Lutut Lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Budi Mulia 2
5
Sistem Pakar dalam Mendiagnosa Penyakit Parkinson Menerapkan Metode Dempster-Shafer

12
f. Kelumpuhan
seperti cedera sumsum tulang belakang atau kondisi lain yang menyebabkan
kelumpuhan dapat menghambat atau menghentikan gerak sepenuhnya.

g. Kondisi metabolik
seperti osteoporosis yang dimana hal ini mempengaruhi kekuatan tulang dan memiliki
risiko patah tulang.

h. Penyakit sistemik
seperti lupus atau penyakit-penyakit lain yang mempengaruhi banyak organ dan sistem
di tubuh.

i. Infeksi
yaitu infeksi pada sendi atau tulang, seperti osteomielitis, bisa menyebabkan kesulitan
gerak.

j. Tumor
baik jinak maupun ganas, tumor yang tumbuh di atau dekat sendi atau pada jalur saraf
bisa menyebabkan kesulitan gerak.

2.4 Faktor Resiko


Faktor resiko merupakan semua faktor yang dapat memperberat atau meningkatkan
resiko terjadinya cedera atau fraktur. Berikut beberapa faktor resiko terkait scenario.
a. Usia, orang yang berusia 40 tahun ke atas lebih rentan mengalami kesulitan bergerak
akibat adanya riwayat fraktur.
b. Bahu yang tidak digerakkan atau imobilisasi terlalu lama dan hanya digerakkan
secara terbatas dalam jangka panjang akibat adanya nyeri atau proses pemulihan
pasca cedera, pasca operasi dan stroke dapat menyebabkan terjadinya kesulitan
bergerak.
c. Memiliki riwayat penyakit lain seperti diabetes, TBC, parkinson, stroke, masalah
tiroid, kanker dan obesitas.
d. Adanya trauma, misalnya karena adanya pembedahan pada bahu, atau patah tulang.6

2.5 Patomekanisme Gerakan Terbatas


Clavicula adalah tulang berbentuk seperti S yang menjadi penghubung antara ekstrimitas
dan batang tubuh yang berartikulasi dengan acromion. 7 Pada skenario ini, pasien memiliki
riwayat fraktur clavicula, fraktur clavicula umumnya terjadi dalam patahan 2/3 proximal yang
dapat tertarik oleh musculus sternocleidomastoideus dan 1/3 distal ditarik oleh otot dan tulang
ekstremitas atas.
keadaan tersebut dapat menyebabkan trauma pada jaringan sekitar sehingga
menimbulkan rasa nyeri ketika digerakkan dan keterbatasan gerak 8. Keadaan membuat pasien
jarang menggunakan ekstremitas yang mengalami fraktur dan mendukung riwayat imobilisasi
selama 3 bulan sebelum ke rumah sakit, hal tersebut menimbulkan penebalan jaringan fibrotik

6
Arie Widuri AMF. 2021. Frozen Shoulder.
7
Bentley, T. dan Hosseinzadeh, S. 2023. Fraktur Clavicula. National Library of Medicine.
8
Mantiri, A., Kambey, B., dan Sekean, S. 2018. Rotator Cuff Syndrom. Jurnal Sinaps. 1(3). 51-58

13
dan penurunan fungsi pada capsul pelapis tulang dan patahan sebelumnya berpotensi
mengurangi cairan synovial dan merekatkan jarak antara glenoid dan caput humerus. 9
Keadaan tersebut akan memperparah rasa nyeri khususnya pada 2 titik peka nyeri yaitu
di bawah acromion atau dibagian anterior bahu dan berefek pada keterbatasan gerak dalam
skenario ini berupa gerakan flexi 90 derajat dan abduksi 50 derajat.10

2.6 Hubungan Antara Gerakan Terbatas dan Nyeri Tekan Pada Bahu Kanan
Saat terjadi fraktur, otot yang melekat pada ujung tulang dapat terganggu. Otot dapat
mengalami spasme dan menarik fragmen fraktur keluar posisi. Fragmen fraktur dapat bergeser
ke samping, pada suatu sudut atau menimpa segmen tulang lain. Fragmen juga dapat berotasi
atau berpindah.11
Selain itu, periosteum dan pembuluh darah di korteks serta sumsum dari tulang yang
patah juga terganggu. Pendarahan terjadi karena cedera jaringan lunak atau cedera pada tulang
itu sendiri. Pada saluran sumsum (medula), hematoma terjadi di antara fragmen fragmen tulang
dan di bawah periosteum, Jaringan tulang di sekitar lokasi fraktur akan mati dan mencipatakan
respon peradangan yang hebat.
Adapun periosteum yang mengandung nosiseptor sebagai reseptor nyeri akan
menyampaikan impuls ke area somatosensorik otak yang kemudian akan dipersipsikan sebagai
nyeri dan dapat menjadi salah satu penyebab gerakan menjadi terbatas akibat rasa nyeri yang
sering kali muncul setiap ingin menggerakkan area sekitar yang mengalami fraktur. 12

2.7 Hubungan Riwayat Ke Tukang Urut Dengan Keterbatasan Gerak yang Dialami
Pasien
Prinsip dari penanganan fraktur yaitu reposisi dan imobilisasi. Biasanya tukang urut
menerapkan prinsip reposisi dengan teknik pijatan dan rabaan hingga dirasa tulang kembali
pada posisinya, hal ini biasanya memiliki efek samping diantaranya nyeri hebat, bengkak,
deformitas tulang, kerusakan innervasi akibat teknik pijat yang salah hingga kerusakan
innervasi akibat deformitas tulang yang akhirnya menyebabkan penekanan saraf berlebih.
Adapun prinsip imobilisasi yang dilakukan oleh tukang urut yaitu dengan pembabatan
pada area fraktur yang menyebabkan pasien fraktur memiliki keterbatasan bergerak. Dalam
skenario kemungkinan efek dari pergi ke tukang urut adalah karna efek samping gangguan
innervasi dari penekanan saraf dan keterbatasan pasien dalam menggerakan bahu akibat
pembabatan yang akhirnya menyebabkan kekakuan otot sehinggga pasien mengalami gerakan
terbatas.

9
Mezian, K., Coffey, R., & Chang, K. V. (2018). Frozen shoulder.
10
Dewi, K. 2011. Akupuntur sebagai Terapi pada Frozen Shoulder. Marantha Journal of Medicine and Health.
11(1).
11
Black, Joyce M. & Hawks, J. H. (2014). ‘Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis Untuk Hasil yang
Diharapkan'. 8th edn. Singapura: Elsevier
12
Muttaqin, A. (2008). 'Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem Muskuloskeletal'. 5th edn.
Jakarta: EGC.

14
Dalam dunia medis sendiri biasanya pasien fraktur akan menerima perawatan rehabilitasi
dan pelatihan pergerakan tangan sehingga nantinya kejadian gerakan terbatas akibat kekakuan
otot minim terjadi pasca fraktur.13

2.8 Langkah Penegakan Diagnosis Terkait Skenario


a. Anamnesis
Anamnesis diperlukan untuk mengetahui latar belakang pasien.Adapun hal yang perlu
ditanyakan pada pasien antara lain.
1. Data pribadi pasien (nama, usia, pekerjaan, alamat)
2. Keluhan utama
3. Riwayat penyakit sekarang (alokasi,kualitas,kuantitas,onset,keluhan penyerta)
4. Riwayat penyakit terdahulu (penyakit dengan keluhan serupa,fraktur,trauma)
5. Riwayat penyakit keluarga ( alergi, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, tumor)
6. Riwayat berobat (riwayat konsumsi obat, pengobatan alternatif)
7. Riwayat kebiasaan (merokok,hubungan seksual,minuman keras)

1. Pemeriksaan Fisik
Selain dari melakukan anamnesis, dalam menegakkan diagnosis juga diperlukan
pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang dapat dilakukan antara lain.
1. Inspeksi
Inspeksi pada bahu pasien dilakukan dalam keadaan bahu pasien tidak
tertutup kain atau pakaian, kemudiam pemeriksa mengamati bahu untuk mencari
abnormalitas seperti ketidaksimetrisan, swelling atau bengkak, serta jaringan parut
bekas luka atau operasi.
2. Palpasi
Palpasi dilakukan untuk mencari adanya trauma dan crepitus atau bunyi
berderak oleh tulang yang bergesakan satu sama lain yang dapat mengindikasikan
kemungkinan adanya fraktur.
3. Range of motion
Range of motion adalah pergerakan maksimum yang dapat dilakukan oleh
sendi. Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk mengetahui adanya kekurangan
atau keterbatasan gerak pada pasien. Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara

13
Aulia rachman, dkk. Studi fenomena pengalaman pasien dalam penanganan patah tulang dengan
ba'urut.2020.jurnal keperawatan suaka insan. Vol.5, ed.1

15
meminta pasien untuk melakukan gerakan baik fleksi,abduksi,maupun,ekstensi
kemudian pemeriksa akan menghitung derajat masing masing gerakan pasien.
Untuk hasil pemeriksaan normal berupa. 14
a. Forward flexion: 150°-180°
b. Extension: 40°-60°
c. Abduction: 150°-180°

c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu menentukan
penyebab gerakan terbatas antara lain.
1. Pemeriksaan Radiologi: Seperti sinar-X, MRI, atau CT scan untuk melihat struktur
tulang dan sendi.
2. Analisis Darah: Tes darah dapat membantu mengidentifikasi kondisi inflamasi,
infeksi, atau masalah sistemik lainnya yang dapat mempengaruhi gerakan.
3. Ultrasonografi: Digunakan untuk mengevaluasi kondisi jaringan lunak seperti otot
dan tendon.

2.9 Diagnosis Banding

Adhesive Tendinitis Bursitis Osteoartritis Dislokasi


Capsulitis Glenohumeral

Laki laki + + + + +

40 tahun + + + + +

Gerak bahu + + + + +
terbatas

Riwayat fraktur + + + - +
clavicula

Lama tidak + - - - -
menggerakkan
bahu

Nyeri tekan pada + + + + +


bahu

14
Bakhsh, W., & Nicandri, G. (2018). Anatomy and physical examination of the shoulder. Sports medicine and
arthroscopy review, 26(3), e10-e22

16
a. Adhesive capsulitis
1. Definisi
Adhesive capsulitis atau dikenal dengan istilah frozen shouder adalah rasa sakit
pada bahu yang beorientasi pada bahu dan menyebabkan berkurangnya kemampuan
elevasi dan rotasi eksternal, keadaan ini dieratkan dengan kekuan sendi sehingga
menyebabkan keterbatasan gerak. adhesive capsulitis terbagi menjadi 3 fase yaitu
freezing dimana rasa nyeri masih tinggi dan belum terjadi kekauan, fase frozen dimana
nyeri mulai menghilang dan kekakuan sudah meningkat, dan fase terakhir adalah
thawing dimana sudah redah dan kekauan mencapai puncaknya.15

2. Epidemiologi
Tingkat penyebaran frozen shoulder hingga 5%, 4 kali lebih berpotensi pada wanita
dibanding laki laki. lebih besar potensi mengenai lengan yang non-dominan.

3. Etiologi
a. diabetes mellitus
b. Stroke
c. Thyroid diseas
d. Shoulder injury
e. Dupytren diseas
f. parkinson diseas
g. cancer
h. complex regional pain syndrome

4. Patomekanisme
Frozen shoulder digambarkan dengan inflamasi pada rotator, kapsul ataupun
ligamen. penyebab utama dari frozen shoulder belum diketahui sepenuhnya tapi sering
dikaitkan dengan peradangan sinovial, selain itu perlengketan di sekitar interval sendi
yang disebabkan oleh peningkatan kolagen atau jaringan fibrosa, pada tahap akhir
terjadi penebalan kapsul sendi khususnya glenohumeral sehingga menimbulkan
keterbatasan gerak sendi.

b. Tendinitis
1. Definisi
Rotator cuff injury adalah penyebab nyeri terbanyak bahu yang biasanya muncul
pada usia 40 tahun akibat aktivitas berlebihan dan berulang ulang pada sendi dan
menyerang kelompok otot rotator cuff. 16

2. Epidemiologi
Rotator cuff injury menyerang orang dengan usia 40 tahun keatas dan jarang pada
usia dibawah 40 tahun.

3. Etiologi
Penyebab munculnya penyakit ini diantaranya adalah penuaan, penggunaan
berlebihan sendi, penggunaan berulang ulang, kurangnya pemanasan atau pendinginan
saat berolahraga, penggunaan obat obatan seperti steroid, dan beberapa kasus genetik.

15
Mezian, K., Coffey, R., & Chang, K. V. (2018). Frozen shoulder.
16
Setiawati, R., Rahardjo, P., & Hartono, B. (2014). Influence of Weightlifting on the Emergence of Partial and
Full Thickness Rotator Cuff Tear Detected by Ultrasound Imaging. Folia Medica Indonesiana, 50(1), 52.

17
4. Patomekanisme
ketegangan yang berulang ulang yang diterima oleh kelompok otot rotator cuff
menyebabkan trauma pada tendon dan otot yang membentuk kelompok otot tersebut,
trauma tersebut menimbulkan rasa nyeri dan inflamasi yang nampak dalam beberapa
bentuk tanda inflamasi, jika cedera dan inflamasi terus berlanjut dapat menyebabkan
kelemahan pada jaringan dan hilangnya elastisitas jaringan, pada inflamasi lanjutan
dapat menyebabkan perubahan struktur bahu hingga terbantuknya jaringan parut atau
perubahan sendi bahu. komplikasi dari penyakit ini dapat menjadi osteoarthritis bahu.

5. Gambaran Klinis
Orang dengan gejala rotator cuff injury akan merasakan nyeri, kelemahan otot,
keterbatasan gerakan, kebengkakan, gangguan tidur, dan gejala kronis.

c. Bursitis
1. Definisi
Bursitis adalah kondisi medis yang ditandai oleh peradangan pada bursa, yaitu
kantung kecil yang berisi cairan dan berfungsi sebagai pelumas antara tendon, otot, atau
tulang dalam tubuh.

2. Epidemiologi
Bursitis dapat terjadi pada siapa saja, tetapi biasanya lebih umum terjadi pada orang
yang melakukan gerakan berulang atau tekanan berlebihan pada sendi tertentu

3. Etiologi
Bursitis dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk cedera berulang pada sendi
atau tekanan berlebihan, infeksi, atau kondisi medis tertentu seperti arthritis.

4. Patomekanisme
Patomekanisme bursitis melibatkan peradangan pada bursa, yang dapat terjadi
sebagai respons terhadap cedera atau iritasi. Ini menyebabkan produksi cairan
tambahan dalam bursa, yang mengakibatkan pembengkakan dan nyeri di sekitar sendi
terkait.

5. Gambaran Klinis
Gejala umumnya meliputi nyeri lokal yang dapat memburuk dengan gerakan atau
tekanan, pembengkakan pada area yang terkena, kemerahan kulit di sekitar sendi, dan
terkadang pembatasan gerakan sendi. Bursitis seringkali terjadi pada siku, bahu, lutut,
atau pinggul.

d. Osteoartritis
1. Definisi
Gangguan sendi yang sering dialami oleh orang usia lanjut dan menyerang sendi
sendi besar seperti lutut, tangan, kaki, dan pinggul. Gangguan yang dialami oleh
pengidapnya bertahap terbagi atas 5 grade sebagai berikut. 17
a. Grade 0: tidak ditemukan penyempitan sendi
b. Grade 1: penyempitan samar samar dan gambaran awal terbentuknya
osteofit
c. Grade 2: osteofit jelas dan penyempitan ruang sendi mulai nampak

17
Wijaya, S. (2018). Osteoartritis Lutut. Cermin Dunia Kedokteran, 45(6), 424-429.

18
d. Grade 3: osteofit sedang, penyempitan ruang sendi jelas, nampak sklerosis
e. Grade 4: osteofit besar, penyempitan jelas, dan terjadi deformitas tulang.

2. Epidemiologi
Potensi terkena osteoartritis meningkat di usia 40-60 tahun dengan penyebaran 4%
penduduk dunia mengalami osteoartritis dan 83% mengalami OA lutut.

3. Etiologi
a. Gerakan sendi berulang ulang
b. Aktivitas berat pada persendian

4. Patomekanisme
Mekanisme terjadinya OA dikaitkan erat dengan proses penuaan yang menurunkan
jumlah kondrosit dikartilago dan menyebabkan kerusakan kartilago pada sendi. Selain
itu, penggunaan sendi yang terus menerus akan berorientasi pada tekanan sendi
sehingga menyebabkan gangguan pada kartilago khususnya pada lutut.

5. Gambaran klinis
Pasien dengan keluhan OA datang dengan nyeri sendi.

e. Dislokasi Glenohumeral
1. Definisi
Dislokasi bahu adalah keadaan yang menyebabkan lepasnya caput humerus dari
glenoid sehingga menyebabkan gangguan pada sendi.

2. Etiologi
Dislokasi bahu biasanya disebabkan oleh cedera traumatis, seperti jatuh, olahraga
kontak, atau kecelakaan. Kekuatan eksternal yang kuat yang bekerja pada sendi bahu
dapat menyebabkan pemisahan tulang dari socketnya.

3. Epidemiologi
Dislokasi bahu cukup umum terjadi, terutama pada populasi yang aktif secara fisik. Pria
berusia di bawah 30 tahun memiliki risiko yang lebih tinggi. Faktor risiko lainnya
termasuk sejarah dislokasi sebelumnya dan keadaan sendi yang tidak stabil.

4. Patomekanisme
Dislokasi bahu terjadi ketika kekuatan traumatis mengarah pada pemisahan tulang
lengan atas dari socket bahu. Ini biasanya terjadi ke arah depan (anterolisthesis) atau ke
belakang (retrolisthesis) dari socket. Cedera ini sering disertai dengan kerusakan
jaringan lunak di sekitar sendi bahu.

5. Gambaran klinis
1. Rasa sakit tiba-tiba yang intens di bahu.
2. Deformitas jelas pada bahu yang terlihat tidak normal atau "terjatuh."
3. Keterbatasan gerakan pada lengan atas.
4. Bengkak dan memar di sekitar bahu.
5. Sensasi mati atau kesemutan pada lengan.

19
2.10 Tata Laksana Terkait Skenario
1. Adesive capsulitis
Fisioterapi merupakan lini pertama tata laksana pada fase awal capsulitis adhesiva. Secara
umum fisoterapi dikombinasikan dengan modalitas farmakoterapi lainnya.Farmakoterapi
meliputi obat
1. NSAID (Nonsteroidal anti inflamatory drug)
2. Injeksi corticosteroid Intra artikular
3. Injeksi sodium hialuronat intra articular

2. Tendinitis
a. Metode R.I.C.E
1. Rest (istirahat)
Pada dasarnya yang dimaksud istirahat di sini adalah mengistirahatkan bagian yang
cedera.

2. Ice (aplikasi es)


Tujuan dari pemberian es adalah mengurangi nyeri, pembengkakan dan inflamasi.

3. Compression (penekanan)
Tujuan penekanan adalah membatasi pembengkakan dengan meningkatkan tekanan
terhadap pembuluh darah sehingga bersifat melawan tekanan hidrostatik pembuluh
darah yang mendorong laju filtrasi darah dan menyebabkan edema.

4. Elevasi
Elevasi dilakukan dengan mengangkat tungkai lebih tinggi 15-20 cm di atas level
jantung dengan posisi sendi yang diluruskan.
b. Latihan Fisik
Latihan fisik yang dapat dilakukan adalah.
1. Latihan peregangan
Terutama latihan peregangan hamstring dan quadriseps.
2. Latihan berjongkok.
Dimulai dengan tanpa beban selama 2 minggu, dilanjutkan dengan tambahan beban
2,5 kg setiap latihan.
3. Latihan postur
Dilakukan dengan cara duduk, kaki menapak di permukaan rata dan tidak
melakukan duduk bersila.

3. Bursitis
Ada beberapa pilihan pengobatan yang bisa dijalani oleh pasien bursitis, antara lain:
1. Fisioterapi
Mengingat penderita bursitis umumnya mengalami nyeri pada sendi, dokter
biasanya akan merekomendasikan obat pereda rasa nyeri, seperti golongan obat
nonsteroidal anti-inflammatory (NSAID)
2. Alat Bantu
tongkat jalan, kruk, bidai, dan lainnya akan sangat membantu mengurangi tekanan
pada area terjadinya bursitis.
Apabila bursitis terjadi pada siku atau tangan, Anda akan disarankan menggunakan
arm sling untuk menyangga tangan sementara waktu hingga kondisi membaik.

20
3. Operasi
Jika sudah dalam kondisi parah, maka pengobatan yang akan direkomendasikan
kepada pasien bursitis adalah operasi.

4. Osteoartritis
Penatalaksanaan OA bergantung pada grade yang dialami pasien, pada grade 1-3
dilakukan terapi non farmako tanpa pembedahan dan untuk grade 4 dilakukan farmako dengan
pembedahan. Untuk tatalaksana non farmakologi sebagai berikut.

1. Pembedahan
2. Braces dan orthosis
3. Elektroterapi

Dan untuk tatalaksana farmakologi sebagai berikut. 18

1. OAINS (obat anti inflamasi non-steroid), contohnya ibuprofen, diklofenak,


meloksikam, dan aspirin.
2. Analgesik non opiat, paracetamol
3. Opiat kombinasi OAINS
4. injeksi hyaluronic acid

5. Dislokasi Bahu
a. Protection: Pemberian proteksi untuk mencegah cedera lanjutan.
b. Rest: Mengistirahatkan untuk mencegah stres pada area cedera.
c. Ice: Pemberian es dapat membantumengurangi pembengkakan dan rasa nyeri, lakukan
selama 10-15 menit setiap 2 jam.
d. Copression: Pemberian tekanan pada area cedera pembengkakan.
e. Elevation: Elevasi dianjurkan untuk membantu mengurangi penumpukan cairan di
ekstremitas atau sendi yang cedera.

2.11 Tindakan Pencegahan Terkait Skenario


Adapun tindakan pencegahan yang dapat dilakukan ialah;
1. Melakukan latihan peregangan dan penguatan bahu secara teratur dapat membantu
menjaga fleksibilitas dan kekuatan otot serta mengurangi risiko pengerasan kapsul
sendi.
2. Sebelum berolahraga atau melakukan aktivitas fisik yang melibatkan bahu, pastikan
untuk melakukan pemanasan yang cukup untuk mempersiapkan otot dan sendi
Anda.
3. Pastikan untuk memberi waktu yang cukup bagi tubuh untuk istirahat dan pulih
setelah aktivitas fisik yang intens. Hindari overuse (penggunaan berlebihan) pada
tendon dengan memberi mereka waktu untuk pulih.
4. Jika pekerjaan atau aktivitas sehari-hari melibatkan gerakan repetitif, cobalah
untuk memvariasikan posisi dan gerakan untuk mengurangi tekanan pada tendon
tertentu.
18
Wijaya, S. (2018). Osteoartritis Lutut. Cermin Dunia Kedokteran, 45(6), 424-429.

21
5. Rutin melakukan peregangan otot dan tendon dapat membantu mempertahankan
fleksibilitas dan mengurangi ketegangan. Peregangan harus dilakukan sebelum dan
setelah aktivitas fisik.
6. Hindari penggunaan berlebihan pada sendi atau otot tertentu dengan memberi
waktu istirahat yang cukup antara aktivitas yang melibatkan gerakan yang sama.
7. Jika memiliki risiko faktor atau gejala yang mencurigakan, konsultasikan dengan
dokter. Mereka dapat melakukan evaluasi lebih lanjut dan memberikan saran yang
sesuai.19

2.12 Integrasi Keislaman

‫وـمى ىن‬
‫ «كل ال‬:-‫صـى هللا عىي آلل آوـىم‬- ‫عن أبي هريرة رضـي هللا عه ال روـ هللا‬
‫الهلس عىي صداة كل ي م تطىع في الشمس‬
Artinya :

Dari Abu Hurairah -raḍiyallāhu 'anhu-, Rasulullah -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda,
"Setiap persendian/ruas tulang manusia ada sedekahnya (yang wajib dikeluarkan) setiap hari
ketika matahari terbit.
Dari hadits di atas yang diriwayatkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim, ada
kaitannya dengan skenario yang kita bahas saat ini. Dikatakan bahwa setiap sendi dan tulang
itu perlu digerakkan dalam hal yang baik seperti halnya bersedekah. Secara tak langsung, ini
menjelaskan bahwa giat bergerak itu juga perintah dalam islam karena dapat mendatangkan
banyak hal yang baik terlebih tentang kesehatan.
Ingatlah untuk selalu meminta kesembuhan kepada Allah SWT. dan tetap semangat dan
sabar dalam melawan penyakit. Dalam skenario, si pasien mengeluhkan kaku pada bahu karena
lama tidak digerakkan setelah mengalami fraktur, salah satu bentuk usaha yang dapat dilakukan
adalah menggerakkan dan melatih sendi bahunya sesuai dengan hadits di atas.

19
Ismunandar H. Cedera Olahraga Pada Anak dan Pencegahan. 2020: 4(1). 43.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/2764/2712

22
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Gerakan terbatas ialah berkurangnya kemampuan ekstrimitas dalam melakukan suatu
gerak, hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor, seperti usia, riwayat penyakit baik metabolik
ataupun neurologis, riwayat fraktur bahkan tumor. Karena banyaknya faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya gerakan terbatas, maka perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan
fisik ataupun penunjang, guna menegakkan diagnosis dan memberikan penatalaksanaan yang
tepat. Dengan mengambil diagnosis diantaranya adhesive capsulitis, tendonitis, bursitis,
osteoarthritis, dan dislokasi bahu. Diberikan tatalaksana yang tepat agar keluhan yang dialami
oleh pasien dapat diatasi. Imam bukhori dan muslim meriwayatkan sebuah hadits yang
maknanya untuk memberikan sedekah dari setiap persendian yang dimiliki dan diwajibkan
untuk mengeluarkan sedekah tersebut di pagi hari, dalam sebuah penjelasan ulama dijelaskan
bahwa sedekah yang dimaksud adalah sholat sunnah dhuha.

3.2 Saran
Mahasiswa diharapkan untuk lebih mempersiapkan diri lagi dalam proses diskusi PBL,
dan juga lebih aktif lagi dalam menyampaikan pendapatnya selama proses diskusi serta
mempersiapkan lebih banyak sumber bacaan pada PBL modul selanjutnya agar dapat lebih
mudah memahami dan mendalami suatu skenario yang diberikan.

23
DAFTAR PUSTAKA
1. Dias, R., Cutts, S., dan Massoud, S. 2005. Frozen Shoulder. BMJ. 331(7530). 1453-
1456.
2. Mescher AL. Histologi Dasar. Edisi ke-14. Jakarta: Penerbit Erlangga; 2020
3. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-13. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC; 2016.
4. Pengaruh Senam Yoga Terhadap Peningkatan Mobilitas Sendi Lutut Lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 2
5. Sistem Pakar dalam Mendiagnosa Penyakit Parkinson Menerapkan Metode Dempster-
Shafer
6. Arie Widuri AMF. 2021. Frozen Shoulder.

7. Bentley, T. dan Hosseinzadeh, S. 2023. Fraktur Clavicula. National Library of


Medicine.
8. Mantiri, A., Kambey, B., dan Sekean, S. 2018. Rotator Cuff Syndrom. Jurnal Sinaps.
1(3). 51-58.
9. Mezian, K., Coffey, R., & Chang, K. V. (2018). Frozen shoulder.

10. Dewi, K. 2011. Akupuntur sebagai Terapi pada Frozen Shoulder. Marantha Journal of
Medicine and Health. 11(1).
11. Black, Joyce M. & Hawks, J. H. (2014). ‘Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen
Klinis Untuk Hasil yang Diharapkan'. 8th edn. Singapura: Elsevier.
12. Muttaqin, A. (2008). 'Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal'. 5th edn. Jakarta: EGC.
13. Aulia rachman, dkk. Studi fenomena pengalaman pasien dalam penanganan patah
tulang dengan ba'urut.2020.jurnal keperawatan suaka insan. Vol.5, ed.1
14. Bakhsh, W., & Nicandri, G. (2018). Anatomy and physical examination of the
shoulder. Sports medicine and arthroscopy review, 26(3), e10-e22
15. Wardani, A. B., & Wintoko, R. (2021). Frozen Shoulder. Medical Profession Journal
of Lampung, 11(2), 240-246.

16. Setiawati, R., Rahardjo, P., & Hartono, B. (2014). Influence of Weightlifting on the
Emergence of Partial and Full Thickness Rotator Cuff Tear Detected by Ultrasound
Imaging. Folia Medica Indonesiana, 50(1), 52.

17. Wijaya, S. (2018). Osteoartritis Lutut. Cermin Dunia Kedokteran, 45(6), 424-429.
18. Ismunandar H. Cedera Olahraga Pada Anak dan Pencegahan. 2020: 4(1). 43.
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/JK/article/view/2764/2712

24

Anda mungkin juga menyukai