Anda di halaman 1dari 22

POLA INTERAKSI KOMUNITAS PENDAKI GUNUNG DALAM

MENINGKATKAN SOLIDARITAS

(STUDI KASUS : KOMUNITAS KPGIR MINANGKABAU)

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Persayaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Pendidikan Strata Satu (S1)

OLEH:

ISNA YUNVI YANTI

BP/NIM : 2018/18058273

PRODI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

DEPARTEMEN SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2023

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunitas merupakan sekelompok orang yang berasal dari berbagai macam

lingkungan yang pada dasarnya memiliki ketertarikan, minat, dan tujuan yang sama.

Kertajaya Hermawan (2008) mengatakan bahwa komunitas merupakan sekelompok

individu yang mempunyai kepedulian yang lebih, saling mendukung dan saling

membantu satu sama lain. Komunitas menjadi salah satu penyebab untuk

memperluas jaringan interaksi sosial, khususnya dikalangan pendaki gunung.

Pendaki gunung merupakan sekelompok orang yang memiliki tujuan yang sama

dalam hal mendaki gunung. Pendaki gunung biasanya terdiri dari sekelompok orang

yang berasal dari berbagai daerah. Selain itu, pendaki gunung juga memiliki kisaran

umur mulai dari remaja sampai orang tua. Salah satu kegiatan para pendaki gunung

adalah menaklukkan puncak tertinggi. Melalui kegiatan mendaki gunung dengan

minat dan hobi yang sama mereka saling berinteraksi satu sama lain pada kegiatan

tersebut. Diantara kegiatan tersebut seperti Prepare (mempersiapkan barang-

barang), Packing (menyusun barang-barang dalam Carriel), dan juga melakukan

Briefieng sebelum melakukan pendakian. Dengan adanya kegiatan tersebut, maka

telah berlangsung interaksi diantara mereka. Interaksi sosial adalah hubungan-

hubungan sosial dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan

individu, kelompok dengan kelompok, maupun individu dengan kelompok

(Soekanto, 2009: 55).

Kegiatan Mendaki gunung merupakan suatu kegiatan berpetualang di alam

terbuka menuju ke tempat yang lebih tinggi yaitu puncak gunung. Sumitro dkk

(1977: 1) mengemukakan bahwa mendaki gunung merupakan suatu kegiatan yang


2
beriorentasi di alam terbuka dan mendaki ke tempat yang lebih tinggi adalah tujuan

utama dari aktivitas tersebut. Melalui kegiatan mendaki gunung, terjalin interaksi

dan kesadaran diantara para pendaki sehingga terbentuklah suatu komunitas,

komunitas ini disebut juga komunitas pendaki gunung. Sebagai proses sosial dalam

berinteraksi, terbentuklah interaksi antara individu dengan individu, individu

dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok dalam komunitas tersebut.

Interaksi adalah dasar dari segala proses sosial, interaksi bisa dikatakan sebagai

awal dari segala proses sosial karena apabila tanpa didahului dengan interaksi,

proses sosial itu tidak akan pernah terjadi. Dalam berinteraksi, individu saling

mempengaruhi satu sama lain, saling bertukar tanda atau simbol yang bisa

menimbulkan pemaknaan dalam pikiran maupun perubahan perasaan yang

selanjutnya dari pemaknaan tersebut akan menentukan tindakan yang akan

dilakukan. Roucek dan Warren (Syani, 2007: 153). Interaksi sebagai hubungan

sosial yang dinamis dikalangan individu dan kelompok dapat berupa bertegur sapa,

berbincang, berjabat tangan dll, sebagai kontek sosial pada komunitas.

Komunitas pendaki gunung merupakan sekelompok orang yang memiliki minat

dan hobi yang sama, yang berhubungan dengan aktivitas mendaki gunung. Sebagai

komunitas mereka memiliki sistem dan struktur sosial. Sistem dan struktur sosial

dalam komunitas menunjukkan hubungan antara rangkaian unsur dan elemen yang

memiliki tingkatan dalam komunitas tersebut.

Sama halnya dengan laut, gunung menjadi salah satu bidang yang potensial,

selain berpotensi dalam bidang ekonomi yaitu sebagai sumber pendapatan bagi

warga sekitarnya (Ruban, 2022; Zwart, 2022), gunung juga berpotensi dalam

bidang sosial yaitu untuk mempersatukan individu yang memiliki ketertarikan yang

sama sebagai penggiat alam bebas atau yang biasa disebut sebagai pecinta alam
3
(Cobos-Moreno, 2022). Dengan banyaknya gunung yang ada diberbagai daerah

maka tidak heran juga jika banyak komunitas-komunitas pendaki gunung

bermunculan di tanah air, salah satu nya komunitas KPGIR (Komunitas Pendaki

Gunung Indonesia Raya).

Komunitas ini merupakan salah satu komunitas pendaki gunung yang cukup

besar dan merangkup pendaki-pendaki se-Nusantara, komunitas ini ada disetiap

Provinsi, salah satunya di Sumbar yang dinamakan KPGIR Minangkabau. Pendiri

KPGIR bernama King Kaka, dan umum ketua KPGIR yang memegang kendali

komunitas yaitu Bunda Suciwarni salah satu yang tertua di komunitas, sedangkan

ketua KPGIR Minangkabau yang berada disumbar bernama Saylendra yang telah

menjabat selama lima dekade. KPGIR mempunyai basecamp per korwil (tiap

wilayah) seperti di Padang, Agam, Solok dll. Namun, semenjak adanya Covid-19

basecamp tersebut menjadi vakum, sehingga apabila ada teman-teman dan anggota

KPGIR yang datang dari luar daerah atau diadakannya pertemuan antar anggota bisa

dilakukan di salah satu rumah anggota KPGIR tersebut yang bisa dijadikan

basecamp, seperti di Padang yang berlokasi di Komplek Unand Blok B, Gaduik.

KPGIR merupakan komunitas yang independen (berdiri sendiri), sehingga jika

mereka mengadakan suatu kegiatan mereka akan mendapatkan dana dari KPGIR

pusat dan dana tersebut berasal dari penjualan Marchandise (baju, assesories dll)

yang dibuat sendiri oleh orang pusat (pendiri KPGIR). Jumlah anggota KPGIR

secara keseluruhan yaitu 60.000 anggota, sedangkan KPGIR Minangkabau itu

sekitar 300 anggota. KPGIR sendiri memiliki kegiatan tetap dalam setiap tahunnya,

diantara kegiatannya yaitu Anniversary komunitas (kegiatan camping bersama),

Kopdar tahunan (membahas permasalahan dan perkembangan komunitas selama

setahun), Gathering Nasional (silaturahmi antar korwil se-Nusantara). Dengan


4
adanya kegiatan-kegiatan tersebut akan mempererat lagi hubungan antar anggota

komunitas. Berdasarkan hasil wawacara peneliti dengan salah satu anggota KPGIR,

komunitas ini termasuk komunitas yang resmi, hanya saja belum terdaftar dan masih

melakukan pengajuan.

KPGIR adalah komunitas yang bergerak pada aktivitas alam bebas dan

berdomisili di kota besar, dengan basecamp komunitas yang berada diwilayah

perkotaan memberikan keuntungan tersendiri kepada para anggota yang akan

mudah untuk mengakses lokasi berkumpul mereka. Namun, di sisi lain, tidak

menutup kemungkinan pula terpengaruh oleh modernisasi yang secara tidak sadar

akan menimbulkan sikap individualisme yang dipengaruhi oleh lingkungan tempat

tinggal kelompok tersebut. Dalam kegiatan di alam bebas selain dituntut dalam

kesiapan mental yang matang, juga menuntut seorang individu untuk bisa saling

bekerja sama antara satu sama lain, sehingga komunitas yang anggotanya terdiri dari

berbagai macam latar belakang yang berbeda akan mempengaruhi tindakan maupun

perilaku seseorang dalam kelompoknya.

Menurut peneliti hal ini menarik untuk diteliti, dimana pendaki gunung dikenal

sebagai seseorang yang tidak diragukan lagi solidaritasnya. Namun dibalik itu, silih

bergantinya anggota pada suatu komunitas menjadi tantangan tersendiri bagi

KPGIR. Dalam hal ini baik secara struktural dari komunitas maupun anggota yang

lainnya memiliki peran penting untuk saling merangkul dan menjaga rasa

solidaritasnya. Selain itu loyalitas pada suatu komunitas juga termasuk hal yang

sangat penting. Maka dari itu jalinan komunikasi dan interaksi antara anggota

komunitas harus berjalan dengan baik agar tetap terjaganya serta meningkatkan

solidaritas pada komunitas.

Solidaritas sosial adalah suatu kondisi hubungan antara individu atau kelompok
5
yang berdasarkan pada perasaan moral serta kepercayaan yang dianut bersama dan

diperkuat oleh pengalaman emosional bersama (Johnson, 1986). Solidaritas dalam

lapisan masyarakat juga bekerja seperti perangkat sosial, berupa nilai, adat istiadat,

serta kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan dan

kesadaran kolektif (collective consciousness) (Upe, 2010).

Hal yang menarik dari komunitas ini adalah adanya kegiatan di luar mendaki

gunung, yaitu partisipasi kepada masyarakat ketika terjadinya suatu bencana alam,

kegiatan tersebut seperti mengumpulkan donasi dan terjun langsung kelapangan

untuk memberikan bantuan tersebut, serta melakukan kegiatan gotong royong di

kawasan wilayah yang terkena bencana alam tersebut, salah satunya seperti bencana

gempa yang terjadi di Pasaman pada tahun 2022 silam. Komunitas KPGIR turut

berpartipsasi untuk memberikan bantuan kepada korban gempa, bantuan yang

diberikan seperti bahan pangan, pakaian, dan donasi yang dikumpulkan, serta

membantu mendirikan posko atau rumah tinggal sementara bagi korban gempa

tersebut. KPGIR tidak hanya komunitas yang selalu melakukan kegiatan di gunung,

tapi juga bermanfaat dan memberikan dampak positif bagi masyarakat.

B. Rumusan Masalah

Fokus penelitian ini yaitu tentang solidaritas komunitas pendaki gunung KPGIR

Minangkabau. Berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah ini adalah untuk

melihat pola interaksi KPGIR Minangkabau dalam meningkatkan solidaritas

anggotanya, serta mengetahui faktor pendukung dan penghambat solidaritas antar

anggota KPGIR Minangkabau.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menganalisis serta mengetahui pola interaksi anggota komunitas KPGIR


6
Minangkabau dalam meningkatkan solidaritas anggotanya, serta dukungan dan

hambatan solidaritas antar anggota komunitas.

D. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian maka manfaat penelitian ini adalah:

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan karya ilmiah yang dapat

dijadikan sebagai referensi bagai pengembangan ilmu pengetahuan, terutama

dalam kajian sosiologi.

2. Praktis

a. Sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program studi S1

Pendidikan Sosiologi

b. Sebagai bahan rujukan dan informasi bagi peneliti selanjutnya yang

berhubungan dengan topik permasalahan yang sama yaitu pola interaksi

komunitas pendaki gunung dalam menibgkatkan solidaritas.

7
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

Teori relevan yang peneliti gunakan untuk menjelaskan pola interaksi

komunitas pendaki gunung dalam meningkatkan solidaritas yaitu teori

interaksionalisme simbolik yang dikemukakan oleh George Herbert Mead.

Interaksionisme simbolik muncul sebagai reaksi terhadap teori-teori psikologi

seperti behaviorisme, etnologi, dan fungsionalisme struktural. Pada hakekatnya,

teori ini dikembangkan dalam bidang psikologi sosial dan sosiologi berdasarkan

prinsip dasar bagaimana pemahaman individu (self) dan masyarakat (society)

dibentuk melalui interaksi dengan orang lain. Proses ini mencakup komunikasi

dan partisipasi aktif sebagai elemen penting yang berperan sangat penting dalam

membentuk struktur realitas sosial.

Sesuai perspektif Mead, interaksionisme simbolik mencakup beberapa tema

kunci. Tema yang menonjol berpusat pada pentingnya menghubungkan makna

dengan perilaku manusia. Dalam konteks interaksionisme simbolik, tindakan

komunikasi memegang peranan penting, karena makna yang melekat tidak

melekat pada simbol itu sendiri. Sebaliknya, makna muncul melalui proses

interpretatif yang dilakukan oleh individu selama interaksi sosial. Melalui

interaksi ini, makna berangsur-angsur terbentuk dan dipahami, menghasilkan

pembentukan interpretasi yang diterima secara kolektif.


8
Hal ini sesuai dengan tiga dari tujuh asumsi yang dikemukakan oleh Herbert

Blumer (1969), sebagaimana dijelaskan oleh West-Turner (2008: 99). Menurut

postulat pertama Blumer, perilaku manusia bukan sekadar respons terhadap

rangsangan eksternal atau serangkaian respons yang telah ditentukan

sebelumnya. Sebaliknya, individu menafsirkan situasi dan peristiwa sesuai

dengan makna yang mereka berikan kepada mereka. Makna ini dibentuk oleh

persepsi, pengalaman, dan perspektif orang lain. Misalnya, cara seseorang

memperlakukan orang lain dipengaruhi oleh makna yang diberikan orang

tersebut pada tindakan, kata-kata, dan gerak tubuh orang lain.

Asumsi kedua menekankan bahwa makna tidak berdiri sendiri tetapi

berkembang melalui proses interaktif. Ketika orang berkomunikasi dan

berinteraksi satu sama lain, mereka bertukar tanda, simbol, dan kata-kata yang

menyampaikan pemahaman dan makna yang sama. Melalui interaksi tersebut,

mereka secara kolektif membangun makna yang diasosiasikan dengan simbol-

simbol tersebut. Makna ini berkembang dari waktu ke waktu sebagai interaksi

terus.

Postulat ketiga Blumer menekankan bahwa makna tidak statis. Mereka dapat

berkembang dan berubah seiring waktu. Ketika individu berinteraksi dan

menemukan pengalaman baru, mereka terlibat dalam proses interpretasi yang

berkelanjutan. Ketika orang menghadapi situasi yang menantang makna yang

sudah ada sebelumnya, mereka terlibat dalam proses penafsiran ulang, yang

dapat memodifikasi atau memperbarui pemahaman mereka tentang makna

tersebut.

Ketiga asumsi ini secara kolektif menyoroti sifat dinamis dari interaksi

manusia dan peran makna bersama dalam membentuk bagaimana individu


9
memandang dan merespons dunia di sekitar mereka. Mereka menekankan bahwa

makna tidak tetap, tetapi merupakan produk interaksi sosial dan proses

interpretasi yang berkelanjutan. Interaksi antara interpretasi individu, interaksi,

dan makna yang berkembang Herbert Blumer mengungkapkan bahwa landasan

teori interaksi simbolik terdiri dari tiga proposisi atau premis utama. George

Herbert Mead, dalam bukunya Mind, Self, and Society, menjelaskan bagaimana

perkembangan pikiran dan identitas seseorang dipengaruhi oleh proses sosial.

Meade menganalisis pengalaman dari sudut pandang komunikasi, yang

merupakan inti dari struktur sosial. Bagi Mead, proses sosial merupakan faktor

utama dalam struktur dan rangkaian pengalaman individu. Sesuai dengan judul

bukunya, tiga konsep kunci muncul dalam kerangka interaksionisme simbolik:

pikiran, diri, dan masyarakat. membentuk dasar interaksionisme simbolik.

Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menggunkan teori interaksionsme

simbolik oleh Mead sebagai rujukan teori utama di penelitian ini. Untuk

meningkatkan solidaritas dalam komunitas pendaki gunung atau dalam konteks

komunitas KPGIR Minangkabau yang menjadi subjek penelitian ini harus

membentuk pola interaksi yang kolaboratif. Dalam menggabungkan pola-pola

interaksi ini, komunitas KPGIR Minangkabau dapat menciptakan iklim yang

mendukung dan penuh kebersamaan. Solidaritas yang diperkuat oleh interaksi

yang positif.

Dalam komunitas pendaki gunung, individu berbagi pengalaman saat

mereka menghadapi tantangan mendaki puncak, menghadapi kondisi cuaca yang

keras, dan mengatasi rintangan. Pengalaman-pengalaman tersebut tidak bersifat

individual, tetapi dihadapi secara kolektif oleh kelompok. Melalui interaksi dan

diskusi, individu secara kolektif membangun makna dari pengalaman mereka.


10
Interaksi dalam komunitas pendaki gunung menumbuhkan rasa

kekeluargaan dan saling mendukung. Tantangan dan risiko yang terkait dengan

pendakian gunung memerlukan kerja sama tim dan tujuan bersama. Dengan

berkolaborasi dan saling mengandalkan, para pendaki mengembangkan rasa

solidaritas yang kuat. Solidaritas ini ditempa melalui tujuan bersama, kesulitan

bersama, dan pencapaian bersama yang muncul dari interaksi antar anggota

komunitas.

11
B. Studi Relevan

1. Penelitian (Annalia Sekar GD, 2017) yang berjudul Pola Interaksi

Komunitas Pendaki Gunung Bandung dalam Meningkatkan Perilaku

Solidaritas (Komunitas Pendaki Gunung Bandung di Jalan Babakan

Jeruk 1), Penelitian ini merupakam penelitian kualitatif dengan

pendekatan deskriptif. Data dikumpulkan melalui observasi, wawancara

mendalam terhadap pengurus dan anggota Komunitas Pendaki Gunung

Bandung, dan juga dokumentasi. Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan, dapat disimpulkan bahwa pola interaksi Komunitas Pendaki

Gunung Bandung dalam meningkatkan solidaritas ditunjukkan dengan

adanya sikap saling peduli, tolong-menolong, gotong-royong, serta

melakukan kegiatan pendakian bersama.

2. Penelitian (Lailatur Ramadhan, 2021) yang berjudul Pola Interaksi

Komunitas EPIC UIN SGD Bandung dalam Meningkatkan Solidaritas

Sosial. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif. Data dalam penelitian dihasilkan dari pengumpulan data

primer dengan melakukan wawancara dengan ketua, sekretaris,

bendahara, dan anggota komunitas EPIC UIN SGD. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa terdapat dinamika yang terjadi pada pola interaksi


12
komunitas EPIC UIN SGD terlihat dari segi solidaritas sosial, yang mana

sebelumnya komunitas EPIC UIN SGD mempunyai rasa solidaritas yang

tinggi, tetapi karena ada beberapa faktor penghambat yang diantaranya

minimya kegiatan yang dilakukan oleh komunitas, kesibukan masing-

masing anggota, serta lambatnya perkembangan komunitas EPIC UIN

SGD membuat rasa solidaritasnya menurun, namun telah dilakukan

upaya untuk meningkatkan kembali rasa solidaritas pada komunitas

EPIC UIN SGD dengan memaksimalkan potensi dari faktor pendukung

yang dimiliki oleh masing-masing anggota seperti komunikasi yang

berjalan dengan baik, serta dukungan dari alumni terhadap komunitas.

3. Penelitian (Nurfalah Riza, 2023) yang berjudul Komunitas Cimekar

Crew dalam Membangun Solidaritas Sosial (Studi Kasus di Kecamatan

Panyileukan Kota Bandung). Penelitian ini adalah penlitian kualitatif

dengan pendekatan deskriptif. Sumber data primer diperoleh melalui

teknik pengumpulan data wawancara dan observasi, sedangkan data

sekunder didapatkan melalui teknik dokumentasi. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa bentuk solidaritas sosial antar anggota komunitas

Cimekar Crew di Kecamatan Panyileukan, Kota Bandung dilakukan

dengan berbagai macam kegiatan sosial yang berkontribusi dengan

implementasi nilai-nilai budaya daerah, adapun bentuk solidaritas yaitu;

a) gotong royong dengan ikut berpartisipasi aktif dalam membantu

kegiatan sosial kerja bakti, b) memberikan santunan anak yatim,

menyalurkan donasi apabila ada bencana alam, serta kegiatan pengajian

saat bulan ramadhan.

4. Penelitian (Muhammad Mahatir, 2015) yang berjudul Pola Komunikasi


13
Laskar Sepeda Tua Pekanbaru dalam Mempertahankan Solidaritas

Kelompok. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan

deskriptif. Upaya pengumpulan data yaitu dengan melakukan observasi,

wawancara dengan ketua, sekretaris, humas, dan anggota komunitas

Laskar Sepeda Tua Pekanbaru, serta dokumentasi. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa

komunitas Laskar Sepeda Tua Pekanbaru dalam meningkatkan

solidaritasnya disebabkan beberapa hal yaitu, 1) analisis interaksi

komunikasi Laskar Sepeda Tua Pekanbaru berbentuk komunikasi intens

secara terus-menerus antar anggota yang membuat komunitas bisa

mempertahankan solidaritas anggota kelompoknya, 2) komunikasi satu

arah komunitas Laskar Sepeda Tua Pekanbaru dalam penyampaian pesan

mempunyai pola dari pemipmin ke humas, humas ke korwil, dan

selanjutnya korwil menyampaikan kepada anggota, dengan adanya

jenjang komunikasi seperti ini membuat pesan yang disampaikan

pemimpin kepada anggota dapat berjalan dengan baik, 3) jaringan

komunikasi komunitas Laskar Sepeda Tua Pekanbaru berbentuk Skema

semua aluran (all channel) dimana setiap para anggota dapat

berkomunikasu dengan pnegurus lainnya. Dengan adanya pola seperti itu

memungkinkan partisipasi anggota secara umum sehingga rasa

kekeluargaan antara sesama anggota dapat terjalin dan akan mempererat

solidaritas anggotanya.

Berdasarkan penelitian-penelitian relevan diatas, maka diperoleh persamaan

dan perbedaan dalam penelitian ini. Persamaan dari penelitian yang peneliti

lakukan adalah sama-sama membahas pola interaksi suatu komunitas dalam


14
meningkatkan solidaritas anggotanya. Adapun perbedaan yang terdapat dalam

penelitian yaitu terletak pada lokasi penelitian, dan komunitas yang akan diteliti,

disini peneliti memilih komunitas pendaki gunung.

C. Batasan Konseptual

a. Interaksi

1. Pengertian interaksi sosial

Interaksi adalah suatu hubungan timbal balik antara individu dengan

individu, kelompok dengan kelompok, serta individu dengan kelompok.

Interaksi sosial juga bisa dikatakan sebagai hubungan yang dinamis

(Soerjono Soekanto, 2012). W.A. Gerungan dalam Soetarno mengatakan

bahwa interaksi merupakan suatu hubungan antara dua individu atau lebih

yang saling mempengaruhi satu sama lain. Dari kedua definisi tersebut,

maka dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial adalah hubungan timbal

balik antara dua orang atau lebih dimana individu tersebut saling

mempengaruhi satu sama lain yang bertujuan untuk penyesuaian diri.

2. Syarat-syarat interaksi sosial

Syarat terjadinya interaksi sosial yaitu adanya kontak sosial dan

komunikasi (Burhan Bungin, 2009).

a). Kontak sosial

Terjadinya suatu interaksi sosial akan diawali dengan adanya kontak

sosial (Herimanto dan Winarto, 2008). Kontak sosial merupakan suatu

hubungan antara satu individu dengan individu lain yang mana individu

saling bereaksi antara satu dengan yang lain. Maka, dapat disimpulkan

bahwa kontak sosial adalah hubungan antara individu denga individu lain

atau kelompok lain yang dapat menimbulkan interaksi diantara mereka.


15
b). Komunikasi

Komunikasi merupakan hal yang sangat penting dalam hubungan antar

manusia, komunikasi juga sebagai faktor penentu dalam pembentukan

interaksi sosial, karena tanpa komunikasi interaksi sosial belum bisa terjadi.

Maka dari itu untuk dapat memudahkan seseorang dalam menyampaikan

maksud dalam berinteraksi, komunikasi harus berjalan dengan baik.

3. Jenis-jenis interaksi sosial

Menurut Shaw dalam Mohammad Ali dan Mohammad Asrori, interaksi

dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

a). Interaksi verbal

Interaksi verbal yaitu interaksi yang terjadi ketika dua orang atau lebih

melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi.

Proses terjadinya interaksi verbal ini bisa dilihat dari komunikasi atau saling

tukar percakapan yang disampaikan seseorang kepada orang lain. Interaksi

verbal ini sering terjadi di pendakian ketika para pendaki gunung bertemu

dengan pendaki lainnya, seperti berbincang, bertegur sapa dan saling

memberi semangat di jalur pendakian.

b). Interaksi fisik

Interaksi fisik yaitu interaksi sosial yang dilakukan oleh dua orang atau

lebih dimana mereka melakukakn interaksi dengan cara menggunakan fisik

atau bahasa tubuh yang dilakukan ketika pihak yang berinteraksi terlibat

dalam suatu kontak atau hubungan langsung. Interaksi seperti ini terjadi

seperti melalui ekpspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, kontak

mata, dll. Dalam hal ini, interaksi fisik juga sering terjadi di pendakian seperti

seorang pendaki yang tersenyum kepada pendaki lain, menggerakkan


16
tangannya untuk memberikan kode penunjuk arah, dll.

c). Interaksi emosional

Interaksi fisik yaitu interaksi sosial yang dilakukan oleh dua orang atau

lebih dimana mereka melakukakn interaksi dengan cara menggunakan fisik

atau bahasa tubuh yang dilakukan ketika pihak yang berinteraksi terlibat

dalam suatu kontak atau hubungan langsung. Interaksi seperti ini terjadi

seperti melalui ekpspresi wajah, posisi tubuh, gerak-gerik tubuh, kontak

mata, dll. Dalam hal ini, interaksi fisik juga sering terjadi di pendakian seperti

seorang pendaki yang tersenyum kepada pendaki lain, menggerakkan

tangannya untuk memberikan kode penunjuk arah, dll.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial

Menurut Bimo Walgito, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

perilaku interaksi sosial, yaitu:

a). Imitasi

Imitasi merupakan suatu dorongan untuk meniru orang lain. Terde dalam

Bimo Walgio mengatakan bahwa faktor imitasi ini adalah salah satu faktor

yang mendasari interaksi sosial.

b). Sugesti

Sugesti yaitu pengaruh fisik, baik yang datang dari diri sendiri maupun

orang lain, yang mana akan diterima tanpa adanya kritik dari individu yang

bersangkutan.

c). Identifikasi

Identifikasi merupakan suatu dorongan untuk menjadi identik (sama)

dengan orang lain.

d). Simpati
17
Simpati merupakan peranan yang penting dalam interaksi sosial, simpati

adalah perasaan rasa tertarik terhadap orang lain (Bimo Walgito, 1999).

5. Aspek-aspek interaksi sosial

Terdapat beberapa aspek yang meliputi interaksi sosial, yaitu:

a). Adanya hubungan

Setiap interaksi sudah pasti terjadi karena adanya hubungan antara

individu dengan indvidu maupaun individu dengan kelompok.

b). Adanya individu

Setiap interaksi sosial berdasarkan tampilannya inidividu-individu yang

melaksanakan hubungan.

c). Adanya tujuan

Setiap interaksi sosial mempunyai tujuan tertentu seperti mempengaruhi

individu lain.

4). Adanya hubungan dengan struktur dan fungsi sosial

Interaksi sosial yang memiliki hubungan dengaan struktur dan fungsi

kelompok ini terjadi karena individu dalam hidupnya tidak terlepas dari

kelompok. Selain itu, tiap-tiap kelompok mempunyai fungsi dalam

kelompoknya (Slamet Sentosa, 2009).

b. Komunitas

1. Pengertian komunitas

Komunitas merupakan sekumpulan orang yang mempunyai tujuan yang

sama. Komunitas merupakan suatu kelompok sosial yang terdiri dari berbagai

organisme dengan bermacam-macam lingkungan, yang pada dasarnya memiliki

ketertarikan, minat serta hobi yang sama. Dalam sebuah komunitas, individu-

individu yang terdapat didalamnya memiiliki keprecayaan satu sama lain,


18
kebutuhan resiko, sumber daya, dan berbagai hal yang serupa dan sama.

Kartajaya Hermawan (2008) mengatakan bahwa komunitas adalah sekelompok

manusia yang mempunyai rasa peduli satu sama lain, sehingga dapat disimpulkan

bahwa komunitas merupakan sekelompok orang yang saling mendukung dan

membantu satu sama lain.

Menurut Muzafer Sherif dalam buku Dinamika Kelompok (2009:36),

kelomlok sosial merupakan suaatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua individu

atau lebih yang sudah mengadakan interaksi sosial yang intensif serta teratur,

sehingga telah terdapat pembagian tugas, struktur, serta norma-norma tertentu

diantara individu. Komunitas juga merupakan suatu sistem sosial yang meliputi

sejumlah struktur sosial yang tidak terlembagakan dalam bentuk kelompok atau

organisasi dalam pemenuhannya melalui hubungan kerjasama struktural,

komunitas dapat berdiri sendiri (independent) dalam hubungannya dengan

fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial yang lebih besar.

Menurut Muzafer Sherif dalam buku Dinamika Kelompok (2009:36),

kelomlok sosial merupakan suaatu kesatuan sosial yang terdiri dari dua individu

atau lebih yang sudah mengadakan interaksi sosial yang intensif serta teratur,

sehingga telah terdapat pembagian tugas, struktur, serta norma-norma tertentu

diantara individu. Komunitas juga merupakan suatu sistem sosial yang meliputi

sejumlah struktur sosial yang tidak terlembagakan dalam bentuk kelompok atau

organisasi dalam pemenuhannya melalui hubungan kerjasama struktural,

komunitas dapat berdiri sendiri (independent) dalam hubungannya dengan

fungsi-fungsi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga sosial yang lebih besar.

2. Ciri-ciri komunitas

Menurut Muzafer Sherif dalam buku Dinamika Kelompok Karya Santosa


19
(2009:37), ciri-ciri komunitas adalah sebagai berikut:

a). Adanya dorongan/motif yang sama pada setiap individu yang

menyebabkan terjadinya interaksi sosial sesamanya serta tertuju dalam

tujuan bersama.

b). Adanya reaksi dan kecapakan yang berbeda antara individu satu

dengan yang lain akibat terjadinya interaksi sosial.

c). Adanya pembentukan serta penegasan struktur kelompok yang jelas,

yang terdiri dari peranan dan kedudukan yang berkembang dengan demi

tercapainya tujuan bersama.

d). Adanya penegasan dan peneguhan norma-norma pedoman tingkah

laku anggota yang mengatur interaksi serta kegiatan anggota kelompok

dalam merealisasikan tujuan kelompok.

c. Pendaki Gunung

Pendaki gunung adalah sekumpulan orang yang menyukai aktivitas alam, atau

aktivitas mendaki. Mendaki gunung merupakan suatu kegiatan olahraga yang

cukup menantang, saat mendaki kita tidak hanya berjalan melewati jalur

pendakiam, tapi juga berpetualang menjelajah serta berbaur dengan alam (Afifah,

2019). Mendaki gunung dalam pengertian mountaineering terdiri dari tiga tahap

kegiatan, yaitu berjalan (hill walking), memanjat tebing (rock climbing), serta

mendaki gunung es (snow and ice climbing) (Edwin, 2009: 74). Komunitas pendaki

gunung merupakan suatu wadah yang didalamnya terdapat individu-individu yang

memiliki hobi dan minat yang sama, yaitu mendaki gunung. Komunitas ini

biasanya berdiri sendiri yang mana dalam komunitas ini mempunyai struktur

seperti ketua, sekretaris, bendahara, dan anggota serta mempunyai kegiatan-

kegiatan yang telah diatur dalam komunitas tersebut.


20
c. c. Solidaritas

Kehidupan sosial bermasyarakat pastinya tidak lepas dari adanya rasa solidaritas

yang terjalin dimasyarakat. Emile Durkheim mengemukakan bahwa solidaritas

adalah suati rasa saling percaya antar anggota dalam suatu komunitas ataupun

kelompok. Apabila setiap individu mempunyai rasa saling percaya satu sama lain,

maka hubungan yang terjadi diantara mereka akan menjadi lebih dekat antara satu

dengan yang lainnya, menjadi bersahabat, saling menghormati dan menghargai

sehingga muncul dorongan diantara mereka untuk mengambil tanggung jawab dan

memperhatikan kepentingan sesamanya (Soedjati, 1995).

Tujuan dari solidaritas yaitu mengarah pada keakraban dan kekompakan dalam

satu kelompok atau individu. Dalam pandangan sosiologi, keakraban bukan cuma

hubungan antara kelompok masyarakat denga individu saja, tapi juga alat untuk

mewujudkan cinta-cita dalam suatu kelompok, namun keakraban tersebut dijadikan

sebagai alat utama untuk menjadikan tujuan utama dari kehidupan kelompok

masyarakat yang ada. Dengan adanya solidaritas, keadaan kelompok akan semkin

kokoh serta rasa saling memiliki antara individu dengan kelompok akan semakin

kuat. Solidaritas juga menekankan pada hubungan individu dengan kelompok, serta

mendasari dengan ketertarikan bersama yang ada dalam kehidupan yang berkaitan

dengan nilai-nilai moral yang terus berkembang dalam masyarakat. Soliidaritas

menjadi peran penting dalam menciptakan suatu keadaan yang baik serta

menjadikan kelangsungan suatu kelompok dan individu. Menuru Durkheim,

variabel pokok dalam menentukan gerak dan tingkah laku masyarakat yang bisa

disebut dengan solidaritas. Dengan terbentuknya solidaritas, maka dapat

mengurangi terjadinya puncak emosi atau masalah dalam kehidupan masyarakat.

Solidaritas tidak pernah bisa dipisahkan dari kehidupan masyarakat, karena dalam
21
kehidupan bermasyarakat kita harus mengedepankan sikap saling menghargai serta

menerima kekukarangan antara satu dengan yang lain. Dengan demikian, akan

menimbulkan hubungan yang baik antara individu atau kelompok yang berkaitan

(Moch. Taufiq Rahman, 2011).

Sehubungan dengan perkembangan masyarakat yang semakin maju, Durkheim

melihat bahwa masyarakat yang dulunya sederhana berkembang jadi masyarakat

yang maju dan berkembang, salah satu penyebab utama masyarakat yang maju dan

berkembang yaitu bentuk solidaritasnya. Terdapat perbedaan bentuk sosial

masyarakat sederhana dan masyarakat modern. Masyarakat sederhana

mengembangkan bentuk solidaritas mekanik, sedangkan masyarakat modern

mengembangkan solidaritas organik.

Masyarakat sederhana (mekanik) berpikir bahwa kelompoknya tidak perlu

bergabung dengan komunitas karena mereka beranggapan bahwa manusia itu sama,

yang menyatukan individu dengan individu, individu dengan kelompok, kelompok

dengan kelompok merupakan tanggung jawab dan kewajiban yang sama.

Sedangkan masyarakat modern (organik) berpikir bahwa individu dengan

kelompok akan bersatu dan berkumpul karena mempunyai tanggung jawab serta

kewajiban yang berbeda, maka dengan adanya pemikiran dan tugas yang berbeda

dapat menyatukan masyarakat dalam bentuk masyarakat modern (Doyle Paul

Johnson, 1994).

22

Anda mungkin juga menyukai