Anda di halaman 1dari 23

LOGBOOK SKENARIO KASUS II

KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA DAN PSIKOSOSIAL

Dosen Pengampu :

Ns. Retty Octi Syafrini, M.Kep., Sp.Kep.J

Disusun Oleh :

Anisa Nabilla Sari (G1B122084)

Kelompok 2B

PRODI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JAMBI

2023
SKENARIO 2

Nn. W usia 18 tahun ,tinggal di danau teluk,suku bangsa melayu, Dirawat di RSU Raden
Mattaher Jambi, post luka bakar. Pasien mengalami luka pada bagian volar dextra dan sinistra,
Pasien juga mengalami luka pada bagian wajah, sejak kejadian tersebut pasien merasa malu
dan minder untuk ketemu dengan orang lain, pasien banyak berdiam diri, dan selalu menutup
bagian yang terkena luka bakar. tidak mau bertemu dengan temantemannya.sejak kecil pasien
seorang yang ceria dan banyak mempunyai teman. sejak kejadian luka bakar pada bagian
volar dextra dan sinistra serta wajah pasien banyak berdiam diri, tidak mau berinteraksi pada
orang lain. Ketika perawat akan melakukan pengukuran Tekanan darah pasien menolak dan
menutupi tangannya dengan jaket dan wajah pasien ditutupi dengan jilbab. Pada saat
pengkajian tampak bula pada volar dextra dan sinistra,pada saat perawat meminta untuk
membuka bagian wajah,tampak edema pada wajah dan volar dextra dan sinistra,pasien
merasa malu untuk bertemu dengan orang lain,berbicara pelan dan lirih,menolak berinteraksi
dengan perawat dan mengatakan tangan dan wajahnya tidak seperti orang lain. Berdasarkan
observasi perawat pasien tampak lesu, tidak bergairah,pasif, dan kontak mata kurang.

LO

Buatlah Standar Pelaksanaan komunikasi pada pasien?


STEP 1

KLASIFIKASI ISTILAH

1. Post luka bakar


JAWAB :
Post Luka bakar adalah cedera terhadap jaringan yang disebabkan oleh kontak dengan
panas kering (api), panas lembab (uap atau cairan panas), kimiawi (seperti,bahan-
bahan korosif), barang-barang elektrik (aliran listrik atau lampu), friksi, atau energi
elektromagnetik dan radian.
2. Volar dextra dan Sinistra
JAWAB :
Volar adalah area telapak tangan ; Dextra sebelah kanan ;Sinistra bagian kiri
3. Tampak bula
JAWAB :
Area kulit tertutup oleh gelembung berisi cairan yang timbul.
4. Edema
JAWAB :
Edema adalah kondisi medis berupa membengkaknya bagian tubuh tertentu karena
terdapat penumpukan cairan berlebih.
5. Lirih
JAWAB :
Lirih" adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suara atau ucapan yang
lembut, pelan, dan hampir tidak terdengar. Ketika pasien berbicara dengan suara yang
lirih, artinya dia berbicara dengan volume suara yang sangat rendah dan sulit didengar
oleh orang lain.
6. Pasif
JAWAB :
Menurut kamus bahasa Indonesia pasif adalah bersifat menerima saja; tidak giat; tidak
aktif.
STEP II
KLASIFIKASI MASALAH

1. Masalah apakah yang akan terjadi jika gangguan citra tubuh yang dialami oleh
pasien tidak segera ditangani dengan baik oleh tenaga kesehatan ?
2. Bagaimana cara kita sebagai perawat menyikapi penolakan dari pasien seperti
pada kasus?
3. Seperti didalamikasus, klien tidak percaya diri dengan perubahan fisiknya dengan
luka bakar tersebut, bagaimana kita sebagai perawat untuk mengatasi atau
meningkatkan kepercayaan diri pada klien tersebut?
4. Bagaimana perawat dapat menilai psikologis dari luka bakar pada pasien tersebut
dan apa strategi perawatan yang paling efektif untuk mengatasi masalah psikologis
yang dia alami?
5. Bagaimana komplikasi gangguan yang dapat dialami oleh klien apabila tidak
segera ditangani?
6. Bagaimana cara kita sebagai perawat mengedukasi klien dan keluarga klien
dengan kondisi seperti pada kasus ?
7. Faktor apa saja yang dapat memicu terjadinya gangguan citra tubuh pada
seseorang dan bagaimana cara mencegahnya?
8. Bagaimana cara perawat melakukan pengkajian kepada pasien yang mengalami
masalah keperawatan seperti pada kasus?
9. Bagaimana tanda keberhasilan tindakan keperawatan pada pasien dengan
gangguan citra tubuh?
10. Apa strategi komunikasi yang tepat untuk membantu pasien merasa lebih nyaman
dan terbuka dalam berbicara tentang perasaannya terkait penampilan dan interaksi
sosial yang mana kita ketahui pada kasus, pasien merasa malu dan banyak berdiam
diri?
STEP III
ANALISA MASALAH

1. Jika gangguan citra tubuh yang dialami oleh pasien tidak segera ditangani dengan
baik oleh tenaga kesehatan, beberapa masalah dapat terjadi, antara lain:
1. Gangguan kesehatan mental: Gangguan citra tubuh dapat menyebabkan masalah
kesehatan mental seperti stres, depresi, dan keinginan untuk bunuh diri. Persepsi dir
yang negatif terhadap bentuk tubuh dapat menurunkan kualitas hidup, meningkatkan
tekanan psikologis, dan memicu pola makan yang tidak sehat.
2. Kekacauan dalam evaluasi diri: Gangguan citra tubuh dapat menyebabkan
kekacauan dalam cara seseorang mengevaluasi diri dan merasakan citra tubuhnya.
Individu dengan gangguan citra tubuh cenderung memiliki evaluasi diri yang negatif
dan perasaan negatif tentang kemampuan diri.
3.Gangguan hubungan sosial: Ketidakpuasan terhadap citra tubuh dapat
mempengaruhi hubungan sosial seseorang. Pasien mungkin merasa tidak nyaman atau
kurang percaya diri dalam berinteraksi dengan orang lain.
4.Gangguan fisik: Gangguan citra tubuh yang tidak ditangani dengan baik juga dapat
berdampak pada kesehatan fisik pasien. Misalnya, pasien mungkin mengalami
gangguan pola makan, seperti anoreksia atau bulimia, yang dapat menyebabkan
masalah kesehatan yang serius.

2.Sebagai seorang perawat, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menyikapi
penolakan dari pasien. Berikut adalah beberapa langkah yang bisa Anda
pertimbangkan:

1. Menghormati keputusan pasien: Penting untuk menghormati keputusan pasien,


termasuk jika mereka menolak perawatan atau saran yang Anda berikan. Ingatlah
bahwa pasien memiliki hak untuk membuat keputusan tentang kesehatan mereka
sendiri.
2. Mendengarkan dengan empati: Dengarkan kekhawatiran dan alasan penolakan
pasien dengan empati. Berikan waktu dan perhatian yang cukup untuk memahami
perspektif mereka dan menunjukkan bahwa Anda memahami perasaan mereka.
3. Memberikan informasi: Berikan informasi yang akurat dan jelas kepada pasien
mengenai manfaat dan risiko dari perawatan atau saran yang Anda berikan. Berikan
kesempatan kepada pasien untuk mengajukan pertanyaan dan berdiskusi tentang
kekhawatiran mereka.
4. Berempati: Cobalah untuk memahami perasaan dan kekhawatiran pasien. Tunjukkan
empati dan beri dukungan kepada mereka. Berbicara dengan lembut dan dengan sikap
yang tenang dapat membantu menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi
pasien.
5. Melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan: Beri kesempatan kepada pasien
untuk terlibat dalam pengambilan keputusan tentang perawatan mereka. Diskusikan
pilihan yang tersedia dan beri tahu mereka tentang konsekuensi dari setiap pilihan.
Pastikan pasien merasa memiliki kontrol atas keputusan mereka sendiri.
6. Bekerja sama dengan tim perawatan: Kolaborasi dengan tim perawatan lainnya,
seperti dokter dan konselor, untuk mencari solusi yang terbaik bagi pasien. Diskusikan
penolakan pasien dengan tim untuk mendapatkan perspektif yang berbeda dan mencari
pendekatan yang paling sesuai.
7. Menggunakan teknik komunikasi yang efektif: Gunakan teknik komunikasi yang
efektif, seperti mengajukan pertanyaan terbuka, menyediakan penjelasan yang jelas,
dan menggunakan bahasa yang mudah dipahami. Juga, pastikan untuk menghindari
sikap defensif dan tetap tenang selama berkomunikasi dengan pasien.

3. Sebagai perawat, ada beberapa langkah yang bisa kita lakukan untuk membantu
meningkatkan kepercayaan diri pasien yang merasa tidak percaya diri akibat perubahan
fisiknya akibat luka bakar:
1. Mendengarkan dan Empati: Dengarkan cerita dan perasaan pasien dengan penuh
perhatian. Tunjukkan empati terhadap apa yang ia alami dan rasakan. Ini akan
membantu pasien merasa didengar dan dipahami.
2. Memberikan Informasi: Jelaskan dengan jelas mengenai kondisi luka bakar dan
proses penyembuhan. Berikan informasi mengenai perubahan fisik yang mungkin
terjadi dan bagaimana pasien dapat mengatasi perasaan tidak percaya diri tersebut.
3. Berkomunikasi secara Positif: Gunakan bahasa yang positif dan penuh dukungan
ketika berbicara dengan pasien. Bantu pasien untuk melihat bahwa kepercayaan diri
bukan hanya tentang penampilan fisik, tetapi juga tentang kepribadian dan kemampuan
mereka.
4. Bantu dalam Merencanakan Tindakan Positif: Ajukan ide-ide yang membantu
pasien merasa lebih percaya diri. Ini bisa termasuk memilih pakaian yang nyaman,
membuat rencana perawatan kulit yang baik, atau mencoba kegiatan yang mereka
nikmati.
5. Dorong Partisipasi Aktif: Ajak pasien untuk terlibat dalam perawatan dan proses
pemulihan mereka sebanyak mungkin. Hal ini dapat memberikan rasa kontrol atas
situasi dan membantu membangun kepercayaan diri.
6. Fokus pada Kemampuan: Tekankan pada kemampuan dan potensi pasien yang tidak
terpengaruh oleh luka bakar. Bantu pasien untuk melihat bahwa mereka memiliki
banyak aspek positif yang lebih dari sekadar penampilan fisik.
7. Referensi Ke Ahli: Jika diperlukan, arahkan pasien untuk berbicara dengan seorang
konselor atau psikolog yang berpengalaman dalam membantu individu yang
mengalami perubahan fisik akibat trauma.
8. Berikan Dukungan Kontinu: Pastikan pasien merasa didukung secara terus-menerus.
Lanjutkan mengikuti perkembangan mereka, ajukan pertanyaan tentang perasaan
mereka, dan tawarkan dukungan jika mereka menghadapi kesulitan.
9. Pentingnya Keluarga dan Teman: Libatkan keluarga dan teman pasien dalam proses
pemulihan. Dukungan sosial dari mereka dapat berperan besar dalam membantu
pasien mengatasi perasaan tidak percaya diri.

4. Dampak Psikologis dari Luka Bakar pada Pasien


Luka bakar dapat memiliki dampak psikologis yang signifikan pada pasien. Pasien
dengan luka bakar sering mengalami rasa sakit yang intens, kecemasan, trauma, dan
perubahan citra tubuh. Mereka juga mungkin mengalami depresi, stres, gangguan tidur,
dan masalah dalam berinteraksi sosial. Penting bagi perawat untuk dapat menilai
dampak psikologis yang dialami pasien tersebut.

Strategi Perawatan yang Paling Efektif untuk Mengatasi Masalah Psikologis


Ada beberapa strategi perawatan yang dapat membantu mengatasi masalah psikologis
yang dialami pasien dengan luka bakar. Beberapa strategi yang paling efektif meliputi:
1. Pendekatan komunikasi terapeutik: Perawat dapat menggunakan komunikasi
terapeutik untuk membantu pasien mengungkapkan perasaan dan kekhawatiran mereka.
Pendekatan ini melibatkan pendengaran yang empati, penghormatan terhadap privasi
dan kepercayaan pasien, serta memberikan dukungan emosional yang diperlukan.
2. Dukungan psikososial: Pasien dengan luka bakar sering membutuhkan dukungan
psikososial untuk membantu mereka mengatasi stres dan kecemasan. Perawat dapat
memberikan dukungan emosional, memberikan informasi yang akurat tentang kondisi
pasien, melibatkan keluarga dalam perawatan, dan mengarahkan pasien ke sumber
daya yang tepat seperti konselor atau psikolog.
3. Terapi relaksasi dan distraksi: Terapi relaksasi, seperti teknik pernapasan dalam atau
meditasi, dapat membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesejahteraan
psikologis pasien. Distraksi juga dapat digunakan, misalnya dengan memberikan
kegiatan yang menarik perhatian pasien dan mengalihkan pikiran dari rasa sakit atau
kecemasan.
4. Edukasi pasien: Memberikan edukasi kepada pasien tentang perawatan luka bakar,
proses penyembuhan, dan perubahan yang mungkin terjadi pada tubuh mereka dapat
membantu mengurangi kecemasan dan meningkatkan pemahaman mereka tentang
kondisi mereka.
5. Dukungan keluarga: Melibatkan keluarga dalam perawatan dan pemulihan pasien
dengan luka bakar sangat penting. Keluarga dapat memberikan dukungan emosional
dan fisik, serta membantu pasien dalam mengatasi masalah psikologis yang mungkin
timbul.

5. Jika gangguan citra tubuh tidak segera ditangani, klien dapat mengalami komplikasi
emosional seperti depresi, kecemasan, dan gangguan makan. Hal ini juga bisa
berdampak negatif pada kesejahteraan mental dan fisik mereka dalam jangka panjang.
Diperlukan penanganan yang tepat, seperti konseling atau terapi, untuk membantu
mengatasi masalah ini sebelum berdampak lebih serius.

6. Sebagai perawat, ada beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mengedukasi
pasien dan keluarganya dalam kasus seperti ini:
a. Buat Lingkungan Nyaman: Pastikan lingkungan perawatan nyaman dan penuh
empati.
b. Berikan Informasi Mendalam: Sediakan informasi detail tentang kondisi pasien,
prognosis, dan perawatan yang dibutuhkan. Jelaskan secara jelas mengenai proses
penyembuhan dan potensi perubahan fisik dan emosional yang mungkin terjadi.
c. Dengarkan dengan Empati: Dengarkan pasien dengan penuh perhatian. Biarkan
mereka berbicara tentang perasaan mereka, kekhawatiran, dan pikiran mereka. Ini
dapat membantu meredakan perasaan isolasi dan kecemasan.
d. Libatkan Keluarga: Ajak keluarga pasien dalam diskusi dan edukasi. Berbicara
dengan mereka tentang cara mendukung dan membantu pasien selama proses
penyembuhan dan rehabilitasi.
e. Diskusikan Strategi Menghadapi Stigma: Berikan contoh kesuksesan orang-orang
yang pulih dari cedera serupa.
f. Terapi Psikososial: Sarankan pasien dan keluarga untuk mencari dukungan dari
profesional kesehatan mental jika perasaan malu, minder, atau isolasi semakin
memburuk.
g. Latihan Body Image: Latihan ini dapat membantu pasien membangun rasa percaya
diri.
h. Grup Dukungan: Bantu pasien dan keluarga menemukan kelompok dukungan bagi
orang yang mengalami pengalaman serupa.
i. Pujian dan Penguatan Positif: Berikan pujian dan penguatan positif kepada pasien
saat mereka membuat kemajuan. Hal ini dapat membantu membangun rasa harga diri
yang positif.
j. Pantau Perkembangan Mental dan Emosional.

7. Beberapa faktor menurut saya yang bisa memicu gangguan citra tubuh adalah
sebagai berikut sikap,persepsi,keyakinan dan pengetahuan individu secara sadar atau
tidak sadarrterhadap tubuhnya yaitu ukuran,struktur,fungsi,keterbatasan makna dan
objek yang kontak terus menerus (anting,make up,pakaian,kursi roda) baik masa lalu
maupun sekarang seseorang. Adapun cara mencegah terjadi gangguan citra tubuh yaitu
membangun Body Possitivy,yang mana memiliki artian Body positivity adalah sikap
menanamkan pola pikir positif bahwa setiap orang, termasuk dirimu sendiri, perlu
memiliki pandangan yang baik terhadap tubuhnya. Sifat ini bisa membantumu untuk
lebih menerima dan menyayangi dirimu sendiri apa adanya.

8. Dalam melakukan pengkajian pada pasien dengan kasus seperti yang telah
disebutkan (pasien yang mengalami luka bakar dan mengalami perubahan perilaku
serta emosi), perawat perlu mengambil pendekatan yang sensitif dan empati. Berikut
adalah beberapa langkah yang dapat diambil:
a. Pendekatan Empati: Penting untuk memahami bahwa pasien sedang mengalami
perasaan malu, minder, dan mungkin juga depresi akibat perubahan fisiknya. Perawat
harus bersikap empati, mendengarkan dengan penuh perhatian, dan menunjukkan
pengertian terhadap perasaan pasien.
b. Komunikasi Terbuka: Perawat harus mencoba membuka saluran komunikasi dengan
pasien. Ini bisa dilakukan dengan mendekati pasien secara lembut, memberikan
dukungan, dan memastikan bahwa pasien merasa nyaman untuk berbicara.
c. Pertanyaan Terbuka dan Subjektif: Perawat dapat menggunakan pertanyaan terbuka
yang memungkinkan pasien untuk berbicara tentang perasaan dan pengalaman mereka.
Contohnya, "Bagaimana perasaan Anda setelah mengalami luka bakar ini?" atau "Apa
yang membuat Anda merasa malu atau minder?"
d. Observasi Fisik: Perawat harus melakukan pengamatan fisik terhadap luka bakar
pasien, termasuk mengukur tingkat edema dan adanya bula. Hal ini penting untuk
pemantauan dan perawatan yang tepat.

9. Keberhasilan tindakan terhadap perubahan gambaran tubuh pasien dapat


diidentifikasi melalui perilaku pasien yaitu memulai kehidupan sebelumnya termasuk
hubungan interpersonal dan sosial, pekerjaan dan cara berpakaian, mengemukakan
perhatiannya terhadap perubahan citra tubuh, memperlihatkan kemampuan koping,
kemampuan meraba, melihat, memperlihatkan bagian tubuh yang berubah,
kemampuan mengintegritasikan perubahan dalam kegiatan (pekerjaan, rekreasi dan
seksual), harapan yang disesuaikan dengan perubahan yang terjadi, dan mampu
mendiskusikan perubahan (Keliat, 1998).

10. Untuk membantu pasien merasa lebih nyaman dan terbuka dalam berbicara tentang
perasaannya terkait penampilan dan interaksi sosial, perawat perlu menerapkan strategi
komunikasi yang sensitif dan mendukung. Berikut beberapa strategi yang dapat
digunakan:
a. Pastikan lingkungan di sekitar pasien nyaman dan bebas tekanan. Hal ini dapat
membantu pasien merasa lebih rileks dan lebih mungkin untuk membuka diri.
b. Sapa pasien dengan lembut dan hormat. Gunakan nada suara yang ramah dan
ekspresi wajah yang mengindikasikan pengertian.
c. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti dan tidak mengintimidasi. Hindari istilah
medis yang mungkin membuat pasien bingung atau cemas.
d. Beri waktu kepada pasien untuk berbicara. Jangan terburu-buru dan hindari interupsi.
Biarkan pasien mengekspresikan perasaannya tanpa merasa ditekan.
e. Gunakan pertanyaan terbuka yang memungkinkan pasien menjelaskan perasaannya
dengan lebih rinci. Hindari pertanyaan yang terlalu spesifik atau menakutkan.
f. Validasi perasaan pasien dengan mengungkapkan pemahaman tentang kesulitan yang
dialaminya.
g. Beri pujian atas keberanian pasien dalam berbicara atau membuka bagian yang
terluka. Ini dapat membantu membangkitkan rasa percaya diri.
h. Dengarkan dengan sepenuh hati apa yang ingin disampaikan pasien tanpa
mengalihkan perhatian. Tampilkan sikap yang menunjukkan Anda benar-benar tertar
STEP IV
MIND MAPING
STEP V

LEARNING OBJECTIVE

1,Buatlah Standar Pelaksanaan komunikasi pada pasien!


2.Buatlah Asuhan Keperawatan untuk diagnosa pasien sesuai skenario diatas!

JAWABAN

1..a.Fase Prainteraksi

Fase pra interaksi dilakukan untuk mempersiapkan diri perawat sebelum bertemu dengan
pasien. Hal ini penting dilakukan agar perawat mengetahui latar belakang pasien, sehingga fase
berikutnya dapat berjalan dengan baik. Perawat dapat mempelajari data rekam medis, termasuk
riwayat penyakit atau operasi sebelumnya, atau adanya obat-obatan yang dikonsumsi saat ini.

b. Fase Orientasi

Fase orientasi adalah fase perkenalan dengan pasien

Contoh:

a.) "Halo, nama saya Ners nisaa, saya adalah perawat yang merawat adik malam ini."

b.) "apa kabar adik?"

c.) "adik nyamannya dipanggil apa?"

c. Fase Kerja
Selama fase kerja, yang perawat lakukan adalah mengumpulkan data dengan mengajukan
pertanyaan yang spesifik.Perawat perlu memilih jenis mana yang akan lebih membantu
memperoleh informasi yang sesuaiPertanyaan tertutup dapat digunakan saat perawat ingin
menggali informasi yang menghasilkan jawaban ya atau tidak Contoh: "Apakah adik memiliki
riwayat penyakit lain sebelumnya?"Sedangkan pertanyaan
terbuka digunakan saat perawat membutuhkan informasi yang lebih luas dan dalam.

Contoh: "Apa yang adik rasakan saat ini?" Atau "Bagaimana kondisi adik saat ini?"

d. Fase Terminasi

Fase terminasi adalah fase dimana perawat menutup sesi wawancara dengan pasien, contoh:
"apakah ada yang ingin adik tanyakan?""baiklah jika tidak ada yang ingin ditanyakan lagi
maka saya izin permisi ya dik, jika membutuhkan bantuan bisa tekan tombol hijau yang ada
disamping adik. Terimakasih"

2.ASUHAN KEPERAWATAN

FORMAT PENGKAJIAN
1. Pengkajian
I. Identitas Klien
Nama. : Ny. W
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 18 tahun
Alamat : Danau Teluk
Suku Bangsa : Melayu
II. Riwayat Kesehatan
Keluhan Utama: Postluka Bakar
III. Riwayat Kesehatan Sekarang :
Pasien mengalami post luka bakar pada bagian wajah, sejak
kejadian tersebut pasien merasa malu dan minder untuk ketemu dengan
orang lain, pasien banyak berdiam diri dan selalu menutup bagian yang
terkena luka bakar, pasien tampak lesu, tidak bergairah dan kontak
mata kurang.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan citra tubuh b.d perubahan struktur tubuh
2. Harga diri rendah situasional b.dperubahan pada citra tubuh
Diagnosa Etiologi Symptoms
Keperawatan
Gangguan citra Perubahan struktur tubuh Ds :
tubuh Ny.W mengungkapkan perasaan
negatif tentang perubahan tubuhnya,
mengungkapkan kekhawatiran pada
penolakan atau reaksi orang lain

Do :
Ny. W menyembunyikan bagian tubuh
post luka bakar dan fokus berlebihan
pada perubahan tubuh
Harga diri rendah Perubahan pada citra tubuh Ds:
situasional Ny.w merasa malu

Do :
Ny.W ketika berbicara pelan dan lirih,
menolakberinteraksi dengan orang
lain, kontak mata kurang, lesu dan
tidak bergairah, pasif

3. Intervensi Keperawatan
a. IntervensiGangguan citra tubuh
Kriteria Hasil :
1. Klien mampu mengenal bagian tubuh yang sehat dan yang
terganggu atau sakit
2. Klien mampu mengetahui cara mengatasi gangguan citra tubuh
3. Klien mampu mengafirmasi bagian tubuh yang sehat
4. Klien mampu melatih dan menggunakan bagian tubuh yang sehat
5. Klien mampu merawat dan melatih bagian tubuh yang terganggu
6. Klien mampu mengevaluasi manfaat yang telah dirasakan dari
bagian tubuh yang terganggu
7. Klien mampu mengevaluasi manfaat bagian tubuh yang masih
sehat
8. Klien mampu merasakan manfaat latihan pada bagian tubuh yang
terganggu

Tindakan :

1. Kaji tanda dan gejala gangguan citra tubuh dan kemampuan


klienmengatasinya.
2. Jelaskan tanda dan gejala, penyebab dan akibat gangguan citra
tubuh
3. Diskusikan persepsi, perasaan, dan harapan klien terhadap citra
tubuhnya.
4. Motivasi klien untuk merawat dan meningkatkan citra tubuh
seperti : menggunakan makeup dan skincare untuk wajah yang
berjerawat.
5. Motivasi klien untuk melakukan latihan meningkatkan citra tubuh
sesuai jadwal dan beri pujian.
b. Intervensi Harga Diri Rendah Situasional

Observasi:

3. Identifikasi budaya, agama, ras, jenis kelamin dan usiaterhadap


harga diri klien
4. Monitor klien terhadap verbalisasi yang merendahkan diri
sendiri
5. Monitor klien terhadap tingkat harga diri setiap waktu

Terapeutik :

1. Motivasi klien untuk terlibat dalam verbalisasi positif untuk diri


sendiri
2. Motivasi klien dalam menerima tantangan atau hal baru
3. Diskusikan bersama klien tentang pernyataan tentang harga diri
4. Diskusikan bersama klien untuk menilai kepercayaan terhadap
penilaian diri
5. Diskusikan pengalaman yang meningkatkan harga diri klien
6. Diskusikan persepsi negatif diri klien
7. Diskusikan alasan mengritik diri klien
8. Berikan umpan balik positif atas peningkatan mencapai tujuan
9. Fasilitasi lingkungan dan aktivitas yang meningkatkan harga
diri klien

Edukasi :

1. Jelaskan kepada keluarga pentingnya dukungan dalam


perkembangan konsep positif diri klien
2. Anjurkan klien mengidentifikasi kekuatan yang dimiliki
3. Anjurkan klien mempertahankan kontak mata saat
berkomunikasi dengan orang lain
4. Anjurkan klien membuka diri terhadap kritik negatif
5. Anjurkan klien mengevaluasi perilaku
6. Latihklien untuk peningkatan tanggung jawab untuk diri sendiri
7. Latih klien untuk menyatakan kemampuan positif diri
8. Latih klien berpikir dan berperilaku positif
9. Latih klien dalam meningkatkan kepercayaan pada kemampuan
dalam menangani situasi
STEP VI
KERJA MANDIRI
A. Harga diri rendah situasional
1. Definisi harga diri rendah situasional
Harga Diri Rendah adalah penilaian tentang pencapaian diri dengan
menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri, perasaan tidak berharga, tidak
berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadapt diri sendri dan
kemampuan diri (Fajariyah, 2012).
Harga diri rendah adalah pencapaian penilaian pribadi terhadap seberapa jauh pemenuhan ideal
diri perilakunya, apabila individu mengalami kegagalan, tidak dicintai, atau tidak diterima
dilingkungan maka harga diri rendah dapat terjadi (Yusuf. Dkk, 2015).
Harga diri rendah adalah perasaan negatif terhadap dirinya sendiri menyebabkan kehilangan rasa
percaya diri, pesimis, dan tidak berharga dikehidupan (Dermawan, 2013).
Harga Diri rendah adalah merupakan komponen episode depresi mayor, dimana aktivitas
merupakan bentuk hukuman atau phunisment (Stuart & Laria, 2005 Stuart dalam Lelono, 2015).

2.Penyebab harga diri rendah situasional


Harga diri rendah situasional disebabkan karena adanya ketidakefektifan koping individu akibat
kurangnya umpan balik yang positif. Penyebab harga diri rendah juga dapat terjadi pada masa
kecil sering disalahkan, jarang diberi pujian atas keberhasilannya. Saat individu mencapai masa
remaja keberadaannya kurang dihargai, tidak diberi kesempatan dan tidak diterima. Menjelang
dewasa awal sering gagal disekolah, pekerjaan atau pergaulan. Menurut NANDA (2017) faktor
yang mempengaruhi harga diri rendah meliputi faktor Predisposisi dan faktor Presipitasi yaitu :
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor yang mempengaruhi harga diri meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua yang
tidak realistis, kegagalan yang berulang,kurang mempunyai tanggung jawab personal,
ketergantungan pada
orang lain, dan ideal diri yang tidak realistis.
b. Faktor yang mempengaruhi performa peran adalah stereo type peran
gender, tuntutan peran kerja, dan harapan peran budaya.
c. Faktor yang mempengaruhi identitas pribadi meliputi ketidakkepercayaan orang tua, tekanan
dari kelompok sebaya, dan
perubahan struktur sosial.
2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadi haga diri rendah biasanya adalah kehilangan bagian tubuh, perubahan
penampilan/bentuk tubuh, kegagalan atau produktifitas yang menurun. Secara umum, ganguan
konsep diri harga diri rendah ini dapat terjadi secara stuasional atau kronik. Secara situasional
karena trauma yang muncul secara tiba-tiba, misalnya harus dioperasi, kecelakaan, perkosaan
atau dipenjara. Termasuk dirawat dirumah sakit bisa menyebabkan harga diri rendah disebabkan
karena penyakit fisik atau pemasangan alat bantu yang membuat klien tidak nyaman (Yosep,
2016).
3. Perilaku
Pengumpulan data yang dilakukan oleh perawat meliputi perilaku yang objektif dan dapat
diamati serta perasaan subjektif dan dunia dalam diri klien sendiri. Perilaku yang berhubungan
dengan harga diri rendah salah satunya mengkritik diri sendiri, sedangkan keracuan
identitasseperti sifat kepribadian yang bertentangan serta depersonalisasi (Stuart, 2018)

3.Tanda dan gejala harga diri rendah situasional


Menurut Saptina, (2020) tanda dan gejala pada harga diri rendah yaitu:
1. Data Subjektif
a. Mengintrospeksi diri sendiri.
b. Perasaan diri yang berlebihan.
c. Perasaan tidak mampu dalam semua hal.
d. Selalu merasa bersalah
e. Sikap selalu negatif pada diri sendiri.
f. Bersikap pesimis dalam kehidupan.
g. Mengeluh sakit fisik.
h. Pandangan hidup yang terpolarisasi.
i. Menentang kemampuan diri sendiri.
j. Menjelek-jelekkan diri sendiri.
k. Merasakan takut dan cemas dalam suatu keadaan.
l. Menolak atau menjauh dari umpan balik positif.
m. Tidak mampu menentukan tujuan.
2. Data Obyektif
1. Produktivitas menjadi menurun.
2. Perilaku distruktif yang terjadi pada diri sendiri.
3. Perilaku distruktif yang terjadi pada orang lain.
4. Penyalahgunaan suatu zat.
5. Tindakan menarik diri dari hubungan sosial.
6. Mengungkapkan perasaan bersalah dan malu.
7. Muncul tanda depresi seperti sukar tidur dan makan. 8. Gampang tersinggung dan mudah
marah.

4.Rentang respons

1. Respon Adaptif
Respon adaptif adalah kemampuan individu dalam menyelesaikan masalah yang dihadapinya.
a. Aktualisasi diri adalah pemyataan diri tentang konsep diri yang positif dengan latar belakang
pengalaman nyata yang sukses dan dapat diterima. b. Konsep diri positif adalah apabila individu
mempunyai pengalaman yang positif dalam beraktualisasi diri dan menyadari hal-hal positif
maupun yang negatif dari dirinya(Eko P, 2014)

2. Respon Maladaptif
Respon maladaptif adalah respon yang diberikan individu ketika dia tidak mampu lagi
menyelesaikan masalah yang dihadapi.

a. Harga diri rendah adalah individu yang cenderung untuk menilai dirinya yang negatif dan
merasa lebih rendah dari orang lain.

b. Keracunan identitas adalah identitas diri kacau atau tidak jelas sehingga tidak
memberikan kehidupan dalam mencapai tujuancDepersonalisasi (tidak mengenal diri) tidak
mengenal diri yaitu mempunyai kepribadian yang kurang sehat, tidak mampu berhubungan
dengan orang lain secara intim. Tidak ada rasa percaya diri atau tidak dapat membina hubungan
baik dengan orang lain.(Eko P,2014)

5. Proses Harga Diri Rendah Situasional


Proses terjadinya harga diri rendah dijelaskan oleh Stuart dan Laraia (2008) dalam konsep stress
adaptasi yang terdiri dari:
1) Faktor predisposisi yang menyebabkan timbulnya harga diri rendah meliputi:
a) Biologis
Faktor heriditer (keturunan), seperti adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa. Selain itu, adanya riwayat penyakit kronis atau trauma kepala merupakan
merupakan salah satu faktor penyebab gangguan jiwa,
b) Psikologis
Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya
harga diri rendah adalah pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan dari
lingkungan dan orang terdekat serta harapan yang tidak realistis. Kegagalan berulang, kurang
mempunyai tanggungjawab personal dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain
merupakan faktor lain yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu pasiendengan harga diri
rendah memiliki penilaian yang negatif terhadap gambaran dirinya, mengalami krisis identitas,
peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis.
c) Faktor Sosial Budaya
2) Faktor presipitasi yang menimbulkan harga diri rendah antara lain:
Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan harga diri rendah adalah adanya penilaian
negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi rendah, pendidikan yang rendah serta
adanya riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.
a) Riwayat trauma seperti adanya penganiayaan seksual dan pengalaman psikologis yang tidak
menyenangkan, menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan, menjadi pelaku, korban
maupun saksi dari perilaku kekerasan.
b) Ketegangan peran, ketegangan peran dapat disebabkan karena:
• Transisi peran perkembangan: perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan seperti
transisi dari masa kanak-kanak ke remaja.
• Transisi peran situasi: terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui
kelahiran atau kematian.
• Transisi peran sehat-sakit: merupakan akibat pergeseran dari kondisi sehat kesakit. Transisi ini
dapat dicetuskan antara lain karena kehilangansebahagian anggota tuhuh, perubahan ukuran,
bentuk, penampilan atau fungsi tubuh.Atau perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal, prosedur medis dan keperawatan
DAFTAR PUSTAKA

Agustin, Ike Mardiati, and Sri Handayani. "Case report: Afirmasi positif pada harga diri rendah
situasional pasien fraktur femur" Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan 13.2 (2017).

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, (2016), Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1,
Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Siagian, Ira Ocktavia, and Susanti Niman"Efektifitas Logoterapi terhadap Harga Diri Rendah
Situasional pada Mahasiswa" Jumal Keperawatan Jiwa 10.2 (2022)

SIAGIAN, Ira OcktaviaNIMANSusanti. Efektifitas Logoterapi terhadap Harga Diri Rendah Situasional
pada MahasiswaJurnal Keperawatan Jiwa, 2022, 10,2: 337-344.

Anda mungkin juga menyukai