Anda di halaman 1dari 7

JURNAL KEBIJAKAN KESEHATAN INDONESIA

VOLUME 02 No. 01 Maret z 2013 Halaman 20 - 26


Imam Syafari, dkk.: Analisis Kebijakan dalam Mengatasi Kekurangan Bidan Desa
Artikel Penelitian

ANALISIS KEBIJAKAN DALAM MENGATASI KEKURANGAN BIDAN DESA


DI KABUPATEN NATUNA
POLICY ANALYSIS IN OVERCOMING THE LACK OF VILLAGE MIDWIVES
IN THE DISTRICT OF NATUNA

Imam Syafari1, Dwi Handono Sulistyo2, Kristiani3


1
Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna Propinsi Kepulauan Riau
2
Balai Pelatihan Kesehatan Yogyakarta
3
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

ABSTRACT ABSTRAK
Background: Geographical condition of Natuna Islands which Latar Belakang:Kondisi geografis kepulauan, yangtidak di-
is not in accordance with health development affects the imbangi dengan pembangunan di bidang kesehatan berdampak
quantity and availability of midwives distributed in villages in terhadap jumlah dan ketersediaan bidan desa di Kabupaten
the District of Natuna. In fact, the ratio between the number of Natuna. Rasio bidan desa dibandingkan jumlah desa belum
villages and the number of midwives in the district has not met memenuhi standar Departemen Kesehatan. Masih terdapat
the standard proposed by the Ministry of Health. Unfortunately, sekitar 13 desa dari 51 desa yang belum terdapat tenaga bidan
there are still around 13 villages from 51 villages that have no membutuhkan tenaga bidan karena letaknya di pulau-pulau ter-
midwives serving in those villages. The location of 13 villages pisah dari ibu kota kecamatan, sehingga mempengaruhi akses
are separate Island, and it caused lack of provide access to masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Salah
quality health care services. One of efforts done by the local satu upaya yang dilakukan pemerintah daerah adalah menarik
government is to attract midwives’ interest through a variety minat tenaga bidan melalui berbagai strategi dan kebijakan di
of strategies and policies in several fields such as financing, berbagai bidang, diantaranya pembiayaan, pemberian insentif,
incentive, regulation, organization, and stakeholders’ behaviors. regulasi, organisasi dan perilaku stakeholder.
Method: This was a descriptive study with study-case design Tujuan penelitian:Untuk menganalisis kebijakan dalam
by using qualitative method. Study case in this study was a mengatasi kekurangan bidan desa di Kabupaten Natuna.
single holistic study case. The informants were head of health Metode: Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
office, head of health empowerment and promotion division, rancangan studi kasus menggunakan metode kualitatif. Studi
head of general affairs and employment sub division, head of kasus dalam penelitian ini adalah studi kasus tunggal holistik.
BKD, head of Local Development Planning Agency, the Informan penelitian ini adalah Kepala Dinas Kesehatan, Kabid.
Commission Two of Local Legislative, heads of community Pemberdayaan dan Promosi Kesehatan, Kasubag. Umum dan
health centers, and village midwives. The study case design Kepegawaian, Kepala BKD, Kepala Bapeda, DPRD Komisi Dua,
aimed to know policies in overcoming the lack of midwives in kepala puskesmas, bidan desa, dan kepala desa. Rancangan
the District of Natuna. studi kasus bertujuan untuk mengetahui kebijakan dalam meng-
Results: The local government financing policy allocated the atasi kekurangan bidan desa di Kabupaten Natuna.
budget or health less than 15%, which was only 3-4% used Hasil Penelitian: Kebijakan pembiayaan pemerintah daerah
for improving the health workers’ capacity. The incentive giving mengalokasikan anggaran kesehatan kurang dari 15%, belum
for midwives was relatively small compared to the incentive ada kebijakan pembiayaan dalam mengatasi kekurangan bidan
regulated by the Ministry of Health. There was no specific desa, hanya sekitar 3-4% digunakan untuk peningkatan kapa-
regulation from the local government, so that the policy was sitas tenaga kesehatan. Pemberian insentif bagi bidan desa
considered not optimal. In the organizational level, the role of masih relatif kecil apabila dibandingkan dengan insentif yang
stakeholders was in accordance with their duty and provision; ditetapkan oleh Depkes. Belum ada regulasi khusus dari peme-
however, the f inal dec ision was dependent upon Loc al rintah daerah, sehingga kebijakan ini belum optimal. Dalam
Legislative and the local government’s leader. Lastly, midwives’ tingkat organisasi peran hubungan stakeholder sesuai dengan
low interest to work in Natuna was caused by its geographical tugas dan kewenangannya, meskipun keputusan akhir ter-
condition. gantung kepada DPRD dan kepala daerah. Perilaku rendahnya
Conclusion: Local government’s policy in the field of financing, minat bidan bekerja di Natuna disebabkan kondisi geografis
incentive, organization, regulation, and behavior in overcoming Natuna yang berupa kepulauan.
the lack of village midwives was considered not optimal Kesimpulan: Kebijakan pemerintah daerah dalam bidang
because of the absence of specific policy from the local pembiayaan, insentif, organisasi, regulasi, dan perilaku, dalam
government in this matter. In addition, midwives’ low interest to mengatasi kekurangan bidan desa belum optimal, karena belum
work in Natuna contributed the lack of midwives in this district. ada kebijakan khusus dari pemerintah daerah dalam menangani
kekurangan bidan desa, Disamping itu juga karena rendahnya
Keywords: policy analysis, the lack of village midwives. minat bidan bekerja di Natuna.

Kata Kunci:Analisiskebijakan, kekurangan bidan desa.

20 z Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 1 Maret 2013


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

PENGANTAR BAHAN DAN CARA PENELITIAN


Distribusi tenaga kesehatan yang tidak merata Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan
merupakan penyebab utama kurangnya jumlah tena- rancangan studi kasus.Studi kasus dalam penelitian
ga kesehatan disejumlah daerah terpencil dan ter- ini adalah studi kasus tunggal holistik6. Pendekatan
tinggal di wilayah Indonesia1. Pendistribusian tenaga penelitian yang dipakai untuk memperoleh ketetapan
kesehatan dipengaruhi oleh gender karena sebagian dengan metode ini adalah secara kualitatif yaitu pro-
besar tenaga kesehatan adalah perempuan, keada- sedur pemecahan masalah dengan menggunakan ca-
an ini menyebabkan penumpukan tenaga kesehatan ra memaparkan data yang diperoleh dari pengamat-
di suatu puskesmas2. an kepustakaan dan pengamatan lapangan, kemudian
Data Pusat Perencanaan dan Pembangunan dianalisis dan diintreprestasikan dengan memberikan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun kesimpulan7. Lokasi penelitian ini adalah di Kabupaten
2007, menyebutkan bahwa masih terdapat 13% pus- Natuna.Subyek penelitian terdiridari Kepala Dinas
kesmas di daerah terpencil dan tertinggal tidak me- Kesehatan, Kepala Bappeda, Kepala BKD, DPRD
miliki bidan dan 3% puskesmas di daerah tidak ter- komisi yang membidangi kesehatan, Kasubag.
pencil dan tidak tertinggal tidak memiliki bidan. Ke- Umum dan Kepegawaian Dinas Kesehatan, Kabid.
adaan ini berdampak terhadap upaya akselerasi pemberdayaan dan promosi kesehatan dinas
penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka kesehatan, bidan desa, dan kepala puskesmas, serta
Kematian Bayi (AKB) di daerah terpencil dan daerah kepala desa. Pengumpulan data dilakukan dengan
tertinggal. wawancara mendalam.Hasil wawancara dianalisis
Upaya mengatasi masalah tersebut pemerintah melalui tiga alur kegiatan yaitu, reduksi data,
saat ini memprioritaskan pembangunan kesehatan penyajian data secara sistematik dalam narasi yang
di daerah terpencil, tertinggal, dan daerah perbatas- argumentatif serta menarik kesimpulan dan verifikasi.
an. Salah satunyaadalah memperbaiki sistem distri-
busi tenaga kesehatan, termasuk tenaga bidan, akan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
tetapi upaya ini kurang berhasil, karena tenaga ke- Kebijakan Pembiayaan
sehatan termasuk tenaga bidan lebih tertarik ditem- Pembiayaan atau anggaran merupakan kompo-
patkan di wilayah perkotaan, hal ini disebabkan kare- nen struktural utama yang akan mempengaruhi hasil
na sulitnyakondisi wilayah dan transportasi di daerah karena dapat berdampak kepada pendistribusian sta-
terpencil dan tertinggal,dibandingkan dengan wilayah tus kesehatan dan kemampuan pembiayaan peme-
perkotaan3. rintah daerah terhadap pelayanan kesehatan8.
Di Kabupaten Natuna, masih terdapat 51 desa Pembiayaan atau alokasi anggaran kesehatan
yang tidak memiliki bidan4. Jumlah 51 desa tersebut di Kabupaten Natuna masih rendah dan fluktuatif se-
terdapat 13 desa yang membutuhkan bidan desa kitar 2-10% dari total Anggaran Pendapatan Belanja
karena 13 desa tersebut letaknya di pulau-pulau Daerah (APBD). Sebagian alokasi anggaran diper-
yang terpisah dari ibu kota kecamatan dan hanya gunakan untuk kegiatan pembangunan yang bersifat
bisa ditempuh dengan transportasi laut dan tergan- fisik. Sampai saat ini belum ada kebijakan pembia-
tung cuaca, sehingga keadaan ini mempengaruhi yaan khusus untuk mengatasi kekurangan bidan
akses masyarakat di desa-desa tersebut dalam men- desa di Kabupaten Natuna, dan hanya sekitar 2-3
dapatkan pelayanan kesehatan. Keputusan Menteri % dari total anggaran yang ada dialokasikan untuk
Kesehatan Republik Indonesia No. 81/MENKES/SK/ peningkatan kapasitas sumber daya manusia.
I/2004, menetapkan bahwa untuk daerah terpencil
perbandingan bidan desa terhadap jumlah desa ada- Tabel 1. Alokasi Anggaran Dinas
lah setiap desa minimal harus memiliki satu bidan KesehatanKabupaten Natuna
Tahun Apbd Kabupaten Anggaran Prosentase
desa5. Natuna Kesehatan
Kebijakan pemerintah daerah dalam mengatasi 2006 984,502,080,000 26,668,542,410 2,7 %
kekurangan tenaga kesehatan belum menunjukkan 2007 1,636,278,000,000 169.183.345.003 10,3%
hasil optimal, diantaranyaadalah: 1) pengalokasian 2008 1,040,803,158,550 54.807.459.904 5,2%
anggaran kesehatan untukpeningkatan kapasitas Sumber: Diolah dari APBD Anggaran 2007-2008 Kabupaten
sumber daya manusia kesehatan,2) pemberian in- Natuna
sentif terhadap tenaga kesehatan, 3) regulasi distri-
busi tenaga kesehatan, dan 4) melibatkan peran ser- Alokasi anggaran kesehatan di Kabupaten Natu-
ta stakeholder dan masyarakat dalam pelaksanaan na masih dibawah kesepakatan nasional yang telah
pembangunan kesehatan. ditetapkan sebesar 15%.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 1 Maret 2013 z 21


Imam Syafari, dkk.: Analisis Kebijakan dalam Mengatasi Kekurangan Bidan Desa

”Saat ini kita memang belum dapat meminta Kebijakan Pembayaran Insentif
pemerintah daerah untuk merealisasikan Pemberian insentif merupakan faktor penting
anggaran kesehatan sebesar 15% dari APBD...
bisa kita maklumi.....apalagi sekarang khan yang mempengaruhi bagaimana dan mengapa o-
udah desentralisasi....tentunya disesuaikan rang-orang memilih untuk bekerja di sebuah organi-
dengan kemampuan dan kebutuhan dari sasi9.
daerah to.....”.(Informan-1) Seluruh anggaran kesehatan yang ada, dialo-
”Kita akui.... alokasi anggaran kesehatan saat kasikan dana sebesar Rp.5.200.000.000,00 setiap
ini masih rendah...masih dikisaran antara 2- tahun untuk pemberian insentif kepada tenaga kese-
10%.... ini khan daerah baru berkembang ... hatan medis dan non medis. Pemberian insentif ini
alokasi dana memang lebih banyak dialokasi- merupakan salah satu bentuk komitmen pemerintah
kan untuk pembangunan fisik...tapi kedepan-
nya kita harapkan anggaran kesehatan akan daerah terhadap tenaga bidan desa yang bertugas
mendekati ideal...” (Informan-3). di pulau-pulau terpencil, serta bertujuan untuk me-
narik minat tenaga kesehatan, terutama tenaga bi-
Pada tahun 2007 pemerintah daerah mengalo- dan dari luar daerah agar bersedia bekerja dinatuna.
kasikan anggaran kesehatan untuk kegiatan pening- ”Salah satu kebijakan yang kita buat adalah
katan kapasitas sumber daya manusia kesehatan, memberikan insentif kepada tenaga
kesehatan, harapannya...yaaagar tenaga
sebesar Rp.3.9999,7000,00. yang dipergunakan un- kesehatan dari luar daerah mau bekerja di
tuk kegiatan, pendidikan dan pelatihan Pelayanan sini...”
Obstetri Neonatus Essensial Dasar (PONED), APN, ”Karena masih banyak desa di pulau-pulau
dan beasiswa.Pada tahun 2008 pemerintah daerah ... yang belum terdapat bidan
desa,...disamping itu yaaa..dengan insentif ini
mengalokasikan anggaran untuk peningkatan kapa- diharapkan dapat meningkatkan
sitas sumber daya manusia kesehatan sebesar kesejahteraan tenaga paramedis...”
Rp.1.416.096.000,00. (Informan-1).

Tabel 2. Pembiayaan Peningkatan Kapasitas Upaya stimulus pemerintah daerah dengan


Sumber Daya Manusia Kesehatan beasiswa, pendidikan dan pelatihan serta pemberian
di Kabupaten Natuna insentif terhadap tenaga bidan ternyata belum
Anggaran Tahun Anggaran Tahun mampu menarik minat tenaga bidan dari luar daerah.
Kegiatan
2007 2008 ”Masalahnya adalah terletak dari minat tenaga
Pendidikan dan bidan yang bersedia bekerja di Natuna adalah
peltihan formal,
rendah sekali..apalagi bidan y ag mau
PONED, APN 816,096,000,00 816,096,000,00
ditempatkan di desa atau di pulau-puau
Program Dokter dan
kecil...”
Bidan 2,543,584,000,00
”M ungkin kalau bidan itu laki-laki..bisa kali
Kursus peningkatan
aparatur (BTCL, yaa..tapi bidan khan gak ada yang laki-laki...”
ATCLS) 600,000,000,00 600,000,000,00 (Informan-1)
Jumlah 3,999,680,000,00 1.416, 096,000,00
”....Akan tetapi setiap ada alokasi formasi
Sumber: Diolah dari Data DPA tahun Anggaran 2007-2008
tenaga bidan dalam penerimaan tenaga bidan
Kabupaten Natuna
selalu saja kurang...” (Informan-2)

Kebijakan pembiayaan untuk peningkatan kapa- ”.... daerah kami cukup sulit pak... apalagi
sitas tenaga kesehatanbertujuan untuk meningkat- desa y ang terletak di pulau-pulau kecil
kan kompetensi tenaga kesehatan, dan menarik mi- seperti subi ini...listrik tidak 24 jam, sulit
mendapatkan air bersih....transportasi cuma
nat tenaga kesehatan dari luar daerah untuk bekerja lewat laut..itupun tidak setiap hari.....makanya
di Natuna. sulit sekali memang membawa bidan kesini..
”Sebagian alokasi anggaran kita gunakan un- jarang bidan mau bertugas didaerah seperti
tuk meningkatkan kemampuan bidan desa, ini, kecuali memang penduduk asli natuna
dengan diikutkan pelatihan PONED dan APN, seperti saya ini......” (Informan-14)
serta sebagian dialokasikan untuk beasiswa
ke AKBID... dengan program ini selain untuk
Organisasi
meningkatkan kompetensi paramedis juga
dapat menjadi daya tarik bagi tenaga kese- Suatu organisasi harus membuka diri serta
hatan dari luar agar mau bekerja di natuna....” menyusun strategi dan kebijakan, sehingga mampu
(Informan-1). menghadapi tuntutan perubahan yang terjadi10.

22 z Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 1 Maret 2013


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

Fungsi pengendalian organisasi dapat memfo- melibatkan semua bidang program dan tim perenca-
kuskan pada dua karakteristik utama dalam upaya naan anggaran. Tim ini membuat dan menyusun
meningkatkan pembangunan kesehatan, yaitu: 1) rencana usulan kegiatan berdasarkan masukan dan
tingkat makro organisasi ; 2) tingkat mikro organisasi usulan kepala dinas kesehatan.
Perencanaan formasi dan penerimaan pegawai,
Tingkat Makro Organisasi termasuk bidan desa, dinas kesehatan melibatkan
Pengaruh perubahan lingkungan yang sangat setiap bidang dalam membuat rencana dan usulan
dinamisternyata tidak menunjukkan respon terhadap alokasi formasi pegawai yang dibutuhkan.
sistem manajemen Dinas Kesehatan Tingkat II, sis- ”Dalam merencanakan alokasi dan formasi
tem manajemen Dinas Kesehatan Tingkat II belum pegawai baik PT T, honor daerah. maupun
PNS, kita selalu analisis kebutuhan, dengan
banyak mengalami perubahan yang substansial, melakukan koordinasi dengan puskesmas
serta masih mencerminkan lembaga pemerintahan serta BKD...serta tentunya berdasarkan
yang birokratik12. masukan dan kebijakan dari kepala dinas
Fungsi pengendalian organisasi makro dalam kesehatan....” (Informan-4)
upaya mengatasi kekurangan bidan desa, yang me- ”Kita sangat peduli dengan masalah ini...
liputi peran dan hubungan antara stakeholder berja- sehingga kita selalu mengingatkan bagian
lan cukup baik sesuai dengan fungsi dan kewenangan kepegawaian dalam alokasi formasi pegawai
stakeholder di setiap level instansi. untuk tenaga bidan di sesuaikan dengan
kebutuhan kita..akan tetapi masalahnya
”Kita berusaha bekerjasama dengan semua
seperti diungkapkan tadi... minat bidan untuk
pihak........tapi yaaa ... seperti yang saya kata-
bekerja dinatuna y ang sangat rendah...”
kan tadi... untuk tenaga bidan sulit sekali un-
(Informan-1)
tuk memenuhi kebutuhan daerah ini... mung-
kin kondisi wilayah kita yang sulit.........” (In-
forman-1) Perencanaan dan usulan kegiatan dalam meng-
”BKD.. selalu membuat perencanaan kebu- alokasikan anggaran, dinas kesehatan melibatkan
tuhan dan formasi kebutuhan setelah melalui tim penganggaran serta bidang-bidang program, akan
koordinasi dengan setiap SKPD... setelah ada
usulan dari SKPD tersebut baru kita buat pe- tetapi keputusan akhir semua usulan kegiatan
rencanaan sesuai dengan kebutuhan... (In- tergantung kepada kepala dinas kesehatan.
forman-2) ”Kita membuat usulan kegiatan, mulai dari
rencana kegiatan sampai dengan rencana
Peran dan hubungan di tingkat makro organisasi alokasi anggarannya .dengan melibatkan
semua bidang...akan tetapi pada akhirnya
dalam pengalokasian anggaran berjalan cukup baik, semua usulan dan rencana kegiatan y ang
meskipun pada kenyataannya dalam setiap peng- memutuskan adalah kepala dinas
alokasian anggaran dalam forum TPAD-SKPD, hasil kesehatan....” (Informan-5)
akhir tergantung kepada DPRD dan kepala daerah.
”.....Meskipun kita mendukung upaya daerah Regulasi
mengatasi kekurangan bidan desa....akan te- Regulasi pelayanan kesehatan adalah upaya pu-
tapi pada akhirnya keputusan alokasi anggar- blik untuk memberikan pengaruh langsung atau tidak
an tetap ada di dewan dan kepala daerah....
tapi kedepannya kita harapkan anggaran ke- langsung terhadap perilaku dan fungsi organisasi
sehatan akan mendekati ideal...” (Informan- maupun perorangan yang menyediakan pelayanan
3). kesehatan13.
Regulasi biasanya mengacu kepada kegunaan
”kebijakan seperti ini, tentunya memerlukan
alokasi lumayan besar ...untuk itu harus ada kekuasaan yang memaksa dari negara dalam meng-
komunikasi yang instens antara dinas kese- ubah perilaku individu dan organisasi, biasanya ber-
hatan dengan dewan..agar kami lebih me- bentuk peraturan-peraturan dalam sistem kese-
ngerti dan memahami masalah apa saja yang hatan12.
ada dan kebijakan apa yang hendak dilakukan
oleh dinkes...”(Informan-6).
Regulasi Pengalokasian Anggaran dan
Kontrol organisasi pemerintah daerah sebagai Pemberian Insentif
organisasi birokrasi dalam setiap membuat kebijakan Komitmen pemerintah daerah dalam mengatasi
masih tergantung kepada kepala daerah dan DPRD. kekurangan tenaga kesehatan masih sebatas upaya
menyesuaikan dengan tuntutan dan kondisi lingku-
Tingkat Mikro Organisasi ngan. Belum ada regulasi khusus dalam bentuk Per-
Pada tingkatmikro organisasi, setiap usulan aturan Daerah (Perda) atau Surat Keputusan Bupati
kebijakan dan rencana kegiatan dinas kesehatan, untuk kegiatan mengatasi kekurangan bidan desa.

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 1 Maret 2013 z 23


Imam Syafari, dkk.: Analisis Kebijakan dalam Mengatasi Kekurangan Bidan Desa

”..salah satu yang utama adalah kurangnya rangan bidan desa di Kabupaten Natuna sangat be-
bidan desa...meskipun sampai saat ini belum ragam dan pada prinsipnya secara umum men-
ada kebijakan secara tertulis, tapi upaya kami
untuk mengatasi masalah ini sudah kami dukung kebijakan tersebut.
lakukan.....kedepannya mungkin memang ”Bapeda...biasanya sih setuju aja... selama
lebih bagus dan lebih fokus kalau kita buat alokasi anggaran yang diusulkan itu memang
suatu kebijakan khusus... sehingga dalam untuk peningkatan pelay anan kesehatan
pengimplementasiannya lebih gampang... kepada masyarakat...dan untuk kesejahtera-
misalnya dalam bentuk SK Bupati seperti an pegawai, ...sebenarnya gak ada masalah,
pemberian insentif itu.....” (Informan-1) apapun yang diusulkan oleh dinas kesehatan
... biasanya setuju aja... ” ( Informan-3).
Regulasi Distribusi Tenaga Kesehatan
Peran dinas kesehatan dan Badan Kepegawaian Kebutuhan masyarakat untuk mendapatkan
Daerah (BKD)sangat vital dalam regulasi distribusi akses pelayanan kesehatan yang lebih mudah dan
tenaga kesehatan, akan tetapi regulasi kompromistis terjangkau dengan menempatkan bidan disetiap
yang dilakukan selama ini belum dapat mengatasi desa harus merupakan prioritas utama.
”Dewan .. memang menginginkan semua
masalah distribusi tenaga bidan. masyarakat Natuna ini mendapatkan pela-
”Kita sudah mencoba membuat distribusi yanan kesehatan yang memadai... terutama
bidan desa ini disesuaikan dengan kebutuhan di desa-desa yang terletak dipulau...kita akan
di tiap wilayah...eeeh akan tetapi masalahnya selalu mendukung setiap upaya dan kegiatan
adalah bidan itu perempuan..yang rata-rata pemerintah apapun bentuknya, termasuk
statusnya adalah istri pegawai/TNI..atau pengalokasian anggaran kesehatan dalam
malah pejabat...disitu letak masalahnya...jadi mengatasi kekurangan bidan desa......”
dalam hal ini kita harus bisa kompromi...” (Informan-6)
(Informan-1).

”Sulit sekali membuat aturan dalam menem- Badan Kepegawaian Daerah (BKD) dan dinas
patkan tenaga bidan..., karena rata-rata bidan kesehatan masih menggunakan pendekatan dan
di natuna ini bertugas biasanya ikut suami... aturan kepegawaian yang bersifat kompromistis,
khan gak mungkin kita tempatkan mereka terutama dalam hal penempatan atau distribusi
terpisah berjauhan...sudah bany ak saya
menerima keluhan dan malah ancaman..akan tenaga bidan.
menikah lagi kalau diletakkan berjauhan ”Selalu ada koordinasi dengan dinas kese-
dengan istri atau suami mereka ...yaa ujung- hatan, ....hanya untuk tenaga bidan, kita me-
ujungny a...kita harus mengakomodir mang harus lebih bany ak berkompromi....
mereka...” (Informan-2). karena sebagian besar bidan yang bekerja di
natuna adalah karena ikut suami..” (Informan-
2).
Peran dinas kesehatan dan Badan Kepegawaian
Daerah sebagai bagian dari organisasi pemerintah ”Khusus tenaga bidan..kita memang meng-
daerah dalam membuat regulasi distribusi masih alami sedikit kesulitan dalam penempatan,
bersifat kompromistis. Hal ini dikarenakan sebagian karena rata-rata bidan bekerja di Natuna ini
karena ikut suami bertugas...jadi kita me-
besar tenaga bidan yang bekerja di Kabupaten mang lebih banyak ke arah komprominya....”
Natuna berstatus ikut suami atau istri pejabat, PNS, (Informan-4)
atau ABRI.
Perilaku stakeholder ditingkat kabupaten me-
Perilaku Stakeholder nunjukkan bahwa: 1) penyusunan usulan alokasi
Perilaku individumempengaruhi performance anggaran diserahkan sepenuhnya kepada dinas
sistem kesehatan dan status kesehatan. Perilaku kesehatan dan keputusan akhir berada ditangan
memberikan suatu upaya bagi pejabat terkait/ kepala daerah atau DPRD, proses penyusunan pada
pembuat kebijakan kesehatan dalammencari solusi forum SKPD adalah sebagai alat justifikasi; 2)
terhadap berbagai masalah kesehatan12 . terdapat kebijakan yang bersifat kompromistis
Perilaku stakeholder di beberapa level dan ting- khusus distribusi dan penempatan bagi tenaga bidan
katan di kabupaten dan kecamatan dalam penelitian yang diberlakukan oleh dinas kesehatan dan Badan
ini dibagi menjadi tiga bagian yaitu: Kepegawaian Daerah Kabupaten Natuna.

Perilaku Stakeholder dalam Mengalokasikan Perilaku Bidan Desa


Anggaran Kesehatan Pada gugus wilayah tiga yaitu di Kecamatan
Perilaku stakeholder dalam penyusunan dan Serasan, semua desa tidak terdapat bidan, 2 orang
pelaksanaan kebijakan dalam mengatasi keku- bidan yang ada semuanya bertugas di puskesmas.

24 z Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 1 Maret 2013


Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia

”...Kalaupun ada penambahan jumlah tenaga ”Bertugas di polindes ini sejak 3 tahun yang
bidan, kami biasanya terkendala dengan fasi- lalu..yaa karena suami say a bertugas jadi
litas bangunan yang tidak memadai... sehing- polisi di Kabupaten Natuna ini.....” (Informan-
ga kami melakukan tugas pelayanan secara 11)
bergilir ke pulau-pulau...khan kasihan bidan-
nya... kalau ditempatkan di pulau tapi gak ada ” Saya bekerja sebagai bidan di polindes ini
gedungnya, misalnya di Pulau Batu berian...itu sejak 7 tahun yang lalu..pak......yaa karena
atau polindes Airnusa y ang keadaannya suami bertugas jadi guru ditempat ini, bukan
sudah rusak berat”(Informan-9) karena dari awal ngerti kalau di natuna ada
insentif.....” (Informan-12)
”Saat ini bidan tinggal 2 orang, sedangkan
polindes di sini...sudah rusak... juga gak ada Selain alasan ikut suami bertugas, bidan yang
peralatan yang memadai......jadi gak mungkin
kami tinggal di desa...jadi kami buat jadwal bersedia bekerja di Kabupaten Natuna adalah karena
bergilir ke desa setiap minggu.......”. (Infor- penduduk asli daerah Natuna, seperti di Kecamatan
man-13) Serasan dan Kecamatan Subi.
”Saya bekerja di puskesmas serasan ini
Pada gugus wilayah lima, yaitu di Kecamatan hampir 11 tahun, pertama kali sebagai honor
Pulau Subi, hampir seluruh desa tidak terdapat bidan sampai jadi PNS ..ditempatkan di serasan,
karena daerah ini adalah kampung saya...” (I-
desa. Padahal banyak desa yang terletak di pulau- 13)
pulau yang terpisah dengan kota kecamatan dan
jarak tempuh melalui laut kurang lebih 3,5 jam, Karakteristik bidan desa dibeberapa gugus wila-
misalnya Pulau Panjang dan Pulau Kerdau. yah kerja kecamatan di Kabupaten Natuna dapat
”Kita sudah membuat usulan kepada dilihat pada tabel.
dinas...tapi kita ngerti kok... jangankan di subi
ini, didaerah yang lebih dekat dengan kota Kondisi geografis berupa kepulauan dengan se-
saja.. bidan desanya juga kurang...jadi salah gala keterbatasan transportasi dan informasi meru-
satu cara yang kami buat adalah membuat pakan faktor utama yang menyebabkan perilaku ren-
pelayanan secara bergilir setiap minggu ke dahnya minat tenaga bidan dari luar daerah bekerja
pulau-pulau itu....”(Informan-10)
di Kabupaten Natuna. Bidan yang bekerja di Kabu-
”...Sekarang bidan satuny a pindah ke ke paten Natuna sebagian besartidak termotivasi kare-
RSUD, ikut suaminya yang pindah....jadi saya na insentif uang ataupun beasiswa pendidikan, kare-
tinggal sendirian bekerja melayani seluruh na alasan, yaitu 1)mengikuti suami bertugas,2) pen-
desa yang letakkya di pulau-pulau... tugasnya
semakin berat Pak.”.(Informan-14) duduk asli daerah. Faktor lain yang menyebabkan
bidan tidak bersedia ditempatkan di desa adalah
Pemberlakuan pola insentif yang memperlihat- fasilitas bangunan atau gedung polindes yang tidak
kan apresiasi dan keberpihakan pemerintah terhadap ada atau keadaan rusak berat, sehingga terdapat
tenaga kesehatan yang berada di daerah terpencil kasus bidan lebih banyak bertugas di puskesmas.
menjadi sebuah upaya untuk memperbesar minat
dan motivasi serta meningkatkan daya tahan sumber KESIMPULAN DAN SARAN
daya manusia kesehatan untuk ditempatkan di Kesimpulan
daerah terpencil13. Strategi dan kebijakan Pemerintah Daerah Ka-
Kabupaten Natuna dalam pemberian insentif bupaten Natuna dalam upaya mengatasi kekurangan
ternyata bukan salah satu alasan utama bidan desa bidan desa belum berjalan optimal.
bersedia bekerja di Kabupaten Natuna, alasan utama Alokasi anggaran kesehatan di Kabupaten Natu-
mereka adalah karena ikut suami bertugas. na masih kurang dan belum sesuai dengan kesepa-

Tabel 3. Karakteristik Bidan Desa Di Kabupaten Natuna Tahun 2008


Gugus Wilayah Kerja
Karakteristik
GUGUS I GUGUS II GUGUS III GUGUS V
ƒ Usia 25 29 34 23
ƒ Tingkat Pendidikan D3 D3 D1 D3
ƒ Lama Bekerja 6 7 11 3
ƒ Status kepegawaian PNS PNS PNS PTT DAERAH
ƒ Status Perkawinan Nikah Nikah Nikah Belum nikah
ƒ Status Kependudukan Pendatang Pendatang Penduduk asli Penduduk asli
ƒ Alasan bekerja di Natuna Ikut suami Ikut suami Ikut suami Penduduk Asli
ƒ Fasilitas Polindes Kurang Kurang Tidak ada Tidak ada
Sumber: Hasil penelitian karakteristik bidan desa di wilayah Kabupaten Natuna Tahun 2008

Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 1 Maret 2013 z 25


Imam Syafari, dkk.: Analisis Kebijakan dalam Mengatasi Kekurangan Bidan Desa

katan nasional yaitu sebesar 15 %. Sampai saat ini mengatasi kekurangan tenaga bidan desa. Konteks
belum ada kebijakan khusus dalam upaya mengatasi keterbatasan kapasitas pemerintah disatu pihak
kekurangan bidan desa di Kabupaten Natuna. Ang- dalam memperluas akses pelayanan kesehatan dan
garan kesehatan sebagian besar dialokasikan untuk keterbatasan sumber daya manusia karena faktor
program kegiatan pembangunan sarana dan prasa- geografis, salah satu kebijakan reformasi kesehatan
rana fisik. Hanya sekitar 2-3% dari anggaran kese- yang dapat dilakukan adalah model penyelenggaraan
hatan dialokasikan untuk peningkatan kapasitas pelayanan kesehatan yang disebut contracting out.
sumber daya manusia kesehatan.
Insentif tenaga bidan desa di Kabupaten Natuna DAFTAR PUSTAKA
masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan insentif 1. Hapsara HR, Pembangunan Kesehatan di Indo-
bidan PTT yang ditetapkan oleh Departemen Kese- nesia,Gajah Mada University Press, Yogya-
hatan. karta, 2004.
Peran pemerintah daerah dalam regulasi kurang 2. Fauzi MJ, Pengauruh Tsunami Terhadap Kebi-
optimal, terutama dalam regulasi distribusi tenaga jakan dan Distribusi Tenaga Dokter dan Perawat
kesehatan. Selama ini regulasi distribusi tenaga ke- di Kabupaten Aceh Utara Propinsi Nanggro
sehatan masih menerima dan mengakomodasi pe- Aceh Darussalam, Tesis, Universitas Gajah
nempatan bidan dengan alasan ikut suami bertugas. Mada, 2007.
Sebagai organisasi birokratik pemerintah dae- 3. Adhisasmito W,Sistem Kesehatan, Raja
rah, peran dan hubungan stakeholder dalam kebijak- Grafindo Persada, Jakarta, 2007.
an mengatasi kekurangan bidan desa sudah cukup 4. Dinas Kesehatan Kabupaten Natuna, Profil Ke-
optimal, hanya karena belum ada kebijakan khusus sehatan Kabupaten Natuna, Kabupaten Natuna,
yang bersifat mengikat dan diimplementasikan dalam 2007.
bentuk PERDA atau SK Bupati yang menyebabkan 5. Departemen Kesehatan RI,Keputusan Menteri
upaya ini kebijakana mengatasi kekurangan bidan Kesehatan RI Nomor 81/Menkes/SK/2004 Ten-
desa belum berjalan optimal. tang Pedoman Penyusunan Perencanaan Sum-
ber Daya Manusia Kesehatan di Tingkat Pro-
Saran pinsi. Kabupaten/Kota Serta Rumah Sakit,
Pembiayaan atau alokasi anggaran perlu lebih Jakarta, 2004.
diprioritaskan dan ditingkatkan untuk peningkatan 6. Yin R,Studi Kasus,Desain dan Metode,Raja
kapasitas sumber daya manusia kesehatan dan pem- Grafindo, Persada, Jakarta, 2002.
biayaan untuk pemberian insentif.Dinas kesehatan 7. Moleong LJ, Metode Penelitian Kualitatif,
mampu membuat usulan pemberian insentif terhadap Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990.
tenaga bidan sesuai dengan nilai insentif bidan yang 8. Asiandi, Membangun Kesejahteraan Kesehatan
ditetapkan dalam Permenkes NO.508 tahun 2007 Masyarakat Indonesia. INOVASI, 2005;4(12).
dan harus punya komitmen lebih dalam membuat 9. Mathis RL, Jackson JH, Human Resource Man-
usulan mengenai kebijakan khusus dalam mengatasi agement, Penerbit Salemba Empat, Jakarta,
kekurangan bidan desa dalam bentuk PERDA atau 2006.
SK bupati. 10. Setyawan IR, Manajemen Sumber Daya Manu-
Dukungan dan komitmen yang lebih besar dari sia Strategis: Repotisioning Peran, Perilaku Plus
DPRD dalam setiap kebijakan pembangunan kese- Kompetensi Serta Peran SDM Strategis. Di
hatan termasuk kebijakan mengatasi kekurangan dalam: Usmara, A. ed. Paradigma Baru Mana-
bidan desa, terutama yang berhubungan dengan jemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Amara
pembuatan kebijakan khusus dan alokasi anggaran. Books, Yogyakarta, 2007.
Badan Kepegawaian Daerah diharapkan dalam 11. Robert MJ, Hsiao W, Berman P,& Reich M,
menerapkan kebijakan penempatan dan distribusi Getting Health Reform Right, Oxford University,
tenaga kesehatan terutama tenaga bidan disesuai- New York, 2004.
kan dengan kebutuhan, bukan berdasarkan sikap 12. Ayuningtyas D, (2005) Sistem Pemberian Insen-
kompromi dengan keadaan dan permintaan dari bidan tif yang Berpihak Pada Sumber Daya Manusia
dengan alasan ikut suami bertugas. Kesehatan di Daerah Terpencil. Jurnal Manaje-
Bappeda dalam mendukung kebijakan meng- men Pelayanan Kesehatan, 2005;09(02):87-93.
atasi kekurangan bidan desa, terutama berhubungan 13. Koentjoro T,Regulasi Kesehatan di Indonesia,
dengan alokasi anggaran. Pemerintah Daerah Kabu- Penerbit Andi Offset, Yogyakarta, 2007.
paten Natuna perlu lebih membuka diri dalam upaya

26 z Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, Vol. 02, No. 1 Maret 2013

Anda mungkin juga menyukai