Anda di halaman 1dari 1

Nama : Intania Putri Dwilia Gumilar

NPM : 180210200025

Hubungan Estetika dengan Manusia dan Budaya

Estetika dapat diartikan sebagai teori tentang keindahan. Secara etimologis, istilah
“estetika” berasal dari bahasa Latin “aestheticus” atau bahasa Yunani “aestheticos” yang
artinya merasa atau hal-hal yang dapat diserap oleh panca indera manusia. Menurut Herbert Read
keindahan adalah kesatuan dan hubungan hubungan bentuk yang terdapat diantara pencerapan
pencerapan indrawi kita. Pada umumnya orang beranggapan bahwa yang indah adalah seni atau
bahwa seni akan selalu indah, dan bahwa yang tidak indah bukanlah seni. Pandangan semacam
ini akan menyulitkan masyarakat dalam mengapresiasi seni, sebab seni tidak harus selalu indah,
menurut pendapat Herbert Read.
Keindahan bukan melulu pada bentuk karya seni modern yang hanya memberikan batas
pada nilai karya seni. Sedangkan keindahan sehari dari masyarakat representasi pada sebuah
budaya dan tradisi. Bahwa keindahan itu adalah bagian dari hidup manusia, yang menyangkut
sesuatu yang baik. Bukan pada bentuk karya seni tapi juga pada prilaku masyarakatnya. Karena
indah, bagus itu baik dan benar dalam sebuah penuturan di dalam kehidupan masyarakat.
Seni yang merupakan hasil budaya dari manusia yang disebut juga unsur-unsur
kebudayaan tidak serta merta hanya berbentuk yang indah-indah saja, seni juga dapat berupa
suatu objek buatan manusia yang unik, menyeramkan, antik, dan tidak melulu hal yang memilki
nilai keindahan akan tetapi memiliki kesan dihati oran lain sebagai penikmat seni.
Budaya yang estetika ditandai dengan adanya unsur keindahan di dalamnya. Akan tetapi,
sesuatu yang bernilai indah bagi seseorang belum tentu bernilai yang sama bagi orang lain. Ini
berart nilai estetika memiliki sifat yang subjektif, dimana individu yang satu tidak bisa memaksa
individu yang lainnya untuk mengakui keindahan suatu budaya sebagaimana pandangan kita.
Nilai-nilai estetika lebih menitikberatkan kepada perasaan, bukannya pernyataan.
Manusia cenderung menyukai hal-hal yang memiliki keindahan. Hal ini mendorong
manusia berusaha berestetika dalam berbudaya. Namun, kembali lagi kepada hakikat estetika
bahwasanya budaya yang dianggap indah oleh diri sendiri belum tentu indah bagi individu
lainnya. Oleh karena itu, estetika berbudaya tidak semata-mata harus memenuhi nilai-nilai
keindahan. Estetika berbudaya mengharuskan manusia untuk menghargai keindahan budaya
yang dihasilkan oleh manusia yang lain.

Referensi:

Teng HMBA. Filsafat Kebudayaan dan Sastra. J Ilmu Budaya. 2017;5(1):69–75.

Surajiyo. Keindahan Seni dalam Perspektif Filsafat. J Desain. 2015;02(03):161–162.


https://journal.lppmunindra.ac.id/index.php/Jurnal_Desain/article/view/581

Anda mungkin juga menyukai