Anda di halaman 1dari 10

Volume 2, Nomor 1, Februari 2021 P-ISSN 2721-0456

E-ISSN 2746-6876

LAJU PERTUMBUHAN RUMPUT LAUT Eucheuma cottonii DENGAN BOBOT


BIBIT BERBEDA MENGGUNAKAN JARING TRAWL DAN LONG LINE

Oleh :

Yusran, Henny Tribuana CP, Marhayana


Email : Yusran0727@gmail.com

Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan-Universitas Andi Djemma Palopo


Jl. Puang H. Daud No.4 Kota Palopo

ABSTRAK

Rumput laut E. cottonii merupakan salah satu komoditas yang


mempunyai nilai ekonomis tinggi. Teknik budidayanya dapat dilakukan dengan
beberapa cara antara lain dengan menggunakan metode trawl dan metode
longline. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan bobot bibit
terhadap laju pertumbuhan E. cottonii. Berat bobot bibit yang digunakan yaitu
100 gr, 200 gr, dan 300 gr. Penelitian ini dilaksanakan pada Agustus -
September 2020, bertempat di Pantai Ponrang Kabupaten Luwu. Metode analisis
data menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) yang dilanjutkan dengan
analisis Anova. Parameter perairan yang diukur antara lain suhu, salinitas, pH,
kecerahan, dan kecepatan arus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa berat
bobot bibit awal yang berbeda pada kedua metode yang digunakan memberikan
pengaruh yang sangat nyata terhadap pertumbuhan (F Hit > F Tabel 1%). Bobot
bibit 100 gr pada trawl dan 200 gr pada longline memberikan pertumbuhan lebih
baik pada E. cottonii dengan nilai rata-rata harian sebesar 4,5% dan 3,6%. Laju
pertumbuhan rumput laut E. cottonii dengan menggunakan metode trawl lebih
baik dari pada metode long line.

Kata Kunci : Bobot bibit, komoditas, teknik budidaya, E. cottonii, Pantai Ponrang

ABSTRACT

Seaweed E. cottonii is a commodity that has high economic value.


Cultivation techniques can be done in several ways, including using the trawl
method and the longline method. The purpose of this study was to determine the
effect of differences in seed weight on the growth rate of E. cottonii. Seed weight
used are 100 gr, 200 gr, and 300 g. This research was conducted in August -
September 2020, at Ponrang Beach, Luwu Regency. The data analysis method
used a randomized block design followed by Anova analysis. Water parameters
measured include temperature, salinity, pH, brightness, and current velocity. The
results showed that the different initial seed weight in the two methods used had
a very significant effect on growth (F Hit> F Table 1%). Seed weight of 100 g in
trawl and 200 g in longline gave better growth to E. cottonii with daily average
values of 4.5% and 3.6%. The growth rate of seaweed using the trawl method is
better than the long line method.

Keywords: Initial weight, commodity, cultivation technique, E. cottonii, Ponrang


Beach

10 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


PENDAHULUAN makanan, farmasi, kosmetik, dan
lain-lain (Kordi, 2010).
Rumput laut di Indonesia Sulawesi Selatan, dalam
mencapai 11,6 juta ton pada tahun perkembangannya telah
2016. Sebagai perbandingan, pada menghasilkan tiga produk unggulan
tahun 2016, produksi rumput laut pada sub sektor perikanan, yakni
dunia adalah sekitar 30 juta ton komoditas rumput laut, udang, dan
sehingga Indonesia berkontribusi ikan tuna. Komoditas rumput laut
hampir 40% dari total produksi saat ini telah menduduki posisi
rumput laut dunia (FAO, 2018). tertinggi. Tahun 2009 produksi
Dalam perdagangan internasional, rumput laut basah sebanyak
data trademap menunjukkan bahwa 748.527,80 ton dan diekspor bentuk
Indonesia merupakan salah satu kering sebesar 30.715,10 ton.
pemain utama dengan volume Khusus di Kabupaten Luwu
ekspor pada tahun 2018 sebesar berdasarkan data perikanan 2014
213 ribu ton (peringkat satu dengan menunjukkan bahwa produksi
kontribusi 30% dari total ekspor rumput laut kering sebanyak
dunia). Indonesia luas lautan dengan 271.550,50 ton. Keberhasilan
6.400.000 km2 dan 110.000 km produksi rumput laut di Sulawesi
panjang garis pantai, serta didukung Selatan disebabkan oleh adanya
iklim tropis, merupakan wilayah yang potensi budidaya laut, yang
sesuai untuk pertumbuhan berbagai didukung dengan panjang garis
jenis rumput laut. Tercatat 555 jenis pantai 1937 km dan luas lahan
rumput laut dari sekitar 8000 jenis budidaya laut sebesar 10.393ha.
yang ada di dunia, dapat tumbuh Pertumbuhan alga laut
dengan baik di wilayah Indonesia dipengaruhi oleh faktor internal dan
(Merdekawati & Susanto, 2009). faktor eksternal. Faktor internal yang
Walaupun demikian, budidaya berpengaruh terhadap pertumbuhan
rumput laut di Indonesia ternyata alga laut adalah spesies, bagian
baru mulai dikembangkan sejak thallus (bibit) dan umur sedangkan
tahun 1967, dan mulai berkembang faktor eksternal yaitu jarak tanam,
pada dasawarsa 1980-an (Arli, berat bibit awal, pemilihan bibit,
2019). perawatan tanaman (Sugiarto, et al.,
Potensi pengembangan 1978 dalam Mamang, 2008). Faktor
budidaya alga laut di Indonesia keberhasilan suatu budidaya rumput
sangat besar karena lahan yang laut selain ditentukan oleh metode
sesuai tersedia sangat luas, budidaya yang tepat adalah perlu
keanekaragaman jenis alga lautnya memperhatikan kualitas lingkungan
tinggi, teknologi budidayanya yang baik, selain itu faktor lain yang
sederhana dan modal yang mempengaruhinya yakni seperti
dibutuhkan relatif kecil. Rumput laut bobot yang tepat yang akan
atau alga (seaweed) merupakan digunakan dalam budidaya rumput
salah satu potensi sumberdaya laut.
perairan yang sudah sejak lama
dimanfaatkan oleh masyarakat METODE PENELITIAN
sebagai bahan pangan dan obat-
obatan. Saat ini pemanfaatan alga Penelitian ini dilakukan selama
laut telah mengalami kemajuan yang 45 hari, yaitu pada bulan 2 Agustus–
sangat pesat yaitu dijadikan agar- 15 September 2020, bertempat di
agar, algin, karaginan, dan Pantai Ponrang, Kabupaten Luwu,
furselaran yang merupakan bahan Provinsi Sulawesi Selatan.
baku penting dalam industri Wadah Jaring Trawl yang
digunakan berukuran 1 x 1 meter,

11 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


terbuat dari bahan polyetilen, ukuran penelitian yaitu; tiga perlakuan dan
tali bentangan 5mm dengan panjang tiga kali ulangan. Perlakuan yang
±10meter persegi. Tali PE 8 mm akan diuji yaitu berat bobot rumput
sebagai tali jangkar. Jangkar atau laut E. cottonii.
beban terbuat dari batu yang
dimasukkan dengan jaring. 1. Perlakuan A : 100 Gram
Tali PE 5 mm yang digunakan 2. Perlakuan B : 200 Gram
sepanjang 1 meter. Tali PE 8 mm 3. Perlakuan C : 300 Gram
sebagai tali jangkar. Jangkar atau
beban terbuat dari batu yang dilapisi Variabel yang diamati dalam
dengan jaring. Serta 4 buah penelitian ini yaitu variabel utama
pelampung. Masing-masing rumput dan variabel pendukung. Variabel
laut pada saat penanaman diberi utama berupa pertumbuhan.
jarak 25 cm pada setiap perlakuan. Variabel pendukung dalam kegiatan
Bibit rumput laut yang penelitian yaitu kualitas air. Data
digunakan dalam penelitian ini, yaitu pertumbuhan yang diamati yaitu
bibit E. cottonii yang berasal dari pertumbuhan spesifik dan parameter
hasil budidaya di Kabupaten Luwu, kualitas air yang diamati yaitu
memilih bibit yang memiliki banyak parameter fisika dan kimia.
thallus serta keadaan bibit tidak Menurut (Effendi, 2002)
cacat dan berwarna cerah. Bibit perhitungan laju pertumbuhan
kemudian ditimbang dengan spesifik dengan menggunakan
perbedaan perlakuan berat bobot rumus sebagai berikut:
bibit awal yakni 100gr, 200gr, dan
300gr. ln⁡(𝑊t) − ln⁡
(𝑊0)
Memasukan bibit E. cottonii ke 𝑆𝐺𝑅 = × 100%
t
dalam wadah budidaya sesuai
dengan perlakuan yang telah
ditentukan dengan menggunakan Keterangan :
metode trawl dan metode longline. SGR = Spesifik Growth Rate
Pengamatan laju pertumbuhan (%/hari)
rumput laut dilakukan setiap 10 hari Wt = Berat akhir uji pada akhir
dan pengambilan sampel E. cottonii penelitian (gr)
yaitu dilakukan sebanyak 4kali Wo = Berat awal pada awal
pengambilan selama 45 hari penelitian (gr)
kegiatan penelitian. Pengukuran t = Lama penelitian (hari)
pertambahan berat sampel E.
cottonii dilakukan dengan Pengukuran parameter kualitas air
mengunakan timbangan dengan dilakukan yaitu suhu, salinitas,
ketelitian (NST) 0,001 Gram. kecerahan, dan pH. Pengukuran
Adapun alat yang digunakan dilakukan empat kali selama
dalam penelitian ini yaitu; Jangkar, pengamatan pertumbuhan.
tali polyetilen no.8, refraktometer, Pengukuran secara fisika yaitu suhu,
timbangan digital, thermometer, dan kecerahan dilakukan dilokasi
jaring trawl, alat tulis, sechi disk, budidaya E. cottonii, sedangkan
gunting, kamera, botol bekas, pengukuran parameter kimia yaitu
perahu. Adapun bahan yang salinitas, dan pH.
digunakan yaitu; rumput laut E. Parameter awal yang diukur
cottonii yaitu; berat biomassa basah dan
Metode penelitian yang kering E. cottonii, salinitas,
digunakan adalah metode kecerahan, suhu, pH air,
eksperimen dengan Rancangan Pengukuran biomassa E. cottonii
Acak Kelompok (RAK) Perlakuan dilakkan empat kali dalam satu

12 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


periode budidaya. Perlakuan Sedangkan data kualitas air yang
penelitian yaitu; tiga perlakuan dan didapatkan berdasarkan hasil
tiga kali ulangan. Pengukuran pengukuran dianalisis secara
parameter variabel pendukung deskriptif (Dewi, 2018).
berupa salinitas, kecerahan, suhu,
pH air, yang diamati langsung di HASIL DAN PEMBAHASAN
lapangan. Laju pertumbuhan spesifik
E. cottonii dapat diperoleh dari bobot Hasil pengamatan dan analisis
tanaman uji dengan menggunakan terhadap perlakuan bobot bibit
rumus pertumbuhan spesifik. berbeda terhadap pertumbuhan
Analisis yang digunakan rumput laut E. cottonii menggunakan
yaitu Rancangan Acak Kelompok trawl menunjukkan hubungan yang
(RAK) menggunakan sidik ragam sangat nyata pada taraf 1%. (F hit=
(ANOVA) untuk mengetahui 50370.02> F tabel). Signifikan jika
pengaruh perbedaan bobot bibit nilai p> 0,01 (Ghomez dan Ghomez,
terhadap pertumbuhan. Jika terjadi 2010). Berikut disajikan Grafik laju
perbedaan nyata, maka dilakukaan pertumbuhan rumput laut E. cottonii
uji bada nyata terkecil (BNT). pada Gambar 1.

4.5
4
3.5
3
Rerata SGR (%)

2.5
2
1.5
1
0.5
0
H10 H20 H30 H40
Bobot (A=100 gr) 4.5 4.3 3 1.5
Bobot (B=200 gr) 3.7 3.1 2.4 1.2
Bobot (C=300 gr) 3.5 3.3 2.4 1.1

Gambar 1. Grafik laju pertumbuhan spesifik E. cottonii menggunakan trawl

Hasil pengamatan laju mengalami penurunan. Berdasarkan


pertumbuhan E. cottonii pendapat (Masyahoro dan
menggunakan trawl menunjukkan Mappiratu, 2010), E. cottonii
bahwa laju pertumbuhan terendah mempunyai pola pertumbuhan yang
pada pengamatan terakhir hari ke-40 sama seperti halnya jenis makro
pada kepadatan bibit 300 gr, alga yang lain. Dimulai dengan
dengan laju pertumbuhan harian 1,1 tahap eksponensial pada minggu
% dari bobot pengamatan hari ke- pertama hingga minggu ke-3,
30. Rendahnya laju pertumbuhan E. kemudian tahap stasioner pada
cottonii pada akhir pengamatan, minggu ke-4 dan mulai menurun
disebabkan oleh pola pertumbuhan pada minggu ke-5 hingga panen.
E. cottonii yang bersifat longitudinal Menurut Kira et al., (1953) dalam
yang artinya bahwa setelah Patahiruddin (2015), pada densitas
mengalami pertumbuhan optimum yang tinggi, yield/biomassa
maka pertumbuhan rumput laut akan tergantung pada cacah individu.

13 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


Ketika tumbuhan cukup rapat untuk 4,5% dari bobot bibit awal. Tingginya
saling berpengaruh, maka biomassa laju pertumbuhan pada pengamatan
dapat diprediksi tergantung hari pertama disebabkan rumput laut
kerapatannya. Berdasarkan hal E. cottonii cepat melakukan
tersebut maka dalam adaptasi karena kepadatan yang
membudidayakan rumput laut rendah. Pada komunitas muda,
diperlukan penataan ruang dan populasi tergantung pada kerapatan
wadah budidaya untuk meghindari bibit pada beberapa kisaran
kompetisi dalam mendapatkan densitas. Jadi perbedaan densitas
oksigen dan penyerapan unsur hara terkompesasikan oleh ukuran
demi keberlanjutan kegiatan usaha individu. Semakin populasi
budidaya. berkembang, maka pertumbuhan
Laju pertumbuhan dengan sangat tergantung pada kerapatan
kepadatan bibit 200 gr pada populasi, karena hal tersebut akan
pengamatan pertama hari ke-10 berpengaruh pada laju sintasan dan
justru menujukkan hasil yang sedikit reproduksi (Alifatri, 2012). Brower et
berbeda dengan kerapatan 300 gr. al (1990) menjelaskan bahwa
Hasil pengamatan dengan laju populasi baik hewan maupun
pertumbuhan harian 3,7 % dari tumbuhan proporsi individu yang
bobot bibit awal. Laju pertumbuhan muda dan tua selalu berubah dalam
yang baik tersebut diduga karena unit waktu tertentu. Kerapatan
lingkungan budidaya mendukung biomassa mencapai maksimum
untuk pertumbuhan. Faktor ketika biomassa rumput laut sama
lingkungan merupakan salah satu dengan carrying capacity untuk
faktor yang mempengaruhi melakukan pertumbuhan (Kartono
kehidupan rumput laut, yaitu: kondisi dkk., 2008).
substrat perairan, metode budidaya, Hasil anova perlakuan bobot
suhu, arus, salinitas, kecerahan, bibit berbeda terhadap pertumbuhan
penyediaan bibit, penanaman bibit, biomassa E. cottonii menggunakan
perawatan selama pemeliharaan, longline menunjukkan hubungan
hama dan penyakit (Anggadiredja yang sangat nyata pada taraf 1% (F
dkk., 2006). Keseimbangan semua hit= 11985.91> F tabel). Signifikan
unsur di lingkungan akan jika nilai p> 0,01 (Ghomez dan
memperlancar penyerapan unsur Ghomez, 2010). Berikut Grafik laju
hara sebagai nutrisi yang menunjang pertumbuhan biomassa kering E.
fotosintesis, sehingga pertumbuhan cottonii dapat dilihat pada Gambar 2.
rumput laut akan optimal.
Laju pertumbuhan tertinggi
terjadi pada pengamatan hari ke-10
dengan kepadatan bibit 100 gr
dengan laju pertumbuhan harian

14 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


4
3.5
3
2.5

Rerata SGR (%)


2
1.5
1
0.5
0
H10 H20 H30 H40
Bobot (A=100 gr) 3.4 3.3 3.2 3.1
Bobot (B=200 gr) 3.6 3 1.5 1.5
Bobot (C=300 gr) 2.7 2.5 2.2 1.7

Gambar 2. Grafik laju pertumbuhan spesifik E. cottonii menggunakan longline

Gambar 2. menunjukkan laju dan memiliki korelasi positif dengan


pertumbuhan terendah peningkatan laju pertumbuhan.
menggunakan longline terjadi pada Dugaan lain karena mulai pada hari
pengamatan ketiga dan keempat ke-30, hingga mencapai hari ke-40
hari ke-30 dan 40 pada kerapatan sel-sel meristematik (lunak) telah
bibit 200 gr. dengan laju mencapai tingkat atau fase dewasa
pertumbuhan harian (1,5%) dari sehingga pertumbuhan vegetatif
pengatamatan hari ke-20, berlangsung sangat lambat dan di
mengalami penurunan persentase gantikan oleh pertumbuhan generatif
(1,5%). Walaupun persentase laju yaitu pembentukan organ-organ
pertumbuhan E. cottonii mengalami reproduksi untuk kebutuhan
penurunan, tetapi mengalami regenerasi tanaman, akibatnya laju
penambahan bobot sekitar 6 gr. pertumbuhan menurun (Patang dan
Rendahnya laju pertumbuhan pada Yunarti, 2013).
pengamatan hari ke-30 dan 40 Laju pertumbuhan tertinggi
diduga karena rumput laut telah menggunakan longline sama dengan
mencapai waktu panen atau dengan laju pertumbuhan menggunakan
kata lain tidak akan bertambah lagi trawl. Laju pertumbuhan tertinggi
laju pertumbuhannya. Menurut juga terjadi pada awal pengamatan
Pongarrang et. al. (2013), rumput pertama hari ke-10 dengan padat
laut merupakan salah satu penebaran 200 gr dengan laju
organisme laut yang membutuhkan pertumbuhan harian 3,6% dari bobot
ruang dalam mendapatkan oksigen awal. Kuat dugaan bahwa laju
untuk proses respirasi, sirkulasi air pertumbuhan E. cottonii pada awal
yang baik sebagai penentu utama musim tanam cukup tinggi karena E.
dalam daya dukung produksi. cottonii menyerap nutrien berupa
Dugaan lain disebabkan kurangnya fosfat dan nitrat cukup tinggi karena
asupan nutrient di perairan berupa bagian thallus masih muda. Menurut
fosfat. Hasil penelitian Gordillo et al. (Buschmann et al., (2004); Martines
(2002) menunjukkan bahwa laju and Rico (2004)), pertumbuhan dan
penyerapan fosfat dan nirat sesuai biomassa dapat tercapai dengan

15 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


baik bila rumput laut tercukupi oleh Adapun hasil pengukuran
kedua unsur tersebut di perairan. kualitas air berupa suhu, salinitas,
Ketersedian fosfat dan nitrat di pH dan kecerahan di lokasi
perairan seringkali menjadi faktor penelitian sebagai berikut :
pembatas (Buschmann et al., 2004;
Martines and Rico, 2004). Menurut 1. Suhu
Darmawati (2012) dan Asyiah dkk., Dari hasil pengukuran dan
(2017), tanaman pada awal masa pengamatan di lokasi penelitian
pertumbuhan yakni mengalami diperoleh suhu yang berkisar antara
pembelahan sel, perpanjangan sel, 27-300C. Dari data pengukuran
dan tahap pertama dari diferensiasi bahwa suhu pada hari kesepuluh
sel yang diatur oleh hormon tumbuh pertama dimulainya penelitian
alami yang terkandung dalam E. diperoleh suhu 280C, pengukuran
cottonii diantaranya Auksin dan suhu kedua diperoleh suhu 290C,
Sitokinin yang berperan dalam pengukuran suhu ketiga diperoleh
pertumbuhan, serta Gibberelin yang suhu 300C dan pengukuran suhu
berfungsi membantu proses keempat diperoleh suhu 270C.
Enzimatis yang selanjutnya Kisaran suhu tersebut masih dapat
digunakan sebagai sumber energi mendukung pertumbuhan dan
untuk pertumbuhan. kelangsungan hidup E. cottonii. Hal
Data hasil pengamatan ini sesuai dengan pendapat Arianti
pertumbuhan E. cottonii secara et al. (2007) bahwa suhu optimal
keseluruhan menunjukkan bahwa pertumbuhan rumput laut adalah 24-
bobot mengalami peningkatan pada 300C sehingga suhu pada lokasi
setiap pengamatan (Gambar 2) dan penelitian termasuk kategori sesuai
laju pertumbuhan menggunakan untuk kegiatan budidaya E. cottonii.
trawl dan longline didapatkan total Faktor suhu sangat penting
persentase rerata pertumbuhan dikarenakan suhu berpengaruh
tertinggi terjadi pada kepadatan bibit terhadap pertumbuhan dan
yang sama, yaitu 100 gr sebesar kelangsungan hidup serta
4,5% dan 3,4%. Laju pertumbuhan perkembangan thallus pada rumput
rumput laut yang dianggap cukup laut saat proses fotosintesis.
menguntungkan adalah 3%
pertambahan berat kering per hari 2. Salinitas
(Sutrian, 2004 dalam Alifatri, 2012). Salinitas merupakan salah satu
Hasil penelitian Hurtado et al. (2001) indikator yang mempengaruhi
menemukan bahwa strain rumput pertumbuhan rumput laut, dari hasil
laut dari alga merah pengukuran dan pengamatan,
(Rhodophyceae) memperlihatkan diperoleh salinitas 25-310/00. Dari
tingkat pertumbuhan dan produksi data pengukuran memperlihatkan
yang tinggi jika laju pertumbuhan bahwa salinitas selama dilokasi
berada dikisaran 3,9 - 4,2% per hari penelitian pada sampling kedua
dan memiliki pola yang sama selama diperoleh nilai 310/00 dan ketiga
50 hari periode pemeliharaan. Hal 300/00 hal ini cukup sesuai untuk
yang sama kurang lebih dikatakan pertumbuhan rumput laut. Kisaran
oleh peneliti-peneliti sebelumnya, salinitas tersebut tidak jauh berbeda
yaitu: Dawes et al. (1994) dan Ohno dengan hasil studi Anggadiredja et
et al. (1996). Tingkat pertumbuhan al., (2006), yang menunjukkan
tahunan rata-rata adalah 2,4% per bahwa kisaran salinitas untuk
hari dengan laju pertumbuhan harian pertumbuhan E. cottonii berkisar 25-
tertinggi 3,3% berat basah per hari 31°/ₒₒ, sehingga masih dapat
(Wu et al., 1984). ditolerir oleh E. cottonii untuk
kebutuhan pertumbuhan dan

16 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


perkembangannya. Pengukuran jumlah intensitas cahaya matahari
pertama diperoleh nilai salinitas yang masuk ke dalam kolom
260/00, dan Pengukuran keempat perairan dan minimnya penyerapan
diperoleh 250/00. Hal ini kurang unsur hara yang tersedia di perairan
optimal untuk proses pertumbuhan untuk menunjang pertumbuhan
rumput laut. Terjadinya penurunan rumput laut. Hasil pengukuran ini
kadar garam dilokasi penelitian pada diduga memberikan nilai
sampling pertama dan keempat pertumbuhan rumput laut cukup
disebabkan seringya terjadi hujan baik. Kecerahan perairan yang ideal
serta banyaknya air tawar yang untuk pertumbuhan rumput laut yaitu
masuk ke sekitar lokasi penelitian 5 meter. Hari ke-20 nilai kecerahan
melalui muara sungai pantai yang didapatkan (3 m), sampai
Ponrang. dengan hari ke-30 diapatkan nilai
kecerahan ialah (2,5 m). Pada taraf
3. Derajat Keasaman (pH) nilai kecerahan tersebut diduga
Keasaman atau derajat pH cukup optimal untuk menunjang
merupakan salah satu faktor penting pertumbuhan dan kelangsungan
dalam kehidupan alga laut, sama hidup rumput laut. Kecerahan dan
halnya dengan faktor-faktor lainnya. kekeruhan perairan sangat
Hasil pengukuran pH di lokasi menentukan jumlah intensitas
penelitian menunjukkan pada angka cahaya matahari yang masuk ke
6,9 – 7,8. Dari data pengukuran dalam kolom peairan. Hal ini senada
memperlihatkan bahwa hasil dengan pendapat (Anggadiredja et
pengukuran pH yang dilakukan al., 2006), pertumbuhan yang baik
setiap 10 hari, berkisar antara 6,9 – untuk pertumbuhan rumput laut yaitu
7,8. kisaran tersebut memenuhi kecerahan berkisar antara 2 – 5
syarat sebagai proses budidaya meter.
rumput laut yaitu menurut
pernyataan Sahabuddin dan A. M. KESIMPULAN
Tangko (2008) bahwa kisaran pH
yang sesuai untuk budidaya rumput Pengaruh bobot bibit awal
laut adalah yang cenderung basa, berbeda terhadap laju pertumbuhan
pH yang sangat sesuai untuk rumput laut E. cottonii menggunakan
budidaya rumput laut adalah jaring Trawl memberikan pengaruh
berkisar antara 7,3 – 8,2. sangat nyata terhadap pertumbuhan
(F hit= 50370.02 ⃰ ⃰ > F table 0,01)
4. Kecerahan dan menggunakan Longline
Kecerahan merupakan salah memberikan pengaruh sangat nyata
satu indikator yang memepengaruhi terhadap pertumbuhan (F hit=
penetrasi sinar matahari ke dalam 11985.91 ⃰ ⃰ > F table 0,01). Laju
kolom perairan. Kecerahan pada pertumbuhan menggunakan jaring
lokasi penelitian berkisar antara 2,5– trawl lebih baik daripada
4 m. Nilai kestabilan kecerahan mengunakan longline.
perairan di lokasi penelitian juga
terganggu yaitu pada hari ke-10 DAFTAR PUSTAKA
dengan nilai kecerahan 4 m, dan
hari ke-40 dengan nilai kecerahan Anggadiredja, J.T., Zatnika, A.,
yang di peroleh 2,5 m. Tentunya ini Purwoto, H., dan Istini, S.
memberikan pengaruh pada
2006. Rumput laut;
pertumbuhan rumput laut E. cottonii
sehingga pertumbuhannya mulai pembudidayaan,
melambat. Disebabkan karena nilai pengolahan dan pemasaran
kecerahan yang tinggi menentukan komoditas perikanan

17 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


potensial. Penebar Philippines. Journal Appl.
Swadaya. Jakarta. Phycol 6: 21-24
Arli. 2019. Pengembangan Dewi,A.A.T., 2018. “Pengaruh
Industri Rumput Laut pemberian enzim pada
Indonesia – Kesediaan pakan komersil terhadap
Bahan Baku. Seminar pertumbuhan ikan gabus
Nasional Sinergitas (Channa Striata bloch,
Implementasi Kebijakan 1793)”, Skripsi. Hal:15-19
Pengembangan Industri Effendi, M. I. 2002. Biologi
Rumput Laut Nasional. Perikanan. Yayasan
Jakarta Pustaka Nustama.
Alifatri, L. 2012. Laju Yogyakarta
pertumbuhan dan Ghomez, K.A., and Ghomez, A.A.
kandungan agar Gracilaria 2010. Prosedur statistik
verrucosa dengan perlakuan untuk penelitian pertanian.
bobot bibit terhadap jarak Edisi kedua. UIP.Jakarta.
tanam di tambak balai 698 hlm
layanan usaha produksi Gordillo, F.J.L., M.J. Dring., and
perikanan budidaya G. Savidge. 2002. Nitrate
Karawang. Jawa Barat. and phosphate uptake
Skripsi. IPB. Bogor. characteristics of three
Brower, J.E., Zar, J.H., and von species of brown algae
Ende, C.N. 1990. Field and cultured at low salinity.
laboratory methods for Marine Ecology Progress
general ecology. Third Series Vol. 234: 111-118
edition. America: Wm.C. Hurtado, A.Q., R.F. Agbayani., R.
Brown Publishers. Sanares., and M.T.R.
Buschmann, A.H., D. Varela., M. Castro-Mallare. 2001. The
Cifuentes., M.C. Hernandez- seasonality an d economic
Gonzalez., L. Henriquez.,R. feasibility of cultivating
Westermeier., and J.A. Kappaphycus alvarezii in
Correa. 2004. Experimental panangatan Cays, Caluya,
indoor cultivation of the Antique, Philippines.
carrageenophytic red algae Aquaculture 199: 295-310
Gigartina skottsbergii. Kordi K, M. G. H, 2010. Budidaya
Aquaculture 241: 357-370 Biota Aquatic Untuk Pangan,
Darmawati, 2012. Perubahan sel Kosmetik dan Obat-obatan.
rumput laut Kappaphycus Lily Publisher; Yogyakarta.
alvarezii yang Kartono., M.Izzati., Sutimin., dan
dibudidayakan pada D. Insani. 2008. Analisis
kedalaman berbeda. Jurnal model dinamik pertumbuhan
Octopus Volume 1 No. 2 biomassa rumput laut
Dawes, C.J., A.O. Liuisma., and Gracillaria verrucosa. Jurnal
G.C. Trono.1994. Laboratory Matematika Vol. 11 No.1:
and field growth studies of 20-24
commercial strains of Mamang, N. 2008. Laju
Eucheuma denticulatum and Pertumbuhan Bibit Rumput
Kappaphycus alvarezii in the Laut Eucheuma cattonii

18 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021


Dengan Perlakuan Asal Pongarrang D, Rahman A dan
Thallus Terhadap Bobot Iba W. 2013. Pengaruh
Bibit di Perairan Lakeba, Jarak Tanam dan Bobot
Kota Bau-bau, Sulawesi Bibit Terhadap
Tenggara. Skripsi. Fakultas Pertumbuhan Rumput Laut
Perikanan dan Ilmu (Kappaphycus alvarezii)
Kelautan Institut Pertanian Menggunakan Metode
Bogor. Vertikultur. Jurnal Mina Laut
Masyahoro dan Mappiratu. 2010. Indonesia. Vol.3, (12) : 94-
Respon pertumbuhan pada 112, ISSN 2303-3959.
berbagai kedalaman bibit Sahabuddin., dan A. M. Tangko.
dan umur panen rumput laut 2008. Pengaruh jarak lokasi
Eucheuma cottonii di budidaya dari garis pantai
Perairan Teluk Palu. Media terhadap pertumbuhan dan
Litbang Sulteng III (2) : 104 kandungan karaginan
– 111 rumput laut Eucheuma
Martinez, B., and J.M. Rico. cottoni. Seminar nasional
2004. Inorganic nitrogen and kelautan IV. Surabaya. 4
phosphorous uptake kinetics hal.
in Palmaria palmata Ohno, M., D.B. Largo., and R.
(Rhodophyta). Journal of Ikumoto. 1994. Growth rate,
Phycology 40: 642-650 carrageenan yield and gel
Patahiruddin. 2015. Pengaruh properties of cultured kappa-
kerapatan bibit terhadap carrageenan producing red
pertumbuhan rumput laut algae Kappaphycus alvarezii
(Gracilaria verrucosa (Doty) Doty in sub tropical
(Hudson) Papenfuss) di waters of shikoku, Japan.
tambak budidaya Kabupaten Journal of Applied
Luwu Sulawesi Selatan. Phycology 6: 1-5
Tesis. Wu, C., L. Renzhi., L.
Patang dan Yunarti. 2013. Guangheng., W. Zhongcun.,
Pengaruh Berbagai Metode D. Liangfeng., Z. Jingpur.,
Budidaya dalam and H. Xiaohang. 1984.
Meningkatkan Produksi Utilization of ammonium-
Rumput Laut Kappaphycus nitrogen by Prophyra
alvarezii (Kasus di yezoensis and Gracilaria
Kecamatan Mandalle verrucosa. Hydrobiologia
Kabupaten Pangkep). Jurnal 116/l 17: 475-477
Galung Tropika Vol. 2 (2):
60-63.

19 Fisheries of Wallacea Journal, Volume 2, No. 1, 2021

Anda mungkin juga menyukai