Anda di halaman 1dari 7

Nama : Anastasia Kezia Putri Nugroho

NPM : 2306151951
Dosen Pengampu : Prof. Dr. dra. Evi Martha, M.Kes.
Topik : Interaksi Sosial

A. Pengertian Interaksi Sosial

Secara umum, interaksi sosial didefinisikan sebagai hubungan yang


dinamis, ditandai dengan terjadinya hubungan antarpersonal, antara
kelompok yang satu dengan kelompok lainnya, maupun antara individu
dengan suatu kelompok. Sebagai makhluk sosial, seseorang akan sulit
bertahan hidup apabila ia tidak menjalin interaksi dengan individu lainnya
(Xiao, 2018). Sejalan dengan pemahaman tersebut, seseorang sosiolog
Kanada, Erving Goffman, berpendapat bahwa masyarakat terbentuk
karena adanya interaksi di antara anggotanya. Tanpa terjadinya interaksi,
maka manusia akan mengalami kesulitan dalam memahami ranah sosial.
Interaksi sosial dalam penerapannya dapat dipahami melalui
berbagai pengertian. Beberapa di antaranya adalah:

1. Menurut Ahmadi (2002), interaksi sosial merupakan suatu


hubungan antara dua individu atau lebih, di mana kelakuan
individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau
memperbaiki kelakuan individu yang lain atau sebaliknya.
2. Menurut H. Bonner (dalam Gerungan, 2010: 62), interaksi
sosial merupakan suatu hubungan antara dua atau lebih
individu, di mana kelakuan individu yang satu
memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan
individu lainnya, atau sebaliknya. Rumusan ini pada
dasarnya mendeskripsikan keberlangsungan hubungan
timbal balik dalam interaksi sosial dua atau lebih manusia
tersebut. Menurut Hartman (1956), terdapat dua jenis
penyesuaian diri dalam interaksi sosial, yakni aloplastis dan
autoplastis. Penyesuaian dengan mengubah diri sendiri
menurut lingkungannya (dalam hal ini individu lain)
disebut autoplastis. Sementara itu, penyesuaian dengan
mengubah lingkungan sesuai dengan keinginan sendiri
disebut alloplastis.
3. Menurut Anagoro dan Widiyanti (1990), interaksi sosial
adalah kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa
adanya interaksi sosial tidak mungkin ada kehidupan
bersama. Pergaulan hidup terjadi jika individu atau
kelompok bekerja sama, saling bicara, dan seterusnya untuk
meraih tujuan bersama.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan oleh


tokoh-tokoh tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial
merupakan hubungan antara dua orang atau lebih yang di dalamnya
melibatkan terjadinya hubungan saling memengaruhi.
Sukanto (dalam Rahayu, 2016) menjelaskan bahwa interaksi sosial
terjadi karena dua syarat, yakni:

1. Kontak Sosial
Terjadinya kontak sosial bukan berarti juga harus
disertai oleh kontak fisik karena tanpa adanya kontak fisik
pun individu tetap dapat menjalankan hubungan sosial.
Kontak sosial dibedakan menurut sifatnya, yakni kontak
sosial positif dan negatif.

2. Komunikasi
Komunikasi secara umum dipahami sebagai proses
penyampaian informasi. Seperti halnya kontak sosial,
komunikasi pada dasarnya dapat memberikan dampak
positif bagi setiap individu atau kelompok yang terlibat di
dalamnya. Dampak positif komunikasi dalam konteks ini
dapat berupa kesamaan pemahaman atau kerja sama.
Namun, sama halnya dengan kontak sosial, komunikasi
juga dapat menimbulkan dampak negatif berupa
kesalahpahaman yang memicu perpecahan.

B. Interaksi Sosial: Asosiatif dan Disosiatif

Dalam penerapan interaksi sosial, umumnya individu-individu


yang terlibat dalam interaksi akan merasakan suatu dampak, entah itu
positif atau negatif.

1. Pola Interaksi Asosiatif


Interaksi sosial asosiatif merupakan bentuk interaksi
sosial positif yang mengarah pada kesatuan dan kerja sama.
Menurut Soekanto (2013), pola interaksi asosiatif terbagi ke
dalam kerja sama (cooperation), akomodasi
(accomodation), dan asimilasi (assimilation).

a. Kerja sama (cooperation)


Kerja sama dalam interaksi sosial
merupakan suatu usaha bersama antara individu
atau kelompok manusia untuk mencapai satu atau
beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama dapat
berkembang apabila seseorang digerakkan untuk
mencapai suatu tujuan bersama dan harus ada
kesadaran bahwa tujuan tersebut pada akhirnya akan
memberikan manfaat bagi semua orang yang
terlibat. Mengenai kerja sama, terdapat lima bentuk
kerja sama yang dapat ditemukan dalam kehidupan
sehari-hari, yakni:

1) kerukunan (mencakup gotong royong dan


tolong menolong),
2) bargaining (merupakan pelaksanaan
perjanjian mengenai pertukaran barang dan
jasa antara dua orang atau lebih),
3) co-optation (merupakan proses penerimaan
unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi
untuk mencegah terjadinya kegoncangan
organisasi yang bersangkutan),
4) koalisi (merupakan kombinasi antara dua
organisasi atau lebih yang memiliki tujuan
sama), dan
5) joint-venture (berbentuk kerja sama dalam
pengusahaan proyek tertentu)

b. Akomodasi
Akomodasi merupakan suatu proses dalam
hubungan-hubungan sosial yang sama artinya
dengan “adaptasi” yang kerap digunakan oleh ahli
biologi untuk merujuk suatu proses ketika makhluk
hidup menyesuaikan dirinya dengan alam sekitarnya
(Rahayu, 2016). Jadi, akomodasi dapat dipahami
sebagai suatu proses di mana individu atau
kelompok manusia yang awalnya saling
bertentangan menjalani penyesuaian diri untuk
mengatasi ketegangan. Akomodasi pada hakikatnya
merupakan salah satu upaya untuk mengakhiri
pertentangan tanpa harus menghancurkan pihak
lawan.

c. Asimilasi
Asimilasi adalah proses sosial yang ditandai
dengan usaha mengurangi perbedaan yang terdapat
di antara individu atau kelompok dan juga meliputi
usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap,
dan proses mental dengan cara memperhatikan
kepentingan dan tujuan bersama, sehingga kelak
dapat mencapai integrasi.

2. Pola Interaksi Disosiatif


Interaksi sosial disosiatif merupakan bentuk
interaksi sosial yang mengarah pada konflik dan
perpecahan, baik antarindividu maupun kelompok. Menurut
Soekanto (2013), pola interaksi sosial disosiatif terdiri dari
persaingan (competition), kontravensi (contravention), dan
pertentangan atau pertikaian (conflict).

a. Persaingan (competition)
Persaingan merupakan suatu proses sosial
yang di dalamnya terdapat individu atau kelompok
yang saling bersaing untuk mencari keuntungan
melalui bidang-bidang kehidupan yang pada suatu
masa menjadi tren dengan cara menarik perhatian
publik atau menegaskan prasangka yang sudah
terbangun, tanpa ada ancaman atau kekerasan
(Rahayu, 2016).
b. Kontravensi (contravention)
Kontravensi merupakan wujud proses sosial
yang berada di antara persaingan dan pertentangan.
Kontravensi terbagi menjadi empat kategori, yakni
kontravensi antarmasyarakat, antagonisme
keagamaan, kontravensi intelektual, dan oposisis
moral. Beberapa bentuk kontravensi dapat
ditunjukkan melalui penolakan, keengganan,
perlawanan, perbuatan menghalang-halangi, protes,
gangguan, kekerasan, pengacauan rencana, memaki,
mencerca, memfitnah, menghasut, membocorkan
rahasia, dan pengkhianatan.

c. Pertentangan atau Pertikaian (conflict)


Pertentangan atau pertikaian merupakan
proses sosial yang di dalamnya terdapat beberapa
individu atau kelompok yang berusaha mencapai
tujuannya dengan cara menentang pihak lawan
melalui ancaman atau kekerasan. Terjadinya
pertentangan dapat disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti perbedaan individu, kebudayaan,
kepentingan, dan sosial.
Referensi

Suryani, E.O. (2013) Bentuk Interaksi Sosial Masyarakat Pasca Pemilihan Dukuh
di Dusun Nogosari, Desa Sidokarto, Kecamatan Godean, Kabupaten
Sleman Yogyakarta Tahun 2009. Tersedia pada:
http://eprints.uny.ac.id/21431/.

Nurwahid, A. et al. (n.d.) Isu-isu Dilema Autoplastic dan Alloplastic [SPADA

UNS].

Xiao, A. (2018) “Konsep Interaksi Sosial dalam Komunikasi, Teknologi,


Masyarakat,” Komunika: Jurnal Komunikasi, Media dan Informatika
[Preprint]. Tersedia pada: https://doi.org/10.31504/komunika.v7i2.1486.

Sandy, A. (2018) Pengaruh Interaksi Sosial dalam Belajar Terhadap Prestasi


Belajar. Skripsi. Universitas Siliwangi.

Rahayu, A. (2016) Pola Interaksi Sosial Anak Asuh dalam Konteks Kesehatan
Sosial (Studi di UPTD Kampung Anak Negeri, Kota Surabaya). Skripsi.
Universitas Airlangga.

Anda mungkin juga menyukai