DI SUSUN OLEH :
ATALYA R.P.E FANDA (2110030162)
ARNI NDUN (2110030160)
DAVID FANGGI (2110030166)
FRANSISKA K. SAWANG (2110030075)
FLORENTINUS A. HANA (2110030074)
Bagi kami sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
makalah ini karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
kupang 16 sept,2023
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………
1.1.Latar belakang……………………………………………………………..
1.2.Rumusan masalah…………………………………………………………
1.3.Tujuan………………………………………………………………………..
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………….
3.1 Kesimpulan…………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Etika (ethics) sebagai keyakinan pribadi individu tentang apakah suatu keputusan.
perilaku, atau tindakan itu benar atau salah Oleh karena itu, apa yang dimaksud dengan perilaku
etis bervariasi dari orang ke orang Misalnya, seseorang yang menemukan uang kertas €20 di
lantai sebuah ruangan kosong mungkin merasa tidak apa-apa untuk mengambilnya, sementara
orang lain merasa terdorong untuk menyerahkannya ke departemen yang hilang dan ditemukan
dan orang ketiga akan menyumbangkannya untuk amal Konsep perilaku etis umumnya mengacu
pada perilaku yang diterima oleh norma- norma sosial umum. Perilaku tidak etis adalah perilaku
yang tidak sesuai dengan norma sosial umum Setiap individu memiliki konsep etika yang
berbeda karena dipengaruhi oleh kepercayaan, budaya, kebiasaan sosial dan keadaan individu.
Dalam bisnis, perusahaan tidak memiliki etika dengan siapa pun.
Bisnis tidak etis, tetapi mereka berhubungan dengan lingkungan mereka dengan cara
yang sering mengakibatkan dilema etika dan mengacu pada konteks tanggung jawab sosial
perusahaan Tanggung jawab sosial adalah seperangkat kewajiban organisasi untuk melindungi
dan memajukan masyarakat tempat organisasi bekerja. Kompleksitas untuk manajer bisnis
internasional jelas bahwa keseimbangan ideal antara tanggung jawab sosial global dan kondisi
lokal dapat memaksa pendekatan yang berbeda dengan negara yang berbeda di mana perusahaan
beroperasi.Perusahaan melaksanakan tanggung jawab sosial dalam 3 (tiga) bidang, yaitu
pemangku kepentingan lingkungan alam, dan kesejahteraan sosial Beberapa perusahaan
mengetahui tanggung jawab mereka dan berusaha untuk memenuhinya.
Namun, ada perusahaan yang tidak memiliki kesadaran akan tanggung jawab sosial
Tanggung jawab sosial perusahaan dengan para pemangku kepentingan (Stakeholder) adalah
untuk meningkatkan kerja Perusahaan agar para pemangku kepentingan tetap setia pada
perusahaan Dalam lingkungan alam, perusahaan memiliki tanggung jawab sosial, yaitu tidak
mencemari lingkungan sekitar dengan limbah produksi agar tidak merugikan masyarakat di
sekitarnya. Perusahaan juga memiliki tanggung jawab sosial terhadap kesejahteraan sosial
masyarakat, yaitu berkontribusi pada kegiatan sosial, amal, dan yayasan dan asosiasi nurlaba,
serta berperan dalam meningkatkan kesehatan dan pendidikan masyarakat. Dan dibawah ini saya
akan membahas mengenai "Etika dan Tanggung Jawab Sosial dalam Bisnis Internasional.
1.2.Rumusan Masalah
1.3.Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN DAN MACAM ETIKA SERTA TANGGUNG JAWAB SOSIAL DALAM
BISNIS INTERNASIONAL
a) Etika dalam bisnis internasional
Bisnis Internasional yang semakin mencolok sekarang ini menampilkan juga aspeketis yang
baru. Tidak mengherankan jika terutama tahun-tahun terakhir ini diberi perhatian khusus kepada
aspek-aspek etis dalam bisnis internasional.Etika didefenisikan sebagai kepercayaan individu
tentang apakah keputusan, perilaku,atau tindakan tertentu benar atau salah. Karena itu apa yang
menentukan perilaku etis berbeda bagi satu orang dengan yang lainnya. Contohnya seseorang
yang menemukanuang di lantai ruang kosong mungkin percaya bahwa sah-sah saja untuk
mengambilnya,sedangkan yang lain mungkin merasa wajib mengembalikan ke bagian barang
hilang.
Perilaku etis biasanya merujuk ke perilaku yang diterima oleh norma sosial umum.
Perilaku tidak etis, adalah perilaku yang tidak sesuai dengan norma sosial umum.
.Etika seorang individu ditentukan oleh kombinasi berbagai faktor. Orang mulaimembentuk
kerangka etis sejak anak-anak untuk merespon persepsi mereka terhadap perilaku orang tua
mereka dan orang dewasa lain yang berhubungan dengan mereka.Saat anak-anak tumbuh dan
masuk sekolah, mereka dipengaruhi teman-teman yang berinteraksi dengan mereka di kelas dan
tempat bermain. Kejadian setiap harimendorong mereka untuk melakukan pilihan moral dengan
melihat perilaku dan sikapmasyarakat lingkungannya, dan hal ini akan membentuk kepercayaan
dan perilaku etissaat mereka beranjak dewasa. Demikian juga dengan pengajaran agama,
memberikontribusi pada etikanya. Beberapa keyakinan agama, contohnya, mendorong aturan
perilaku dan standar bertindak yang keras, sedangkan yang lain lebih fleksibel.
Nilai-nilai seseorang juga mempengaruhi standar etika. Orang yang menempatkan perolehan
keuangan dan kemajuan pribadi di atas semua prioritasnya, sebagai contoh,akan menyerap nilai
etika yang mendorong percepatan kesejahteraan. Jadi merekamungkin kejam dalam usaha
mendapatkan hasil ini, tanpa melihat kerugian pada oranglain. Sebaliknya, orang yang
membangun keluarga dan teman-teman sebagai prioritasutama akan mengadopsi standar etika
yang berbeda.Masyarakat umumnya mengadopsi hukum formal yang menunjukkan standar
etikayang ada, contohnya tindakan mencuri, hukum telah memberikan hampir di semuanegara
bahwa tindakan mencuri itu illegal dan memberikan cara untuk menghukummereka yang
mencuri. Tetapi meskipun hukum berusaha untuk jelas dan tidakmembingungkan, penerapan dan
interpretasinya dapat jadi membingungkan secara etika
Contohnya kebanyakan orang akan setuju bahwa memaksakan karyawan bekerjamelebihi jam
tanpa kompensasi adalah tidak etis, maka dibuatlah hukum untukmengatur standar kerja dan
upah. Akan tetapi pada pelaksanaannya akan berbeda.contohnya di jepang,kebiasaan sering
mengsnjurkan para pekerja junior umtuk tidak meninggakan kantor sampai mereka yang lebih
senior pergi, sedangkan di amerika serikat bos biasanya pulang terakhir.
Dalam menjalankan suatu bisnis, diperlukan etika bisnis sebagai prinsip atau standar
yang menentukan perilaku yang dapat diterima dalam mengorganisasi bisnis. Kemudian, di
tengah perjalanan bisnis, suatu perusahaan memerlukan tanggung jawab sosial terhadap
masyarakat melalui corporate social responsibility (CSR).Etika bisnis didasarkan atas
penerimaan dan penerimaan tersebut adalah atas perilaku bisnis sendiri ditentukan oleh
konsumen, pesaing, pembuat aturan, kelompok kepentingan, masyarakat umum, serta prinsip dan
nilai moral individu masing-masing. Dalam kaitannya dengan hal etika bisnis, banyak konsumen
dan advokat sosial yang menganggap bahwa bisnis seharusnya tidak hanya menghasilkan
keuntungan tapi juga mempertimbangkan implikasi sosial dari aktivitas mereka. Dalam hal ini,
bisnis membutuhkan tanggung jawab sosial. Tanggung jawab sosial sendiri adalah kewajiban
bisnis untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatifnya dalam
masyarakat (Ferrell 2013). Perbedaan dari etika bisnis dan tanggung jawab sosial adalah
sementara etika mengacu pada keputusan individu atau kelompok kerja yang dianggap benar
atau salah, tanggung jawab sosial merupakan konsep yang lebih luas menyangkut aktivitas bisnis
secara keseluruhan terhadap masyarakat.
Untuk menarik kesimpulan, etika bisnis sebagai prinsip atau standar yang menentukan
perilaku yang dapat diterima dalam mengorganisasi bisnis dapat diterjemahkan ke dalam bentuk
corporate social responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan. CSR sendiri
berfungsi untuk memaksimalkan dampak positif dan meminimalkan dampak negatif suatu bisnis
dalam masyarakat.
Cara yang tepat untuk mencirikan perilaku etis dalam konteks lintas budaya dan internasional
adalah dalam hal bagaimana organisasi memperlakukan karyawan, bagaimana karyawan
memperlakukan organisasi, dan bagaimana organisasi dan karyawan memperlakukan agen
ekonomi lainnya.
Satu area dari etika lintas budaya dan internasional adalah perlakuan terhadap karyawan
oleh organisasi. Di satu ekstrem, sebuah organisasi dapat berusaha untuk mempekerjakan
orang terbaik. untuk memberikan banyak kesempatan menuju perkembangan keterampilan
dan karier, untuk menawarkan kompensasi dan tunjangan yang layak, dan untuk
menghormati hak dan harga diri pribadi dari setiap karyawan. Di ujung ekstrem yang lain,
sebuah perusahaan dapat merekrut dengan menggunakan kriteria yang merugikan atau pilih
kasih, dapat secara sengaja membatasi kesempatan perkembangan, dapat memberikan
kompensasi seminimum mungkin, dan dapat memperlakukan karyawan secara tidak
berperasaan dan dengan tanpa memperhitungkan harga diri pribadi.
Dalam praktik. area yang paling rentan terhadap variasi etis meliputi praktik perekrutan
dan pemecatan, upah dan kondisi kerja, serta privasi dan rasa hormat kepada karyawan. Di
beberapa negara baik pedoman etis maupun hukum menyatakan bahwa keputusan perekrutan
dan pemecatan harus didasarkan hanya pada kemampuan seorang individu untuk melakukan
pekerjaan tersebut. Namun, di negara lain benar-benar sah untuk memberikan perlakuan pilih
kasih kepada individu berdasarkan pada gender, etnis, usia, atau faktor-faktor lainnya yang
tidak berhubungan dengan pekerjaan.
Upah dan kondisi kerja, meskipun diregulasi di beberapa negara, juga merupakan area
yang berpotensi kontroversial. Manajer yang membayar kurang dari upah yang layak ia
terima, hanya karena manajer tersebut tahu bahwa si karyawan tidak mungkin berhenti
sehingga tidak akan berisiko kehilangan pekerjaan karena mengeluh, dapat dianggap tidak
etis. Manajer dalam organisasi internasional menghadapi sejumlah tantangan- tantangan
nyata yang berhubungan dengan hal-hal ini. Perusahaan perlu mengenali norma ctis lokal di
negara tertentu dalam memperlakukan karyawan mereka, tetapi juga harus siap untuk
ditandingkan dengan pertandingan internasional. Pertimbangkan berbagai dilema etis yang
diakibatkan oleh outsourcing produksi ke lokasi di luar negeri. Dari satu perspektif dapat
dikatkan bahwa perusahaan terikat secara etis karena tanggung jawab kepercyaan terhadap
pemegang saham untuk memindahkan pekerjaan ke tempat yang berbiaya lebih rendah. Di
beberapa negara, seperti Jepang, outsourcing perusahaan agresif yang menghasilkan
pemberhentian dosmetik melanggar perjanjian implisit perusahaan tersebut untuk
memberikan pekerjaan seumur hidup. Isu etis yang dihadapi manajer perusahaan tidak
berakhir setelah produksi dipindahkan ke luar negeri atau diahlikan dengan outsourcing.
Area ketiga yang menjadi perhatian adalah kejujuran secara umum. Permasalahan yang
relatif lazim di area ini meliputi hal-hal seperti penggunaan telepon bisnis untuk melakukan
panggilan telepon jarak jauh, mencuri perlengkapan, dan membuat akun pengeluaran palsu.
Dalam beberapa budaya binis, tindakan seperti ini dipandang sebagai tindakan etis; dalam
budaya yang lain, karyawan dapat mempunyai rasa berhak dan percaya bahwa "jika saya
bekerja disini, maka perusahaan bertanggung jawab untuk memerhatikan kebutuhan
saya."Potensi konfliknya adalah jenis ketika individu dari perspektif etis yang berlainan
bekerja sama.
Perspektif utama ketiga untuk memandang etika melibatkan hubungan antara perusahaan dan
laryawannya dengan agen ekonomi lainnya. Agen utama yang berkepentingan meliputi
pelanggan, pesaing. pemegang saham.pemasok,dealer, dan serikat pekerja. Perilaku antara
organisasi dan agen-agen ini yang dapat dipengaruhi ambiguitas etis meliputi periklanan dan
promosi, pengungkapan keuangan, pemesanan dan pembelian, pengiriman dan pengadaan, tawar
menawar dan negosiasi, dan hubungan bisnis lainnya.
Sebagai contoh, bisnis dalam industri farmasi global semakin dikritik karena eskalasi yang
cepat dari harga yang mereka tetapkan kepada obatn terbaru dan terkuat.
Perusahaan-perusahaan ini beragumen bahwa mereka perlu berinvestasi dalam jumlah besar
dalam program riset dan pengembangan untuk mengembangkan obat-obatan baru, dan harga
yang lebih tingggi dibutuhkan untuk menutup biaya. Namun, mengingat besarnya tingkat krisis
kesehatan masyarakat yang mewabah beberapa wilayah di dunia seperti HIV/AIDS di sub-
Sahara Afrika sejumlah aktivitas berargumen bahwa produsen farmasi harus menurunkan harga
mereka atau melonggarkan perlindungan paten mereka sehingga pasien di negara-nefara miskin
mampu mebeli obat-obatan yang dibutuhkan untuk mengobati penyakit tersebut. Keprihatinan
lainnya dalam beberapa tahu terakhir melibatkan pelaporan keuangan oleh bisnis.
Perbedaan dalam praktik bisnis lintas negara menciptakan kompleksitas etis yang lebih
besar bagi perusahaan dan karyawan mereka. Di sejumlah negara dengan penyuapan kecil dan
pembayaran sampingan merupakan bagian yang normal dan menjadi kebiasaan dalam
melakukan bisnis, perusahaan asing sering mengikuti adat kebiasaan lokal tanpa memandang apa
yang dianggap sebagai praktik yang etis di negara asalnya.
b. Pelatihan Etika
Beberapa MNC menangani isu etis secara proaktif, dengan menawarkan
pelatihan kepada karyawan mengenai cara untuk mengatasi dilema etis. Sekali lagi,
keputusan yang harus diambil oleh perusahaan internasional adalah apakah mereka harus
membuat pelatihan etika yang konsisten secara global atau disesuaikan dengan konteks
lokal. Tanpa memandang pendekatakan mana pun yang mereka gunakan, sebagian besar
perusahaan multinasional memberi ekspatriat mereka dengan pelatihan dengan etika lokal
untuk lebih menyiapkan mereka untuk tugas tugas di luar negeri. BP, misalnya,
menyiapkan manajernya yang berkantor pusat di London untuk tugas mereka di masa
depan ke Rusia dengan membuat mereka menjalani pelatihan bahasa Rusia serta dalam
kebiasaan, praktik, dan bisnis lokal.
c. Praktik Organisasi dan Budaya Perusahaan.
Praktik organisasi dan budaya perusahaan juga berkontribusi terhadap manajemen
perilaku etis. Jika pemimpin puncak dalam sebuah perusahaan berperilaku dengan etis
dan pelanggaran standar etika ditangani secara langsung dan tepat, maka setiap orang
dalam organisasi akan memahami bahwa perusahaan mengharapkan mereka berperilaku
dengan cara etis untuk mengambil keputusan etis dan melakukan hak yang benar. Namun,
jika pemimpin puncak tampil untuk membebaskan diri dari standar etika atau memilih
untuk mengabaikan atau merendahkan perilaku tidak etis, maka setiap orang dalam
organisasi akan memahami bahwa mereka dapat melakukan sesuatu yang tidak etis jika
mereka dapat menyembunyikannya.
2.4. Tanggung Jawab Sosial dalam Konteks Lintas Budaya dan Internasional
Seperti yang telah kita diskusikan, etika dalam bahasa bisnis berhubungan dengan
manajer secara individual dan karyawan lain serta keputusan dan perilaku merkea. Organisasi itu
sendiri tidak mempunyai etika, tetapi dapat berhubungan dengan lingkungan mereka dengan cara
yang sering melibatkan dilema etis dan keputusan oleh individu-individu dalam organisasi
tersebut. Situasi ini biasanya dirijuk dalam konteks tanggung jawab sosial organisasi. Secara
spesifik. tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate social responsible-CSR) adalah
serangkaian tanggung jawab yang dilakukan perusahaan untuk melindungi dan mengangkat
masyaratajat di mana mereka berfungsi.
Meskipun definisi mengenai dari CSR dapar bervariasi dari satu negara lain dan dari
suatu organisasi ke organisasi lain, kerangka yang paling umum digunakan untuk mendefinisikan
CSR adalah tnpple bottom line, yaitu gagasan bahwa perusahaaan harus memerhatikan dan
menyeimbangkan tiga tujuan dalam merumuskan dan menerapkan strategi dan keputusan
mereka:
misi ekonomi mereka, menghasilkan laba bagi pemegang saham mereja serta
menciptakan nilai untuk pemangku seperti mereka;
Melindungi lingkungan;
Mengangkat kesejahteraan umum masyarakat.
a. Misi Ekonomi
1) Model pemegang saham tradisional, tujuan perusahaan adalah untuk
memaksimalkan nilai laba sekarang setelah dikurangi pajak yang mengalir
seiring waktu pemegang saham. Perusahaan bisa mendapatkan laba hanya
dengan memasarkan produk yang bersedia dibeli oleh konsumen dengan harga
yang bersedia dibayarkan oleh mereka. Selain itu mereka ditekan oleh rival
industri mereka untuk memproduksi produk-produk ini sambil menggunakan
sumber daya masyarakat yang langka sedikit mungkin.
2) Model pemangku kepentingan, perusahaan perlu mempertimbangkan
kepentingan dari pemangku kepentingan lainya serta pemegang saham dalam
mengambil keputusan. Pemangku kepentingan ini adalah individu, kelompok dan
organisasi yang dapat dipengaruhi oleh kinerja dan keputusan perusahaan
tersebut
3) Model pemangku kepentingan primer, individu atau kelompok yang dapat
dipengaruhi secara langsung oleh praktek organisasi dan yang mempunyai
kepentingan ekonomi dalam organisai tersebut (termasuk para pelayan dan
investor)
4) Model pemangku kepentingan skunder, individu atau kelompok yang dapat
dipengaruhi oleh keputusan perusahaan, tetapi yang tidak secara langsung terlibat
dalam transaksi ekonomi dengan perusahaan tersebut seperti media berita,
organisai non pemerintahan, atau komintas dimana perusahaan tersebut
beroperasi..
b. Keberlangsungan dan Lingkungan Alam
Komponen kedua dari tripple bottom line adalah melindungi kepentingan alam.
Sebagian besar negara mempunyai hukum yang berusaha melindungi dan meningkatkan
kualitas air dan tanah udara mereka. Sayangnya dibeberapa negara, penegakan hukum ini
lemah dan tidak dilakukan. Misalnya ketika royal dutch shell pertama kali
mengeksplorasi lembah sungai amazon untuk potensi lokal pengeboran pada akhir tahun
1980an, kru mereka menebangi pepohonan dan meninggalkan jejak sampah di belakang
mereka.
Kebudayaan mempunyai definisi yang beragam, namun secara sederhana, kebudayaan mengacu
pada norma, kepercayaan, gagasan, sikap, dan perilaku sosial seseorang atau masyarakat. Bisa
dibilang, budaya adalah perpaduan berbagai pengalaman, nilai, keyakinan, dan gagasan yang
mempengaruhi perilaku dan sikap suatu komunitas, orang tertentu, atau kelompok. Beberapa
unsur budaya yang penting adalah agama, bahasa, peran gender, struktur dan dinamika sosial,
tradisi, hukum, dan adat istiadat.
Dalam bisnis, budaya mengacu pada nilai-nilai, keyakinan, tujuan, praktik, perilaku, dan pola
komunikasi organisasi yang mempengaruhi operasi, keputusan, dan hubungan bisnisnya. Pada
dasarnya, budaya bisnis memiliki arti yang luas – mencakup berbagai elemen, termasuk etika di
tempat kerja, hubungan dengan klien, aturan berpakaian di kantor, pengaturan, dll. Budaya dan
tradisi nasional, perdagangan internasional, tren ekonomi, serta sifat dan ukuran perusahaan yang
mempengaruhi budaya bisnisnya .
Budaya dalam bisnis internasional mengacu pada keyakinan, nilai, praktik, dan
sikap organisasi yang berdampak pada fungsi bisnis dan arah strategi yang diambil perusahaan.
Budaya bisnis mempengaruhi interaksi profesional manajemen dan karyawan di dalam dan di
luar organisasi.
Budaya sangat penting dalam bisnis internasional karena mempengaruhi cara tim multinasional
dan lintas budaya berinteraksi dan berkolaborasi. Ini menentukan nilai-nilai, etiket, pola berpikir,
pengambilan keputusan, praktik, dan proses dunia bisnis.
Faktor sosio-kultural utama yang berdampak signifikan terhadap bisnis internasional adalah:
Budaya
Etiket,
Agama
Bahasa
Preferensi
Pelanggan,
Tingkat pendidikan
Adat istiadat dan tabu,
Serta sikap terhadap barang dan jasa asing.
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Etika adalah keyakinan individu secara pribadi mengenai apakah suatu keputusan,
perilaku, atau tindakan, adalah benar atau salah. Etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku
pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang dijadikan tuntutan dan pedoman
berperilaku dalam menjalankan kegiatan perusahaan atau berusahaTanggung jawab sosial bisnis
merupakan aktivitas perusahaan sebagai integral guna kelangsungan hidup perusahaan.
Identifikasi dan tanggungjawab sosial secara lebih spesifiks memasukan tanggungjawab terhadap
misi ekonomi, keberlangsungan dan lingkungan alam, dan kesejahteraan sosial umum.
Pendekatan terhadap tanggung jawab sosial meliputi sikap untuk menghalangi, sikap defensif,
sikap akomodatif, dan sikap proaktif.
.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.scribd.com/document/420296466/Materi-Kelompok-4-Etika-Dan-Tanggung-Jawab-
Sosial
https://www.usemultiplier.com/blog/culture-in-international-business