Teknik produksi disesuaikan dengan bahan, alat, dan cara yang akan digunakan.
Penguasaan teknik produksi akan menentukan kualitas produk kerajinan yang dibuat.
Mengingat, beberapa kerajinan memiliki alat dan keterampilan khusus untuk
mewujudkannya.
3. Teknik
Lempengan/slab Teknik lempeng (slabing) merupakan
dalam teknik yang digunakan untuk membuat
pembuatan benda gerabah berbentuk kubistis dengan
keramik permukaan rata. Teknik ini diawali dengan
pembuatan lempengan tanah liat dengan
menggunakan rol kayu penggilas. dapat
membuat menjadi bentuk kubus atau
persegi.
4. Teknik cetak Teknik Coiling (Lilit Pilin) Teknik pilin
dalam merupakan cara pembuatan
pembuatan keramik dengan cara membentuk
keramik tanah liat dengan bentuk bahan dasar
tanah liat yang dipilin atau dibentuk
seperti tali
Proses daur hidup manusia dari lahir hingga berpulang ke pelukan Bumi yang
dituangkan dalam sehelai kain. Demikianlah makna batik dalam kehidupan
masyarakat Jawa.
Pun secara umum bagi masyarakat Indonesia, batik tak hanya warisan budaya
seperti yang disahkan UNESCO pada Sidang ke-4 Komite Antar-Pemerintah
tentang Warisan Budaya Tak-Benda di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, pada 2009.
“Secara umum, batik bisa dibagi menjadi dua --Batik Pesisir dan Batik Keraton.
Hanya, sekarang varian batik itu sudah banyak sekali. Jadi ada yang modern, ada
yang bekerja sama dengan berbagai pemikiran scientific dan teknologi,” kata Yan
Yan Sunarya, Doktor Batik Sunda Pertama di Dunia, saat berbincang dengan
wartawan kumparan, Amanaturrosyidah dan Ulfa Rahayu, di ITB, Bandung, Jumat
(8/9).
Ia berujar, perbedaan mendasar kedua jenis batik tersebut terletak pada pakem
penggunaan motif pada Batik Keraton yang sarat makna spiritual. Sementara
Batik Pesisir terkesan lebih bebas karena menerapkan adaptasi estetik, visual,
dan teknik yang menyesuaikan dengan keadaan pesisir.
Batik Keraton dibuat sebagai bentuk pengabdian darma (ibadah) terhadap Tuhan
melalui dunia tengah --dalam hal ini Raja atau Wali-- dan dilandasi konsep
“nunggak semi” atau nutrani, sebuah konsep peniruan sesuai budaya induknya
yang menyatakan keindahan merupakan milik Tuhan semata (kaendahan menika
kagunganipun Gusti Allah). Tak heran, motif-motif Batik Keraton tak pernah
terdeteksi siapa penciptanya.
Istilah Batik Keraton sendiri muncul semenjak produk batik rakyat memasuki
istana di Pulau Jawa. Saat bersamaan, cap aristrokat --meski tak mengubah corak
aslinya-- mulai mewarnai batik klasik Jawa dan memunculkan identifikasi karya
sebagai produk keraton yang mencerminkan idealisasi budaya bangsawan.
Sri Soedewi Samsi, penulis buku Batik Yogya & Solo: Techniques, Motifs &
Patterns, mengatakan bahwa situasi yang masih erat dengan kehidupan
tradisional, dan lingkungan yang masih mempertahankan unsur kebudayaan
Hindu-Jawa, memberi kesempatan bagi wanita keraton untuk mendalami dasar
batik, mulai dari menyusun motif hingga membatik.
Tentu saja, para putri keraton hanya “ngengreng” (membentuk motif dasar
batik), sementara untuk proses “isen” (pewarnaan dan pelorotan) akan
diteruskan oleh masyarakat di luar keraton. Kegiatan ini menyebabkan motif
batik tersebar dan berkembang sesuai daerah penyebarannya.
Corak Batik Keraton cenderung simbolis statis dan magis, dengan jumlah warna
yang terbatas pada cokelat soga dan biru nila, di atas latar putih atau putih
gading.
Sebagai penentu kasta, pemakaian ragam hias Batik Keraton diatur dalam corak
larangan, atau corak yang hanya boleh digunakan untuk raja beserta keluarga
dekatnya.
Lingkup corak yang diatur dalam Keraton Yogyakarta adalah sawat, parang rusak,
cemukiran, udan liris, rujak sente, garuda ageng, kawung, dan semen.
Pakem-pakem larangan tersebutlah yang menjadi perbedaan mendasar antara
Batik Pesisir dengan Batik Keraton. Pada hakikatnya, Batik Pesisir adalah batik
yang berasal dari luar benteng keraton.
Ada banyak faktor yang jadi alasan kenapa Batik Pesisir mengalami pertumbuhan
berbeda dari Batik Keraton. Salah satunya disebabkan latar belakang pelaku
industri batiknya yang rakyat jelata dan tidak berinduk pada feodalisme
aristokrasi Jawa--yang tatakramanya menjadi dasar acuan homogenitas
penggunaan motif batik di balik dinding-dinding keraton.
“Sifat, iklim, serta kondisi kerja rakyat jelata berbeda dari mitranya di keraton.
Sifat pekerjaan membatik pada rakyat jelata adalah sambilan, sedangkan di
keraton membatik adalah ibadah, suatu karya estetik tinggi yang patuh pada
aturan serta arahan filosofi aristrokasi Jawa,” ujar Yan Yan.
Batik “sambilan” ini cenderung lebih kasar karena dibuat tanpa disungging
(dilukis berwarna) menggunakan variasi canting, sehingga harganya lebih murah
dibanding Batik Keraton.
Sebagai barang dagangan, ragam hias serta warna yang digunakan pada batik
pesisir bersandar pada permintaan pembeli. Batik Pesisir menuntut corak yang
dinamis, penganekaragaman produk, kecepatan dan efisiensi produksi, serta
mutu yang stabil.
“Ragam hias dari Batik Pesisir ini lebih bebas dan mandiri, tidak terikat pada
filsafat tertentu. Sifatnya yang lebih beraneka ragam menghasilkan corak-corak
yang amat bervariasi. Warna pun tidak terbatas pada cokelat dan biru, melainkan
juga merah, hijau, biru, kuning, dan seterusnya,” kata Yan Yan.
Meski menggunakan pakem berbeda, kedua batik ini --Pesisir dan Keraton-- tetap
menggunakan teknik yang sama, yaitu membentuk motif dengan merintang
warna menggunakan lilin panas.
Kini, kedua batik tradisional tersebut terancam dengan datangnya kompetitor
batik-batik baru yang menawarkan inovasi modern lewat berbagai teknologi sains
yang memungkinkan digitalisasi dalam pembuatan batik (batik print yang
sesungguhnya bukan batik).
Jika teknik asli membatik tidak dilanjutkan dan dilestarikan, pengakuan UNESCO
terhadap definisi batik hanya menjadi pengukuhan tanpa kejayaan budaya
batik itu sendiri.
Sumber : https://kumparan.com/
Jodohkan pertanyaan pada kolom A dengan jawaban pada kolom B yang tepat !
No. A B
1. Warna yang banyak digunakan untuk Batik Pesisir a. Pewarnaan dan
adalah . . . . pelorotan
2. Kategori motif kain batik di Indonesia berdasarkan b. Membentuk motif
periode perkembangan dan wilayah penyebarannya batik
dibedakan menjadi . . . .
3. Konsep “nunggak semi” atau nutrani, merupakan c. Cokelat soga, biru,
konsep peniruan sesuai budaya induknya yang nila dengan latar
menyatakan keindahan merupakan milik Tuhan putih atau putih
semata (kaendahan menika kagunganipun Gusti gading
Allah). Hal ini menunjukkan bahwa pakem motif Batik
Keraton memiliki . . . .
4. Corak batik sawat, parang rusak, cemukiran, udan liris, d. Batik Pesisir
rujak sente, garuda ageng, kawung, dan
semen termasuk dalam kategori batik . . . .
5. Batik merupakan salah satu budaya tradisional yang e. Membentuk motif
dikategorikan sebagai . . . . dengan merintang
warna menggunakan
lilin panas
6. Meski pakem Batik Keraton dan Pesisir berbeda, f. Batik Keraton dan
namun teknik yang digunakan sama, yaitu . . . . Batik Pesisir
7. Ngengreng merupakan kegiatan . . . . g. Makna Spiritual
8. Warna batik yang mendominasi Batik Keraton adalah . h. Warisan budaya
... nonbenda / tak
benda
9. Proses Isen berarti kegiatan . . . . i. Batik Keraton
10. Batik Cirebon, Indramayu, Semarang, Pekalongan, j. Merah, hijau, biru,
Tuban, Lasem, Madura banyak didominasi oleh kuning
corak burung hong, naga, kereta kuda, kapal, kupu-
kupu,
burung merak, dan pipit, termasuk dalam kategori
batik . . . .
3. Proses produksi dalam hal ini merupakan proses penciptaan karya kerajinan
dengan inspirasi budaya nonbenda. Tahapan produksi yang dilakukan dengan
benar dalam proses penciptaan karya, secara otomatis akan menghasilkan karya
kerajinan yang baik kualitasnya. Berikut ini merupakan beberapa tahapan
pengerjaan kerajinan nonbenda :
2.
3.
4.