Anda di halaman 1dari 13

LEMBAR KERJA MAHASISWA 3 (Tutorial Skenario 3)

UNIVERSITAS JEMBER KODE DOKUMEN


FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
PRODI KEDOKTERAN GIGI FORM PP-05

LEMBAR KERJA MAHASISWA


Dosen Pengampu Mata Kuliah : drg. Muhammad Nurul Amin, M.Kes
Pokok Bahasan : Fenomena Pluralitas Sosial Budaya
Model Pembelajaran : Case Method

IDENTITAS MAHASISWA
Nama/NIM/Kelas Andrias Safa Ramadhani (221610101034) (Ketua)
Nama Anggota Afanindya Bias Maharani (221610101032)
kelompok Ni Luh Kadek Ardhia Swari Pradnyani (221610101033)
Andrias Safa Ramadhani (221610101034) (Ketua)
Prafajrin Alibyya Vianesha (221610101035) (Scriber)
Farah Rizka Salsabila (221610101036)
Ananda Meysy Ulfa Lendri (221610101037)
Hanif Khalisha (221610101038)
Ma’rifatu Qolbi (221610101039)
Ifadhah Rachmah Hanifiyah (221610101040)
Irma Cahyani Malau (221610101042)
Pertemuan Ke 12
Hari/Tanggal Kamis/8 September 2022

BAHAN DISKUSI
Bacalah dengan seksama kasus pada skenario 1. Diskusikan dengan metode seven jumps, untuk
menganalisis dan memecahkan berbagai masalah pada kasus skenario 1. Tutorial pertemuan I
melaksanakan step 1-5 untuk mendapatkan tujuan pembelajaran, dilanjutkan step 6 (belajar
mandiri) dan tutorial pertemuan II melaksanakan step 7 untuk membahas tujuan pembelajaran.
Gunakanlah literatur yang telah tertulis pada modul, atau mencari di media lain yang bisa
dipertanggung jawabkan. Buat laporan sesuai format dan persiapkan PPT untuk melakukan
presentasi pada saat pleno.

Skenario 3
FENOMENA PLURALITAS SOSIAL BUDAYA
Mahasiswa yang ada di Fakultas Kedokteran Gigi berasal dari berbagai daerah dan mempunyai
latar belakang status sosial-ekonomi, agama dan latar belakang etnis yang berbeda. Perbedaan
itu rawan menimbulkan konflik sehingga pihak universitas berusaha mencegah dengan cara
memberikan pendidikan multikultural dalam program Orientasi Kampus. Akan tetapi, ada saja
kasus berbau SARA. Pada suatu hari Paijo mahasiswa dari salah satu daerah berkelahi dengan
Randi, mahasiswa dari daerah lain. Perkelahian tersebut dipicu saling ejek mengenai latar
belakang etnis masing-masing. Ada pula Vallen salah seorang mahasiswi yang dikenal suka
pilih-pilih teman. Ia hanya mau bergaul dengan teman-teman dari kelas sosial-ekonomi tinggi
dan enggan berkomunikasi dengan teman-teman lain. Ia pun sering pergi menghindari teman-
teman dengan latar belakang budaya tertentu dan berprasangka bahwa mereka adalah orang-
orang miskin yang kasar.. Apabila ia berada dalam satu kelompok dengan mereka, tak segan-
segan ia minta dipindahkan ke kelompok lain. Jika tetap harus berada di kelompok itu, ia tak
mau bekerja sama.

Identifikasikanlah masalah-masalah yang ada dalam kasus di atas, penyebab dan dampaknya
bagi pihak-pihak yang terlibat. Diskusikan pula bagaimana mengatasi masalah semacam itu !

HASIL DISKUSI
Tulislah hasil diskusi tutorial skenario 1 dalam bentuk laporan yang yang terdiri dari A.
Skenario, B. Clarifying unfamiliar terms, C. Problem definition, D. Brainstorming, E.
Analysing the problem, F. Learning objective, G. Reporting/generalization dan H. Daftar
pustaka. Unggahlah laporan tutorial tersebut pada assignment di e-learning sister.

I. STEP 1 (Identifikasi Kata Sulit)


1. Sosial ekonomi = Kedudukan seseorang dalam masyarakat berdasarkan
aktivitasekonomi kedudukan dan pendapatan.
2. Etnis = Penggolongan kelompok manusia berdasarkan adat istiadat,
norma, dansebagaiannya. Etnis bisa disebut sebagai suku bangsa atau
kedaerahan seseorang.
3. Multikultural = Keberagaman budaya yang berbeda.
4. Orientasi = Upaya pelatihan, penunjangan, pengembangan, atau
peninjauan sikap seseorang pada situasi atau event tertentu. Peninjauan
untuk menentukan sikap yang benar nantinya. Sebuah sikap dan perilaku
terhadap orang lain untukmenciptakan sebuah harmoni di sebuah tempat
baru.
5. Sara = Pandangan atau tindakan yang didasari sentimen identitas
bedasarkansuku, ras, agama, dan antar golongan.
6. Konflik = Suatu pertentangan alamiah yang berasal dari individu atau
kelompok. Suatu proses sosial antara dua individu atau kelompok dimana
mereka berusaha untuk menyingkirkan satu sama lain dengan disertai
ancamandan/atau kekerasan. Interaksi sosial antar dua pihak yang
memiliki perbedaan pendapat yang menyebabkan suatu pertengkaran atau
pertikaian.

II. STEP 2 (Rumusan Masalah)


1. Mengapa perbedaan latar belakang dapat menimbulkan konflik?
2. Apa kemungkinan atau faktor Vallen memiliki sifat seperti itu (suka pilih-
pilihteman)?
3. Bagaimana cara mengatasi konflik SARA?
4. Apa dampak yang akan diterima oleh Vallen, jika dia selalu bersikap seperti
itu?
5. Bagaimana cara memberikan pendidikan multikultural agar dapat
diterimadengan baik oleh mahasiswa?
6. Mengapa masih terjadi konflik di kampus padahal sudah ada program
pendidikanmultikultural, apakah program tersebut tidak berdampak?
7. Apa yang harus pihak fakultas lakukan setelah mengetahui
kejadian tigamahasiswa tersebut?
8. Bagaimana cara mencegah konflik yang terjadi akibat pluralitas?
9. Selain pendidikan multikultural, apakah ada cara yang lebih efektif
untukmencegah terciptanya konflik yang disebabkan oleh perbedaan?
10. Mengapa budaya toleransi di lingkungan kampus perlu dijunjung tinggi?
11. Bagaimana seharusnya sikap teman sejawat Paijo, Vallen, dan Randi
setelahmengetahui mereka bertiga bermasalah dalam pluralitas?
12. Mengapa masih terdapat orang yang pilih-pilih dalam berteman?

III. STEP 3 (Brainstorming)


1. Latar belakang setiap orang itu berbeda. Entah dari asal-usul,
daerah, atau kebudayaan. Hal ini juga mengakibatkan fanatisme yang
menimbulkan paham bahwa latar belakangnyalah yang paling benar. Dan
apapun yang tidak sepahamdengannya akan dianggap salah. Banyak
perbedaan menimbulkan perilaku yangbeda, maka dari itu jika tidak
memahami multikulturalisme akan menimbulkan konflik.
2. Kemungkinan dipengaruhi oleh status sosial, karena bisanya tingkat
pendapatanorang tua mempengaruhi pertemanan anaknya. Contoh anak
orang kaya memilih berteman dengan anak orang kaya juga. Pengalaman
buruk di masa lalu dan keinginan untuk dianggap mampu (butuh validasi),
adanya kecenderungan yang kaya lebih mudah mengikuti trend, serta rasa
gengsi yang besar.
3. Preventif: dengan cara memupuk sikap toleran, kerja sama,
dan salingmenghormati.
Represif: upaya yang dilakukan untuk menghentikan konflik yang terjadi,
contohnya yaitu pembubaran paksa dan penangkapan.
Kuratif : tindakan yang dilakukan sebagai tindak lanjut atau penanggulangan,
contohnya seperti pendampingan bagi korban konflik SARA, perdamaian, dan
kerjasama.
Mediasi: berdiskusi dan bermusyawarah dengan bantuan pihak ketiga agar
konflikdapat terselesaikan dengan damai.
4. Vallen akan dijauhi teman lain, lalu teman yang dipilih Vallen belum
tentu akanselalu menemani Vallen. Bisa jadi suatu saat Vallen tak akan
punya teman sama sekali.
5. Dengan cara mendidik secara rutin, efektif, tepat, dan menarik, maka
pendidikan multikultural diharapkan akan dapat terlaksana dengan baik. Bisa
juga memperkenalkan suku bangsa dengan menekankan pada pengenalan
etnis-etnis, seperti mendatangi tempat yang memiliki miniatur berbagai
macam rumah adat, mencicipi berbagai macam kuliner daerah lain, mengenal
baju adat daerah-daerah diIndonesia, dan lain-lain. Sehingga diharapkan
mahasiswa dapat memiliki pandangan lain agar mampu memahami
multikulturalisme yang ada.
6. Program tersebut sebenarnya tetap berdampak bagi mahasiswa, namun
kurang tepat di pengaplikasiannya. Program pendidikan multikultural bagus
karena dapat mencegah isu SARA, tetapi mungkin untuk penyampaiannya
kurang menarik dan membosankan. Agar dapat diterima dengan baik oleh
mahasiswa, program tersebut harus dibuat semenarik mungkin, misal seperti
penyelenggaraan fashion show baju adat. Namun, semua itu kembali lagi
pada kesadaran setiap mahasiswa, apabila mahasiwa tidak ada kesadaran,
materi tetap tidak akan tersampaikan dengan efektif.
7. Pertama mereka yang bermasalah segera diamankan, lalu mediasi, jika
tak bisa dikontrol, maka sebaiknya bisa dikeluarkan atau DropOut. Fakultas
harus menekankan pendidikan multikultural terutama dalam
pengaplikasiannya, agar tidak tercipta perasaan latar belakang masing masing
orang adalah yang paling baik.
8. Pendidikan multikultural, menumbuhkan toleransi, mengaggap
perbedaan adalahhal yang wajar. Dengan menamkan prinsip bahwa pluralitas
adalah karunia Tuhan, sehingga harus dijaga, dan agar tidak terjadi
kerusuhan tak berujung. Untuk memupuk rasa persaudaran karena ada
perasaan senasib, dulunya pernah dijajah.
9. Dengan cara memperkenlkan keragaman yang ada, sehingga
menimbulkan stereotip yang bagus. Lebih ke pengapilaksian daripada teori,
agar lebih terealisasi.
10. Karena setiap mahasiswa datang dengan latar belakang yang berbeda.
Oleh karena itu mahasiswa harus menjunjung tinggi toleransi agar mereka
bisa menerimakeberagaman dan mampu beradaptasi dengan lingkungan
yang baru. Jika toleransi tidak dijunjung tinggi, maka bisa terjadi kerusuhan
yang akan berakhir dengan kehancuran.
11. Tidak boleh menjauhi Paijo,Vallen, dan Randi namun juga jangan
membiarkanmasalah itu terjadi. Teman sejawat mereka perlu mencoba
berdiskusi dengan Paijo,Vallen juga Randi dan berusaha memahami mengapa
mereka memiliki permasalahan tentang pluralitas. Setelah memahami sudut
pandang Paijo, Vallen, dan Randi, teman sejawat mereka bisa mulai
membantu menyelesaikan permasalahan pluralitas yang ada dengan
berdiskusi agar mereka bertiga dapat bersikap toleran.
12. Karena tiap orang memiliki perbedaan latar belakang, contohnya
ada orang mampu dan orang yang kurang mampu. Valen pun ingin dicap
mampu dan yangmenjadi masalah adalah dia tidak mampu menghargai
perbedaan sosial ekonomisehingga dia cenderung menyingkirkan teman-
teman yang menurutnya kurang mampu sehingga dia tidak akan dicap
demikian.

IV. STEP 4 (Mapping)

V. STEP 5 (LO)
1. Mahasiswa mampu menjelaskan konsep keberagaman sosial ekomi
budayaatau pluralisme serta bentuk atau jenisnya bagi manusia.
2. Mahasiswa mampu memahami konsep kesetaraan dalam
sistem sosialekonmi budaya.
3. Mahasiswa mampu memahami Konsep dasar komunikasi efektif.
4. Mahasiswa mampu menjelaskan peran budaya bagi manusia.
5. Mahasiswa mampu memahami faktor penyebab konflik
akibat saradan cara mengatasinya.
6. Mahasiswa mampu memahami konsep pendidikan
multikultural danpengaplikasiannya.

VI. STEP 6 (belajar mandiri)


VII. STEP 7 (Laporan)
1. Kekayaan dan keanekaragaman masyarakat Indonesia baik suku, agama, ras,
pekerjaan, dan lain-lain menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia itu bersifat
plural. Kata “plural” berasal dari bahasa Inggris yang artinya “jamak”, sedangkan
“pluralitas” berarti kemajemukan. Maka secara umum pluralitas adalah suatu
paham atas keberagaman untuk dapat hidup secara toleran di tengah tengah
masyarakat. Keragaman budaya tersebut berfungsi untuk mempertahankan
identitas dan integrasi sosial masyarakatnya.
Dalam pluralitas bentuknya dibagi menjadi

1. Perbedaan agama
2. Perbedaan budaya
3. Perbedaan Suku Bangsa
4. Perbedaan Pekerjaan
Konsepsi pluralisme dapat memainkan peran penting. Salah satunya Konsepsi
pluralisme di dunia pendidikan dikembangkan menjadi pendidikan pluralisme
agama sebagai jawaban atas fenomena globalisasi. Pendidikan pluralisme agama
merupakan salah satu perwujudan dari pendidikan modern, karena model
pendidikan pluralisme agama ini lebih mengedepankan pada perubahan perilaku,
sikap, serta kualitas karakter seseorang agar mampu menciptakan perdamaian dan
kohesi sosial yang baik, serta dapat menjadi solusi atas problematika kebodohan,
ketertindasan, dan pertikaian, sehingga konflik sosial-keagaamaan dapat dihindari.
Peran dan Fungsi
Peran dan fungsi keragaman budaya yang dimiliki Indonesia dalam pembangunan
nasional yaitu:
- Sebagai Daya Tarik Bangsa Asing
- Mengembangkan Kebudayaan Nasional
- Tertanamnya Sikap Toleransi
- Saling Melengkapi Hasil Budaya
- Mendorong Inovasi Kebudayaan
(Ni Luh Kadek Ardhia)

Pluralisme adalah suatu paham atau pandangan hidup yang mengakui dan
menerima adanya kemajemukan atau keanekaragaman dalam suatu kelompok
masyarakat. Kemajemukan dimaksud misalnya dilihat dari segi agama, suku, ras,
adat- istiadat, dll. Segi — segi inilah yang biasanya menjadi dasar pembentukan
aneka macam kelompok lebih kecil, terbatas dan khas, serta yang mencirikhaskan
dan membedakan kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dalam suatu
kelompok masyarakat yang majemuk dan yang lebih besar atau lebih luas.
Misalnya masyarakat Indonesia yang majemuk,yang terdiri dari berbagai
kelompok umat beragama, suku, dan ras, yang memiliki aneka macam budaya atau
adat — istiadat. Begitu pula masyarakat Maluku yang majemuk, ataupun
masyarakat Aru yang majemuk.
dasar dasar pluralisme
1. dasar filosofis kemanusiaan
2. dasar sosial kemasyarakatan dan budaya
3. dasar teologis
faktor faktor penyebab tumbuh kembangnya pluralisme
1. faktor internal, faktor internal disini adalah masalah teologis
2. faktor eksternal, dibagi menjadi 2:
- faktor sosio politik, faktor ini berhubungan dengan munculnya pemikiran
mengenai masalah liberalisme yang menyuarakan kebebasan, toleransi, kesamaan,
dan pluralisme. liberalisme inilah yg menjadi cikal bakal pluralisme
- faktor keilmuan, faktor keilmuan disini seperti maraknya studi studi ilmiah
modern terhadap agama agama di dunia atau yang sering dikenal dengan
perbandingan agama.
(Ifadhah Rachmah)

2. Pada hakikatnya komunikasi sosial budaya menjunjung tinggi asas kesetaraan


antara komunikator dan komunikan. Bahkan adanya perbedaan latar belakang
budaya antara komunikator dan komunikan harus disikapi secara arif sehingga
tidak timbul kesenjangan, tetapi justru dapat memperkaya pengalaman.
Berdasarkan prinsip memaklumi perbedaan latar belakang sosial budaya ini, maka
implementasinya dalam proses komunikasi dapat diuraikan berikut ini.
1. setiap individu memiliki nilai-nilai sosial budaya dan berhak menggunakan
nilai-nilai itu.
2. seting interaksi sosial mengikuti pola komunikasi horizontal dua arah, bukan
vertikal satu arah
3. empati merupakan kaidah emas untuk mengatasi ancaman kegagalan berko-
munikasi
4. proses komunikasi tidak hanya mengajarkan pengetahuan, tetapi juga mendidik
nilai-nilai sosial budaya
5. perlunya memahami karakteristik komunikan dan berusaha menyesuaikan cara
berkomunikasi dengan karakteristik komunikan tersebut
6. komunikasi sosial budaya sebagai proses pertukaran informasi secara terbuka.
(Farah Rizka)

Dalam struktur masyarakat, terdapat berbagai macam kelompok yang muncul dan
membangun dirinya berdasarkan ras, budaya, tingkat ekonomi, maupun
masyarakat dalam kapasitasnya sebagai patron dan klien. Lahirnya kelompok
seperti itu, pada akhirnya memunculkan sekat kehidupan dalam berbagai bidang,
superioritas, alienasi, perselisihan, dan tidak jarang sampai bermuara pada tindak
diskriminasi sosial.
Maka dari itu, adanya kesetaraan kesetaraan merupakan program revolusioner
dalam memerdekakan setiap kaum tertindas dan melepaskan dirinya dari belenggu
diskriminasi dan strata sosial. Kesetaraan juga merupakan kesejajaran harkat dan
martabat, serta meratanya keadilan dan kesejahteraan manusia, tanpa melihat
perbedaan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, maupun perbedaan warna kulit.
kesetaraan benar benar sebuah konsep yang menolak diskriminasi dengan
mengusung kesejajaran, keadilan, dan posisi yang moderat. Kesetaraan tidaklah
menolak fitroh bahwa manusia diciptakan dengan berbagai perbedaanya.
Kesetaraan memiliki nilai ideal moral berupa konsep keadilan, keseimbangan, dan
sikap moderat yang kesemuanya berkaitan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Kesetaraan dan keadilan merupakan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan.
Begitu juga dengan konsep keseimbangan. Konsep kesetaraan juga berhubungan
dengan konsep moderat. Jika kesetaraan diterapkan, maka semuanya akan berjalan
dengan baik, di berbagai bidang termasuk sosial, ekonomi, dan budaya.
(Prafajrin)
3. Komunikasi secara efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama
memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam bahasa
asing orang menyebutnya "the communication is in tune", yaitu kedua belah pihak
yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang disampaikan. Menurut
Stewart L. Tubbs dan Sylavia Moss, komunikasi yang efektif ditandai dengan
adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap,
meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan suatu
tindakan. Selain itu komunikasi efektif juga bisa didefinisikan sebagai pertukaran
informasi, ide, perasaan yang menghasilkan perubahan sikap sehingga terjalin
sebuah hubungan baik antara pemberi pesan dan penerima pesan. Penilaian
efektifitas dari suatu proses komunikasi dapat dilihat dari tercapainya tujuan si
pengirim pesan. Pesan yang tersampaikan dengan benar dan tepat sesuai keinginan
sang komunikator, menunjukkan bahwa komunikasi dapat berjalan secara efektif.
Dengan demikian dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi
efektif adalah saling bertukar informasi, ide, perasaan dan sikap antara dua orang
atau kelompok yang hasilnya sesuai harapan dan dapat mengahsilkan perubahan
sikap pada orang yang terlibat komunikasi. Agar komunikasi bisa berlangsung
efektif, perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, faktor-faktor
tersebut disebut dengan The Seven Communication, yaitu:
1. Credibility
2. Context
3. Content
4. Clarity
5. Continuity and consistency
6. Capability of Audience
7. Channels of Distribution
(Andrias Safa)

Berdasarkan jurnal Ujang Mahadi, STAI Ibnu Rusyd Kotabumi Lampung Utara,
Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang terjadi apabila suatu pesan
yang dikirimkan komunikator kepada penerima pesan (komunikan) dapat
diterima dengan baik atau sama dengan pesan yang dimaksudkan oleh
pengirim pesan, sehingga tidak terjadi salah persepsi. Pada saat menyampaikan
pesan, pengirim perlu memastikan apakah pesan yang disampaikan telah diterima
dengan baik oleh penerima pesan. Sementara penerima pesan perlu
berkonsentrasi agarpesan dapat diterima dengan baik dan memberikan umpan
balik (feedback) kepada pengirim. Umpan balik menjadi penting sebagai
proses klarifikasi untuk memastikan tidak terjadi salah interpretasi terhadap pesan
yang disampaikan.
Komunikasi sebagai suatu proses mempunyai faktor-faktor yang
mempengaruhi komunikasi sehingga proses komunikasi dapat berjalan lancar.
Burhanuddin (2014) mengatakan kelancaran dalam berkomunikasi dipengaruhi
beberapa faktor, antara lain:1). Faktor Pengetahuan. Semakin luas pengetahuan
yang dimiliki seseorang, semakin banyak perbendaharaan kata yang dimiliki
sehingga mempermudah berkomunikasi dengan lancar.2). Faktor Pengalaman.
Semakin banyak pengalaman yang dimiliki seseorang menyebabkan terbiasa
untuk menghadapi sesuatu. Orang yang sering atau terbiasa menghadapi
massa, sering berbicara di muka umum, tentu akan lancar berbicara dalam
berbagai keadaan.3). Faktor Intelegensi. Orang yang intelegensinya rendah
biasanya kurang lancar dalam berbicara karena kurang memiliki
perbendaharaan kata dan bahasa yang baik. Bahkan cara berbicaranya terputus-
putus, antara kata yang satu dengan yang lain tidak ada relevansinya.4). Faktor
Kepribadian. Orang yang memiliki sifat pemalu dan kurang bergaul, biasanya
kurang lancar berbicara dibandingkan orang yang pandai bergaul.5). Faktor
Biologis. Disebabkan oleh gangguan organ-organ berbicara sehingga
menimbulkan gangguan dalam komunikasi.
(Prafajrin)

Syarat Komunikasi Efektif :


a. Dapat dipercaya (credible) ;
b. Konteks informasi;
c. Isi informasi yang bermanfaat dan menarik;
d. Kejelasan informasi dan dapat dipertanggungjawabkan;
e. Berkesinambungan;
f. Saluran informasi dapat disampaikan dengan metode komunikasi verbal dan
nonverbal;
g.Kapabilitas sasaran antara pembicara dan penerima.
Faktor Penghambat Komunikasi Efektif :
a. Perbedaan bahasa;
b.Perbedaan budaya;
c.Konflik antara komunikator dan komunikan;
d.Lingkungan.
(Hanif)
4. Kebudayaan dapat dilihat dan dipahami sebagai salah satu sumber paling utama
dari sistem tata nilai masyarakat yang dapat diharapkan dapat membentuk sikap
mental atau bagaimana pola berpikir manusia. Kebudayaan seperti keahlian dan
teknologi yang diturunkan oleh nenek moyang kita dan akan bermanfaat untuk
kehidupan generasi selanjutnya serta dapat dikembangkan juga agar semakin maju
tanpa menghilangkan ciri khas dari kebudayaan itu sendiri.
Kebudayaan bahasa, yaitu sebagai alat komunikasi, sebagai saluran untuk
menyampaikan pesan melalui interaksi antar manusia, sebagai alat untuk
menyatakan ekspresi diri, menyampaikan apa yang dirasakan, seperti dalam
bentuk perasaan, pikiran, gagasan, dan keinginan agar pesan saat berinteraksi lebih
dipahami atau dirasakan, kemudian untuk alat kontrol sosial, berbagai informasi
dan pesan disampaikan melalui bahasa, misal buku buku pelajaran dan panduan
sebagai salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial
Kekayaan kesenian, misal berupa tari daerah, dapat menjadi daya tarik bagi bangsa
asing dan mengembangkan kebudayaan nasional, sebab tarian bukan hanya
sekadar untuk dilihat saja, namun esensinya adalah mengandung ekspresi jiwa
seniman Indonesia di masa lalu serta tidak lepas dari pesan pesan dan nilai moral
serta keagamaan.
(Irma Cahyani)

Pada beberapa daerah tertentu suatu budaya berperan dalam penyelesaian konflik
sosial. Suatu ketika warga Maumere dan Aewora berkonflik. Pembunuhan
dilakukan oleh warga Aewora terhadap warga Maumere. Akhirnya,
kedua suku tersebut melakukan upacara tura jaji. Tura jaji merupakan
upacara adat, Tura : sumpah, jaji : janji. Jadi tura aji merupakan suatu upacara adat
yang berisi tentang sumpah/janji yang disepakati oleh masyarakat adat setempat.
Fakta di atas menunjukan bahwa pada waktu yang lalu, konflik sering
terjadi di masyarakat Ende Lio. Realitas ini menuntut adanya sebuah kesepakatan
adat. Dari kesepakatan inilah maka muncullah Tura J aji yaitu sumpah adat.
Tura jaji dibuat agar tidak terjadi konflik sosial dan terciptanya persatuan dalam
masyarakat dan masyarakat senantiasa bisa hidup dalam perdamaian.
(Ananda Meysy)
5. Cara mengatasi konflik SARA dalam hal agama dapat dilakukan dengan upaya
dialog yang dikenal dengan Musyawarah Antar-Agama agar masyarakat yang
tidak memahami ajaran agama secara keseluruhan akibat kesenjangan antara
idealitas agama sebagai ajaran dan pesan-pesan suci Tuhan dengan realitas
empirik di masyarakat menyadari pluralisme agama yang ada di Indonesia
sehingga tercipta persatuan dan kesatuan bangsa. (Dr. HM. Zainuddin, MA dari
jurnal "Solusi Mencegah Konflik Antarumat Beragama" UIN Malang 2013)
Selanjutnya dalam hal suku, ras dan antar golongan dilakukan pula dengan
musyawarah sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun
2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Pasal 8 ayat 2 yang berbunyi
"Penyelesaian secara damai sebagaimana dimaksud ayat (1) mengutamakan
musyawarah untuk mufakat." serta penegakkan hukum seadil-adilnya sesuai
dengan UU Nomor 7 Tahun 2012 Pasal 9E yang berbunyi "Pemerintah dan
Pemerintah Daerah berkewajiban meredam potensi Konflik dalam masyarakat
dengan menegakkan hukum tanpa diskriminasi."
(Hanif)
Penyebab adanya konflik SARA biasanya dipicu oleh sikap toleran/intoleran dari
seseorang. Apabila bangsa ini tidak berpendirian pada nilai toleransi maka
akan menimbulkan suatu dampak yaitu adanya Primordialisme.(Hutabarat dan
Panjaitan, 2016; Maryati dan Priatna, 2017). Primordialisme adalah sebuah
pandangan atau paham yang memegang teguh hal-hal yang dibawa sejak kecil,
baik mengenai tradisi, adatistiadat, kepercayaan, maupun segala sesuatu
yang ada di dalam lingkungan pertamanya. Di satu sisi, sikap primordial
memiliki fungsi untuk melestarikan budaya kelompoknya. Namun, di sisi
lain sikap ini dapat membuat individu atau kelompok memiliki sikap
etnosentrisme, yaitu suatu sikap yang menganggap budayanya lebih baik
dari budaya orang lain. Mereka akan selalu memandang budaya orang lain
tidak ada apa-apanya dibandingkan budayanya. Hal ini terjadi karena nilai-
nilai yang telah tersosialisasi sejak kecil sudah menjadi nilai yang
sangat melekat dalam diri dan sangatlah sulit untuk merubahnya dan
cenderung dipertahankan bila nilai itu sangat menguntungkan bagi dirinya.
Terdapat dua jenis etnosentris yaitu:
a). Etnosentris fleksibel
yakni suatu sikap yang cenderung menilai tingkah laku orang lain tidak
hanya berdasarkan sudut
pandang budaya sendiri tetapi juga sudut pandang budaya lain.
b). Etnosentris infleksibel
yakni suatu sikap yang cenderung bersifat subjektif dalam memandang budaya
atau tingkah laku orang lain.
Selain itu, era globalisasi sekarang ini, ilmu pengetahuan dan teknologi
berkembang sangat pesat, dalam perkembangannya ini dapat memberikan
dampak positif dan dampak negatif. Salah satu dampak negatif nya yaitu
beredarnya berita hoax yang dapat menimbulkan konflik isue SARA.
(Ananda Meysy)

6. Konsep pendidikan multikultural


Pendidikan multikultural yang dikemukakan oleh James A. Banks adalah konsep
pendidikan yang memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik
tanpa memandang gender dan kelas sosial, etnik, ras, agama, dan karakteristik
kultural mereka untuk belajar di dalam kelas. Pendidikan multikultural seharusnya
mencakup semua aspek dalam pendidikan seperti pendidik, materi, metode,
kurikulum dan lain-lain.
Pengaplikasian pendidikan multikultural
FKG Unej mengadakan hari jumat berbatik pada mahasiswanya, ini memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap mahasiswa untuk mengenakan batik dengan
motif yang beragam sesuai dari daerah masing-masing.
(Ma’rifatu Qolbi)

Beberapa literatur tentang pendidikan multikultural di Amerika Serikat


menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan multikultural adalah mencari
kesetaraan hak dan sistem pendidikan yang efektif untuk peserta didik yang
beragam dan untuk lebih demokratis dan berkeadilan sosial (Ballengee-Morris &
Stuhr, 2001; Gay, 2004, Gollnick & Chinn, 2006; Sleeter & Grant, 2003). Untuk
mencapai tujuan tersebut, Gollnik & Chinn (2006) menyarankan agar guru-guru
melibatkan latar belakang budaya peserta didik dalam proses belajar-mengajarnya,
sedangkan Bennett (1999) menyarankan guru untuk mengamati cara-cara belajar
anak. Kedua pendapat ini bertujuan agar guru dapat memahami keunikan
karakteristik siswa sehingga dia dapat membantu siswa meraih prestasinya dalam
belajar.
Contoh pengaplikasian :
konstruksi sosial terhadap mata pelajaran agama. Dalam hal ini pemerintah
melalui Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional pasal 12 ayat 1, terkait hak peserta didik yang salah satunya,
mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan
diajarkan oleh pendidik yang seagama, yang berarti melakukan eksternalisasi
pendidikan agama. Hal tersebut diikuti oleh sekolah-sekolah yang umumnya
melakukan objektivasi dengan memasukkan pendidikan agama masing-masing
siswa dalam kurikulum mereka dan berkedudukan sama seperti mata pelajaran
lain, yaitu turut berkontribusi dalam komponen nilai rapor siswa. Selanjutnya,
mata pelajaran agamapun diajarkan pada siswa-siswa di sekolah, sehingga pada
akhirnya terjadi internalisasi dimana mereka menyadari bahwa saat mereka
sekolah tidak saja akan mendapatkan pengetahuan dan nilai-nilai umum atau
kognitif semata, namun juga mendapatkan pengetahuan dan nilai-nilai dalam
agamanya yang dapat mereka praktikkan dalam kehidupan sehari-harinya.
(Afanindya)

Praktek pendidikan multikultural di Indonesia dapat dilaksanakan secara fleksibel


dengan mengutamakan prinsip-prinsip dasar multikultural. Pendidikan
multikultural juga sangat relevan dengan pendidikan demokrasi di masyarakat
plural seperti Indonesia, yang menekankan pada pemahaman akan multi etnis,
multi ras, dan multikultur yang memerlukan konstruksi baru atas keadilan,
kesetaraan dan masyarakat yang demokratis. Apapun dan bagaimanapun bentuk
dan model pendidikan multikultural, mestinya tidak dapat lepas dari tujuan umum
pendidikan multikultural, yaitu :
(1) Mengembangkan pemahaman yang mendasar tentang proses menciptakan
sistem dan menyediakan pelayan pendidikan yang setara. Maksudnya adalah
bagaimanapun bentuk pengaplikasian penyampaian pendidikan multikultural, itu
semua tidak akan maksimal jika dasar atau esensi dari pendidikan multikultural itu
belum disampaikan dengan baik serta pendidikan multikultural juga harus
disampaikan oleh tenaga pendidik yang profesional atau sesuai dengan bidangnya.
(2) Menghubungkan kurikulum dengan karakter guru, pedagogi, iklim kelas,
budaya sekolah dan konteks lingkungan sekolah guna membangun suatu visi
"lingkungan sekolah yang setara".
Prinsip fleksibilitas pendidikan multikultural juga disarankan oleh Gay ( 2002 )
sebagaimana dikutip Zamroni ( 2011 : 150 ), dikatakan bahwa amat keliru kalau
melaksanakan pendidikan multikultural harus dalam bentuk mata pelajaran yang
terpisah atau monolitik. Sebaliknya, dia mengusulkan agar pendidikan
multikultural diperlakukan sebagai pendekatan untuk memajukan pendidikan
secara utuh dan menyeluruh. Pendidikan multikultural juga dapat diberlakukan
sebagai alat bantu untuk
menjadikan warga masyarakat lebih memiliki sifat dan jiwa toleran, bersifat
inklusif, dan memiliki jiwa kesetaraan dalam hidup bermasyarakat.
(Irma Cahyani)

Pendidikan multikultural merupakan suatu wacana yang lintas batas, karena terkait
dengan masalah-masalah keadilan sosial (social justice), demokarasi dan hak asasi
manusia, tulus, dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di
tengah-tengah masyarakat plural. maka kurikulum pendidikan multkultural harus
mencakup subjek-subjek seperti: toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-
kultural, dan agama; bahaya diskriminasi; penyelesaian konflik dan mediasi;
HAM; demokrasi dan pluralitas; kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain
yang relevan.
(Ifadhah Rachmah)

Sebagai sebuah konsep yang harus dituangkan ke dalam sistem kurikulum,


biasanya pendidikan multikultural secara umum digunakan metode.
a. Metode Kontribusi
Dalam penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami
dan mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan
pembelajar memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama dan
mengapresiasikan even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang
terdapat dalam kehidupan masyarakat.
b. Metode Pengayaan
Metode ini memperkaya kurikulum dengan literatur dari atau tentang masyarakat
yang berbeda kultur atau agamanya. Penerapan metode ini, misalnya adalah
dengan mengajak pembelajar untuk menilai atau menguji dan kemudian
mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi pembelajar tidak mengubah
pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan lain-lain.
c. Metode Transformatif
Metode ini dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar
untuk memahami isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama
tertentu. Misalnya, membahas konsep “makanan halal” dari agama atau
kebudayaan tertentu yang berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat.
d. Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi Sosial
Metode ini memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami
dinamika ketertindasan tetapi juga
berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah sistem melalui aksi sosial.
(Andrias Safa)

Daftar Pustaka

1. AW, Suranto. 2015. Implementasi Teori Komunikasi Sosial Budaya Dalam


Pembangunan Integrasi Bangsa. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
2. Hayan, Henra. 2020. Pluralitas masyarakat Indonesia. Bojonggenteng: SMPN 1
Bojonggenteng.
3. Saihu,Made. 2020. Merawat pluralisme merawat Indonesia. Sleman: deepublish.
4. Arifin, Akhmad Hidayatullah Al. 2012. Implementasi pendidikan multikultural
dalam praksis pendidikan di Indonesia. Sleman: Madrasah Tsanawiyah Negeri
Sleman.
5. Oktaviana. 2021. Konsep Komunikasi Efektif. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang.
6. Melina. 2016. Peranan budaya dalam pembangunan manusia di Indonesia.
Siborongborong: Universitas Tapanuli Utara.
7. Masunah, Juju. 2011. Konsep dan praktik pendidikan multikultural di Amerika
Serikat dan Indonesia. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
8. Wahid, Abdul. 2016. Konsep pendidikan multikultural dan aplikasinya. Pare-Pare:
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pare-Pare.
9. Zainudin, HM. 2013. Solusi Mencegah Konflik Antarumat Beragama. Malang: UIN
Malang.
10. Oktaviani Hidayat, Dewi. Eltariant, Inggi. Oktralika. Kevin, Rahmat Priyatna.
Fernanda, Sindi Agustina. 2019. Implementasi nilai-nilai Pancasila dalam
mencegah degradasi moral terhadap isu SARA dan Hoax. Lampung: Universitas
Lampung.
11. Barir, Muhammad. 2014. Kesetaraan dan kelas sosial dalam perspektif Al-Qur’an.
Gresik: Lembaga Pendidikan Islam Sunan Giri Panceng Gresik.
12. Mahadi, Ujang. 2021. Komunikasi Pendidikan (Urgensi Komunikasi Efektif dalam
Proses Pembelajaran). Lampung Utara: STAI Ibnu Rusyd Kotabumi Lampung Utara.
13. Jalaluddin, Rakhmat. 1993. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Anda mungkin juga menyukai