Masalah yang saya temukan dalam proses pembelajaran di SMA Santo Paulus Pontianak
yaitu masih terdapat Sebagian dari peserta didik yang kurang bisa membaur di kelas.
Masalah latar belakang kurang membaurnya peserta didik di kelas menjadi tantangan saya
sebagai seorang pendidik untuk melakukan sesuatu sebagai wujud peran dan tanggung jawab
dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang inklusif dan berdaya guna. Beberapa
faktor yang mungkin berkontribusi terhadap masalah ini antara lain:
1. Keragaman budaya: Peserta didik SMA Santo Paulus Pontianak berasal dari latar
belakang budaya yang berbeda-beda, yakni berasal dari berbagai Sekolah Menengah
Pertama yang berada di wilayah Kalimantan Barat dan luar pulau Kalimantan. Mereka
mungkin menghadapi kesulitan dalam memahami dan berinteraksi dengan teman
sekelas. Perbedaan bahasa, nilai, norma, dan tradisi dapat mempengaruhi tingkat
kepercayaan diri dan keterlibatan mereka dalam pembelajaran.
2. Perbedaan sosial-ekonomi: Peserta didik yang berasal dari latar belakang ekonomi
yang rendah mungkin menghadapi tantangan dalam memenuhi kebutuhan dasar
mereka, seperti pakaian, makanan, dan alat tulis. Hal ini dapat mempengaruhi fokus
dan partisipasi mereka di kelas.
3. Perbedaan akademik: Peserta didik dengan tingkat kemampuan akademik yang
berbeda-beda dapat mengalami kesulitan dalam mengikuti pelajaran di kelas. Mereka
yang merasa tertinggal atau terlalu maju mungkin merasa tidak termotivasi atau tidak
nyaman dalam berinteraksi dengan teman sekelas.
4. Kurangnya interaksi sosial: Jika lingkungan kelas tidak mendorong interaksi sosial
yang positif, seperti kerjasama, saling menghargai, dan saling mendukung, peserta
didik mungkin merasa sulit untuk membangun hubungan dan koneksi dengan teman
sekelas.
Namun yang menjadi tantangan sebagai Pendidik seringkali memiliki keterbatasan waktu dan
sumber daya yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah peserta didik. Dalam
kelas yang padat atau dengan tanggung jawab mengajar yang besar, pendidik mungkin sulit
menemukan waktu yang cukup untuk memperhatikan setiap peserta didik secara individu dan
mengidentifikasi masalah yang mungkin mereka hadapi.
Setelah saya menemukan akar permasalahan kurang membaurnya peserta didik dalam kelas,
langkah yang dapat saya lakukan adalah dengan melakukan asesmen diagnostik non-kognitif.
Asesmen diagnostik non-kognitif adalah proses pengumpulan informasi dan evaluasi yang
dilakukan untuk mengukur aspek-aspek non-kognitif individu, seperti sikap, kepribadian,
emosi, dan motivasi. Tujuan dari asesmen diagnostik non-kognitif adalah untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih lengkap tentang individu dan faktor-faktor non-kognitif yang
mempengaruhi perilaku dan fungsi mereka.
Dari Langkah-langkah yang dilakukan dalam diagnostif non-kognitif terkait perbedaan latar
sosial budaya, beberapa hasil refleksi yang mungkin timbul:
Memeparkan perbedaan sosial budaya peserta didik dapat meningkatkan kesadaran mereka
tentang keragaman yang ada di dalam masyarakat. Mereka dapat melihat betapa beragamnya
nilai-nilai, norma, dan praktik yang ada di antara sesama teman sekelas mereka. Hal ini dapat
membantu mereka memperluas wawasan dan memperdalam pemahaman tentang dunia di
sekitar mereka.
Melalui paparan terhadap perbedaan sosial budaya, peserta didik dapat mengembangkan rasa
penghargaan terhadap keberagaman. Mereka dapat menyadari bahwa tidak ada satu
kelompok budaya yang lebih baik atau lebih buruk dari yang lain, melainkan bahwa setiap
kelompok memiliki kontribusi dan keunikan yang berharga bagi masyarakat. Ini dapat
memupuk sikap toleransi, saling menghormati, dan penghargaan terhadap perbedaan.
Paparan terhadap perbedaan sosial budaya dapat membantu mengatasi prasangka dan
stereotipe yang mungkin ada di antara peserta didik. Ketika mereka berinteraksi langsung
dengan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya, mereka dapat melihat bahwa
stereotipe seringkali tidak akurat dan menyederhanakan realitas yang kompleks. Hal ini dapat
membantu mengurangi prasangka dan membangun hubungan yang lebih inklusif dan
berempati.
Harapan saya dengan melaksanakan praktik baik ini tidak hanya akan membantu peserta
didik berbeda latar belakang sosial budaya untuk membaur di kelas, tetapi juga menciptakan
lingkungan yang menyambut dan mendukung bagi semua peserta didik.
Dengan menerapkan langkah-langkah tersebut, diharapkan peserta didik dengan latar
belakang sosial budaya yang berbeda akan merasa lebih nyaman berinteraksi dan belajar
bersama di kelas. Selain itu, lingkungan pembelajaran yang inklusif dan beragam juga akan
memberikan manfaat jangka panjang bagi peserta didik dalam memahami dunia yang
semakin global dan beragam.