Anda di halaman 1dari 8

MEMBENTUK KEPRIBADIAN ISLAM

(SYAKHSHIYYAH ISLAMIYYAH)

Hanif Muhammad (2000)

Dan siapakah yg lebih baik perkataannya daripada orang yg menyeru kepada


Allah, mengerjakan amal shaleh, dan berkata: Sesungguhnya aku termasuk
kaum muslimin.

(QS. Al Fushshilat: 33)

Tidaklah beriman salah seorang diantara kalian, sehingga dia menjadikan hawa
nafsunya mengikuti apa-apa (dinul Islam) yg kubawa.

(Hadits Arbain An Nawawiyyah)

Tidak beriman salah seorang diantara kalian hingga Aku menjadi akalnya yg ia
berpikir dengannya.

(Hadits Qudsi)

Dalam proses panjangnya, pendidikan adalah proses transfer nilai, pandangan


hidup yg paling mendasar (aqidah), pemahaman-pemahaman hidup, dan
berbagai pengetahuan yg menambah kesadaran peserta didik akan pandangan
dan pemahamannya akan kehidupan (mafahim anil hayah) sehingga dia mampu
mengambil jalan hidup yg benar, serta menambah kesadarannya tentang
berbagai pemahamannya tentang benda-benda dan sarana-sarana hidup
(mafahim anil asya) sehingga dia dapat meniti jalan kehidupannya dengan
benar.

Dengan demikian dalam perspektif Islam, pendidikan adalah transfer nilai-nilai


Islam yg bersumber dari Al Quran dan As Sunnah, pandangan hidup Islam atau
aqidah Islamiyah (keimanan), dan berbagai pengetahuan Islam (al maarif al
Islamiyah – tsaqofah Islamiyyah) seperti tafsir, ulumul Quran, ulumul hadits,
fiqh, ushul fiqh, bahasa Arab, ilmu nahwu, ilmu shorof, siroh Nabi saw, dll yg
mempertebal pemahaman dan membentuk kesadaran para peserta didik
sehingga hanya Islamlah yg akan menjadi pengendali pikiran (pola pikir) dan
tingkah lakunya (pola sikap). Selain itu, perlu berbagai ilmu pengetahuan dan
serta ketrampilan teknologi untuk menambah kemampuan para lulusannya
menjalani hidup dengan tetap berpegang kepada Islam sebagai aqidah dan
pemahaman hidupnya (mafahim anil hayah).
Untuk mencapai tujuan pendidikan di atas dan mendapat esensi pendidikan tsb,
maka metode yang dipakai adalah bukan sekedar transfer pengetahuan, tapi
haruslah pembentukan dan pembinaan kepribadian. Dalam hal ini, kepribadian
bukanlah sekedar pembentukan etika moral, tapi lebih luas dari itu.

Hakikat Kepribadian

Hakikat kepribadian sesungguhnya merupakan konsekuensi keimanan seorang


muslim, yakni bahwa ia harus memegang identitas muslimnya dalam seluruh
aktivitas kesehariannya. Identitas itu nampak pada kepribadian seorang
muslim, yakni pada pola berpikir (aqliyyah) dan pola bersikapnya (nafsiyyah) yg
dilandaskan pada aqidah Islam. Jadi secara esensial, kepribadian itu tersusun
dari pola berpikir dan pola bersikapnya.

Sebenarnya, begitu seseorang merasa mantap dengan aqidah Islam yg


dipeluknya dan bertekad membangun kepribadian Islam dalam dirinya berdasar
aqidah yg diyakininya itu, sudah mengindikasikan bahwa ybs telah berhasil
membentuk kepribadian Islam dalam dirinya. Hanya saja tugasnya tidaklah
selesai hingga di situ saja. Ia harus selalu menjaga tegaknya bangunan
kepribadian dari segala kemungkinan yg dapat merobohkannya atau bahkan
mencerabutnya dari pondasi yg ada di bawahnya, yakni aqidah.

Tahapan Pembentukan

Pada prinsipnya terdapat tiga langkah dalam metode pembentukan dan


pengembangan kepribadian Islam dalam diri seseorang, sebagaimana
dicontohnya Rasulullah SAW.

Pertama, menanamkan aqidah Islam kepada yg bersangkutan dengan metode


yg sesuai dengan kategori aqidah tsb, yaitu sebagai aqidah aqliyyah (aqidah yg
keyakinannya muncul melalui proses pemikiran yg mendalam, pemikiran
tentang al uqdah al kubro). Menanamkan aqidah sebagai ide dasar (fikroh
asasiyah), ide atau pemahaman yang menjadi dasar atas setiap pola pikir dan
pola sikapnya dalam menjalani semua aktivitas kehidupan, sehingga tidak akan
ada aktivitas kehidupan yang dijalani, kecuali setelah ybs merasa semuanya
sesuai dengan syariat Islam. Itu semua sebagai implementasi hidup untuk
beribadah kepada Allah Swt. Pada tahap ini pembentukan pondasi kepribadian
sudah berhasil. Alhamdulillah.
Kedua, mengajaknya bertekad bulat untuk senantiasa menegakkan bangunan
cara berpikir dan cara mengatur kecenderungannya di atas pondasi aqidah
Islam yg telah menghunjam kuat dalam hatinya. Aqidah Islamiyah ditekadkan
untuk senantiasa menjadi dasar berfikir dan memahami kehidupan. Setiap
segala sesuatu yang terjadi di sekitar kita selalu dipikir sesuai dengan Islam,
dan ketika memunculkan sikap, maka sikap itu pun sesuai Islam. Pendek kata
Islam menjadi tolok ukur kehidupannya.

Ketiga, mengembangkan kepribadiannya dengan cara membakar semangatnya


untuk bersungguh-sungguh dalam mengisi pemikirannya dengan
kesempurnaan tsaqofah Islamiyyah dan mengamalkannya dalam seluruh aspek
kehidupannya dalam rangka melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT.

Indikator Kematangan Kepribadian Islam

Adapun indikator matangnya Syakhshiyyah Islamiyyah seseorang dapat


dijelaskan sbb.:

Kepribadian Islam terbagi dalam dua komponen yakni pola pikir (aqliyyah) dan
pola sikap (nafsiyyah).

Pada komponen pola pikir, seseorang harus memahami aqidah Islam dan
menjadikannya sebagai landasan berpikir. Pola pikir memiliki dua item besar,
yakni pemikiran (afkar), pendapat (ara) dan hukum (ahkam).

Pada item pemikiran dan pendapat mencakup aspek-aspek aqidah, syariat,


problematika umat, dan dakwah.

Sementara pada item hukum mencakup aspek-aspek Ibadah,


Makanan/Minuman, Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan Uqubah. Masing-masing
memiliki indikator, sbb. :

Pada aspek aqidah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia


memahami dan mengimani seluruh perkara aqidah Islam.

Pada aspek syariat, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia


memahami pemikiran syariat Islam.
Pada aspek problematika umat, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian
Islam, jika ia memahami problematika umat apa akar permasalahannya dan
apa solusinya serta memahami ide-ide yg bertentangan dengan Islam, sehingga
ia bisa menolaknya dan menjelaskannya pada umat.

Pada aspek dakwah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia


memahami ihwal kewajiban dakwah dan thariqah dakwah Rasul SAW.

Pada aspek-aspek Ibadah, Makanan/Minuman, Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan


Uqubah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika memahami
hukum Islam yg berkaitan dengan ibadah, halal dan haramnya makanan dan
minuman, pakaian, akhlaq, muamalah (aspek ekonomi, sosial, pemerintahan),
dan uqubah.

Sementara pada komponen Pola Sikap, seseorang harus Menjadikan syariat


Islam sebagai tolok ukur perbuatan. Pola sikap mencakup aspek-aspek Ibadah,
Makanan/Minuman, Pakaian, Akhlaq, Muamalah dan Uqubah. Masing-masing
memiliki indikator, sbb. :

Pada aspek Ibadah, seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia


selalu melaksanakan ibadah dengan khusyu sesuai syariat.

Pada aspek Makanan/Minuman; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian


Islam, jika ia selalu mengkonsumsi makanan dan minuman yg halal.

Pada aspek Pakaian; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia


selalu menutup aurat dan ditambah dengan mengenakan jilbab dan khimar
(kerudung) bagi Muslimah.

Pada aspek Akhlaq; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia


selalu menampakkan akhlakul karimah, giat menuntut ilmu dan memiliki etos
berprestasi.

Pada aspek Muamalah; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika


ia selalu bermuamalah secara Islam.

Pada aspek Dakwah; seseorang dinyatakan memiliki kepribadian Islam, jika ia


bersedia terlibat dalam dakwah bagi tegaknya kembali izzul Islam wa al-
muslimin.
Seluruh indikator ini harus ada pada diri setiap Muslim secara utuh. Jika tidak,
maka akan terjadi kepribadian yg tidak utuh, bisa menjadi sekuler atau bahkan
ateis sama sekali. Naudzubillahi mindzalik.

Bagaimana Sekolah Bersinergi Dengan Keluarga dan Masyarakat Dalam


Pendidikan Kepribadian Islam?

Sesuai dengan jenjang usianya, pada tingkat TK hingga SD diharapkan bisa


diletakkan dasar-dasar pembentukan Syakhshiyyah Islamiyyah. Hal ini
mengingat siswa berada pada jenjang usia menuju baligh, sehingga lebih
banyak diberikan materi yg bersifat pengenalan menumbuhkan keimanan.

Barulah ketika mencapai usia baligh, yakni pada tingkat SMP dan SMU,
pembentukan Syakhshiyyah Islamiyyah yg dilakukan bersifat lanjutan. Hal ini
dimaksudkan untuk memelihara sekaligus meningkatkan keimanan serta
keterikatan dengan syariat Islam.

Karena itu di sekolah, perlu dilakukan enam jenis pendekatan terpadu untuk
pembentukan kepribadian Islam, yakni :

1, Formal struktural. Dilakukan melalui kegiatan tatap muka formal dalam jam
belajar-mengajar resmi. Basis ilmunya ada di tsaqofah Islam. Pendidiknya
adalah guru.

2, Formal – nonstruktural. Dilakukan melalui proses pencerapan nilai-nilai Islam


dalam setiap mata ajaran yg diberikan kepada siswa, diantaranya melalui
internalisasi nilai tauhid. Basis ilmunya ada Iptek atau ilmu kehidupan.
Pendidiknya adalah guru.

3, Keteladanan. Diberikan dalam wujud contoh nyata amaliyah harian (akhlak


dan ibadah) di lingkungan sekolah. Basis ilmunya ada di tsaqofah Islam.
Pendidiknya adalah guru dan seluruh pengelola pendidikan.

4, Penerapan budaya sekolah (school culture) yg diciptakan. Diterapkan


melalui pengamalan syariat Islam secara nyata, baik menyangkut akhlak,
ibadah, pergaulan dan kebersihan ataupun persoalan lain, yg ditunjang dengan
proses pembiasaan dalam penerapan aturan beserta sanksinya. Basis ilmunya
ada di tsaqofah Islam dan penerapan aturan sekolah. Pendidiknya adalah guru
dan seluruh pengelola pendidikan.
5, Pembinaan pergaulan antar siswa, termasuk interaksi dengan lawan jenis.
Dilakukan dalam suasana ukhuwah Islamiyyah yg selalu diarahkan pada
standar kepribadian Islam, antara lain saling menyayangi dan menghormati,
serta saling mengingatkan diantara mereka. Basis ilmunya ada di Tsaqofah
Islam dan penerapan aturan sekolah. Pendidiknya adalah guru, seluruh
pengelola pendidikan dan siswa.

6, Amaliyah ubudiyah harian. Dilakukan dengan pembiasaan shalat berjamaah.


Basis ilmunya ada di Tsaqofah Islam dan penerapan aturan sekolah.
Pendidiknya adalah guru, pengelola pendidikan dan siswa.

Catatannya, pendidikan pembentukan kepribadian di sekolah hanya akan


optimal, jika pola asuh di keluarga berlangsung positif dan masyarakat juga
mendukung. Keluarga dapat berperan terutama pada pendekatan ketiga sampai
dengan keenam. Kunci utamanya ada pada keteladanan. Misalnya, jika di
sekolah siswa dididik untuk shaum sunnah dan sholat tahajjud, maka di rumah
pun Orangtua dan anggota keluarga yang lain juga melaksanakan shaum
sunnah dan sholat tahajjud. Jika di sekolah, dipahamkan bahwa pacaran itu
haram, maka di rumah pun orangtua melarangnya karena haram. Singkatnya,
apa yang telah dibina di sekolah, di rumah pun sama dan didukung penuh, baik
dengan doa maupun perbuatan.

Di masyarakat juga hendaknya kondusif. Budaya kritik sosial atau amar maruf
nahi munkar dapat terus dijalankan. Jangan sampai tergerus oleh budaya asing
sekuler yang memang permisif dan mentolerir kemaksiatan.

Ketiganya, baik pendidikan di sekolah, di rumah maupun di masyarakat harus


terintegrasi, satu frekuensi. Saling menguatkan. Harus !

Sumber : Hanif Muhammad. 2000. Membentuk Kepribadian Islam

Pesan Cinta dari Allah Swt :

1. Satukan frekuensi antara Keluarga dan Sekolah (juga Masyarakat) Dalam


Mendidik Anandas agar Anandas Memiliki Syakhsiyyah Islam yg Baik.
2. Salah satu Cara Efektif Dalam Mendidik Adalah Dengan Memberikan
Keteladanan Pada Anandas.
Sebagai sekolah Islam, sudah selayaknya pemikiran dan perbuatan seluruh komponen sekolah yaitu guru/staf,
siswa dan orang tua siswa selalu berpijak pada aqidah Islam, tunduk dan patuh pada peraturan yang telah
ditetapkan oleh sang Pencipta, yaitu Allah SWT.

Sesuai dengan visi Islamic Global School yaitu “ mencetak generasi berkepribadian Islam, memiliki
kompetensi sukses dunia dan akhirat “ maka pendidikan karakter yang menghasilkan generasi berkepribadian
Islam sudah menjadi budaya sekolah.

Manusia memiliki dua unsur kepribadian dalam dirinya yaitu pola pikir (‘aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah).
Pola pikir adalah cara yang digunakan dalam memahami atau memikirkan sesuatu. Dengan ungkapan lain pola
pikir adalah cara yang digunakan untuk mengaitkan fakta dengan informasi, atau sebaliknya, berdasarkan
suatu landasan atau beberapa kaedah tertentu. Sedangkan pola sikap adalah adalah cara yang digunakan
manusia dengan mengaitkan dorongan penyaluran (pemenuhan)nya dengan mafahim (pemahaman) atau cara
yang digunakan oleh manusia untuk memenuhi gharizah (naluri) dan kebutuhan jasmani. seseorang bisa
dikatakan berkepribadian Islam apabila ia memiliki ‘aqliyah Islamiyah (pola pikir Islam) dan nafsiyah
Islamiyah (pola sikap Islam). Apabila salah satu diantara keduanya tidak ada pada diri seseorang maka
sesungguhnya ia belum memiliki kepribadian Islam.
QS Al-Dzariyat (51) : 56 “..dan tidaklah Aku Menciptakan Jin dan Manusia Melainkan Agar Mereka
Beribadah KepadaKu.”
QS : Al Anbiya : 107 “ Dan tidaklah Kami (Allah) mengutus kamu (wahai Muhammad) kecuali sebagai
rahmat untuk semesta alam.”
QS. Al-Ahzab (33) : 21 “ Sungguh telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu “.
Kepribadian Islam yang sudah dijadikan sebagai budaya sekolah di Islamic Global School, dirumuskan
menjadi empat (4) fokus perilaku.

1. Hubungan Manusia dengan Allah


 Mengimani adanya Allah dan syari’atNya.

 Melakukan sholat wajib dan sunnah.

 Selalu mengingat Allah dengan berzikir

 Bersyukur kepada Allah terhadap karuniaNya

 Melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan karena Allah

2. Hubungan Manusia dengan Dirinya Sendiri ;


 Mensyukuri dirinya sebagai ciptaan Allah yang sempurna.

 Menjaga kesehatan badan dan pikiran.

 Menjaga diri dari perbuatan dosa

 Disiplin, bersih dan rapi.

 Menjadi pembelajar untuk menjadi lebih baik

3. Hubungan Manusia dengan Manusia Lainnya ;


 Menghargai dan menghormati orang lain.

 Sopan dan santun pada orang lain,


 Berbuat baik, suka menolong dan membantu orang lain

 Suka memaafkan kesalahan orang lain.

 Mengajak orang lain berbuat kebaikan dan mencegah keburukan

4. Hubungan Manusia dengan Alam dan Lingkungan ;


 Menjaga kebersihan lingkungan,

 Menyayangi tumbuhan (suka menanam dan merawat tumbuhan)

 Menyayangi hewan (suka memelihara dan tidak menyiksa hewan)

 Melestarikan hewan dan tumbuhan langka

 Blue Print kurikulum Islamic Global School disusun berdasarkan visi dan misi lembaga. Seluruh
kegiatan belajar mengajar di sekolah diarahkan untuk mencapai visi dan misi lembaga tersebut.
Kurikulum IGS di fokuskan pada tiga bagian yang merupakan satu kesatuan, ketiga bagian tersebut
adalah ;
 1). Penguasaan tsaqofah Islam,
 2). Pembentukan kepribadian Islam
 3). Penguasaan ilmu kehidupan.
 Penguasaan tsaqofah Islam yang benar sesuai Al-Qur’an dan Sunnah akan menghasilkan pemahaman
dan kepribadian Islam, kepribadian Islam akan melandasi seluruh aktifitas siwa dalam kehidupan
sehari-hari termasuk dalam kegiatan menguasai ilmu kehidupan. Nah dengan demikian pada akhirnya
para alumni yang dihasilkan adalah generasi berkepribadian Islam dan memiliki kompetensi sukses
dunia akhirat sesuai visi hidup manusia yang telah ditetapkan oleh Allah SWT, yaitu bertaqwa kepada
Allah untuk menebar rahmat bagi seluruh alam, seperti telah ditetapkan dalam firmanNya
 “ dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku ” . Qs Al-
Dzariyat (51) : 56
 Blueprint Kurikulum IGS dapat digambarkan sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai