Anda di halaman 1dari 15

PERBANDINGAN SISTEM PAJAK DIGITAL DI MALAYSIA DAN

INDONESIA

Disusun oleh:

Teofilus Addrian Pakpahan

233141500111029

PROGRAM STUDI KEUANGAN DAN PERBANKAN


FAKULTAS VOKASI
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

i
2023
KATA PENGANTAR

Puji Puji syukur panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
limpahan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat waktu
tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Penulis mengungkapkan keinginan yang kuat agar dokumen ini dapat
meningkatkan pemahaman dan keahlian pembaca. Selain itu, harapannya agar
pembaca tidak hanya memperoleh ilmu, namun juga mampu menerapkan
konsep-konsep yang disajikan dalam kehidupan sehari-hari.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak
kekurangan karena keterbatasan penulis. Maka dari itu, penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga
apa yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Malang, 13 September 2023

Teofilus Addrian
Pakpahan

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ......................................................................................................i


KATA PENGANTAR ...................................................................................................ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................iii
BAB I: PENDAHULUAN .............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................1
1.3 Tujuan Masalah..............................................................................................1
BAB II. PEMBAHASAN...............................................................................................2
2.1. Sistem Pajak Digital .....................................................................................2
2.2. Perbandingan antara Malaysia dan Indonesia...............................................5
2.3. Tantangan dan Masalah.................................................................................6
2.4. Kebijakan dan Solusi.....................................................................................6
BAB III. PENUTUP ......................................................................................................8
3.1. Kesimpulan....................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................9

iii
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk
pembangunan dengan tujuan akhir kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Oleh karena itu,
sektor pajak memegang peranan penting dalam perkembangan kesejahteraan bangsa. Untuk
mewujudkan sebuah kenaikan pendapatan negara, pemerintah melakukan berbagai upaya
untuk mengoptimalkan penerimaan negara dari sector pajak. Salah satu upaya yang
dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak adalah
dengan melakukan reformasi perpajakan, yaitu dengan melakukan reformasi terhadap
Peraturan Perundang-undangan Perpajakan serta system administrasi perpajakan, agar
basis pajak dapat semakin diperluas, sehingga potensi penerimaan pajak yang tersedia
dapat dipungut secara optimal dengan menjunjung asas keadilan sosial dan memberikan
pelayanan prima kepada wajin pajak.
Pajak digital adalah suatu bentuk reformasi di dalam dunia perpajakan, yang mana
merupakan suatu bentuk pembayaran pajak atau pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN)
terhadap produk digital. Pajak digital sendiri merupakan pajak yang dikenakan kepada
penyedia layanan asing, pedagang asing, platform digital, segala bentuk transaksi digital, dan
segala jenis kegiatan yang beroperasi untuk mendapatkan keuntungan melalui sistem
elektronik atau yang biasanya disebut dengan istilah PMSE atau Perdagangan Melalui Sistem
Elektronik dan pajak digital juga ditetapkan kepada perusahaan yang belum memiliki bentuk
usaha tetap (BUT).
Perpajakan digital menjadi penting seiring dengan perkembangan ekonomi digital yang
semakin pesat dan meluas di seluruh dunia. Ekonomi digital adalah ekonomi yang didasarkan
pada teknologi digital dan data sebagai faktor produksi utama 2. Ekonomi digital menawarkan
berbagai manfaat bagi masyarakat, seperti kemudahan akses, efisiensi biaya, inovasi produk,
dan kesejahteraan konsumen. Namun, ekonomi digital juga menimbulkan tantangan bagi
otoritas pajak, seperti kesulitan identifikasi wajib pajak, pengukuran nilai tambah, alokasi hak
pemungutan pajak, dan penegakan hukum perpajakan.

1
Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakanag di atas, yang menjadi rumusan masalah dalam makalah
yang dibuat oleh penulis adalah tentang bagaimana perbandingan antara sistem pajak
digital di Negara Indonesia dan sistem pajak digital di Malaysia.

Tujuan Masalah

Tujuan dari pembahasan materi makalah ini adalah “Membandingan Sistem Pajak Digital
Malaysia dan Indonesia” saya sebagai penyusun makalah berharap dapat menyalurkan
wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai Perbandingan Sistem Pajak Digital Malaysia
dengan Sistem Pajak Indonesia dan juga saya berharap dengan ini dapat membuka pemikiran
masyarakat Indonesia agar lebih baik lagi mengenai wawasan sistem perpajakan di Indonesia.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sistem Pajak Digital

Sistem Pajak Digital di Malaysia

Pada tahun 2020, Malaysia memperkenalkan sistem pajak untuk layanan digital luar
negeri, yang sering disebut sebagai "Digital Service Tax" (DST) atau "Pajak Layanan
Digital." Ini adalah upaya untuk mengenakan pajak atas layanan digital yang diberikan
oleh penyedia luar negeri kepada konsumen di Malaysia. Berikut beberapa poin penting
tentang sistem pajak digital di Malaysia:

Ruang Lingkup Pajak: DST dikenakan pada berbagai layanan digital, seperti langganan
streaming video (contoh: Netflix), musik online (contoh: Spotify), permainan online,
periklanan digital, dan layanan serupa.
Tarif Pajak: Tarif pajak DST adalah 6%. Ini dikenakan pada nilai bruto transaksi.
Kewajiban Penarikan dan Pembayaran: Penyedia layanan digital luar negeri yang
memenuhi kriteria tertentu diwajibkan untuk mendaftar dengan otoritas perpajakan Malaysia,
mengumpulkan pajak dari pelanggan Malaysia, dan membayarkannya kepada pihak
berwenang.
Pengenaan Pajak pada Pelanggan: Dalam sebagian besar kasus, DST dibebankan kepada
pelanggan Malaysia oleh penyedia layanan digital. Ini berarti pelanggan akan melihat
tambahan biaya sebagai pajak dalam tagihan mereka.
Pengecualian dan Batasan : Ada beberapa pengecualian, seperti perusahaan yang beroperasi
di Malaysia yang menjual layanan digital luar negeri, dan perusahaan yang pendapatannya di
bawah ambang batas tertentu.
Kepatuhan dan Penegakan: Otoritas perpajakan Malaysia aktif memantau dan menegakkan
kewajiban pajak digital. Pelanggaran dapat mengakibatkan sanksi.

3
Di Malaysia, Digital Service Tax (DST) dikenakan pada berbagai jenis bisnis
yang menyediakan layanan digital kepada pelanggan di Malaysia. Berikut adalah
beberapa jenis bisnis yang mungkin terkena pajak digital:

Layanan Streaming Video : Perusahaan seperti Netflix, Amazon Prime Video, dan layanan
serupa yang menyediakan langganan streaming video.
Layanan Streaming Musik Online: Platform seperti Spotify, Apple Music, dan layanan
streaming musik digital lainnya.
Permainan Online: Bisnis yang menjual permainan online, termasuk pembelian game,
mikrotransaksi, dan item virtual.
Periklanan Digital: Perusahaan yang menyediakan layanan periklanan digital, seperti Google
Ads dan Facebook Ads.
Aplikasi Berbayar dan Konten Digital: Bisnis yang menjual aplikasi berbayar, e-book,
audiobook, dan konten digital lainnya.
Layanan Cloud: Penyedia layanan cloud computing yang mengenakan biaya atas
penyimpanan data dan penggunaan sumber daya komputasi.
Pasaran Elektronik: Pasaran elektronik atau platform e-commerce yang mengenakan biaya
kepada penjual atau menyediakan layanan berbayar kepada penjual.
Platform Berbagi Video: Layanan seperti YouTube yang memiliki model bisnis berbasis
iklan dan dapat terkena pajak atas pendapatan iklan digital.
Aplikasi Berbayar: Aplikasi seluler atau desktop yang dikenakan biaya kepada pengguna
untuk mengunduh atau menggunakan fitur tertentu.
Layanan Berlangganan: Bisnis yang menawarkan langganan bulanan atau tahunan untuk
akses ke konten premium atau layanan digital.

Sistem Pajak Digital di Indonesia


Penerapan pajak digital di Indonesia saat ini lebih digencarkan. hal ini juga bertujuan
untuk memberikan perbaikan dan pemulihan ekonomi Indonesia dengan melakukan
reformasi perpajakan. Perlu diketahui juga pemerintahan Presiden Joko Widodo
menargetkan penerimaan pajak yang relatif tinggi dari tahun sebelumnya. Namun melihat
kondisi pandemi saat ini tentu saja menaikkan pajak sangatlah membebani warga dan
masyarakat. Apalagi dampak dari pandemi tidak main-main, bukan hanya kehilangan
keluarga, namun juga kehilangan pekerjaan, banyak perusahaan yang juga gulung tikar
sebagai dampak dari pandemi covid-19 ini. Oleh karena itu pemerintah melihat potensi
yang ada dari ekonomi digital di Indonesia. Yang juga merupakan pasar yang sangat besar

4
dibanding dengan negara tetangga lainnya. Menurut Presiden Joko Widodo sendiri pasar
ekonomi digital di Indonesia memiliki potensi yang luar biasa, dan bisa menjadi yang
terbesar pada 2030 mendatang di wilayah Asia Tenggara.
Berikut hal-hal dan kebijakan yang diambil pemerintah dalam meningkatkan
penerimaan pajak, melalui pajak digital di Indonesia :

Pemberlakukan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020

Penerapan pajak digital di Indonesia saat ini sedang ditingkatkan. Hal ini juga bertujuan
untuk meningkatkan dan menghidupkan kembali perekonomian Indonesia melalui penerapan
reformasi perpajakan. Perlu diketahui, pemerintahan Presiden Joko Widodo mematok target
pemungutan pajak yang relatif tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, dengan situasi
epidemi saat ini, jelas bahwa kenaikan pajak sangat membebani masyarakat dan masyarakat.
Selain itu, dampak pandemi ini juga tidak main-main: tidak hanya kehilangan keluarga tetapi
juga kehilangan pekerjaan, banyak usaha juga yang bangkrut akibat pandemi Covid-19. Oleh
karena itu, pemerintah melihat potensi ekonomi digital di Indonesia. Ini juga merupakan
pasar yang sangat besar dibandingkan negara tetangga lainnya. Menurut Presiden Joko
Widodo sendiri, pasar ekonomi digital di Indonesia mempunyai potensi yang luar biasa dan
bisa menjadi pasar terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2030.
Berikut langkah dan kebijakan yang dilakukan pemerintah untuk meningkatkan
penerimaan pajak melalui perpajakan digital di Indonesia:

Penegakan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020


Pemerintah relatif fleksibel dalam upaya dan kebijakannya untuk meningkatkan
penerimaan pajak di Indonesia. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 sendiri dibuat dengan
tujuan untuk memberikan landasan hukum dan penerapan pajak penghasilan terhadap segala
jenis transaksi yang menggunakan sistem transaksi elektronik bagi penyedia jasa asing
sebagai bentuk usaha tetap di Indonesia dengan “kehadiran ekonomi yang signifikan”.
Menentukan pemungutan pajak digital berdasarkan ambang batas status
Perusahaan harus mencapai ambang batas yang disebut status (Significant Economic
Presence) agar perusahaan tersebut dapat dikenakan pajak penghasilan badan di Indonesia
(corporate tax). Melaksanakan peraturan Kementerian Keuangan (Kemenkeu)
Kementerian Keuangan Indonesia atau biasa disebut Kementerian Keuangan dalam
Peraturan Nomor 48 Tahun 2020 mengatur penerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) terkait
konsumsi barang dan jasa tanpa bentuk di Indonesia.

5
Penerapan angka 10n yang dicanangkan pemerintah Indonesia mulai efektif diterapkan
sejak Juli 2020. Dalam hal ini, pemasok sistem digital asing yang barang dan jasanya
dikonsumsi oleh pengguna Indonesia harus memungut, menyatakan, dan membayar pajak
pertambahan nilai (PPN). Apa yang kami sebut pajak digital.

Pemberlakuan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Perdagangan

Peraturan pemerintah ini mengacu pada peraturan Menteri Perdagangan nomor 50 tahun 2020
dan juga peraturan pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 yang mana tata cara pelaksanaannya
merumuskan bagi perusahaan asing atau yang disebut dengan (PPMSE) Penyelenggara
Perdagangan melalui Sistem Elektronik membuka atau memiliki KP3A yang dimaksud
dengan Kantor Perwakilan Perusahaan Perdagangan Asing di Indonesia.

2.2 Perbandingan antara Malaysia dan Indonesia

Pajak digital adalah isu yang sedang berkembang di banyak negara, termasuk Malaysia dan
Indonesia. Namun, perbandingan antara kedua sistem pajak digital ini mungkin telah
mengalami perubahan sejak pengetahuan saya terakhir diperbarui pada September 2021. Di
bawah ini adalah beberapa perbedaan umum yang mungkin ada saat itu

1. Ambit Pajak:

Pada tahun 2020, Malaysia memperkenalkan Sistem Pungutan Cukai (STC) untuk platform
e-commerce yang melibatkan penjual asing yang beroperasi di Malaysia. Ini berfokus pada
penjual yang menjual barang atau jasa kepada konsumen di Malaysia. Indonesia Sedangkan
Indonesia memperluas cakupan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk bisnis penyedia
layanan digital, termasuk platform e-commerce dan penyedia layanan digital asing yang
beroperasi di Indonesia.

2. Tarif Pajak:

Tarif pajak digital Malaysia adalah 6%, terutama diterapkan pada barang-barang yang dijual
melalui platform e-commerce sedangkan Tarif PPN untuk bisnis penyedia layanan digital di
Indonesia adalah 10%.

3. Kepatuhan Pajak:

Kepatuhan pajak digital dapat menjadi masalah, terutama dalam hal bisnis asing yang
beroperasi di kedua negara. Malaysia menggunakan pendekatan STC yang mewajibkan
6
penyedia platform untuk mengumpulkan pajak atas nama penjual, sementara Indonesia
mengharuskan penyedia platform dan bisnis digital untuk mendaftar sebagai pemungut PPN

4. Peraturan Lainnya:

Selain PPN, ada peraturan tambahan yang mungkin berlaku di masing-masing negara,
seperti aturan pelaporan dan audit.

2.3 Tantangan dan Masalah

Penerapan pajak digital di Malaysia dan Indonesia memiliki tantangan-tantangan


khusus yang perlu diatasi. Berikut beberapa tantangan umum yang dihadapi kedua negara:

Malaysia:
Kepatuhan Penyedia Platform : Memastikan bahwa penyedia platform e-commerce dan
digital besar maupun kecil mematuhi peraturan pemungutan pajak dengan benar.

Penyelarasan Peraturan: Koordinasi dengan negara-negara lain yang mungkin memiliki aturan
pajak yang berbeda untuk menghindari kebingungan dan potensi tumpang tindih peraturan.

Perubahan Teknologi: Teknologi berubah cepat, dan peraturan perlu diperbarui secara berkala
untuk mengakomodasi perkembangan baru dalam bisnis digital.

Indonesia:
Kepatuhan Bisnis Digital Asing: Memastikan bisnis digital asing mematuhi aturan PPN
Indonesia, yang bisa menjadi tantangan karena perusahaan-perusahaan ini seringkali
beroperasi dari luar negeri.
Penyesuaian Konsumen: Edukasi konsumen tentang peningkatan harga akibat PPN digital dan
bagaimana hal ini memengaruhi keputusan pembelian mereka.
Penyediaan Sistem Pungutan PPN yang Efektif: Pengembangan sistem dan infrastruktur yang
memadai untuk mengumpulkan PPN dari bisnis digital.

7
Kolaborasi Internasional: Berpartisipasi dalam kerja sama internasional untuk mengatasi isu-
isu perpajakan digital yang lintas batas.
Kepatuhan dan Penegakan Hukum: Memastikan bahwa bisnis digital yang tidak mematuhi
peraturan pajak dikenakan sanksi yang sesuai untuk mendorong kepatuhan.

Tantangan-tantangan ini sering kali memerlukan kerja sama antara pemerintah, regulator,
dan bisnis digital untuk mencapai solusi yang efektif. Perubahan dalam lingkungan bisnis
digital juga memerlukan fleksibilitas dalam mengatasi masalah-masalah ini seiring
berjalannya waktu. Menangani masalah hukum, teknis, dan sosial yang terkait dengan pajak
digital memerlukan kerja sama antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
Pengembangan peraturan yang lebih baik, sistem teknis yang canggih, dan pendidikan
masyarakat adalah beberapa solusi yang bisa membantu mengatasi tantangan ini

2.4 Kebijakan dan Solusi

Malaysia dan Indonesia telah mengimplementasikan berbagai kebijakan untuk


mengatasi tantangan dalam mengenakan pajak digital. Di bawah ini adalah beberapa contoh
kebijakan yang diterapkan oleh kedua negara:

Sistem Pungutan Cukai (STC): Malaysia memperkenalkan STC pada tahun 2020. Ini
mengharuskan platform e-commerce yang beroperasi di Malaysia untuk mengumpulkan pajak
atas nama penjual asing. Hal ini membantu meningkatkan kepatuhan pajak di sektor e-
commerce.
Kerja Sama Internasional: Malaysia terlibat dalam kerja sama internasional untuk mengatasi
masalah perpajakan digital lintas batas. Ini termasuk kerja sama dengan organisasi seperti
OECD dalam mengembangkan aturan perpajakan internasional yang relevan.
Perubahan Tarif: Malaysia telah memperkenalkan tarif PPN sebesar 6% pada tahun 2020
untuk barang dan jasa yang dijual melalui platform e-commerce.
Ekspansi PPN Digital: Pada tahun 2020, Indonesia memperluas cakupan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) untuk mencakup penyedia layanan digital, termasuk platform e-commerce dan
penyedia layanan digital asing yang beroperasi di Indonesia. Ini meningkatkan pendapatan
pajak dari sektor ini.

8
Pendaftaran Pemungut PPN: Indonesia mewajibkan penyedia platform dan bisnis digital asing
untuk mendaftar sebagai pemungut PPN. Ini membantu memastikan kepatuhan dan
pemungutan pajak yang efektif.
Penegakan Hukum: Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk memperketat
penegakan hukum dalam hal pajak digital, termasuk sanksi bagi pelanggar.
Sosialisasi dan Edukasi : Pemerintah Indonesia juga melakukan sosialisasi dan edukasi
kepada masyarakat dan bisnis tentang perubahan peraturan pajak digital dan dampaknya.

Kedua negara terus mengembangkan dan menyesuaikan kebijakan mereka untuk


mengatasi tantangan dalam mengenakan pajak digital. Penting untuk diingat bahwa perubahan
dapat terjadi seiring berjalannya waktu, dan penting untuk mengikuti perkembangan terbaru
dalam peraturan perpajakan digital di kedua negara ini.

Untuk mengatasi tantangan yang ada dan memastikan pajak digital diterapkan
dengan efektif, kedua negara dapat mempertimbangkan beberapa solusi berikut:

Kerjasama Internasional : Indonesia dan Malaysia dapat aktif berpartisipasi dalam organisasi
internasional seperti OECD untuk memperkuat kerjasama dalam masalah perpajakan digital
dan mengadopsi standar global yang sesuai.
Peningkatan Edukasi dan Kesadaran : Pemerintah dapat meluncurkan kampanye publik untuk
meningkatkan kesadaran tentang kewajiban pajak digital, baik bagi perusahaan maupun
konsumen. Ini akan membantu meningkatkan kepatuhan pajak. Sekolah dan perguruan tinggi
dapat menyertakan pendidikan pajak dalam kurikulum mereka untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang perpajakan.
Investasi dalam Teknologi : Pemerintah dapat menginvestasikan dalam pengembangan
perangkat lunak perpajakan yang efisien untuk mengumpulkan dan melaporkan pajak digital
secara otomatis. Perlindungan data pelanggan yang dikumpulkan untuk keperluan pajak
digital harus diutamakan dengan menginvestasikan dalam keamanan siber.
Evaluasi Teratur Kebijakan Pajak : Pemerintah dapat melakukan peninjauan kebijakan pajak
digital secara berkala untuk memastikan bahwa aturan dan tarif pajak tetap sesuai dengan
perkembangan industri digital. Berkerjasama dengan penyedia layanan digital besar untuk
memudahkan pemungutan dan pembayaran pajak dapat membantu memastikan kepatuhan
perusahaan digital.

9
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Pajak digital saat ini sedang berkembang pesat, sehingga banyak negara yang harus
mempersiapkan berbagai macam kebijakan agar tidak terkena dampak negatif dari
perkembangan global terutama dalam perpajakan. Sistem pajak digital di Indonesia
mengacu pada peraturan yang mengatur pengenaan pajak atas aktivitas digital, termasuk
e-commerce, layanan online, dan transaksi digital lainnya. Pajak digital di Malaysia
adalah bagian dari upaya pemerintah untuk mengenakan pajak atas pendapatan yang
diperoleh dari aktivitas digital, termasuk e-commerce, periklanan digital, dan layanan
online lainnya. Pendekatan yang dilakukan Malaysia terhadap Perusahaan digital tidak
terlalu ketat. Malaysia memiliki sistem perpajakan yang relatif kompetitif, dengan tarif
pajak yang moderat untuk perusahaan dan individu, ini adalah salah satu faktor yang
menarik bagi perusahaan asing. Sedangkan pendekatan yang dilakukan oleh Indonesia
cukup ketat karena aturan PPh dan PPN dikenakan terhadap Perusahaan. Selain PPnBM,
perusahaan digital yang beroperasi di Indonesia juga dapat dikenakan PPh atas pendapatan
lainnya, seperti pendapatan dari iklan online, royalti digital. Pajak digital yang diterapkan
dengan bijak dapat mendukung pertumbuhan industri digital di kedua negara, karena
perusahaan dapat mematuhi kewajiban pajak mereka dan beroperasi secara legal. Jika di
lihat dari arah masa depan, kedua negara akan terus mengintensifkan kerjasama
internasional untuk mengatasi masalah penghindaran pajak dan evasi pajak dalam konteks
pajak digital. Aturan dan kebijakan pajak digital akan terus disesuaikan dengan
perkembangan teknologi dan ekonomi digital, ini mungkin melibatkan peninjauan berkala
dan penyesuaian tarif serta definisi layanan digital. Pengembangan teknologi perpajakan
digital akan terus menjadi fokus, termasuk perangkat lunak dan infrastruktur yang
memungkinkan pengumpulan pajak yang lebih efisien.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ministry of Finance Malaysia. (2021). "Implementation of Digital Services Tax in Malaysia."


Retrieved from https://www.mof.gov.my.

Ministry of Finance Malaysia. (2021). Malaysian Budget 2021. Retrieved from


https://www.treasury.gov.my/
Chen, W., & Lee, J. (2020). Taxation of the Digital Economy: A Comparative
Analysis of International and Domestic Approaches. Bulletin for
International Taxation, 74(3), 142-150.
Endah, Pertiwi., & Ujang, Badru, Jaman. (2023). Kedaulatan Pajak Negara Indonesia
Terhadap Perusahaan Multinasional Digital. JURNAL AKTIVA: RISET
AKUNTANSI DAN KEUANGAN, 5 (1), 2023, 32 – 42.

CNN, Indonesia. (2023). Mengenal Sistem Perpajakan Digital yang Berlaku di Indonesia.
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20230816173015-303-
986977/mengenal-sistem-perpajakan-digital-yang-berlaku-di-indonesia.
Kumar, S., Saravana & Hui, Yap., Wen. (2021). The evolving world of Malaysia’s digital
services tax.
https://www.internationaltaxreview.com/article/2a6aaa1s2uhuklckhu70g/the-
evolving-world-of-malaysias-digital-services-tax.
Medina, Ayman., Falak. (2023).A Guide to Taxation in
Malaysia. https://www.aseanbriefing.com/news/a-guide-to-taxation-in-
malaysia/.

Directorate General of Taxes Indonesia. (2021). Taxation of Digital Economy in Indonesia.


Retrieved from https://www.pajak.go.id/

11
12

Anda mungkin juga menyukai