Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DAN BUDI PEKERTI


HIFDZU AL-NASL

Guru Pembimbing : Gozali Sahlan S.Pd.I

Disusun oleh :

1. Ahmad Fathkur Rokhim (222310147)


2. Aileen Kiranata (222310148)
3. Bintang Zhahir Hibatullah (222310150)
4. Fiqhiatuddiniyah (222310157)
5. Ikvina Kamaliya Risqi (222310161)
6. Priska Hertanti (222310170)

SMAN 1 CIBINONG
2023
Jl. Mayor Oking Jaya Atmaja No. 73 Kecamatan Ciriung
Kabupaten Bogor 16911
Telp. (021) 8752614
LEMBAR PENGESAHAN
MAKALAH

Penyusun

(Ahmad Fathkur Rokhim) (Aileen Kiranata)


NIS:222310147 NIS:222310148

(Bintang Zhahir Hibatullah) (Fiqhiatuddiniyah)


NIS:222310250 NIS:222310157

(Ikvina Kamaliya Risqi) (Priska Hertanti)


NIS:222310161 NIS:222310170

Pembimbing

(Gozali Sahlan S.Pd.I)


NIP:008102347586

i
KATA PENGANTAR

ُ‫اَل َّسالَ ُم َعلَ ْي ُك ْم َو َرحْ َمةُ هللاِ َوبَ َر َكاتُه‬

Puji dan syukur marilah kita panjatkan atas kehadirat ‫ﷻ‬, atas karunia-Nya
berupa nikmat iman dan kesehatan saat ini sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah Al-Nasl ini dengan tepat waktu. Tidak juga shalawat serta salam selalu tercurahkan
kepada Rasulullah SAW, para sahabat dan keluarganya yang syafaatnya akan kita nantikan
kelak.

Penulisan makalah berjudul “HIFZUN AL-NASL”. Adapun penulisan makalah


bertemakan Al-Nasl ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam serta diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pembaca.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada bapak Ghozali Sahlan S.Pd.I. selaku
guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, yang telah membimbing penulis sehingga
penulis dapat mengerjakan tugas makalah ini dengan baik yang diharapkan kelompok ini
dapat mendapatkan nilai yang maksimal.

Dengan kerendahan hati, penulis memohon maaf sebesar-besarnya apabila ada


ketidaksesuaian kalimat dan kesalahan. Penulis menyadari makalah masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, bimbingan serta kritik dan saran yang membangun penulis
harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Atas perhatiannya, akhir kata kami mengucapkan
terima kasih.

Cibinong, 12 Mei 2023

Kelompok 4

ii
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN......................................................................................................i
KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................................iii
PENDAHULUAN.....................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................................4
1.3 Tujuan Masalah................................................................................................................4
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
2.1 Pengertian Al-Nasl............................................................................................................6
2.3 Penerapan Al-Nasl Dalam Kehidupan Sehari-hari.........................................................10
2.4 Hadist..............................................................................................................................11
PENUTUP...............................................................................................................................13
3.1 Kesimpulan.....................................................................................................................13
3.2 Saran...............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hifzul Al-Nasl sebagai salah satu bagian dari maqashid syariah menandakan bahwa
pemeliharaan terhadap keturunan menjadi fokus penting dalam mencapai kemaslahatan.
Maqashid syariah sendiri menginginkan adanya jalbu al-mashalih (mengupayakan
kemaslahatan) dan dar’ul mafashid (mencegah kerusakan) sehingga membutuhkan
analisis mendalam terkait isu-isu terkini. Dalam maqashid syariah, Hifzul Al-Nasl
termasuk pada tingkatan dhoruriyyah (keniscayaan), dimana tingkatan tersebut
merupakan kemaslahatan primer yang tidak boleh diabaikan.1

Kajian Hifzul Al-Nasl saat ini masih berorientasi pada Hifzul Al-Nasl klasik, dimana
ulama klasik memiliki pandangan bahwa pemeliharaan nasab mengarah pada
pensyariatan pernikahan untuk menjaga kelangsungan keturunan dan kejelasan garis
keturunan, Huda menguatkan konsep maqashid syariah klasik melalui penelitiannya
tentang pencatatan perkawinan yang diatur pada Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun
1954 Tentang Pencatatan Nikah dengan Hifzul Al-Nasl era klasik demi mempertahankan
kejelasan nasab yang bersih dari perbuatan zina. 2 Selain itu, Billah dalam penelitiannya,
New Normal dalam perspektif maqashid syariah, menjelaskan bahwa pernikahan tetap
bisa dilangsungkan walau tanpa resepsi yang meriah agar seseorang tetap dapat
menjalankan pernikahan dan terhindar dari perbuatan zina.

Hifzul Al-Nasl yang diartikan sebagai pemeliharaan keturunan dapat dijadikan sebagai
dasar untuk menjaga kehidupan rumah tangga yang dapat mengikat pribadi satu dengan
yang lain atas dasar hubungan darah. Pemeliharaan kehormatan dipahami sebagai upaya
menjaga keberlangsungan kehidupan seseorang dengan layak melalui pengharaman zina,
mengadu domba, mengumpat dan beberapa hal yang dapat menyinggung kehormatan
orang lain.3

1
Refki Saputra, Muhammad Misbakul Munir, and E. Mulya S, ‘Mengkonstruksi Nalar Dan
Kompetensi Maqashid Syariah Menuju Fikih Kontemporer Progresif’, Maro; Jurnal Ekonomi Syariah
Dan Bisnis, 5.1 (2022).
2
Afiful Huda, ‘Pencatatan Perkawinan Perspektif Maqashid Al- Syari’Ah’, Jurnal Pikir :
Jurnal Studi Pendidikan Dan Hukum Islam, 4 (2018).
3
M Lutfi Khakim and Mukhlis Ardiyanto, ‘Menjaga Kehormatan Sebagai Perlindungan Nasab
Perspektif Maqashid Syariah’, Jurnal Nizham, 8.1 (2020).

ii
Jika merujuk pada rekapitulasi perkara yang diputus oleh Pengadilan Agama selama
2021 terdapat angka 59.709 dispensasi pernikahan dengan alasan terbesarnya adalah
situasi mendesak, seperti hamil duluan, resiko berhubungan seksual atau anggapan orang
tua untuk menghindari zina.4 Hal ini memperkuat anggapan bahwa pernikahannya dalam
kaitanya Hifzul Al-Nasl dipahami masyarakat sebagai sarana menghindari zina,
sebagaimana konsep Hifzul Al-Nasl klasik.

Berbeda dengan Hifzul Al-Nasl klasik, konsep Hifzul Al-Nasl kontemporer lebih
berorientasi pada pembaharuan dan pengembangan agar relevan dengan kondisi terkini.
5
Penekanan tersebut mengantarkan pemikiran yang berorientasi kepada kemaslahatan
secara komunal sehingga Hifzul Al-Nasl dipahami sebagai bentuk kepedulian terhadap
pemeliharaan institusi keluarga.6

Ulama kontemporer memiliki pandangan kompleks tentang pengembangan Hifzul Al-


Nasl. Mereka berpendapat bahwa perkawinan merupakan jalan utama untuk membangun
sebuah keluarga, karena syariat memberikan perhatian khusus terkait hal tersebut.
Tujuannya untuk melindungi keturunan dari keraguan tentang garis nasab. Hal ini
mengindikasikan bahwa penjagaan garis keturunan adalah sesuatu yang sangat
fundamental untuk menentukan nasab seseorang serta akan berdampak pada perwalian
dan kewarisan.7 Tidak heran apabila Hifzul Al-Nasl dewasa ini dikenal sebagai hifz al-
usrah sebagai pengembangan yang dilakukan oleh ulama kontemporer melihat realitas
yang ada.8

Selaras dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang


mengatur seluruh masyarakat yang cukup umur dalam melangsungkan perkawinan.
Undang-Undang Perkawinan bisa dikatakan sebagai respon pemerintah dalam
melindungi keluarga, memelihara dan meningkatkan kesejahteraan serta kebahagiaan
dalam keluarga. 9Hal ini sangat penting mengingat perkawinan merupakan suatu pintu

4
KOMNAS Perempuan, Catahu 2022: Catatan Tahunan Kekerasan Terhadap Perempuan
Tahun 2022 (Jakarta, 2022).
5
Syahrul Sidiq, ‘Maqashid Syariah & Tantangan Modernitas: Sebuah Telaah Pemikiran Jasser
Auda’, Jurnal Agama Dan Hak Azazi Manusia, 7.1 (2017), 140–61.
6
Muhammad Lutfi Hakim, ‘Pergeseran Paradigma Maqasid Al-Syariah Dari Klasik Sampai
Kontemporer’, Al-Manahij, 10.1 (2016).
7
Muhammad Tahir Ibnu Asyur, Treatise on Maqasid Al-Shari’ah, ed. by Mohamed El-Tahir
El-Mesawi (London: The International Institute of Islamic Thought, 2006).
8
Retna Gumanti, ‘Maqasid Al-Syariah Menurut Jasser Auda (Pendekatan Sistem Dalam
Hukum Islam)’, Jurnal Al-Himayah, 2.1 (2018), 97–118.
9
Santoso, ‘Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam Dan
Hukum Adat’, Jurnal YUDISIA, 7.2 (2016).

iii
utama dalam membangun sebuah keluarga yang nantinya memiliki peran dalam
masyarakat.

Selain itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) pada tahun 2020
mengeluarkan Indeks Pembangunan Keluarga sebagai taraf kesejahteraan keluarga di
Indonesia. Indeks Pembangunan Keluarga menjelaskan setidaknya terdapat 3 dimensi
yang setiap dimensi terdiri dari beberapa indikator. Hal tersebut sesuai dengan konsep
Hifzul Al-Nasl kontemporer yang berusaha menempatkan keluarga sebagai objek dalam
pengembangan diri dan lingkungan sekitar.

Muhammadiyah melalui Musyawarah Nasional Tarjih ke-28 yang dilaksanakan di


Palembang, Sumatera Selatan menghasilkan buku yang berjudul “Tuntunan Menuju
Keluarga Sakinah” karya Pimpinan Pusat Aisyiyah. Keluarga sakinah muncul sebagai
istilah untuk menggambarkan kondisi keluarga yang sejatinya dicapai pada setiap
keluarga muslim. Tujuan yang digambarkan pada QS. Ar-Rum ayat 21 menunjukkan jika
keluarga sakinah merupakan keluarga yang di dalamnya setiap anggota merasakan
ketenangan, ketentraman, sejahtera dan damai dengan berlandaskan mawaddah
warahmah serta ridho Allah SWT.10 Mewujudkan keluarga sakinah akan menjadikan
tempat yang sangat baik untuk setiap anggota keluarga termasuk seorang anak sebagai
amanat yang telah diberikan oleh Allah SWT.11

Hifzul Al-Nasl bukan hanya dilakukan melalui perwujudan keluarga sakinah. Hifzul
Al-Nasl memiliki makna yang luas. Banyak perbuatan yang bisa dikatakan sebagai
perwujudan Hifzul Al-Nasl dalam kehidupan sehari-hari, seperti parenting (ilmu dalam
mengasuh dan membimbing anak dengan cara yang baik dan benar) dan program KB
(untuk mengatur batas usia anak yang dilahirkan). Namun, berbagai perwujudan tersebut,
peneliti memilih keluarga sakinah dalam penelitian ini. Sejauh ini, terdapat beberapa
kajian seperti Rabiatul Adawiyah12, Samsidar dan Darliana Sormin13 yang fokus
kajiannya membahas terkait peran Aisyiyah dalam mewujudkan keluarga sakinah. Selain

10
Samsidar and Darliana Sormin, ‘Program ‘Aisyiyah Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah
Menuju Islam Berkemajuan’, Intiqad: Jurnal Agama Dan Pendidikan Islam, 11.1 (2019), 155–70.
11
Pimpinan Pusat Aisyiah and Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah (Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2016).
12
Rabiatul Adawiah, ‘Aisyiyah Dan Kiprahnya Dalam Pembinaan Keluarga Sakinah’,
Mu’adalah Jurnal Studi Gender Dan Anak, 1.2 (2013), 103–23.
13
Samsidar and Darliana Sormin, ‘Program ‘Aisyiyah Dalam Mewujudkan Keluarga Sakinah
Menuju Islam Berkemajuan’, Intiqad: Jurnal Agama Dan Pendidikan Islam, 11.1 (2019), 155–70.

iv
itu, kajian yang dilakukan Desiana Lutfiani14 mengkomparasikan antara keluarga sakinah
menurut Muhammadiyah dan keluarga maslahah menurut Nahdlatul Ulama’.

Melihat pemaparan diatas, dapat dipahami bahwa keluarga sakinah sebagai salah satu
indikator dalam penerapan Hifzul Al-Nasl dalam kehidupan. Pembahasan terkait Hifzul
Al-Nasl perlu dibahas secara mendalam agar urgensi Hifzul Al-Nasl dalam perwujudan
keluarga sakinah dapat dipahami secara final. Objek penelitian ini difokuskan pada
keluarga Muhammadiyah di Kabupaten Berau yang memiliki berbagai ragam dan latar
belakang kondisi keluarga. Berbagai ragam dan latar belakang kondisi keluarga akan
memunculkan perbedaan cara pandang keluarga sakinah serta perilaku dalam
membangun keluarga sakinah. Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin
mengungkap bagaimana penerapan dari Al-Nasl dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah


 Apa pengertian dari Hifdzu Al-Nasl
 Dalil mengenai Hifdzu Al-Nasl
 Bagaimana penerapan Al-Nasl pada kehidupan sehari-hari
 Hadist mengenai Hifdzu Al-Nasl

1.3 Tujuan Masalah


 Bagi Peneliti
a) Dengan adanya makalah ini dapat mengetahui permasalahan apa yang sedang
terjadi sehingga dapat ditemukannya solusi.
b) Dengan adanya makalah ini, menambah wawasan untuk kami tentang apa itu Al-
Nasl secara meluas hingga pengaruhnya terhadap budaya di masyarakat.
c) Dengan adanya makalah penelitian ini diharapkan kami dapat menerapkan perilaku
positif dalam upaya menyikapi perbuatan zina dalam kehidupan sehari-hari.

14
Desiana Lutfiani, ‘Konsep Keluarga Sakīnah Majelis Tarjih Muhammadiyah Dengan
Keluarga Maṣlaḥah Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama Dalam Bingkai Hukum
Perkawinan’ (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018).

v
 Bagi Pembaca
a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi para pembaca untuk
mempelajari tentang Al-Nasl
b) Kami mengharapkan agar para pembaca sekalian dapat menjunjung nilai-nilai Al-
Nasl dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari
c) Kami mengharapkan dengan adanya makalah ini, pembaca mendapatkan ilmu
pengetahuan baru serta wawasan mengenai Al-Nasl

vi
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Al-Nasl
Al-Nasl atau menjaga keturunan dalam Islam adalah suatu tindakan yang sangat
ditekankan dalam agama Islam. Hal ini karena Islam menghargai nilai keluarga dan
keturunan, dan menganggapnya sebagai salah satu keberkahan yang besar dari Allah
SWT.15

Menjaga keturunan dalam Islam mencakup berbagai aspek, antara lain:

 Menjaga keturunan dalam arti menghindari perbuatan zina dan pergaulan bebas yang
dapat mengakibatkan kelahiran anak di luar nikah atau ketidakpastian keturunan.
 Menjaga keturunan dalam arti menikah dengan pasangan yang sesuai dan seiman,
dan berusaha menjaga keharmonisan dalam rumah tangga. Dalam Islam, pernikahan
bukan hanya sekedar hubungan antara suami dan istri, tetapi juga membawa dampak
besar pada keturunan yang akan lahir dari pernikahan tersebut.
 Menjaga keturunan dalam arti memberikan pendidikan yang baik dan
memperhatikan kesehatan fisik, mental, dan spiritual anak-anak. Orangtua harus
membimbing anak-anak mereka agar tumbuh menjadi pribadi yang berakhlak mulia,
berilmu, dan berguna bagi masyarakat.
 Menjaga keturunan dalam arti menjaga ikatan kekerabatan dan silaturahmi antara
anggota keluarga. Islam menekankan pentingnya hubungan antara keluarga,
terutama antara anak-anak dengan orang tua, saudara kandung, dan kerabat lainnya.
 Menjaga keturunan dalam arti mewariskan nilai-nilai agama yang baik dan
mengajarkan anak-anak untuk mencintai dan memahami ajaran Islam. Dalam Islam,
orangtua bertanggung jawab untuk memperkenalkan anak-anak mereka pada ajaran
agama sejak dini, sehingga mereka dapat tumbuh menjadi pribadi yang taat
beragama dan bermanfaat bagi masyarakat.

Dalam kesimpulannya, menjaga keturunan dalam Islam adalah suatu tindakan yang
sangat penting dan harus diutamakan oleh setiap individu muslim. Hal ini dapat

15
Imam Amrusi, Konstruksi Fikih Demokratis (Surabaya: Dakwah Digital Press, 2009)

vii
dilakukan dengan berbagai cara, antara lain dengan menghindari perbuatan zina,
menikah dengan pasangan yang sesuai dan seiman, memberikan pendidikan yang baik
pada anak-anak, menjaga ikatan kekerabatan, dan mewariskan nilai-nilai agama yang
baik.

Pengertian Al Nasl Menurut Imam Al-Ghazali

Hifz al-nasl (memelihara keturunan) Untuk memelihara keturunan ini, dapat dilakukan
dengan menikah sebagaai upaya untuk meneruskan kehidupan dunia dengan
melahirkan generasi-generasi penerus. Hifdz al-nasl sesuai maslahah mursalah menurut
imam Al-Ghazali terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 202116, menikah
ialah ibadah yang salah satu tujuannya adalah menghindarkan diri dari zina, serta agar
senantiasa meneruskan kehidupan dunia dengan melahirkan keturunan. Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan Pasal 40 ayat 3 (c) 17
memberikan perlindungan upah untuk pegawai/pekerja yang tidak masuk karena
menikah, menikahkan anaknya, mengkhitankan anaknya, membaptis anaknya, dan
istrinya melahirkan dan untuk pegawai perempuan yang melahirkan juga diberikan
perlindungan upah sebagaimana yang ditetapkan pada Pasal 40 ayat 5 (d). Ketetapan
tersebut menjadi salah satu upaya pemerintah untuk memelihara hifdz al-nasl untuk
melindungi keturunan dari para pegawai/pekerja.18

2.2 Dalil Mengenai Hifdzu Al-Nasl

Pernikahan merupakan kegiatan menyatukan dua insan manusia secara sah dalam
mata hukum maupun agama. Bukan hanya kegiatan biasa, kegiatan ini dipandang
sebagai sebuah ibadah terpanjang dalam hidup yang bisa jadi gudang pahala. Menikah
juga merupakan hal untuk menjalankan salah satu perintah Allah yang tertera pada al-
Qur’an surah an-Nur ayat 32. َ

Nikahkanlah orang-orang yang masih membujang di antara kamu dan juga orang-
orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu, baik laki-laki maupun

16
LN.2021/No.46, TLN No.6648, jdih.setkab.go.id : 57 hlm.
17
LN.2021/No.46, TLN No.6648, jdih.setkab.go.id : 57 hlm.
18
(Pura*, 2022, p. 5)

viii
perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memberi kemampuan kepada mereka
dengan karunia-Nya. Allah Mahaluas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.

Ibnu katsir dalam tafsirnya menjelaskan ayat ini. Dan kawinkanlah orangorang yang
sendiri di antara kalian, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba
sahaya kalian yang lelaki dan hamba-hamba sahaya kalian yang perempuan. Jika mereka
miskin, Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Mahaluas
(pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui. Dan orang-orang yang tidak mampu kawin,
hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan
karunia-Nya. Dan budak-budak yang kalian miliki yang menginginkan perjanjian,
hendaklah kalian buat perjanjian dengan mereka, jika kalian mengetahui ada kebaikan
pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebagian dari harta Allah yang
dikaruniakan-Nya kepada kalian.19

Dalam pandangan Al-Qur'an salah satu tujuan pernikahan adalah untuk menciptakan
sakinah, mawaddah dan rahmah antara suami, isteri dan anakanaknya. Hal ini
ditegaskan oleh Allah SWT dalam surat Ar-Rum ayat 21:

“Dan diantara tanda-tanda (kebesaran) Nya adalah Dia (Allah) menjadikan dari setiap
orang dari kalian berpasang-pasangan untuk kalian dari golongan kalian sendiri,
supaya kalian merasa tenang kepadanya, dan Dia (Allah) menjadikan diantara kalian
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya itu semua lah yang menjadi tanda-tanda
(kebesaran-Nya) untuk kaum yang berfikir.”20

Merujuk ayat di atas jelas bahwa diantara tujuan sebuah pernikahan yakni
membentuk keluarga yang penuh dengan rahmah,mawaddah dan yang tak kalah
penting membentuk keluarga yang sakinah. Hal ini menjadi harapan besar bagi
seluruh bentuk keluarga, baik pasangan yang masih baru maupun yang sudah lama
membangun keluarga. Tafsir al-Munir karya Wahbah Az-Zuhayli memang tidak
memaparkan secara langsung tentang anak, tetapi melihat pada arti kata Kementrian
Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bekasi: PT. Sukses Mandiri, 2012), 265. 29

19
Ibnu Katsīr, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhīm (Al-Qahirah: Al-Maktabah Al-Taufiqiyah, t.t.), Jilid I, 473.
20
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bekasi: PT. Sukses Mandiri, 2012), 265.

ix
Litaskunuu ilaiha yang dimaknai dengan kalimat litamilu ilaiha (silih terikat), yang
mana menjadikan seorang anak adalah pengikat anatara suami dan istri, dari hal ini
lah sepasang suami istri beralih status menjadi kedua orang tua yang mana status ini
diemban oleh anak sepanjang masa. Serta layaknya orang tua akan selalu bertanggung
jawab akan keberlangsungan hidup anak sebisa dan semampu kedua orang tua.21
Mufassir asal Damaskus yaitu Ibnu Asyur dalam karyanya at-Tahrir wa atTanwir yang
terkenal dengan tafsir maqashid menafsirkan surah ar-Rum ayat 21 ini ialah asas at-
Tanasul (dasar dari proses reproduksi) manusia, yakni melalui pernikahan. Dengan
demikian jelas bahwa konsekuensi dari di adakannya sebuah pernikahan adalah
mempunyai anak, yang merupakan reproduksi ataupun melestarikan generasi. Dari
sebuah pernikahan inilah diharapkan muncul generasigenerasi baru yang
Qur’ani.22Dalam kitab Mafatih al-Ghaib karya ar-Razi memaparkan bahwa salah satu
faktor utama terwujudnya rahmah dalam sebuah keluarga adalah anak, merujuk dari
tafsir ayat lain pada al-Qur’an al-Karim mengenai cerita nabi Zakariya yang
memohon dan berdoa agar dikaruniakan seorang anak sebagai bentuk kasih sayang
(rahmah) Allah SWT kepada hamba-Nya. Doa nabi zakariya itu termaktub dalam al-
Qur’an Q.S al-imran ayat 38 :

Di sanalah Zakaria berdoa kepada Tuhannya. Dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku
keturunan yang baik dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa-doa.
23
Ar-Razi juga menyampaikan dalam kitabnya bahwa posisi anak menjadi tujuan
pernikahan yang ketiga yaitu rahmah. Pendapat ar-Razi bahwa terciptanya rahmah
seiring dengan lahirnya sang buah hati tercinta, oleh sebab itu anak memerlukan kasih
sayang serta secara alami akan mendampingi suami istri hingga berubah statusnya
menjadi orang tua yang mana kehadiran kedua orang tua sangat diperlukan oleh sang
anak. Sama halnya dengan al-Qurthubi juga memaparkan bahwa dikala lahirnya
seorang anak terlahir pula wujud rahmah dalam sebuah keluarga. Sama halnya dengan
Ar- Razi serta Al- Qurthubi, M. Quraish Shihab24

21
Wahbah al-Zuhaili Tafsir al-Munīr (Jakarta:Gema Insani,2016), jilid 8, cet I, 258.
22
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid II (Jakarta, Lentera Hati,2001), 330.
23
Kementrian Agama RI, Al-Qur’an Dan Terjemahan (Bekasi: PT. Sukses Mandiri, 2012), 142.
24
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid II (Jakarta, Lentera Hati,2001), 67.

x
2.3 Penerapan Al-Nasl Dalam Kehidupan Sehari-hari
 Pernikahan yang Sah
Salah satu cara menjaga keturunan yang diakui dalam Islam adalah pernikahan
yang sah. Dan salah satu hal yang dapat merusak hifdzun nasab itu sendiri adalah
pernikahan yang dilakukan dengan berbeda agama, hal ini bisa menyebabkan nasab
dalam keluarga seseorang tersebut tidak terjaga. Karna bisa saja anak yang dilahirkan
dari keluarga tersebut suatu saat memilih agama diluar dari agama Islam, dan agama
selain Islam itu diperoleh dari salah satu orangtuanya.
 Menghindari Zina
Menghindari zina juga salah satu bentuk agar nasab tetap terjaga. Nabi
Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam juga bersabda :
“Seorang pezina tidak akan melakukan perbuatan zina, sedangkan dia dalam keadaan
beriman”
Jika seseorang sudah berani melakukan zina, maka keimanannyaa sudah tercabut dari
diri sesorang tersebut, namun apabila dia berhenti dari berzina, maka keimanannya
pun kembali kepadanya.
 Memilih Pasangan Yang Sesuai
Memilih pasangan yang sesuai dengan ketentuan syariat Islam juga termasuk
dalam menjaga nasab, contoh apabila seorang laki-laki ingin menikahi seorang wanita
harus karena 4 hal, dalam hal ini disebutkan dalam sebuah hadist Abu Hurairah
meriwayatkan hadist dari Rasulullah :
“Wanita dinikahi karena 4 hal : hartanya, nasabnya, kecantikannya, dan agamanya.
Pilihlah yang memilki agama, maka kalian akan beruntung”. (H.R.Bukhari).
 Membantu Keluarga yang Dalam Keaadaan Susah
Menjaga nasab bukan hanya terkait perihal pernikahan, membantu keluarga
yang dalam keadaan susah atau kesulitan juga bisa dikatakan menjaga nasab keluarga
seseorang, serta berprilaku baik dalam bermasyarakat juga bisa dikatakan menjaga
nasab, karena apabila seseorang telah berlaku buruk pada suatu masyarakat, maka
sebuah keluarga tersebut juga akan dipandang buruk oleh masyarakat sekitarnya.
Karena pada hakikatnya tujuan dari hifdzun nasab itu sendiri adalah untuk melindungi
dan menjaga keturunan ataupun keluarga. Maka hal-hal yang dapat menimbulkan
keburukan kepada nasab harus kita jaga. Jangan sampai kita sebagai seorang muslim
yang merusak nasab kita sendiri. Dan jika seseorang mampu menjaga salah satu

xi
kebutuhan terpenting yang harus dijaga kaum muslimin dari Dharuriyyatul Khams,
maka sempurna pula lah Islam atau Musilimnya seseorang tersebut.

2.4 Hadist
Sebuah hadist yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari Abdullah bin Mas’ud
r.a., ia berkata: ’kami bersama Nabi Saw. Sebagai pemuda yang tidak mempunyai apa-
apa, lalu beliau bersabda kepada kami: “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara
kalian yang mampu menikah, maka menikahlah. Karena menikah lebih dapat
menahan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak
mampu, maka hendaklah ia berpuasa, karena puasa dapat menekan syahwatnya.” (HR.
Bukhari).

Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Jabir bin
Abdullah Radhiyallahu Anhu, bahwasanya Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam pernah
bersabda kepadanya,

ْ َ‫ِإ َذا َد َخ ْلتَ لَ ْياًل فَاَل تَد ُْخ ْل َعلَى َأ ْهلِكَ َحتَّى ت‬
.ُ‫ست َِح َّد ا ْل ُم ِغيبَةُ َوتَ ْمت َِشطَ الش َِّعثَة‬
ِ ‫ فَ َعلَ ْيكَ بِا ْل َك ْي‬:‫ َوقَا َل‬.
ِ ‫س ا ْل َك ْي‬
‫س‬
“Apabila kamu tiba (dari bepergian) pada malam hari, maka janganlah kamu langsung
masuk ke rumahmu hingga istri yang ditinggalkan selesai mencukur (bulu
kemaluannya) dan menyisir rapi rambutnya.” Beliau juga bersabda, “Hendaklah
engkau menginginkan keturunan, hendaklah engkau menginginkan keturunan.”25

Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam juga bersabda : “Seorang pezina


tidak akan melakukan perbuatan zina, sedangkan dia dalam keadaan beriman” Jika
seseorang sudah berani melakukan zina, maka keimanannyaa sudah tercabut dari diri
sesorang tersebut, namun apabila dia berhenti dari berzina, maka keimanannya pun
kembali kepadanya.

Rasul SAW bersabda, “Umatku akan terus ada dalam kebaikan selama belum
menyebar di tengah mereka anak (hasil) zina. Jika di tengah mereka menyebar anak
(hasil) zina maka Allah nyaris meratakan sanksi (azab) atas mereka.” (HR Ahmad).26

25
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid III (Jakarta, Lentera Hati,2001), 67.
26
M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah jilid II (Jakarta, Lentera Hati,2001), 67.

xii
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari paparan atau penjelasan di atas, maka penulis dapat menimpulkan bahwa sesuai
dengan makalah “PENERAPAN AL-NASL DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI”
kami sebagai penulis dapat menyimpulkan bahwa dengan mengetahui penerapan al-nasl
dalam kehidupan sehari hari kita dapat menghindari perbuatan zina, menikah dengan
pasangan yang sesuai dan seiman, memberikan pendidikan yang baik pada anak-anak,

xiii
menjaga ikatan kekerabatan, dan mewariskan nilai-nilai agama yang baik. Menjaga nasab
bukan hanya terkait perihal pernikahan, membantu keluarga yang dalam keadaan susah
atau kesulitan juga bisa dikatakan menjaga nasab keluarga seseorang, serta berprilaku
baik dalam bermasyarakat juga bisa dikatakan menjaga nasab, karena apabila seseorang
telah berlaku buruk pada suatu masyarakat, maka sebuah keluarga tersebut juga akan
dipandang buruk oleh masyarakat sekitarnya.

Karena pada hakikatnya tujuan dari hifdzun nasab itu sendiri adalah untuk melindungi
dan menjaga keturunan ataupun keluarga. Maka hal-hal yang dapat menimbulkan
keburukan kepada nasab harus kita jaga. Jangan sampai kita sebagai seorang muslim yang
merusak nasab kita sendiri. Dan jika seseorang mampu menjaga salah satu kebutuhan
terpenting yang harus dijaga kaum muslimin dari Dharuriyyatul Khams, maka sempurna
pula lah Islam atau Musilimnya seseorang tersebut.

3.2 Saran
Kami sebagai penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam pembuatan
makalah ini. kedepannya kami sebagai penulis akan lebih focus dan detail dalam
menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang
tentunya dapat di pertanggung jawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Rachel, ARF. 2020. “Menjaga Keturunan yang Diakui Islam”. kumparan.com. 16 Agustus
2020.

Mahfudin, Syahad. 2023. “KELUARGA SAKINAH DAN RELEVANSINYA TERHADAP


HIFZUL AL-NASL”. Bab I. 2023.

Refki Saputra, Muhammad Misbakul Munir, and E. Mulya S, ‘Mengkonstruksi Nalar Dan

xiv
Kompetensi Maqashid Syariah Menuju Fikih Kontemporer Progresif’, Maro; Jurnal Ekonomi
Syariah Dan Bisnis, 5.1 (2022).

Abdul hamid Kisyik, bimbingan Islam untuk mencapai keluarga sakinah (Bandung : PT
Mizan Pustaka, 2005), hlm 128-129.

"Hifzun Nafs al-Insaniyah" oleh Abdulloh bin Husein Al-Muhajir.

"Panduan Keluarga Muslim: Menjaga Harmoni Keluarga dalam Al-Qur'an dan Sunnah" oleh
Muhammad Abduh Tuasikal.

"Membangun Keluarga Sakinah: Menggapai Harmoni Rumah Tangga dan Keturunan yang
Berkualitas" oleh Ustazah Laila M. Akbar.

"Hifdzu al-Nasl: The Importance of Family Preservation in Islamic Ethics" oleh Fatimah
Zahra.

"Hifdzu al-Nasl: The Role of the Family in Preserving Islamic Values" oleh Amina
Muhammad.

"The Concept of Hifdzu al-Nasl in Islamic Law and Ethics" oleh Abdullah Ibrahim.

"The Importance of Hifdzu al-Nasl in Maintaining Social Cohesion" oleh Ahmed Hassan.

"Family Preservation and Hifdzu al-Nasl in the Modern World: Challenges and Solutions"
oleh Samira Ali.

xv

Anda mungkin juga menyukai