0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
20 tayangan14 halaman
Skripsi ini membahas tentang perilaku organisasi siswa melalui kegiatan OSIS di SMA Negeri 7 Surakarta dan strategi pendidikan karakter yang diterapkan. Penelitian menemukan bahwa kegiatan OSIS lebih bersifat mekanistik untuk memenuhi kewajiban ekskul daripada mendidik karakter. Namun, OSIS masih berupaya menanamkan kepemimpinan dan tanggung jawab melalui kegiatan seperti LDK dan penugasan proposal.
Skripsi ini membahas tentang perilaku organisasi siswa melalui kegiatan OSIS di SMA Negeri 7 Surakarta dan strategi pendidikan karakter yang diterapkan. Penelitian menemukan bahwa kegiatan OSIS lebih bersifat mekanistik untuk memenuhi kewajiban ekskul daripada mendidik karakter. Namun, OSIS masih berupaya menanamkan kepemimpinan dan tanggung jawab melalui kegiatan seperti LDK dan penugasan proposal.
Skripsi ini membahas tentang perilaku organisasi siswa melalui kegiatan OSIS di SMA Negeri 7 Surakarta dan strategi pendidikan karakter yang diterapkan. Penelitian menemukan bahwa kegiatan OSIS lebih bersifat mekanistik untuk memenuhi kewajiban ekskul daripada mendidik karakter. Namun, OSIS masih berupaya menanamkan kepemimpinan dan tanggung jawab melalui kegiatan seperti LDK dan penugasan proposal.
(Strategi Pengembangan Karakter Melalui Keaktifan Berorganisasi Siswa Intra
Sekolah Di SMA Negeri 7 Surakarta) Ganda Permata Ardi
Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
ABSTRAK
Ganda Permata Ardi. NIM K8411031 PERILAKU ORGANISASI DAN PENDIDIKAN
KARAKTER (Strategi Pengembangan Karakter Melalui Keaktifan Berorganisasi Siswa Intra Sekolah Di SMA Negeri 7 Surakarta). Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta, Oktober 2015. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi bentuk perilaku berorganisasi yang dijalankan melalui kegiatan OSIS, pemaknaan siswa terhadap keberadaan OSIS dan strategi pendidikan karakter yang melekat pada OSIS sebagai relasi tanda. Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 7 Surakarta dengan subyek penelitian pengurus OSIS dan pembina OSIS. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif dengan strategi fenomenologi. Sumber data berasal dari wawancara, dokumentasi dan observasi. Wawancara dilakukan dengan infoman kunci yaitu siswa yang terlibat dalam pengurus OSIS dan informan pendukung adalah pembina OSIS serta Wakasek Kesiswaan. Observasi berkaitan dengan gambaran perilaku berorganisasi di kalangan siswa dan strategi pendidikan karakter di SMA Negeri 7 Surakarta. Studi dokumentasi yang digunakan berkaitan dengan foto kegiatan dalam program kerja OSIS. Penelitian ini menggunakan teknik pengambilan informan dengan cara purposive. Teknik analisis data menggunakan model analisis interaktif yang terdiri dari reduksi data, penyajian data serta penarikan kesimpulan dan verifikasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa : (1) Bentuk perilaku berorganisasi yang dijalankan melalui kegiatan OSIS adalah (a) Perilaku berorganisasi siswa tercermin melalui peran OSIS sebagai penyelenggara kegiatan yang terfragmentasi menjadi deretan kegiatan rutin. (b) Pengurus OSIS memiliki tanggungjawab mekanistik untuk membentuk panitia, mengakomodir acara dan menghimpun dana di setiap ragam kegiatan rutin yang dikerjakan. (2) Pemaknaan siswa terhadap keberadaan OSIS adalah (a) OSIS merupakan alternatif memenuhi kewajiban ekskul. (b) Kegiatan OSIS yang ada pada waktu-waktu tertentu, dijadikan sarana siswa untuk menghindari wajib ekskul. (c) Keikutsertaan siswa sebagai pengurus OSIS hanya sebatas pada keinginan memperluas pergaulan yang aktif dan penuh kegiatan. (3) Strategi pendidikan karakter yang melekat pada OSIS adalah (a) Mengadakan LDK (Latihan Dasar Kepemimpinan) untuk melatih siswa mengenai kepemimpinan dan keorganisasian. (b) Melatih kemandirian dan tanggungjawab pengurus OSIS melalui pembuatan proposal dan LPJ di setiap kegiatan. OSIS sebagai wadah pembinaan generasi muda di lingkungan sekolah seharusnya menyatukan kepingan makna kebangsaan acap kali menjadi simulasi organisasi yang kehilangan esensi. Kegiatan OSIS tidak lagi sekedar mengimplementasikan rasa nasionalisme dan cinta tanah air, melainkan pangkal dari sebuah dinamika kegiatan OSIS menuju kepada era konsumtif. Kelimpahan fakta bahwa OSIS merupakan simulasi organisasi telah mengarahkan keberadaan OSIS kepada sesuatu yang tidak mendalam lagi yang disebut hyperrealitas.
Kata kunci : Perilaku Organisasi, OSIS, Pendidikan Karakter, Hyperrealitas
A. Latar Belakang Masalah terwadahi secara institusional berdasarkan Gerak organisasi umat manusia pada praktik ekonomi, politik dan berawal saat mereka membentuk ideologis. Seperti yang diungkapkan oleh komunitas. Pada zaman pra-aksara, Allthusser (John Scott, 2012 : 189) bahwa komunitas yang dibentuk manusia setiap proses transformasi kondisi dan merupakan wadah kehidupan yang masih materi awal menjadi hasil baru melalui sederhana. Komunitas sederhana yang cara yang spesifik dan khas. Dapat mereka bentuk diperlihatkan oleh tindakan dikatakan, pada masa ini kehidupan dan perilaku kebudayaan seperti berburu- berkelompok/berorganisasi dimaknai meramu, pembagian kerja yang sederhana sebagai sarana institusional dalam dan masih bersifat nomaden. Hal tersebut menjalankan transformasi hubungan sosial. melekat dalam tatanan sosial dan aktifitas Sebagai wadah yang bersifat kehidupan manusia kala itu. institusional, Negara Indonesia memaknai Dalam perkembangannya, komunitas- kehidupan berorganisasi sebagai sarana komunitas sederhana umat manusia secara transformasi sosial. Di masa perjuangan khas dihadirkan dalam bentuk lain. Seperti kemerdekaan Indonesia, praktik keluarga, klan, etnis dan meluas sebagai berorganisasi berdasarkan kepentingan suku bangsa, yang merasa bersatu dengan ekonomi tampak dari kemunculan Serikat identitas yang sama. Pembentukan Dagang Islam yang merupakan wadah komunitas yang lebih luas semacam ini kegiatan ekonomi umat islam kala itu. tidak bisa lepas dari kesatuan hidup Sedangkan praktik berorganisasi manusia yang mempunyai sistem interaksi berdasarkan kepentingan politik dan serta sistem norma yang mengatur ideologis muncul melalui kelahiran interaksi tersebut. organisasi-organisasi seperti Budi Utomo, Semenjak manusia mengenal sistem Taman Siswa dan Indische Partij. Dengan kebudayaan yang kompleks (era modern), demikian pada masa itu, praktik kehidupan sosial lewat kelompok berorganisasi digunakan sebagai instrumen terwadahi melalui kehadiran institusi perjuangan kemerdekaan secara (negara). Keyakinan akan nilai-nilai dan diplomatis. pola-pola kebudayaan yang lebih luas Pasca kemerdekaan Indonesia, praktik menghadirkan sistem kebudayaan yang berorganisasi mengalami perkembangan berbeda pula. Kehadiran negara membawa secara sistematis dan menjadi kultur di praktik kehidupan kelompok yang berbagai lapisan masyarakat. Perkembangan tersebut didorong dengan sekolah sehingga mampu meningkatkan semakin pesatnya pembangunan cinta tanah air serta ketaqwaan kepada pemerintahan kala itu, seperti Tuhan. pembangunan infrastruktur, sarana Namun seiring perkembangan nilai pendidikan, dan perekonomian. Bahkan sosial budaya masyarakat global ikut tidak sedikit organisasi kemahasiswaan mempengaruhi solidaritas dan nilai-nilai yang lahir pada era ini. Seperti PMII berorganisasi masyarakat Indonesia pada (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia), umumnya dan secara khusus di dunia SMPTA (Solidaritas Mahasiswa Peduli pendidikan. Budaya apatis yang jauh dari Tanah Air), GMKI (Gerakan Mahasiswa nilai kesederhanaan dan menjunjung Kristen Indonesia). Hal tersebut tidak bisa solidaritas sosial merupakan bukti nyata lepas dari upaya meningkatkan rasa cinta adanya pergeseran nilai di era reformasi air dan menumbuhkan jiwa patriotisme dan globalisasi di Indonesia. Ditambah melalui berorganisasi. Tak heran, bila dengan membanjirnya informasi, sebagian perilaku berorganisasi menjamur di bangsa kita terposisikan sebagai keranjang kalangan intelektual, sastrawan, sampah sehingga kemampuannya untuk mahasiswa, seniman dan kalangan memilah dan mengolah data, serta masyarakat pada umumnya. membuat refleksi secara sistematis dan Aktivitas historis kehidupan baik terhadap informasi yang diperoleh berorganisasi yang marak di kalangan semakin menurun (Koesoema, 2007). generasi muda ternyata menggugah Pergeseran nilai-nilai di era reformasi kebijakan pemerintah pasca reformasi. saat ini menunjukan bahwa pelajar di Beragam kegiatan organisasi diupayakan Indonesia belum memiliki jiwa dan diwajibkan oleh pemerintah khususnya patriotisme. Pada tahun 2012 pelajar kelas di lingkungan sekolah. Berdasarkan XII SMK di Jakarta Timur menyontek Peraturan Menteri Pendidikan Nasional berjamaah dan memberi bocoran soal UN. Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2008 Hal tersebut sudah dilakukan dan tentang Pembinaan Kesiswaan, kegiatan diwariskan dari generasi ke generasi organisasi yang diupayakan dalam berikutnya (Merdeka.com). Bahkan lingkungan sekolah salah satunya adalah ditahun 2014 terdapat 5 pelajar SMAN 3 Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS). Jakarta menyiksa rekannya hingga tewas Melalui kegiatan berorganisasi, pemerintah (www.Liputan6.com). Belum lagi berharap dapat menumbuhkan jiwa maraknya perilaku remaja yang kecanduan nasionalisme dan kebangsaan anak-anak musik-musik pop, Korean style, film-film bioskop, serta pernak-pernik berbau distro. pendekatan yang kokoh, tetapi harus Hal tersebut menunjukkan bahwa anak mengutamakan penanaman nilai-nilai remaja saat ini sedang terjerumus pada patriotisme dan nasionalisme di kalangan ³EXGD\D PDVVD´ \DQJ PHQMDGLNDQQ\D generasi muda. Hal tersebut dapat berperilaku pasif (ikut-ikutan). Jangan ditempuh melalui ditanamkannya heran, apabila usia remaja saat ini pendidikan karakter dengan menggalakkan mengalami degradasi nilai solidaritas kembali semangat dan solidaritas sosial dan semangat patriotisme. berorganisasi. Ternyata, pergeseran nilai-nilai di era Berdasarkan latar belakang tersebut reformasi berimbas kepada perilaku maka tujuan yang diangkat dalam berorganisasi di lingkungan sekolah. OSIS penelitian ini : 1) Mengidentifikasi bentuk sebagai wadah pembinaan generasi muda perilaku berorganisasi yang dijalankan di lingkungan sekolah, kini menjadi melalui kegiatan OSIS di SMA Negeri 7 simulasi organisasi yang kehilangan esensi Surakarta. 2) Mengidentifikasi pemaknaan nasionalisme. Lebih lanjut, peran OSIS di siswa terhadap keberadaan OSIS di SMA lingkungan sekolah ternyata terjebak pada Negeri 7 Surakarta. 3) Mengidentifikasi persaingan komersial dan ajang popularitas strategi pendidikan karakter yang melekat dengan menggelar penampilan band-band pada OSIS sebagai relasi tanda di SMA ternama pada puncak acaranya (Berita Negeri 7 Surakarta Pensi SMA Santo Yosef Surakarta Edisi METODE PENELITIAN 04 September 2014). Diungkapkan oleh Penelitian ini menggunakan penelitian redaksi majalah HAI (Hai.online.com edisi deskriptif kualitatif untuk menjelaskan senin, 10 november 2014), bahwa pensi makna dibalik realitas sosial yang ada yang diselenggarakan oleh SMA dalam masyarakat. Creswell menyatakan merupakan persaingan guest star agar bahwa penelitian kualitatif adalah suatu mendongkrak pamor sekolah. Hal-hal proses penelitian ilmiah yang lebih tersebut menimbulkan pertanyaan terkait dimaksudkan untuk memahami masalah- keberadaan OSIS sebagai pertarungan masalah manusia dalam konteks sosial wacana konsumsi dan hyper-realitas masa dengan menciptakan gambaran kini. menyeluruh dan komples yang disajikan, Melihat fenomena diatas, dunia melaporkan pandangan terperinci dari para pendidikan seharusnya menempati posisi sumber informasi, serta dilakukan dalam sentral untuk mengatasinya. Bukan melalui setting yang alamiah tanpa adanya pendekatan parsial yang tidak didasari intervensi apapun dari peneliti (H. Peneliti menggunakan triangulasi sumber Herdiansyah, 2010 : 8). Sedangkan dan triangulasi metode. Peneliti strategi yang digunakan adalah membandingkan informasi yang diperoleh fenomenologi. Pendekatan fenomenologi dari berbagai sumber serta menyilangkan memandang perilaku manusia, apa yang hasil dari wawancara mendalam dan mereka katakan, dan apa yang mereka observasi. lakukan, adalah sebagai suatu produk dari Teknik analisis data yang digunakan bagaimana orang melakukan tafsir dalam penelitian ini adalah model terhadap dunia mereka sendiri (Bogdan, interaktif. Analisis dimulai dengan 1993: 44). Dengan demikian peneliti pengumpulan data berikut reduksi data, berusaha masuk ke dalam dunia penyajian data serta penarikan kesimpulan konseptual para subjek yang ditelitinya (verifikasi data). sedemikian rupa sehingga mereka HASIL PENELITIAN DAN mengerti apa dan bagaimana suatu PEMBAHASAN pengertian yang dikembangkan oleh A. Perilaku Berorganisasi Dalam mereka disekitar peristiwa dalam Kegiatan OSIS kehidupan sehari-hari. Temuan peneliti tentang bentuk Sumber data berasal dari wawancara, perilaku berorganisasi dalam kegiatan dokumentasi dan observasi. Wawancara OSIS di SMA Negeri 7 Surakarta terbagi dilakukan dengan infoman kunci yaitu dalam dua bagian : (a) Penyelenggara siswa yang terlibat dalam pengurus OSIS Kegiatan Di Sekolah dan (b) Ragam dan informan pendukung adalah pembina Kegiatan OSIS Di Sekolah. Kedua bagian OSIS serta Wakasek Kesiswaan. Observasi tersebut dimaksudkan untuk berkaitan dengan gambaran perilaku mengidentifikasi elemen-elemen OSIS berorganisasi di kalangan siswa dan SMA Negeri 7 Surakarta secara strategi pendidikan karakter di SMA substansional yang mudah berubah seiring Negeri 7 Surakarta. Studi dokumentasi zaman modern saat ini. Mengingat bahwa yang digunakan berkaitan dengan foto pemahaman atas karakeristik organisasi kegiatan dalam program kerja OSIS. dapat menjadi modal rekaan bagi telaah Penelitian ini menggunakan teknik perilaku organisasi dalam penelitian ini : pengambilan informan dengan cara 1. Penyelenggara Kegiatan Di Sekolah purposive. Berdasarkan hasil penelitian, OSIS Dalam penelitian ini menggunakan SMA Negeri 7 Surakarta sudah triangulasi untuk menguji validitas data. menempatkan hubungan antara aktor dengan kewajiban, hak, dan tanggung berjalannya progam. Hal tersebut bukanlah jawab dalam struktur yang telah tanpa alasan, mengingat bahwa perumusan ditentukan. Hal ini ditempuh melalui kegiatan berada pada tataran sekolah. mekanisme kepengurusan OSIS yang Artinya kepala sekolah, para pembina cukup baik dan memiliki dinamika secara OSIS, beserta gurulah yang merapatkan konsisten. Proses pertama yakni pemilihan sekaligus merumuskan agenda tahunan Ketua OSIS kemudian mengadakan sekolah. Kendati di tiap bulannya, acara Latihan Dasar Kepemimpin (LDK). sekolah hampir tidak pernah tidak Sedangkan proses terahkir adalah memberdayakan pengurus OSIS sebagai pengukuhan oleh Kepala SMA Negeri 7 mekanisme penunjang berjalannya Surakarta dan serah terima jabatan dari program yang sudah di susun sekolah. kepengurusan periode lama kepada Sedangkan di semester 2, agenda sekolah kepengurusan periode baru seusai upacara yang melibatkan pengurus OSIS cukup bendera. berkurang. Pada semester 2 biasanya Peran OSIS sebagai penyelenggara intensitas kegiatan mulai berkurang, kegiatan terfragmentasi menjadi deretan karena pihak sekolah terfokus pada kegiatan rutin setiap periode persiapan ujian bagi siswa-siswi kelas XII. kepengurusannya. Maka selanjutnya Temuan peneliti tentang OSIS sebagai keberadaan OSIS di SMA Negeri 7 penyelenggara kegiatan di sekolah ternyata Surakarta dikatakan sebagai penyelenggara bermuara pada pembentukan identitas kegiatan di sekolah. Dalam pelaksanaan kolektif di sekolah. Artinya, upaya program kerja OSIS selama periode mendudukan OSIS sebagai penyelenggara tertentu, OSIS diberi wewenang penuh kegiatan tak lepas dari upaya pihak untuk melaksanakan program kerja sekolah yang mengaktifkan setiap elemen tersebut. Selain itu, keberadaan OSIS di sekolah untuk mengambil peran secara SMA Negeri 7 Surakarta dapat dikatakan bersama demi nama sekolah. Salah satunya sebagai perpanjangan tangan sekolah adalah kegiatan pentas seni tahunan. untuk merangkul siswanya. Kegiatan pensi merupakan salah satu Dalam 1 semester, agenda sekolah agenda yang berat bagi siswa. Karena yang melibatkan pengurus OSIS cukup ketika ingin mensukseskan acara tersebut, banyak. Namun demikian, pemegang siswa harus memiliki kekompakan dan program secara substansi dimiliki oleh kepanitiaan yang tidak asal-asalan. Tak sekolah, sedangkan posisi OSIS hanya jarang pula, para pangurus OSIS bertugas sebagai pelaksana atau pelengkap mengalami gesekan dengan teman- berkaitan dengan konsekuensi logis dalam temannya ketika mengadakan acara ini. mengupayakan pembangunan karakter Upaya pihak sekolah dalam nasional bangsa. OSIS pula merupakan mengaktifkan setiap elemen secara wadah kegiatan dalam rangka pembinaan bersama tidak bias lepas dari persaingan siswa. antar sekolah di Surakarta. Temuan terkait Berdasarkan hasil wawancara dengan rekaan ini dibuktikan oleh ungkapan bebeapa informan, OSIS SMA Negeri 7 beberapa informan bahwa ada ajang Surakarta cukup memiliki ragam kegiatan persaingan antar sekolah di Surakarta yang sesuai aspirasi seluruh siswa, dalam hal reputasi sekolah. Selain itu sedangkan pembina kesiswaan hanya kegiatan pensi yang yang mengundang bertugas mengarahkan dan memberikan bintang-bintang tamu yang keren diakui pembinaan. Semuanya itu dimaksudkan akan menambah nilai jual SMA Negeri 7 untuk memandirikan siswa dalam Surakarta. Namun demikian dalam menentukan setiap keputusan dalam mensukseskan acara tersebut, siswa harus program kerja OSIS. Dalam hal ini pula, memiliki kekompakan dan kepanitiaan OSIS berfungsi sebagai motivator yang yang tidak asal-asalan. Tak jarang pula, menyebabkan lahirnya keinginan dan para pengurus OSIS mengalami gesekan melakukan kegiatan bersama. dengan teman-temannya ketika Berdasarkan hasil observasi, kegiatan mengadakan acara ini demi menaikan OSIS dapat dibagi atas 2 macam kegiatan, pamor sekolah. yaitu kegiatan rutin dan kegiatan 2. Ragam Kegiatan OSIS Di Sekolah insidental. Dalam kegiatan rutin dan OSIS sebagai lingkup kecil kegiatan insidental tersebut, para pengurus pembelajaran organisasi di sekolah pun OSIS memiliki beberapa peranan dan turut akan selalu menjadi bagian integral dari membantu terlaksananya kegiatan-kegiatan kehidupan sekolah. Organisasi OSIS tersebut. Artinya, pengurus OSIS bersama dibentuk di sekolah dengan tujuan melatih pihak sekolah turut ambil bagian seperti anak-anak tentang berorganisasi secara membentuk panitia, berkoordinasi, baik. Oleh karena itu, OSIS di SMA mempersiapakan perlengkapan maupun Negeri 7 Surakarta memiliki beberapa akomodasi. ragam kegiatan sebagai organisasi tunggal Dengan demikian OSIS SMA Negeri 7 di sekolah. Berkaitan dengan ragam Surakarta memiliki ragam kegiatan rutin kegiatan OSIS sebagai sebuah praktik yang dikerjakan pengurus OSIS sebagai berorganisasi di lingkungan sekolah, OSIS agenda setiap tahunnya. Di setiap kegiatan tersebut, pengurus OSIS memiliki pada permasalahan sebelumnya, intensitas tanggungjawab mekanistik dalam kegiatan OSIS hanya terjadi pada saat membentuk panitia, mengakomodir acara pelaksanaan MOS, Pensi dan LDK saja. dan menghimpun dana. Berbeda dengan keberadaan ekskul lain B. Pemaknaan Siswa Terhadap yang tiap minggunya memiliki jadwal Keberadaan OSIS kegiatan dan latihan secara rutin. Selain Penelusuran mengenai pemaknaan hal tersebut, pemaknaan siswa mengikuti siswa terhadap OSIS merupakan rujukan OSIS tak lepas pula pada sebuah true bagi terindentifikasinya batas-batas abstrak culture dimana siswa ingin menambah yang melatarbelakangi perilaku siswa teman, memperluas pergaulan, aktif dalam kegiatan OSIS. Para pengurus berkegiatan, termotivasi oleh pacar dan memandang OSIS sebagai badan komunal menyalurkan gairah masa mudanya. secara keseluruhan dimana setiap aktor C. Strategi Pendidikan Karakter menerima dan mematuhi seperangkat nilai Melalui OSIS yang sama dan disepakati demi mengatur 1. Mengadakan Latihan Dasar integrasi mereka. Dengan adanya batas- Kepemimpinan (LDK) batas abstrak semacam ini diharapkan Salah satu kegiatan ekstrakulikuler dapat memperkaya telaah perilaku yang terdapat di sekolah adalah Organisasi organisasi di SMA Negeri 7 Surakarta. Siswa Intra Sekolah (OSIS) yang Dari beberapa pernyataan informan merupakan wadah kegiatan siswa dalam mengenai pemaknaan keberadaan OSIS, belajar berorganisasi. Peran keorganisasian para pengurus memproyeksikan di dalam lingkungan sekolah amat penting keikutsertaannya dalam OSIS sebagai bagi pengembangan karakter siswa. salah satu kewajibannya di SMA Negeri 7 Namun demikian dalam membangun Surakarta. Dalam hal ini, pihak sekolah karakter siswa melalui OSIS, pihak mewajibkan para siswa untuk mengikuti sekolah mengadakan suatu latihan yang dan memilih salah satu kegiatan ekskul dimaksudkan untuk melatih siswa demi menunjang bakat dan minat siswa. mengenai kepemimpinan dan Maka, tergabung dalam kepengurusan keorganisasian. Berdasarkan hasil OSIS dapat menjadi alternatif bagi siswa wawancara, Latihan Dasar Kepemimpinan untuk memenuhi kewajiban tersebut. Dari (LDK) ini diadaan manakala rekrutmen beberapa temuan, diketahui pula bahwa pengurus OSIS yang baru sudah kegiatan OSIS tidak melulu menyedot dilakukan. Tepatnya pada semester ganjil waktu siswa. Seperti yang dikemukakan yang dilanjutkan dengan proses pelantikan adalah membawa proposal kegiatan pengurus OSIS baru. tersebut kepada pihak sekolah untuk Berdasarkan hasil penelitian, dapat disetujui, diberi arahan dan dilaksanakan dambil kesimpulan bahwa Latihan Dasar oleh siswa. Secara khusus, acara yang Kepemimpinan (LDK) dijadikan salah satu mengharuskan para pengurus OSIS strategi pendidikan karakter yang melekat membuat proposal kegiatan adalah saat pada OSIS. Proses LDK selama 4 hari pensi. tersebut dimaksudkan untuk membekali Dalam hal ini, pihak sekolah berusaha para pengurus OSIS dengan materi membawa para pengurus OSIS itu sendiri kepemimpinan yang diberikan oleh Kepala pada pencarian melalui proses menjalani Sekolah maupun Pembina OSIS lainnya. hidup (on going process) di lingkungan Namun demikian, proses LDK hanya sekolah. Artinya, pihak sekolah berjalan diawal kepengurusan dan tidak mengambil bagian sebagai kontrol berjalan secara stilmutan, artinya intensitas kebebasan siswa dalam menentukan pembinaan terhadap pengurus OSIS hanya kegiatan yang hendak para siswa diintensifkan selama 4 hari saja. selenggarakan sekaligus melakukan 2. Pembuatan Proposal Kegiatan pembinaan terhadap pengurus melalui dan LPJ untuk Melatih pemberian analisis resiko kegiatan. Kemandirian D. Meledaknya Praktik Berorganisasi Salah satu misi dari SMA Negeri 7 Sebagai Tanda dan Ambiguitas Surakarta khususnya point keempat, Kegiatan OSIS berbunyi mengembangkan karakter siswa Di Indonesia, jaringan sosial yang yang bersikap mandiri, disiplin dan dibangun dalam organisasi merupakan bertanggungjawab. Sewajarnya pula, bila salah satu upaya mengembangkan iklim berorganisasi di SMA Negeri 7 kepingan makna nasionalisme di kalangan Surakarta diarahkan pada pembentukan generasi muda. Kegiatan organisasi yang karakter yang memandirikan siswanya diupayakan dalam lingkungan sekolah dalam merencanakan maupun melakukan salah satunya adalah Organisasi Siswa suatu kegiatan. Intra Sekolah (OSIS). Namun ternyata, Berdasarkan hasil wawancara dengan pergeseran nilai-nilai di era reformasi informan, strategi melatih kemandirian berimbas kepada perilaku berorganisasi di para pengurus dalam mengadakan acara lingkungan sekolah. OSIS sebagai wadah dilakukan melalui pembuatan proposal pembinaan generasi muda di lingkungan kegiatan. Sedangkan tahap selanjutnya sekolah yang seharusnya menyatukan kepingan makna kebangsaan acap kali yang menyebabkan pergerakan makna menjadi simulasi organisasi yang menjadi tidak terbatas dan liar. kehilangan esensi. Kegiatan OSIS tidak Tanda-tanda yang dihadirkan dalam lagi sekedar mengimplementasikan rasa kegiatan OSIS dipertukarkan dengan hal nasionalisme dan cinta tanah air, lain yang lebih dekat dengan lingkungan melainkan pangkal dari sebuah dinamika mereka yang akan mengkonsumsi kegiatan kegiatan OSIS menuju kepada era tersebut. Hal ini dapat terlihat ketika ajang konsumtif yang pihak sekolah sendiri tidak pentas seni yang satu dengan sekolah yang pernah menyadarinya. lain saling berkompetisi untuk Keterlepasan makna beorganisasi di menunjukan popularitas sekolahnya. sekolah bila dilihat dari tanda dan penanda Saling menunjukan pupularitas tersebut pun juga terjadi. Dalam konteks sekolah bukan berdasarkan atas nama apa yang modern masa kini, OSIS dihadirkan ditampilkan atau realitas dari pensi itu sebagai identitas yang harus ada. sendiri, melainkan saling bersaing Selanjutnya, sekolah modern muncul mengenai siapa yang ditampilkan dalam sebagai sistem tanda yang menghadirkan pensi. Sering ditemukan bahwa kegiatan OSIS sebagai identitasnya sekaligus pensi yang dikoordinir oleh OSIS ternyata penanda. Sistem penandaan semacam ini saling bersaing mendatangkan band-band kemudian menghasilkan batasan-batasan besar yang menelan puluhan juta rupiah dalam rangka membedakan identitas sekaligus ajang komersialisasi. 26,6¶Q\D dengan sekolah yang lain. Temuan peneliti tentang OSIS Pembedaan tersebut terletak pada ragam sebagai penyelenggara kegiatan di sekolah kegiatan yang ada dalam OSIS sebagai ternyata bergeser pada pembentukan identitas sekolah modern. Namun, kegiatan realitas berwujud identitas kolektif di yang ada seringkali tidak lagi menjadi sekolah. Artinya, upaya mendudukan medium untuk menyampaikan pesan OSIS sebagai penyelenggara kegiatan tak perubahan yang berarti. OSIS menjadi lepas dari upaya pihak sekolah yang berdiri sendiri dan terlepas dari tanda- mengaktifkan setiap elemen sekolah untuk penanda tersebut sehingga kegiatan OSIS mengambil peran secara bersama demi yang seharusnya menjadi medium nama sekolahnya. Inilah pangkal sengkarut pembinaan nilai-nilai kebangsaan perlu terinfeksinya kegiatan OSIS, dimana dipertanyakan kembali. Titik di mana keberadaannya tak lebih dari sekedar tanda dan penanda lepas inilah, kemudian mesin sekolah untuk merangkul siswanya agar realitas kehidupan berorganisasi di sekolah bergeser dan disetarakan untuk Para pengurus memandang OSIS kegiatan yang mendongkrak nama sekolah sebagai badan komunal secara keseluruhan semata. dimana setiap aktor menerima dan Keseluruhan ajang semacam ini mematuhi seperangkat nilai yang sama dan memberi kerangka kerja yang berguna disepakati demi mengatur integrasi dalam menentukan posisi pembahasan mereka. Berawal pada pendapat De Certau ketenaran sekolah. Kendati ada banyak (Jhon Fiske, 2011) bahwa budaya dalam usaha sekolah di bidang lain terkait kehidupan sehari-hari hendaknya di mendongkrak nama sekolahnya baik WHPXNDQ GDODP ³DGDSWDVL´ DWDX ³FDUD melalui prestasi akedemik maupun lomba- menggunakan sistem-sistem yang loma tertentu. Saat ambiguitas tersebut GLWHUDSNDQ´ \DQJ GLD VHUXSDNDQ VHEDJDL tercipta dalam pentas seni, kebebasan ³WLSX GDya- (kelicikan, pengecohan, dalam berpikir tanpa sebuah referensi pun dapat cara seseorang menggunakan atau dilakukan. mengecoh syarat-syarat kontrak sosial) Nurani Soyomukti menjelaskan, bahwa Kata kunci yang mencirikan makna kondisi semacam itu berkitan erat dengan berorganisasi di sekolah sebagai tipu daya pendidikan liberal. Konsep penting dari adalah pada pertimbangan tentang apa pendidikan liberal adalah kompetisi atau yang harus mereka olah. Karena setiap hal persaingan. Agar dapat mencapai prestasi yang dimaknai dalam kehidupan sehari- atau kualitas tertentu yang diharapkan- hari merupakan seni mengolah. yang kadang juga distandarisasi-para Berdasarkan penelusuran mengenai makna murid harus bersaing. Persaingan dianggap berorganisasi bagi siswa, diketahui bahwa sebagai kemajuan. (Nurani Soyomukti, keterlibatan siswa dalam pengurus OSIS 2010 : 266-277). Saat ajang pensi merupakan bagian kegiatan ektrakulikuler. berlangsung, tanpa disadari pengurus OSIS Namun, para siswa itu sendiri lebih bersaing dengan OSIS sekolah lain dengan PHQDUXK SHUKDWLDQ SDGD SHQJHODNDQ ³ZDMLE mendatangkan band-EDQG ³QJH¶KLWV´ YHUVL HNVXO´ GL VHNRODK Berdasarkan temuan mereka. Padahal, persaingan membawa penelitian, penulis meyakini bahwa makna dua jenis akibat yang buruk apabila keikutsertaan siswa dalam OSIS adalah memasuki ranah pendidikan. sebuah aktivitas resistensi siswa yang E. Resistensi Makna Berorganisasi dan sedang menghindari kewajiban ikut ekskul Rekayasa Pendidikan Karakter di sekolah. Sebagai Relasi Tanda Untuk mengatasi hal tersebut, pihak sekolah setidaknya telah mengupayakan melalui dua rekayasa. Latihan Dasar PENUTUP Kepemimpinan (LDK) dijadikan rekayasa Keberadaan relasi antara sekolah dan pertama yang melekatkan pendidikan seluruh komponen yang ada dirasakan karakter pada OSIS sebagai relasi tanda. sangat penting untuk meningkatkan Proses LDK selama 4 hari dimaksudkan kualitas pendidikan yang tengah dikikis untuk membekali para pengurus OSIS arus modernisasi yang lebih dominan dengan materi kepemimpinan yang menanamkan nilai-nilai materialisme dan diberikan oleh Kepala Sekolah maupun konsumerisme. Yakni menyuarakan Pembina OSIS lainnya. Namun demikian, keaktifan berorganisasi di lingkungan proses LDK hanya berjalan diawal sekolah secara masif dan penuh makna. kepengurusan dan tidak berjalan secara Berdasarkan hasil penelitian, dapat stilmutan, artinya intensitas pembinaan disimpukan bahwa bentuk perilaku terhadap pengurus OSIS hanya berorganisasi siswa melalui kegiatan OSIS diintensifkan selama 4 hari saja. Untuk itu adalah : Pertama, perilaku berorganisasi diperlukan rekayasa lain yang dapat siswa tercermin melalui peran OSIS menunjang pembinaan pengurus OSIS sebagai penyelenggara kegiatan yang yang telah dicapai melalui LDK. terfragmentasi menjadi deretan kegiatan Namun demikian, keempat hal rutin setiap periode kepengurusannya. diatas harus terangkai pada konsep Kedua, OSIS SMA Negeri 7 Surakarta pendidikan yang mengusung nilai-nilai memiliki ragam kegiatan rutin yang kebangsaan. Sistem pendidikan seharusnya dikerjakan pengurus OSIS sebagai agenda mampu menjaga kehidupan nasionalisme setiap tahunnya. Di setiap kegiatan di kalangan siswa. Amat disayangkan tersebut, pengurus OSIS memiliki apabila system pendidikan suatu bangsa tanggungjawab mekanistik untuk merupakan ajang perebutan kekuasaan membentuk panitia, mengakomodir acara politik di dalam setiap Negara (Tilaar, dan menghimpun dana. 2004). Betapapun terjadi perubahan di Terkait pemaknaan siswa terhadap dalam hakekat nasionalisme, satu benang keberadaan OSIS, terdapat 3 set asumsi merah yang dapat ditarik ialah suatu yang dimaknai oleh siswa : Pertama, OSIS bangsa itu tetap memelihara rasa persatuan merupakan alternatif memenuhi kewajiban atau nasionalisme di dalam upaya untuk ekskul. Kedua, kegiatan OSIS yang ada mengatasi berbagai perubahan dan krisis. pada waktu-waktu tertentu, ternyata menjadi sarana siswa untuk menghindari wajib ekskul. Ketiga, keikutsertaan siswa sebagai pengurus OSIS hanya sebatas pada DAFTAR PUSTAKA keinginan memperluas pergaulan yang Berita Pensi SMA Santo Yosef Surakarta aktif dan penuh kegiatan. Edisi 4 September 2014. Diperoleh 2 Strategi pendidikan karakter yang Maret 2015 dari melekat pada OSIS sebagai relasi tanda http://www.styosef.pangudiluhur.org adalah : Pertama, pengembangan karakter /berita/pensi-2014.html siswa melalui OSIS dilakukan dengan Bogdan, Robert & Taylor, Steven. (1993). mengadakan LDK (Latihan Dasar Kualitatif (Dasar-Dasar Penelitian). Kepemimpinan) untuk melatih siswa Surabaya: Usaha Nasional. mengenai kepemimpinan dan Doni Koesoema A. 2007, Pendidikan keorganisasian. Kedua, pihak sekolah Karakter Strategi Mendidik Anak di berusaha melatih kemandirian pengurus Zaman Global, Jakarta, Gramedia OSIS melalui pembuatan proposal dan LPJ Pustaka. di setiap kegiatan. Strategi ini berguna Fiske, Jhon. 2011. Memahami Budaya untuk melatih tanggungjawab pengurus Populer. Yogyakarta: Jalasutra. OSIS sekaligus mengontrol kebebasan Hai.online.com edisi senin, 10 november siswa dalam menentukan kegiatan yang ³3HQVL LWX $GX *LPPLFN hendak diselenggarakan Bukan Guest Star. Berdasarkan temuan tersebut maka Herdiyansah, Haris. 2010. Metodologi diperlukan muatan suara perubahan yang Penelitian Kualitatif dan Ilmu-Ilmu disisipkan dalam berbagai kegiatan OSIS Sosial. Jakarta: Salemba Humanika. secara stilmutan dan bermakna. Hal ini Soyomukti, Nurani. 2010. Teori-Teori dapat ditempuh melalui pengoptimalan Pendidikan: Tardisional, (Neo) LDK serta proses pembinaan pengurus Liberal, Marxis-Sosialis, yang berkelanjutan. Dengan demikian, Postmodern, Yogyakarta: Ar-Ruzz OSIS sebagai wadah pembinaan mengenai Media. kepemimpinan, keorganisasian dan Scott, Jhon. 2012. Teori Sosial, Masalah- kemandirian siswa dapat terwujud. Masalah Pokok dalam Sosiologi, Mengingat pula bahwa pembelajaran pada Yogyakarta: Pustaka Pelajar. siswa tentang cara berorganisasi sejak dini Tilaar, H.A.R. 2004. Multikulturalisme. dapat mengembangkan kemampuan Jakarta: PT Grasindo. kognitif, keterampilan sosial, memperoleh pengetahuan tentang dunia dan mengembangkan identitas dirinya.