Anda di halaman 1dari 4

711 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013

PENGARUH BOBOT AWAL RUMPUT LAUT (Gracilaria sp.) HASIL KULTUR JARINGAN
TERHADAP PERTUMBUHAN DI TAMBAK
Rohama Daud, Emma Suryati, dan Sri Redjeki Hesti Mulianingrum
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau
Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan
E-mail: litkanta@indosat.net.id

ABSTRAK

Budidaya rumput laut memiliki peran penting dalam usaha meningkatkan produksi perikanan dan memenuhi
kebutuhan pangan dan gizi. Pengembangan budidaya rumput laut di Indonesia dirintis sejak tahun 1980-
an dalam upaya merubah kebiasaan penduduk pesisir dari pengambilan sumberdaya alam ke arah budidaya
rumput laut yang ramah lingkungan dan usaha budidaya ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat
pembudidaya juga dapat digunakan untuk mempertahankan kelestarian lingkungan perairan pantai. Salah
satu upaya dalam keberhasilan budidaya rumput laut adalah penggunaan bibit rumput laut unggul yang
dapat diproduksi setiap saat melalui kultur jaringan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
bobot awal bibit rumput laut (Gracilaria sp.) hasil kultur jaringan terhadap pertumbuhan di tambak. Penelitian
dilakukan di tambak Kabupaten Pangkajene Kepulauan pada awal bulan Oktober hingga akhir Desember
2012. Bahan uji yang digunakan adalah bibit rumput laut hasil kutur jaringan dari Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau Maros. Bobot awal rumput laut yang diujikan adalah 1.000, 2.000, dan
3.000 g disebar merata ke dalam hapa yang berukuran 4 m x 5 m. Hapa diletakkan dalam tambak. Setiap 15
hari rumput laut ditimbang bobotnya untuk mengetahui perkembangan pertambahan bobotnya, Hasil
penelitian menunjukkan bahwa bobot awal yang dicobakan mempunyai laju pertumbuhan harian (LPH)
masing-masing 3,02%; 3,16%; dan 3,58% selama pemeliharaan 45 hari.

KATA KUNCI: kultur jaringan, pertumbuhan, rumput laut, Gracilaria sp.

PENDAHULUAN
Budidaya rumput laut mempunyai potensi yang cukup besar untuk dikembangkan. Budidaya ini
menggunakan modal kerja yang relatif kecil dengan teknologi yang sudah dikuasai dan diikuti oleh
masa tanam yang relatif singkat sekitar 45 hari, sehingga memungkinkan usaha budidaya rumput
laut ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat sekaligus menyerap banyak tenaga
kerja. Salah satu jenis rumput laut yang dapat dikomersilkan adalah Gracilaria sp. dari kelas
Rhodophyceae yang termasuk kelompok penghasil agar-agar. Pengembangan usaha budidaya Gracilaria
sp. di Indonesia akan memberikan keuntungan karena permintaan agar-agar pada saat ini meningkat.
Pada tahun 2011 produksi rumput laut secara keseluruhan mencapai 4.305.027 ton. Sebanyak 95.200
ton merupakan produksi rumput laut jenis Gracilaria kering, utamanya berasal dari Provinsi Sulawesi
Selatan, sedangkan Provinsi Jawa Barat baru memberikan kontribusi sebesar 2.300 ton. Tahun 2011
Indonesia juga telah mengekspor agar-agar sebesar 1.827 ton dengan nilai total US$ 12,6 juta.
Keberhasilan budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh ketersediaan benih yang berkualitas
dan berkelanjutan, serta teknologi budidaya yang diterapkan. Dukungan ilmu pengetahuan dan
teknologi sangat diperlukan dalam mewujudkan penyediaan benih yang memadai, baik untuk
keperluan kebun bibit maupun untuk keperluan budidaya (Parenrengi et al., 2008). Upaya peningkatan
produksi rumput laut juga tidak terlepas dari permasalahan, seperti ketersediaan bibit unggul dalam
jumlah yang memadai pada waktu tertentu, sehingga perlu dukungan melalui teknologi penyediaan
benih berkualitas di tambak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bobot awal yang optimum
rumput laut hasil kultur jaringan dengan metode sebar di tambak.
Salah satu upaya dalam keberhasilan budidaya rumput laut adalah penggunaan bibit rumput laut
unggul. Penyediaan bibit unggul rumput laut dapat diproduksi setiap saat melalui kultur jaringan.
Penerapan bioteknologi dalam propagasi benih merupakan alternatif lain dalam penyediaan benih
Pengaruh bobot awal rumput laut hasil kultur jaringan ... (Rohama Daud) 712

yang memiliki kualitas yang lebih baik melalui peningkatan potensi genetiknya (Parenrengi et al.,
2011).
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di tambak Kabupaten Pangkajene Kepulauan pada awal bulan Oktober hingga
akhir Desember 2012. Bahan uji yang digunakan adalah bibit rumput laut hasil kutur jaringan dari
Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Maros yang telah diaklimatisasikan selama
dua bulan untuk menjadi tanaman muda. Bobot awal rumput laut yang diujikan adalah 1.000, 2.000,
dan 3.000 g disebar secara merata ke dalam hapa yang berukuran 4 m x 5 m diletakkan dalam
tambak. Penggunaan hapa dimaksudkan agar tanaman rumput laut hasil kultur jaringan tidak tercampur
dengan rumput laut yang kemungkinan ada dalam tambak. Tinggi air dalam tambak kurang lebih 1
m. Penebaran yang dicobakan masih setara dengan kepadatan yang dianjurkan oleh Anonim (2005)
yaitu 1-1,5 ton/ha.
Sampling rumput laut dilakukan setiap 15 hari dengan cara menimbang semua rumput laut uji
untuk melihat pertambahan bobotnya. Juga dilakukan pengambilan sampel air untuk melihat kualitas
air yang diduga ikut memengaruhi pertumbuhan rumput laut seperti kandungan nitrat, fosfat, salinitas,
dan pH. Analisis data dilakukan secara deskrptif. Pada akhir penelitian dilakukan perhitungan LPH
dengan menggunakan rumus Fogg (1975) sebagai berikut:
LPH = ln (Wt1 – Wt0)/t X 100%
dimana:
LPH = laju pertumbuhan harian
Wt 1 = bobot pada akhir sampling
Wt 0 = bobot pada awal sampling

HASIL DAN BAHASAN


Hasil rumput laut yang dibudidayakan selama 45 hari di tambak disajikan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Pertumbuhan dan produksi rumput laut Gracilaria sp. hasil kulktur jaringan di
tambak selama masa tanam 45 hari

W0 W15 W30 W45 Produksi/20 m2


(g) (g) Persentase (g) Persentase (g) Persentase (g) Persentase

1.000 1.600 60 2.200 37,5 3.900 77,27 2.900 290


2.000 3.200 60 5.050 57,81 8.300 64,35 6.300 315
3.000 5.300 76,67 11.500 116,98 15.000 30,43 12.000 400

Dari Tabel 1 terlihat bahwa pada sampling I (hari ke-15) persentase pertambahan bobot hampir
sama berkisar 60%–76,67%. Namun pada sampling II (hari ke-30) pertambahan bobot sudah bervariasi,
di mana persentase tertinggi pada kepadatan 3.000 g yaitu 116,98%; menurun seiring dengan
menurunnya bobot awal yang dicobakan. Pada hari ke-45 terjadi sebaliknya, di mana kepadatan
rendah mempunyai persentase pertambahan bobot lebih tinggi, dan menurun seiring dengan besarnya
bobot awal yang dicobakan, namun rata-rata pertambahan bobot selama masa tanam 45 hari untuk
kepadatan 1.000-3.000 g/20 m 2 berkisar antara 290%-400%. Dari hasil penelitian Pong-Masak &
Rosmiati (2009) mendapatkan rataan pertumbuhan rumput laut yang terbaik pada siklus pertama
yang bibitnya berasal dari Luwu sebesar 68,88% dengan masa tanam 45 hari.
Rata-rata penebaran bibit rumput laut untuk 1 ha sekitar 1-1,5 ton pada awal penanaman.
Seandainya pertumbuhan rumput laut mencapai di atas 3% maka padat penebaran bisa ditingkatkan
menjadi 2 ton/ha. Laju perumbuhan harian (LPH) rumput laut pada kepadatan 1.000 kg/ha dicampur
dengan udang windu 10.000 ekor/ha merupakan LPH tertinggi pada penelitian polikultur yang
713 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013

Tabel 2. Laju pertrumbuhan harian rumput laut yang


diamati setiap 15 hari

Bobot awal Laju pertumbuhan harian (%/hari)


(g) 15 30 45 Rataan
1.000 3,13 2,12 3,82 3,02
2.000 3,13 3,04 3,31 3,16
3.000 3,79 5,16 1,77 3,58

dilaporkan oleh Pantjara et al. (2009), yaitu 2,095% dengan lama pemeliharaan 45 hari. Sedangkan
Tahe (2002) mendapatkan LPH rumput laut Gracilaria 2,33% pada bobot awal 125 kg/2.500 m2 yang
dipolikultur dengan ikan bandeng dengan masa pemeliharaan dua bulan.
Dalam pengembangan budidaya rumput laut Gracilaria sp., faktor-faktor ekologis dasar yang
berkaitan dengan pertumbuhan maupun kehidupan rumput laut perlu diketahui. Rumput laut
mempunyai toleransi cukup luas terhadap faktor-faktor lingkungannya, dapat hidup pada perairan
yang tenang, pada substrat berlumpur, kisaran salinitas 5-43 ppt, dan pH berkisar antara 6-9 (Hoyle,
1970).

Tabel 3. Hasil pengamatan kualitas air fisik dan kimia selama


penelitian

Waktu sampling (hari ke-)


Paramater
T0 T15 T30 T45
Suhu (°C) 28 28 29 27
pH 7,5 7,2 7,9 7,8
Salinitas (‰) 30 33 35 41
Nitrat (mg/L) 2,03 1,72 0,56 0,48
Fosfat (mg/L) 1,008 0,522 0,343 0,228

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama percobaan berlangsung suhu air rata-rata 27°C-
29°C, hal ini tidak memberi pengaruh pertumbuhan talus sesuai dengan pengamatan dari Santika
(1985) masih dalam kisaran yang layak bagi pertumbuhan rumput laut. Derajat keasamaan (pH) air
tambak berkisar antara 7,2 -7,9 ini diduga tidak mengganggu pertumbuhan talus selama pengamatan
berlangsung. Sesuai dengan pendapat Santika (1985) bahwa alga jenis Gracilaria sp. tumbuh baik
pada kisaran pH 6-9.
Berdasarkan hasil pengukuran salinitas pengamatan berkisar antara 30-41 ppt, keadaan ini sudah
di luar batas toleransi, karena jenis Gracilaria sp. mempunyai kemampuan beradaptasi terhadap
salinitas sangat tinggi, yaitu antara 15‰-35‰ (Santika, 1985).
KESIMPULAN
 Bobot awal penebaran rumput laut hasil kultur jaringan yang dicobakan cenderung lebih baik
pada bobot awal 3.000 g/20 m2, dengan pertambahan bobot dan LPH masing-masing 400% dan
3,58% dengan lama pemeliharaan 45 hari.
 Pada bobot awal penebaran 3.000 g/20 m 2, tanaman perlu dijarangkan pada hari ke-30 agar
pertumbuhan rumput laut tidak menurun.

DAFTAR ACUAN
Anonim. 2005. Pengembangan budidaya rumput laut terpadu dengan pola kemitraan. Direktorat
Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta, 17 hlm.
Pengaruh bobot awal rumput laut hasil kultur jaringan ... (Rohama Daud) 714

Aslan, L.M. 1998. Budidaya rumput laut. Kanisius. Yogyakarta, 95 hlm.


Fogg, G.E. 1975. Algae cultures and phytoplankton ecology. The Athalone Press University of Lon-
don. London.
Pantjara, B., Hendradjat, E.A., & Rachmansyah. 2009. Peningkatan produktivitas tambak melalui
polikultur udang windu dan rumput laut. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur. hlm. 129-
130.
Parenrengi, A., Rachmansyah, & Suryati, E. 2008. Budidaya rumput laut berkelanjutan dengan dukungan
teknologi penyediaan benih secara in vitro. Teknologi Perikanan Budidaya. Pusat Riset Perikanan
Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. hlm. 25-38.
Parenrengi, A., Rachmansyah, & Suryati, E. 2011. Budidaya rumput laut penghasil karaginan
(Karaginofit). Edisi Revisi. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kelautan dan Perikanan. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Maros, 54 hlm.
Pong-Masak, P.R. & Rosmiati. 2009. Performasi pertumbuhan dan kandungan agar rumput laut, Gracilaria
verrucosa dengan sumber bibit dari lokasi berbeda di Sulawesi Selatan. Prosiding Seminar Nasional
Kelautan V. Dampak Krisis Global terhadap Pembangunan dan Perikanan dalam Rangka Peningkatan
Kesejahteraan Masyarakat Maritim. Universitas Hang Tuah. Surabaya, hlm. 280-284.
Santika, I.I. 1985. Budidaya rumput laut. Workshop Budidaya Laut Proyek Pengembangan Teknik Budidaya
Laut. Lampung. Dirjen Perikanan. Deptan. Jakarta.
Tahe, S. 2002. Produksi rumput laut Gracilaria sp. dengan metode penanaman berbeda dengan polikultur
ikan bandeng, Chanos chanos Forsk. di tambak. Prosiding Ekspose Nasional Penelitian dan Pengembangan
Pertanian. Puslitbang Tanah dan Agroklimat. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Departemen Pertanian. hlm. 335-340.
Widyorini, N. 2010. Analisis pertumbuhan Gracilaria sp. di tambak udang ditinjau dari tingkat
sedimentasi. Program Studi Managemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Imu Kelautan
Universitas Diponegoro. Jurnal Saintek Perikanan, 6(1): 30-36.

Anda mungkin juga menyukai