Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

KETERAMPILAN DASAR KEPERAWATAN


CASE BASED LEARNING (CBL)
PRINSIP PEMBERIAN MEDIKASI

Dosen Fasilitator :

Wahyuni Tri Lestari S.Kep., Ns., M.Kep.

Disusun oleh :

Kelompok 6 (A3)

Anisa Anggraini 132111133030

Maulidya Nur Baithi 132111133036

Nabilla Syahwa Aryanto 132111133089

Diaz Eka Yovitiardo 132111133092

Putri Nur Wahyuni 132111133169

Arini Sabila Robbi 132111133175

Kharisma Damayanti 132111133180

Rani Putri Permatasari 132111133183

Anadia Seranyana 132111133185

Lovita Angeli Aprilia Iriani 132111133222

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………. ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………………. 1
1.1 Latar Belakang……………………………………………………………………………. 1
1.2 Tujuan……………………………………………………………………………………...2
1.3 Manfaat…………………………………………………………………………………….2
BAB II KONSEP TEORI…………………………………………………………………… 3
2.1 Diabetes Mellitus…………………………………………………………………………..3
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus……………………………………………………………. 4
2.2 Pengobatan Diabetes Mellitus…………………………………………………………….. 6
2.3 Prinsip Pemberian Obat dalam Keperawatan……………………………………………...9
BAB III STUDI KASUS…………………………………………………………………… 11
BAB IV PEMBAHASAN…………………………………………………………………...12
4.1 Gambaran penggunaan insulin…………………………………………………………... 12
4.2 Pemberian Injeksi pada Penderita Diabetes Mellitus……………………………………. 13
4.3 Dosis dan Prosedur Pemberian Injeksi…………………………………………………...15
4.4 Manfaat pemberian Injeksi Pada Penderita Diabetes Melitus……………………………16
4.5 Efek samping pemberian Injeksi Insulin pada Penderita Diabetes Melitus……………... 17
BAB V PENUTUP………………………………………………………………………….. 20
5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………………….20
5.2 Saran……………………………………………………………………………………...20
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………………..21

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kepada kehadirat Allah SWT, karena atas segala berkat,
rahmat, karunia dan kemudahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Keterampilan Dasar Keperawatan Case Based Learning (CBL) Prinsip
Pemberian medikasi ” sebagai pemenuhan tugas dari mata kuliah Konsep Dasar
Keperawatan dengan tepat waktu.

Pada kesempatan kali ini kami ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
Ibu Wahyuni Tri Lestari S.Kep., Ns., M.Kep. selaku dosen mata kuliah Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia yang telah memberikan penugasan makalah ini yang berguna
bagi penulis sebagai bekal pengetahuan akademis untuk perkuliahan kedepannya
khususnya kepada mahasiswa keperawatan.

Namun tidak lepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa ada
kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini, supaya nantinya menjadi makalah
yang lebih baik lagi kedepannya. Akhir kata, semoga segala informasi yang terdapat di
dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun sebagai pedoman referensi
selanjutnya, dan dari makalah ini dapat diambil hikmah dan manfaatnya sehingga dapat
memberikan wawasan terhadap pembaca.

Surabaya, 18 September 2022

Penulis

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menjadi seorang perawat harus memiliki sikap berpikir kritis, hal ini diharapkan agar
perawat tersebut mampu mengkaji efektifitas obat yang diberikan serta mendeteksi efek
samping yang mungkin terjadi setelah melakukan pemberian medikasi dilakukan (Asperheim,
Eisenhauer,1973). Sebelum melakukan tindakan medikasi, seorang perawat harus memahami
medikasi yang akan dilakukan. Perawat harus mampu berpikir kritis untuk menentukan
bahwa pasien tidak memiliki efek samping atau reaksi alergi sebelumnya terhadap obat atau
medikasi yang diberikan. Hal tersebut berguna untuk memastikan pemberian medikasi oleh
tenaga keperawatan tidak membahayakan kesehatan pasien atau bahkan berakibat fatal.

Pemberian medikasi merupakan suatu proses yang memerlukan pengetahuan tentang


klien serta saat melakukan proses keperawatan, yaitu pada tahap pengkajian, perencanaan,
pemberian/ administrasi medikasi, evaluasi, dan dokumentasi (College of Nurses of
Ontario, 2008). Prinsip pemberian medikasi terdiri dari 10 prinsip, yaitu Benar Obat, Benar
Dosis, Benar Pasien, Benar Rute, Benar Waktu, Benar Edukasi Klien, Benar
Dokumentasi, Benar untuk Menolak Edukasi, Benar Pengkajian, dan Benar Evaluasi
(Berman et al., 2008). Berbagai prinsip tersebut akan dijelaskan lebih lanjut sesuai dengan
proses keperawatan. Segala bentuk prinsip serta prosedur yang dilakukan untuk mengurangi
resiko kesalahan medikasi oleh perawat.

Pemberian medikasi tidak boleh dilakukan dengan sembarangan. Perlu pengetahuan


tenaga kesehatan yang memadai dalam pemberiannya agar tidak merugikan pihak manapun.
Kesalahan medikasi dapat mengancam keselamatan pasien. Kesalahan tersebut tidak sekedar
mengakibatkan cedera dan kematian pasien, namun juga dapat meningkatkan biaya yang
harus ditanggung Rumah Sakit. Kesalahan medikasi dapat terjadi dalam
organisasi/manajemen, seleksi dan pembelian (selection and procurement), penyimpanan
(storage), pemesanan dan penyalinan (ordering and transcribing), persiapan dan penyaluran
(preparing and dispensing), pemberian (administration), pemantauan dan pelaporan
(monitoring and reporting). Namun kesalahan sering kali terjadi saat diresepkan dan

1
diberikan (Joint Commission International, 2007, dan Institute of Medicine, 2006 dalam
World Health Organization Collaborating Center for Patient Safety Solutions, 2007).

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang memerlukan perawatan
medis berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali
glikemik American Diabetes Association (ADA, 2018). Diabetes melitus merupakan kelainan
heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah disebut hiperglikemia.
Diabetes melitus (DM) dibagi menjadi tiga tipe, yakni DM tipe-1, DM tipe-2, DM tipe-3.
Pasien dengan diabetes melitus dapat diberikan medikasi baik dari diri sendiri maupun orang
lain. Medikasi tersebut dapat dilakukan dengan pemberian obat maupun self-management.
Dalam proses pemulihan, pasien diharapkan tetap menjaga pola hidup sehat seperti menjaga
pola makan, aktivitas yang cukup, manajemen stress yang baik, dan mengikuti manajemen
medikasi secara teratur. Proses medikasi yang dapat dilakukan adalah dengan kontrol rutin ke
pelayanan kesehatan, mengontrol gula darah dalam tubuh dikolaborasikan dengan pemberian
obat penurun diabetes. Pemberian medikasi sendiri harus di imbangi oleh tekad diri sendiri
untuk pulih ke dalam keadaan sehat. Tanpa tekad dan usaha yang kukuh, maka pemberian
medikasi tidak ada manfaatnya bagi pasien tersebut.

1.2 Tujuan

- Untuk mengetahui prinsip pemberian obat pada kasus diabetes mellitus

- Untuk mengetahui prosedur pemberian obat injeksi pada kasus diabetes mellitus

1.3 Manfaat

- Untuk dapat memahami terkait prinsip pemberian obat pada kasus diabetes mellitus

- Untuk dapat memahami dalam memberikan obat injeksi sesuai pada kasus diabetes
mellitus

- Untuk dapat menjadi bahan referensi dalam mengembangkan pemikiran atau


menambah informasi terkait prinsip pemberian obat atau

2
BAB II

KONSEP TEORI

2.1 Diabetes Mellitus

2.1.1 Konsep Diabetes Melitus

Diabetes melitus merupakan gangguan metabolisee glukosa yang disebabkan oleh gangguan
dalam tubuh. Tubuh dengan individu yang mengidap diabetes tidak cukup menghasilakn
insulis, sehingga menyebabkan kelebihan gluosa dalam darah

Diabetes melitus adalah gangguan metabolic yang tidak menular pada beberapa jutaan orang
di seluruh dunia. Hal ini terkait dengan komplikasi mikro dan makrovaskuler, hal ini juga
menjadi penyebab kematian.

Diabetes adalah kompleks, penyakit kronis yang membutuhkan perawatan medis


terus-menerus dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali glikemik
(ADA, 2016:1). Diabetes Melitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat
penurunan sekresi insulin yang progresif yang dilatarbelakangi oleh restensi insulin (Suyono,
2011).

Diabetes Mellitus adalah keadaan hiperglikemi kronik yang disertai berbagai kelainan
metabolik akibat gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada
mata, ginjal, saraf dan pembuluh darah (Rendy & TH, 2012). Diabetes melitus merupakan
kondisi kronis yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi glukosa darah disertai
munculnya gejala utama yang khas, yakni urine yang berasa manis dalam jumlah yang besar
(Bilous & Donelly, 2015). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik
dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya (PERKENI, 2015). Jadi dapat disimpulkan bahwa Diabetes melitus adalah
penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah yang terjadi
karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau keduanya.

3
2.1.2 Klasifikasi Diabetes Melitus

Klasifikasi etiologis DM menurut American Diabetes Association 2010 (ADA) dalam


(Ndraha 2014:10), dibagi dalam 4 jenis yaitu:

a) Diabetes mlitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM DM tipe 1 terjadi
karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat
sedikit atau tidak sama sekali. Sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida
yang jumlahnya 12 sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinis pertama dari
penyakit ini adalah ketoasidosis.

b) Diabetes melitus tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM Pada


penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa
masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya
kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor
insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan
mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya
sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta
pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi
perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi insulin yang terjadi
perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini
sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.

c) Diabetes melitus gestasional komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki


risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah
melahirkan. DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati
pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional
berhubungan dengan meningkatnya.

d) Diabetes melitus tipe lain DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek
genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik
lain.

4
Klasifikasi diabetes meliputi empat kelas klinis :

1. Diabetes Mellitus tipe 1 Hasil dari kehancuran sel β pankreas pada pulau-pulau
langherhans, biasanya menyebabkan defisiensi insulin yang absolut.

2. Diabetes Mellitus tipe 2 Hasil dari gangguan sekresi insulin yang progresif ynag menjadi
latar belakang terjadinya resistensi insulin.

3. Diabetes gestasional Melibatkan suatu kombinasi dari kemampuan reaksi dan pengeluaran
hormon insulin yang tidak cukup. Jenis diabetes ini terjadi selama kehamilan dan bisa saja
meningkat atau lenyap.

4. Diabetes tipe spesifik lain Misalnya : gangguan genetik pada fungsi sel β, gangguan
genetik pada kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas (seperti cystic fibrosis), dan yang
dipicu oleh obat atau bahan kimia (seperti dalam pengobatan HIV/AIDS atau setelah
transplantasi organ).

2.1.3 Etiologi

Etilogi atau penyebab Diabetes Melitus (DM) adalah yaitu genetik atau faktor keturunan,
yang mana penderita Diabetes Melitus yang sudah dewasa lebih dari 50% berasal dari
keluarga yang menderita Diabetes Melitus dengan begitu dapat dikatakan bahwa Diabetes
Melitus cenderung diturunkan, bukan ditularkan. Faktor lainnya yaitu nutrisi, nutrisi yang
berlebihan (overnutrition) merupakan faktor risiko pertama yang diketahui menyebabkan
Diabetes Melitus, semakin lama dan berat obesitas akibat nutrisi berlebihan, semakin besar
kemungkinan terjangkitnya Diabetes Melitus (dr Prapti dan Tim Lentera, 2003). Sering
mengalami stress dan kecanduan merokok juga merupakan faktor penyebab Diabetes
Melitus.

2.1.4 Gejala Diabetes Mellitus

Gejala diabetes mellitus digolongkan menjadi gejala akut dan gejala kronik. Gejala akut ini
adalah gejala yang umum muncul pada penderita diabetes mellitus seperti banyak makan
(polifagia), banyak minum (polidipsi), banyak kencing (polyuria) atau yang biasanya
disingkat 3P. Fase ini biasanya penderita menunjukan berat badan yang terus naik (bertambah
gemuk), karena pada saat ini jumlah insulin yang masih mencukupi, bila keadaan tersebut
tidak segera diobati, lama-kelamaan akan timbul gejala yang disebakan karena kurangnya

5
insulin seperti mual dan nafsu makan mulai berkurang. Kadang-kadang penderita DM tidak
menunjukan gejala akut (mendadak) tetapi baru menunjukan gejala sesudah beberapa bulan
atau beberapa tahun mengidap penyakit DM gejala seperti ini disebut gejala kronik. Gejala
kronik ini seperti kesemutan, kulit terasa panas atau seperti tertusuk – tusuk, rasa tebal dikulit
sehingga kalau berjalan seperti di atas bantal atau kasur, kram, mudah mengantuk, mata
kabur dan sering ganti kacamata, gatal di sekitar kemalauan, gigi mudah goyah dan mudah
lepas, dan kemampuan seksual menurun bahkan impoten (Misdiarly, 2006:14-17)

2.2 Pengobatan Diabetes Mellitus

Pengobatan diabetes mellitus sangat penting dalam menjaga kestabilan kadar gula darah
pasien guna mencegah terjadinya berbagai komplikasi akut dan kronik. Hal tersebut
dilakukan melalui empat pilar utama pengelolaan diabetes mellitus, yaitu:
Edukasi
Diabetes umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku setelah terbentuk dengan
kokoh. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri membutuhkan partisipasi aktif pasien,
keluarga dan masyarakat. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan
edukasi yang komprehensif yang meliputi:
1) Pemahaman tentang Penyakit DM
2) Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM
3) Penyulit DM
4) Intervensi farmakologis dan non-farmakologis
5) Hipoglikemia
6) Masalah khusus yang dihadapi
7) Cara mengembangkan system pendukung dan mengajarkan ketrampilan
8) Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan
Edukasi secara individual dan pendekatan berdasarkan penyelesaian masalah merupakan inti
perubahan perilaku yang berhasil 1 . Adapun perilaku yang diinginkan antara lain adalah:
1) Mengikuti pola makan sehat
2) Meningkatkan kegiatan jasmani

6
3) Menggunakan obat diabetes dan obat obat-obat pada keadaan khusus secara aman dan
teratur.
4) Melakukan Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data
yang ada

Perencanaan makan
Perencanaan makanan merupakan salah satu pilar pengelolaan diabetes. Faktor yang
berpengaruh pada respon glikemik makanan adalah cara memasak, proses penyiapan
makanan dan bentuk makanan serta komposisi makanan (karbohidrat, lemak dan protein),
yang dimaksud dengan karbohidrat adalah gula, tepung dan serat. Jumlah masukan kalori
makanan yang berasal dari karbohidrat lebih penting daripada sumber atau macam
karbohidratnya. Bertujuan untuk mempertahankan kadar normal glukosa darah dan lipid,
nutrisi yang optimal, serta mencapai/mempertahankan berat badan ideal. Adapun komposisi
makanan yang dianjurkan bagi pasien adalah sebagai berikut: karbohidrat 60-70%, lemak
20-25%, dan protein 10-15%.

Latihan jasmani
Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan latihan jasmani teratur (3-4 kali seminggu selama
kurang lebih 30 menit) merupakan salah satu pilar dalam pengelolaan diabetes tipe 2. Latihan
jasmani dapat menurunkan berat badan (jalan, bersepeda santai, jogging, berenang). Latihan
jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Perlu dibatasi atau
jangan terlalu lama melakukan kegiatan yang kurang gerak (menonton televisi).

Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan
pengaturan makan dan latihan jasmani.
berikut ini beberapa obat DM:
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 3 golongan :
1. Pemicu sekresi insulin ( insulin secretagogue ) : sulfniturea dan glinid
● Sulfonilrea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta
pancreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan
kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk

7
menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti orang tua,
gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskuler tidak
dianjurkan penggunaan sulfoniluria kerja panjang seperti klorpamid.
● Glinid Glinid
Merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfoniluria, dengan
meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah
pemberian secara oral dan dieksresinsecara cepat melalui hati.

2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindion


● Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati, di samping juga
memperbaiki ambilan glukosa perifer, dan terutama dipakai pada pasien DM gemuk.
● Tiazolidindion
Tiazolidindion (contoh : rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada peroxisome
proliferator activated receptor gamma (PPARý), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunnkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah pentranspor glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa
di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I
– IV karena dapat memperberat edema/resistensi cairan dan juga pada gangguan faal
hati.
3. Penghambat Glukosaidase Alfa ( Acarbose ) Obat ini bekerja dengan mengurangi
absorbs glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa
darah sesudah makan. Acarbose tidak mengakibatkan efek samping hipoglikemia.
Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulen.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan penanganan Diabetes Melitus


1) Karakteristik Individual
2) Edukasi dan pelatihan intensif tentang self-management training DM
3) Kegiatan jasmani dan kebiasaan olah raga
4) Pola diet dan perencanaan makan
5) Kepatuhan penderita dalam pengelolaan DM

8
2.3 Prinsip Pemberian Obat dalam Keperawatan

1. Benar Obat

Prinsip pertama dalam pemberian obat adalah untuk memeriksa dan memverifikasi apakah itu
nama dan bentuk obat yang benar. Waspadai nama obat yang mirip dan terdengar mirip.
Salah membaca nama obat yang terlihat serupa adalah kesalahan umum. Nama obat yang
mirip ini mungkin juga terdengar mirip dan dapat menyebabkan kesalahan terkait dengan
resep lisan. Lihat daftar obat-obatan yang mirip/ mirip suara pelafalan.

2. Benar Pasien

Tanyakan nama pasien dan periksa pita identitasnya sebelum memberikan obat. Meskipun
Anda tahu nama pasien itu, Anda tetap perlu bertanya hanya untuk memverifikasi.

3. Benar Dosis

Periksa lembar obat dan instruksi dokter sebelum memberi obat. Waspadai perbedaan antara
dosis dewasa dan anak.

4. Benar Rute Pemberian

Periksa pesanan apakah itu obat oral, IV, SQ, IM, dll.

5. Benar Waktu dan Frekuensi

Periksa kapan akan diberikan dan kapan terakhir kali diberikan.

6. Benar Dokumentasi

Pastikan untuk menuliskan waktu dan keterangan apa pun pada bagan dengan benar.

7. Benar Pengkajian dan Riwayat Pengobatan

Amankan salinan riwayat pasien untuk interaksi obat dan alergi.

8. Benar Informed Consent

Beri pasien otonomi yang cukup untuk menolak pengobatan setelah menjelaskan efeknya
secara menyeluruh.

9. Benar Interaksi dan Evaluasi Obat

9
Kaji setiap obat yang diberikan sebelumnya atau diet pasien yang dapat menghasilkan
interaksi buruk dengan obat yang akan diberikan. Periksa juga tanggal kadaluwarsa obat yang
diberikan.

10. Benar Pendidikan Kesehatan tentang Obat

Berikan pengetahuan yang cukup kepada pasien tentang obat apa yang akan diminumnya dan
apa saja efek samping dan terapi yang diharapkan.

10
BAB III

STUDI KASUS

Tn. Amin, 55 tahun di rawat di ruang Semeru dengan diagnosa medis diabetes mellitus. Klien
mendapat injeksi novorapid 3 x 4 mij per SC Klien terakhir mendapat suntikan insulin jam.
14.00 WIB.

11
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Gambaran penggunaan insulin

a. Tipe Insulin

Diabetes Mellitus yang tidak bisa terkontrol lagi dengan obat hipoglikemik oral maka
disarankan memakai insulin untuk mengontrol penyakitnya. Umumnya menggunakan Insulin
Pen untuk menyuntikkan insulin, tidak masalah alat apa yang digunakan untuk menyuntikkan
insulin, yang penting dapat mengontrol kadar gula darah.

b. Jenis Insulin

Dilihat hasil penelitian bahwa jenis insulin yang paling banyak digunakan adalah novomix
(74,2%). Novomix yaitu insulin kerja pendek yang diberikan pada penderita Diabetes
Mellitus. Mengandung suspensi netral belum tercampur, yang berisi insulin aspart kerja
pendek sebesar 30% dan protamine insulin aspart kerja menengah 70%. Insulin ini berefek
sekitar 10-20 menit setelah injeksi. Sama seperti semua insulin, durasi aksinya tergantung
pada dosis, tempat injeksi, aliran darah, suhu dan aktivitas pasien. Biasanya maksimum efek
akan berlangsung antara 1-4 jam setelah injeksi, dan efek berakhir sekitar 24 jam. Novorapid
menurunkan kadar gula darah setelah injeksi, sangat aman dan identik dengan insulin
manusia. novorapid adalah cairan injeksi yang mengandung insulin aspart

c. Dosis insulin

Kadar gula darah pasien akan berpengaruh juga pada dosis insulin yang diberikan, ketika
kadar gula darah responden sedang tinggi, maka dosis yang diberikan akan besar atau
dosisnya normal dengan frekuensi pemberian lebih sering dan setelah kadar gula darah
kembali normal, maka dosis insulin juga akan diturunkan perlahan-lahan hingga dosis yang
sesuai.

d. Tempat penyuntikan insulin

Walaupun penting pada setiap pemberian injeksi di area berbeda dalam satu lokasi (misalnya
perut), itu tidak baik merubah tempat tanpa didiskusikan terlebih dahulu dengan dokter atau
pembimbing Diabetes Mellitus.

12
e. Frekuensi Penggunaan Insulin

Penyuntikan pertama dilakukan pada pagi hari 30 menit sebelum sarapan pagi, dan yang
kedua 30 menit sebelum kana sore maupun malam. Itu dilakukan untuk menjaga kadar gula
darah setelah makan, oleh karena itu insulin tersebut disuntikkan 30 menit sebelum makan.
Hal tersebut dimaksudkan agar responden tidak terkena efek samping hipoglikemik.

f. Evaluasi penggunaan alat injeksi insulin oleh dokter/ahli kesehatan

dokter tidak hanya menanyakan status pasien kemudian memberi resep, dokter juga berperan
untuk memperbaiki perilaku pasien yang tidak benar dan mengevaluasi penggunaan obat oleh
pasien. Pasien juga harus aktif bertanya jika ada hal yang kurang diketahui, dengan demikian
akan tercipta keharmonisan antara pasien dan dokter.

4.2 Pemberian Injeksi pada Penderita Diabetes Mellitus

Insulin umumnya diberikan melalui injeksi subkutan. Untuk pemberian intensif


biasanya dianjurkan insulin injeksi subkutan 3-4 kali sehari. Setelah pasien mulai makan dan
minum, berikan insulin subkutan sebelum sarapan dan hentikan insulin intravena 30 menit
kemudian; dosis yang diperlukan mungkin 10–20% lebih banyak dari biasanya jika pasien
masih di tempat tidur atau belum pulih.

Pasien dengan diabetes mellitus tipe 1: dosis awalnya sekitar 50% dari total daily dose
(TDD). Insulin dibagi antara setiap makan sehari-hari dengan sisanya diberikan sebagai
insulin kerja panjang atau menengah (insulin basal). Sebagai aturan umum, TDD awal dapat
dihitung dengan menggunakan dosis kira-kira 0,4-0,5 unit/kg (atau dosis yang lebih
konservatif 0,2-0,4 unit/kg). Pemeliharaan TDD biasa: 0,4-1 unit/kg setiap hari dalam dosis
terbagi. Pasien dengan diabetes mellitus tipe 2: Dosis awalnya adalah 4 unit setiap hari;
jumlah suntikan dan titrasi selanjutnya didasarkan pada target glikemik individu. Penyesuaian
dosis mungkin diperlukan dengan perubahan aktivitas fisik, pola makan, fungsi ginjal atau
hati atau penyakit penyerta.

● Sebelum menggunakan, periksa produk ini secara visual untuk partikel atau
perubahan warna. Jika salah satunya ada, jangan gunakan insulin. Insulin aspart harus
jernih dan tidak berwarna.

13
● Sebelum menyuntikkan setiap dosis, bersihkan lokasi suntikan dengan alkohol. Ubah
tempat Anda menyuntik setiap kali untuk mengurangi risiko masalah atau kerusakan
di bawah kulit (misalnya, lubang/benjolan atau kulit menebal). Insulin aspart dapat
disuntikkan di daerah perut, paha, bokong, atau bagian belakang lengan atas. Jangan
menyuntikkan ke kulit yang merah, bengkak, gatal, atau rusak. Jangan menyuntikkan
insulin dingin karena ini bisa menyakitkan.
● Suntikkan obat ini di bawah kulit seperti yang diarahkan oleh dokter Anda, biasanya 5
hingga 10 menit sebelum makan. Jangan menyuntikkan ke pembuluh darah atau otot
karena gula darah yang sangat rendah (hipoglikemia) dapat terjadi. Karena insulin ini
bekerja cepat, jangan gunakan insulin aspart jika Anda tidak dapat makan segera
setelah injeksi atau jika Anda memiliki gula darah rendah. Tidak makan tepat setelah
dosis insulin ini dapat menyebabkan gula darah rendah (hipoglikemia). Pemberian
insulin aspart ke dalam vena hanya boleh dilakukan oleh profesional perawatan
kesehatan.
● Jika Anda diarahkan untuk menyuntikkan insulin ini dengan pompa infus, baca
instruksi manual dan petunjuk yang disertakan dengan pompa infus. Jika Anda
memiliki pertanyaan, tanyakan profesional perawatan kesehatan Anda. Hindari
memaparkan pompa atau tabungnya ke sinar matahari langsung atau sumber panas
lainnya. Jangan mengencerkan insulin jika Anda menggunakan pompa insulin.
● Obat ini dapat dicampur dengan produk insulin tertentu lainnya seperti insulin NPH.
Selalu tarik insulin aspart ke dalam jarum suntik terlebih dahulu, lalu ikuti dengan
insulin yang bekerja lebih lama. Jangan pernah menyuntikkan campuran insulin yang
berbeda ke dalam vena. Konsultasikan dengan ahli kesehatan Anda tentang metode
yang tepat untuk mencampur insulin dan cara yang tepat untuk menyuntikkan
campuran insulin. Jangan mencampur insulin jika Anda menggunakan pompa insulin.
● Jika Anda diarahkan untuk menambahkan cairan pencampur ke insulin aspart sebelum
digunakan (pengenceran), tanyakan kepada ahli kesehatan Anda tentang cara yang
benar untuk mengencerkan insulin.
● Jangan mengganti merek atau jenis insulin tanpa petunjuk cara melakukannya dari
dokter. Jangan berbagi alat injeksi insulin Anda dengan orang lain, meskipun
jarumnya diganti. Pelajari cara menyimpan dan membuang persediaan medis dengan
aman.
● Dosis didasarkan pada kondisi medis Anda dan respons terhadap pengobatan. Ukur
setiap dosis dengan sangat hati-hati karena bahkan perubahan kecil dalam jumlah

14
insulin dapat memiliki efek besar pada gula darah Anda. Periksa gula darah Anda
secara teratur seperti yang diarahkan oleh dokter Anda. Pantau hasil Anda dan
beritahukan dokter Anda. Ini sangat penting untuk menentukan dosis insulin yang
tepat.
● Gunakan obat ini secara teratur untuk mendapatkan manfaat maksimal darinya. Untuk
membantu Anda mengingat, gunakan pada waktu yang sama setiap hari. Beri tahu
dokter Anda jika kondisi Anda tidak membaik atau memburuk (gula darah Anda
terlalu tinggi atau terlalu rendah).

4.3 Dosis dan Prosedur Pemberian Injeksi

a. Dosis

Dosis bersifat individual biasanya 0,5-1 IU/kg berat badan per hari, disuntikan secara
subkutan sesaat sebelum makan.

b. Prosedur Pemberian Injeksi

1. Cuci tangan dengan air dan sabun.

2. Siapkan pen insulin yang akan digunakan (apabila baru dikeluarkan dari lemari pendingin,
tunggu suhu insulin hingga suhu kamar baru bisa digunakan), dan lepaskan penutup pen
insulin.

3. Jika insulin terlihat keruh, putar/gulung pen diantara kedua telapak tangan.

4. Ambil jarum dan buka kertas penutup jarum (jangan sentuh jarum dengan tangan secara
langsung), kemudian pasang pada pen insulin dengan cara memutar jarum pada ujung
(tempat meletakkan jarum) pen insulin.

5. Lepaskan kemasan plastik dan penutup jarum insulin.

6 Hilangkan gelembung udara dengan cara memutar tombol dosis (1 atau 2 unit), kemudian
arahkan pena hingga jarum mengarah tegak lurus ke atas dan tekan tombol dosis hingga
insulin muncul /terlihat di ujung jarum. Setelah itu, posisikan dosisi ke nol (0).

7. Kemudian, putar tombol dosis sesuai dengan aturan dosis yang diberikan.

15
8. Pilih lokasi tubuh yang akan disuntikkan insulin (Biasanya pada bagian perut, paha, atau
lengan atas. Tidak dianjurkan untuk menyuntik pada lokasi yang sama terus-menerus dan
harus dilakukan rotasi lokasi suntik) dan usap dengan alkohol, kemudian tunggu sampai
alkohol kering.

9. Pegang pen dengan 4 jari dan jempol diletakkan pada tombol dosis, cubit bagian kulit yang
akan disuntik.

10. Suntikkan dengan posisi 90 derajat, lepaskan cubitan dan tekan tombol dosis dengan
jempol hingga berhenti (klep dosis akan kembali ke nol),kemudian biarkan selama 5-10 detik
agar insulin tidak tumpah.

11. Setelah selesai, lepaskan jarum dari pen dan buang jarum pada tempat yang aman.

4.4 Manfaat pemberian Injeksi Pada Penderita Diabetes Melitus

Terapi insulin wajib diberikan pada penderita DM tipe I pada penderita DM II, sekitar
40% juga harus menjalani terapi insulin. Tes gula darah dapat secara efektif menanamkan
jumlah insulin yang dibutuhkan setiap harinya. Menurut Ruslan (2008) terapi insulin yang
dianjurkan adalah saat pagi hari sebelum sarapan, dua jam setelah makan, dan malam hari
sebelum tidur. Selain itu, diperlukan pula pengukuran pada saat tertentu, misalnya
pengukuran yang lebih ketat jika terjadi hipoglikemia, saat sebelum olahraga, dan pada
kehamilan. Pengobatan diabetes bisa dikatakan berhasil jika glukosa darah puasa adalah 80
sampai 109 mg/dl, kadar glukosa darah dua jam adalah 80 sampai 144 mg/dl, dan kadar HB
Al e kurang dari tujuh persen. Pengukuran hemoglobin (lib) terglikosilasi HBAl c (Ale)
adalah cara yang paling akurat untuk menentukan tingkat ketinggian gula darah selama dua
sampai dua bulan terakhir. Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang mengangkut
oksigen. Salah sam jenis dari Hb adalah HbA dan HbS c merupakan sub dpe spesifik dari
HbA, (Ruslianti, 2008). Semakin tinggi kadar glukosa darah, akan semakin cepat HbAlc
terbentuk, yang mengakibatkan tingginya kadar HbAlc. HbAlc ini juga merupakan
pemeriksaan meninggal terbaik untuk menilai risiko terhadap kerusakan jaringan yang
disebabkan oleh tingginya kadar gula darah. Contohnya, pada syaraf dan pembuluh darah
kecil di mala dan ginjal. Selain itu, juga bisa menilai risiko terhadap komplikasi penyakit
diabetes.

16
Pada pasien DMTl , pemberian insulin yang dianjurkan adalah injeksi harian multipel
dengan tujuan mencapai kendali kadar glukosa darah yang baik. Selain im, pemberian dapat
juga dilakukan dengan menggunakan pompa insulin {continuous subcutaneous insulin
infusion, CSII). Ada beberapa cara untuk memulai dan menyesuaikan dosis terapi insulin
umk pasien DMT2. Salah sam cara yang paling mutakhir dan dapat dipakai sebagai acuan
adalah hasil Konsensus PERKENI 2006 dan Konsensus ADA-EASD tahun 2006. Sebagai
pegangan, jika kadar glukosa darah tidak terkontrol dengan baik, Hba1c>7,5 %) dalam
jangka waktu 3 bulan dengan 2 obat oral, maka sudah ada indikasi untuk memulai terapi
kombinasi obat antidiabetik oral dan insulin. Pada keadaan tertentu dimana kendali gUk etnik
amat buruk dan disertai kondisi kataboLIsme, seperti kadar glukosa darah puasa > 250
mg/dl,kadar glukosa darah acak menetap > 300 mg/dl, Hb Alc > 10 %, atau ditemukan
ketonuria, maka terapi insulin dapat mulai diberikan bersamaan dengan intervensi pola hidup.
Selain im, terapi insulin juga dapat langsung diberikan pada pasien D M yang memiliki gejala
nyata (poliuria, polifagia dan penurunan berat badan). Kondisi-kondisi tersebut sering
ditemukan pada pasien DMT l atau DMT2 dengan defisiensi insulin yang berat. Apabila
gejala Hilang, obat antidiabetik oral dapat ditambahkan dan penggunaan insuLIn dapat
dihentikan. Seperti telah diketahui, pada pasien D M terjadi gangguan sekresi insuLIn basal
dan prandial untuk mempertahankan kadar glukosa darah dalam batas normal baik pada
keadaan puasa maupun setelah makan. Dengan demikian bahwa hakikat pengobatan D M
adalah menurunkan kadar glukosa darah baik puasa maupun setelah makan. Dalam rangka
mencapai sasaran pengobatan yang baik, maka diperlukan insuLIn dengan karakteristik
menyerupai orang sehat, yaitu kadar insuLIn yang sesuai dengan kebutuhan basal dan
prandial. Pemberian insuLIn basal, selain insuLIn prandial, merupakan salah satu strategi
pengobatan untuk memperbaiki kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan. Oleh karena
glukosa darah setelah makan merupakan keadaan yang dipengaruhi oleh kadar glukosa darah
puasa, maka diharapkan dengan menurunkan kadar glukosa darah basal, kadar glukosa darah
setelah makan juga ikut mrun.

4.5 Efek samping pemberian Injeksi Insulin pada Penderita Diabetes Melitus

Suntikan insulin menyebabkan sel-sel dalam tubuh menyerap lebih banyak glukosa
dari aliran darah. Akibatnya, jika suntikan insulin terlalu banyak atau disuntikkan pada waktu
yang salah dapat menyebabkan penurunan gula darah yang berlebihan. Jika kadar gula darah

17
seseorang turun terlalu rendah, mereka mungkin mengalami gejala, seperti pusing, kesulitan
berbicara, kelelahan, kebingungan, kulit pucat, berkeringat, otot-otot berkedut, kejang,
sampai hilang kesadaran. Memiliki jadwal insulin yang tepat waktu sangat penting untuk
menjaga kadar gula darah dalam kisaran yang sehat. Seorang dokter mungkin meresepkan
insulin yang bertindak pada kecepatan yang berbeda untuk menjaga kadar glukosa darah
seseorang lebih konsisten.

Efek samping dari penggunaan Insulin adalah :

1. Berat badan bertambah

Efek samping suntik insulin bagi penderita diabetes yang pertama adalah
menyebabkan kenaikan berat badan. efek samping ini terjadi karena sel tubuh yang
disuntikkan insulin reguler dapat bermetabolisme kembali. Suntik insulin membantu
transport (membawa) gula dari darah menuju ke sel. Jadi semisal disuntikkan, insulin
membantu gula darah masuk ke dalam sel, sehingga sel bisa bermetabolisme. Hal
inilah yang nantinya menyebabkan kenaikan berat badan.

2. Hipoglikemia

Penderita diabetes tipe 1 dan 2 membutuhkan insulin reguler untuk mengontrol gula
darah. Suntik insulin reguler dapat menurunkan kadar gula darah tinggi. Namun jika
menggunakan terlalu banyak insulin daripada yang dibutuhkan tubuh, hal ini justru
dapat menyebabkan kondisi hipoglikemia.Dilansir dari Mayo Clinic, hipoglikemia
merupakan kondisi gula darah rendah di bawah ambang batas normal 70 mg/dL.
Salah satu efek samping injeksi insulin berlebih ini menyebabkan Anda mengalami
sejumlah gejala, di antaranya :

● Berkeringat
● Pusing atau sakit kepala ringan
● Mudah lapar
● Detak jantung cepat
● Kesemutan di area tangan, kaki, bibir, atau lidah
● Sulit berkonsentrasi
● Penglihatan kabur
● Bicara cadel
● Perubahan suasana hati seperti mudah cemas dan marah

18
3. Iritasi dan Alergi

Suntik insulin reguler dapat menyebabkan reaksi kulit berupa iritasi dan alergi di area
penyuntikan. Kondisi ini dapat menyebabkan kulit menyusut, menebal, kemerahan,
bengkak, atau gatal. Tidak disarankan untuk menyuntikkan insulin di area kulit yang
mengalami iritasi atau alergi. Iritasi ringan kulit akan hilang dalam beberapa hari
maupun pekan. Namun, kondisi ini juga dapat memburuk dan tidak kunjung hilang.

4. HIpokalemia

Suntik insulin reguler juga membantu memindahkan kalium ke dalam sel.


Berdasarkan Healthgrades, efek samping suntik insulin reguler dapat menyebabkan
hipokalemia. Hipokalemia merupakan kondisi rendahnya kadar kalium di dalam
darah. Gejalanya meliputi kelelahan, kram otot, hingga sembelit. Jika tidak segera
diatasi, efek samping suntik insulin ini dapat menyebabkan masalah pernapasan,
gangguan fungsi jantung hingga memicu kematian.

5. Pembengkakkan tangan dan kaki

Efek samping suntik insulin dalam jangka panjang dapat menyebabkan


pembengkakan di area kaki dan tangan. kondisi ini bukan dipengaruhi langsung oleh
insulin, melainkan akibat komplikasi yang dialami penderita diabetes. Bengkak yang
dialami penderita diabetes terjadi karena gangguan kontraksi jantung, pembuluh
darah, dan lainnya. Hal ini bisa bikin sirkulasi darah terganggu sehingga
menyebabkan bengkak di kaki dan tangan Bengkak juga bisa terjadi pada penderita
diabetes yang mengalami gangguan ginjal, dia menambahkan.Selain menyebabkan
bengkak, gangguan jantung membuat diabetesi berisiko tinggi mengalami sesak
napas.

19
BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Menjadi seorang perawat harus memiliki sikap berpikir kritis, hal ini diharapkan agar
perawat tersebut mampu mengkaji efektifitas obat yang diberikan serta mendeteksi efek
samping yang mungkin terjadi setelah melakukan pemberian medikasi dilakukan (Asperheim,
Eisenhauer,1973). Pemberian medikasi merupakan suatu proses yang memerlukan
pengetahuan tentang klien serta saat melakukan proses keperawatan, yaitu pada tahap
pengkajian, perencanaan, pemberian/ administrasi medikasi, evaluasi, dan dokumentasi
(College of Nurses of Ontario, 2008). Pemberian medikasi tidak boleh dilakukan dengan
sembarangan. Perlu pengetahuan tenaga kesehatan yang memadai dalam pemberiannya agar
tidak merugikan pihak manapun. Kesalahan medikasi dapat mengancam keselamatan pasien.
Kesalahan tersebut tidak sekedar mengakibatkan cedera dan kematian pasien, namun juga
dapat meningkatkan biaya yang harus ditanggung Rumah Sakit.

Diabetes Melitus adalah penyakit kronis yang kompleks yang memerlukan perawatan
medis berkelanjutan dengan strategi pengurangan risiko multifaktorial di luar kendali
glikemik American Diabetes Association (ADA, 2018). Proses medikasi yang dapat
dilakukan adalah dengan kontrol rutin ke pelayanan kesehatan, mengontrol gula darah dalam
tubuh dikolaborasikan dengan pemberian obat penurun diabetes. Pengobatan diabetes
mellitus sangat penting dalam menjaga kestabilan kadar gula darah pasien guna mencegah
terjadinya berbagai komplikasi akut dan kronik.

5.2 Saran
Makalah ini dibuat agar pembaca mengetahui dan memahami mengenai Penyakit
diabetes melitus dan tingkat-tingkatannya. Kemudian bagi perawat makalah ini diharapkan
dapat menjadi salah satu referensi dalam prinsip pemberian medikasi penyakit diabetes
melitus.

20
DAFTAR PUSTAKA

Indracahyani, A. (2010). Keselamatan Pemberian Medikasi. Jurnal Keperawatan Indonesia,


13(2), 105-111.

Prapti Utami dan Tim Lentera., 2003. Tanaman Obat Untuk Mengatasi Diabetes Mellitus.
Jakarta: AgroMedia Pustaka

Misnadiarly. 2006. Diabetes Mellitus : Ulcer, Infeksi, Ganggren. Penerbit Populer Obor,
Jakarta.

ADA (American Diabetes Association). 2016. Standards of Medical Care in Diabetes 2016.
Diabetes Care,39;1.

Ndraha, S. 2014. Diabetes Mellitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini. Depertemen Penyakit
Dalam. Fakultas Kedokteran Univeritas Krida Wacana Jakarta. Vol (27). No (2).

Naibaho, A. O. (2019). Berpikir Kritis dalam Pemberian Medikasi di Rumah Sakit.

Windani, C., Abdul, M., & Rosidin, U. (2019). Gambaran Self-Manajemen Pada Pasien
Diabetes Melitus Tipe Ii Di Puskesmas Tarogong Kabupaten Garut. Jurnal Kesehatan
Komunitas Indonesia, 15(1).

Handayani, D. S., Yudianto, K., & Kurniawan, T. (2013). Perilaku self-management pasien
diabetes melitus (DM). Jurnal Keperawatan Padjadjaran, 1(1).

Putra, R. A. H., & Sri Hardi Wuryaningsih, P. (2017). TINGKAT STRESS DAN
MEKANISME KOPING PADA KLIEN DIABETES MELITUS DI WILAYAH KERJA
PUSKESMAS PACAR KELING SURABAYA. Jurnal keperawatan, 10(3), 133-139.

https://mediaperawat.id/prinsip-10-benar-pemberian-obat-yang-harus-diketahui-perawat/

21

Anda mungkin juga menyukai