Anda di halaman 1dari 20

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN

JAGUNG DILAHAN BEKAS TAMBANG

MUHAMMAD RIFQI MAULANA

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2022
DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3
DAFTAR TABEL...................................................................................................................5
PENDAHULUAN..................................................................................................................6
Perumusan Masalah.......................................................................................................9
Tujuan Penelitian...........................................................................................................9
Manfaat..........................................................................................................................9
TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................11
Lahan............................................................................................................................11
Kualitas dan Karakteristik Lahan..................................................................................12
Persayaratan Tumbuh Tanaman Jagung (Zea mays L.).................................................12
Konsep Faktor Pembatas Kesesuaian Lahan................................................................13
Parameter Kesesuaian Lahan.......................................................................................14
Rejim Temperatur....................................................................................................14
Reaksi Tanah (pH).....................................................................................................15
Tekstur Tanah...........................................................................................................16
Drainase Tanah.........................................................................................................16
Kapasitas Tukar Kation (KTK)....................................................................................17
Bahaya Erosi.............................................................................................................17
Kedalaman Efektif....................................................................................................18
Klasifikasi Kesesuaian Lahan.........................................................................................19
BAHAN DAN METODE......................................................................................................20
Bahan dan Alat.............................................................................................................20
Bahan.......................................................................................................................20
Alat...........................................................................................................................20
Metode Penelitian........................................................................................................20
Pelaksanaan Penelitian................................................................................................21
Tempat dan Waktu...................................................................................................21
Pelaksanaan.............................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................22
LAMPIRAN........................................................................................................................24
PENDAHULUAN

Tidak dipungkiri bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia selama tahun


2020 hingga tahun 2021 yang lalu dapat dikatakan “ambruk” dimana
pertumbuhan ekonomi Indonesia berkisar antara 0,5% sampai 1,8%. Jauh
menurun dari pertumbuhan ekonomi yang terjadi selama beberapa tahun terakhir
yang berada di kisaran 5%. Dalam analisis outlook ekonomi bahkan pertumbuhan
ekonomi di beberapa daerah juga turun lebih besar dari nasional menjadi hingga -
2.1%.
Dalam situasi yang demikian bahwa sektor pertanian tidak terbantahkan
menjadi penyangga ekonomi nasional pada saat krisis ekonomi tersebut. Sektor
pertanian sebagai salah satu sektor penyedia lapangan kerja nasional terbesar yaitu
lebih dari 40 persen kesempatan kerja nasional berasal dari sektor pertanian.
Sektor pertanian merupakan penyedia utama kebutuhan pangan masyarakat
Indonesia yang merupakan kebutuhan dasar dan hak asasi manusia. Sektor
pertanian juga menyediakan pasar yang sangat besar untuk produk manufaktur
karena jumlah penduduk pedesaan yang besar dan terus mengalami peningkatan.
Sektor pertanian juga merupakan salah satu sektor yang paling efektif untuk
mengentaskan kemiskinan di wilayah pedesaan melalui peningkatan pendapatan
mereka yang bekerja di sektor pertanian.
Melihat peran sektor pertanian inilah, maka pemerintah dan segenap para
steack holder di Kalimantan Selatan fokus dan berupaya mengembangkan
produksi jagung untuk memenuhi kebutuhan jagung bagi industri pakan ternak di
daerah maupun pangsa pasar nasional. Diperkirakan lebih dari 55% kebutuhan
jagung dalam negeri digunakan untuk pakan, sedangkan untuk konsumsi pangan
hanya sekitar 30%, dan selebihnya untuk kebutuhan industri lainnya dan benih.
Dengan demikian, peran komoditas jagung sebetulnya sudah berubah lebih dari
sebagai bahan baku industri dibanding sebagai bahan pangan.
Saat ini kontribusi produksi jagung terbesar di Kalimantan Selatan
dipenuhi dari produksi jagung Kabupaten Tanah Laut, yakni mencapai 160.722,00
ton pada Tahun 2019 atau sebesar 36,29 % dari produksi Provinsi Kalimantan
Selatan. Peringkat kedua diduduki oleh Kabupaten Kotabaru, yakni sebesar
106.087,00 ton atau sebesar 23,95% dari total produksi Kalimantan Selatan.
Sementara itu dari Kabupaten Banjar hanya mampu menyumbang produksi
sebesar 3.489,00 ton atau sebesar 0,79% dari produksi Kalimantan Selatan.
Tertarik akan hal ini, maka PTPN XIII selaku pelaku ekonomi sektor pertanian
bekerjasama dengan PT. Mitra Agro Semesta (PT. MAS) merencanakan untuk
melaksanakan kegiatan budidaya tanaman jagung, dimana pembangunan dan
pengoperasiannya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan
sektor pertanian pangan di Kabupaten Banjar. Luas areal yang akan diusahakan
rencananya adalah kurang lebih 3.000 ha yang berada di Desa Bawahan Selan
Kecamatan Mataraman Kabupaten Banjar dengan memanfaatkan areal tidak
terdampak dari luasan 4.720 ha kegiatan pertambangan batubara yang dikoordinir
oleh PT. MAS di wilayah PTPN XIII Danau Salak. Berdasarkan kesepakatan
durasi penggunaan lahan PTPN XIII diusahakan untuk tanaman jagung selama 10
tahun. Durasi 10 tahun ini seiring dengan masa berakhirnya kegiatan
pertambangan batubara di wilayah PTPN XIII Danau Salak yang dikoordinir PT.
MAS.
Pemberian pinjam pakai lahan ini kepada PT. MAS untuk perkebunan
tanaman jagung merupakan kesepakatan bersama mengingat kinerja PT.
Perkebunan Nusantara XIII (PTPN XIII) Danau Salak belakangan ini dirasakan
agak terganggu dengan kondisi fisik kebun dan perekonomian nasional saat ini.
Hal ini tidak terlepas dari beberapa hal diantaranya (i) hampir seluruh perkebunan
karet yang dimiliki oleh PTPN XIII di Danau Salak umumnya sudah tua dan
produksinya sudah menurun, (ii) situasi harga karet yang belakangan ini kurang
menguntungkan dan cenderung stagnan di level harga yang relative rendah, (iii)
Kondisi pabrik pengolahan karet yang sudah tua dan kurang optimal, serta (iv)
Tanaman kelapa sawit sekarang ini dianggap lebih menjanjikan dan lebih
menguntungkan. Melihat kenyataan tersebut, maka PTPN XIII Danau Salak
memutuskan mengkonversi sebagian perkebunan karetnya ke pengembangan
tanaman jagung . Pertimbangannya adalah usaha ini sedikit banyak dapat
membantu permasalahan finansial perusahaan.
Sejalan dengan hal tersebut, maka lahan yang ada juga memiliki
permasalahan kualitas lahan yang juga nantinya mungkin menjadi factor pembatas
produktivitas lahan. Beberapa permasalahan kualitas lahan dimaksud
diantaranya : yaitu ketersediaan air yang membatasi kondisi perakaran tanaman,
retensi hara dimana pH umumnya relative rendah dan ketersediaan unsur hara N,
P dan K relative rendah, kelerengan yang berpotensi meningkatkan erosi dan
mempengaruhi pengolahan tanah. Kondisi kualitas lahan ini akan berpengaruh
terhadap kesesuain lahan untuk tanaman jagung.
Untuk melihat factor pembatas produktivitas tanaman jagung dapat
dilakukan dengan pendekatan evaluasi lahan. Evaluasi lahan adalah suatu proses
penilaian sumber daya lahan untuk tujuan tertentu dengan menggunakan suatu
pendekatan atau cara yang sudah teruji. Hasil evaluasi lahan akan memberikan
informasi atau arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan (Ritung,
Wahyontu, Agus dan Hidayat, 2007). Inti evaluasi lahan adalah membandingkan
persyaratan yang diminta oleh tipe penggunaan lahan yang akan diterapkan pada
lahan yang akan digunakan untuk pertanaman, dengan sifat-sifat atau kualitas
lahan yang dimiliki oleh lahan yang akan digunakan. Berdasarkan cara ini, maka
akan diketahui factor pembatas produktivitas lahan (Rajaguguk dan Rizali, 2014).
Setelah diketahui factor pembatas lahan tersebut, selanjutnya lahan tersebut dapat
direncanakan rekomendasi pengelolaan lahannya.
Di Indonesai Jagung merupakan tanaman pangan pokok kedua setelah
padi. Namun dalam perkembangannya produksi jagung masih banyak mengalami
hambatan diantaranya produksi per hektar yang rendah, masih menggunakan
varietas yang biasa, penanaman jagung yang tidak susai denga kriteria persyaratan
tumbuh tanaman jagung. Karena itu pula informasi perihal data-data karakteristik
lahan yang akan digunakan sangat diperlukan untuk menunjang produktivitas
produksi tanaman jagung kedepannya.
Untuk mendapatkan informasi perihal data-data karateristik lahan, maka
diperlukannya suatu evaluasi sumberdaya lahan untuk tanaman jagung tersebut.
Dengan dilakukannya suatu evaluasi kesesuaian lahan pada areal perencanaan
tanaman jagung diharapkan memperoleh data-data karakteristik lahan yang
menampilkan sifat-sifat lahan yang nantinya akan diketahui tingkat kesesuaian
lahan terhadap tanaman jagung pada lahan dimaksud. Berdasarkan beberapa hal
yang disebutkan di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian untuk
mengetahui faktor apa saja yang menjadi pembatas kese suaian lahan serta
menetapkan usaha-usaha perbaikannya yang ada di rencana areal pengembangan
tanaman jagung PT. MAS di Desa Bawahan Selan Kabupaten Banjar.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas maka dapat di rumuskan


permasalahan sebagai berikut:
1. Apa saja yang menjadi faktor pembatas kesesuaian lahan yang dapat
membatasi produktivitas tanaman jagung di lokasi penelitian (Desa Bawahan
Selan Kecamatan Mataraman Kabupaten Banjar) ?
2. Apa saja saran kelola atau rekomendasi yang dilakukan untuk mengatasi
factor pembatas kesesuaian lahan tanaman jagung di Desa Bawahan Selan
Kecamatan Mataraman Kabupaten Banjar tersebut ?
3. Apakah perbedaan zone ekologi menghasilkan faktor pembatas kesesuaian
lahan yang berbeda dalam mempengaruhi budidaya tanaman jagung.

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui dan menetapkan faktor-faktor pembatas kesesuaian lahan untuk


tanaman jagung yang ada di lokasi penelitian (Desa Bawahan Selan Kecamatan
Mataraman Kabupaten Banjar).

2. Mengklasifikasi tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman jagung diwilayah


lahan bekas tambang batubara untuk pengembangan tanaman Jagung yang ada
di lokasi penelitian (Desa Bawahan Selan Kecamatan Mataraman Kabupaten
Banjar).

3. Merumuskan saran kelola atau rekomendasi perbaikan lahan untuk budidaya


tanaman jagung yang ada lokasi penelitian (Desa Bawahan Selan Kecamatan
Mataraman Kabupaten Banjar).

Manfaat

1. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi untuk mendukung
usaha peningkatan produktivitas tanaman jagung khususnya di Desa Bawahan
Selan Kecamatan Mataraman Kabupaten Banjar menjadi lahan budidaya
tanaman jagung dengan produksi yang tinggi.
2. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki
lahan tersebut dengan memberikan rekomendasi pengelolaan lahan yang tepat
guna meningkatkan ekonomi masyarakat sekitar.
TINJAUAN PUSTAKA

Lahan
Lahan merupakan bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup
pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, tanah, hidrologi, dan
bahkan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara
potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO,1976). Dalam
pengertian yang lebih luas lahan yang telah dipengaruhi oleh berbagai aktifitas
flora, fauna, dan manusia, baik dimasa lalu maupun saat sekarang, seperti lahan
rawa yang pasang surut yang telah direklamasi atau tindakan konservasi tanah
pada suatu lahan tertentu. Penggunaan lahan secara optimal perlu dikaitkan
dengan karakteristik dan kualitas lahannya. Hal tersebut disebabkan adanya
keterbatasan penggunaan lahan, bila dihubungkan dengan pemanfaatan lahan
secara lestari dan berkesimbangunan (Ritung et al, 2011).
Tipe penggunaan lahan yang sesuai dengan tujuan evaluasi atau
peruntukan dipakai sebagai titik awal proses, diperoleh dari kondisi-kondisi
social, ekonomi dan politik (termasuk penggunaan lahan saat ini) dan kondisi
ekologis umum. Perbedaan jenis penggunaan lahan yang dipilih dan ditentukan
menyebabkan perbedaan persyaratan penggunaan lahan yang dibutuhkan. Selain
itu setiap tipe penggunaan lahan membutuhkan tingkat ketersediaan tenaga kerja,
modal dan ilmu pengetahuan tertentu untuk dapat melakukan tindakan konservasi
atau meningkatkan kondisi lahan (Bennema dan Meester, 1980).
Pengoptimalan lahan sangat bergantung dengan kesesuaian lahan yang
dibutuhkan untuk keperluan tertentu. Aspek dalam tataguna lahan yang menjadi
acuan untuk penggunaan lahan didasari pada kemampuan lahan tersebut.
Pembuatan perencanaan pada saat pra penambangan sangat diperlukan untuk
pengaturan penggunaan lahan pada saat pascatambang nantinya. Beberapa faktor
yang diperhatikan dalam penentuan tataguna lahan pascatambang diantaranya
potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah
setempat (Suprapto, 2007
Persayaratan Tumbuh Tanaman Jagung (Zea mays L.)

Tanaman jagung merupakan tanaman yang mana termasuk dalam keluarga


rumput-rumputan dengan spesies Zea mays L. Menurut Purwono dan Hartono
(2005), klasifikasi dan sistematika tanaman jagung secara umum sebagai berikut.
Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Angiespermae (berbiji tertutup)
Kelas : Monocotyledone (berkeping satu)
Ordo : Graminae (rumput-rumputan)
Famili : Graminaecease
Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Di Indonesia tanaman jagung dapat tumbuh dan berproduksi optimum
pada dataran rendah hingga ketinggian 750 m dpl dengan suhu optimum antara
23°C - 27°C selama masa pertumbuhan. Curah hujan tanaman jagung yang ideal
yaitu 100 mm – 200 mm per bulan dan curah hujan optimumnya berkisar 100 mm
– 125 mm per bulan. Tanaman jagung merupakan tanaman yang membutuhkan
penyinaran penuh matahari. Tanaman jagung akan tumbuh pada tingkat keasaman
tanah ideal yaitu pada pH 6,8 (Rukmana, 1997).
Dilihat dari morfologisnya tanaman jagung memiliki perakaran serabut
yang terbagi menjadi tiga akar adventif, akar seminal dan akar udara. Batang
tanaman jagung mempunyai bentuk silinder yang mana tidak memiliki cabang
hanya terdapat beberapa ruas dan buku ruas. Batang jagung memiliki tinggi antara
60 – 200 cm yang bergantung kepada varietasnya. Daun tanaman jagun berbentuk
memanjang yang berjumlah 8 – 48 helai yang mana berbeda pada setiap
varietasnya. Jagung memiliki bunga yang tidak sempurna dikarenakan bunga
jantan dan bunga betinanya tidak dalam satu bunga (Purwono dan Hartono, 2005).
Tanaman jagung membutuhkan pupuk kendang dalam jumlaj 5-10 ton/ha, urea
200-250 kg/ha, TSP sebesar 500-1000 kg/ha dan KCL 200-250 kg/ha (Lingga dan
Marsono, 2013).
Tanaman jagung secara fisiologis merupakan tanaman C4 yang dalam
pertumbuhannya memerlukan cahaya penuh. Tanaman C4 ini termasuk tanaman
yang lebih efisien didalam memanfaatkan CO2 untuk keperluan proses fotosintesis
(Riwandi dkk., 2014).

Konsep Faktor Pembatas Kesesuaian Lahan

Evaluasi lahan dapat diartikan menjadi suatu proses penilaian sumber daya
lahan dengan tujuan tertentu, dimana menggunakan proses pendekatan atau
metode yang sudah teruji. Dari hasil evaluasi lahan nantinya akan memperoleh
suatu informasi dalam penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Pelaksanaan
evaluasi lahan dapat dilakukan secara manual ataupun secara komputerisasi.
Secara komputerisasi, penilaian dan pengolahan data dalam jumlah besar dapat
dilakukan dengan cepat, dimana ketepatan penilaiannya sangat ditentukan oleh
kualitas data yang tersedia serta ketepatan asumsi-asumsi yang digunakan (Ritung
et al, 2011).
Untuk evaluasi lahan sendiri bertujuan untuk mengetahui potensi atau nilai
dari suatu areal untuk penggunaan tertentu. Evaluasi tidak terbatas hanya pada
penilaian karakteristik lingkungan, tetapi juga mencakup analisis-analisis
ekonomi, konsekuensi social, dan dampak lingkungan. Sehingga proyek evaluasi
lahan haruslah mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan
didalamnya, salah satunya bagaimanakah pengelolaan lahan sekarang dan apa
yang akan terjadi bila tindakan pengelolaan sekarang tetap atau tidak berubah
(Sitorus, 1985).
Salah satu usaha mengevaluasi lahan yakni dengan melakukan klasifikasi
kesesuaian lahan untuk penggunaan tertentu. Metode klasifikasi lahan ini berbeda-
beda, tergantung dari jenis penggunaan lahan yang telah direncanakan. Salah satu
sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang banyak digunakan adalah sistem USDA.
Sistem ini mengenal tiga kategori yaitu klas, subklas dan unit berdasarkan atas
kemampuan lahan tersebut untuk produksi pertanian secara umum tanpa
menimbulkan kerusakan dalam jangka Panjang (Hardjowigeno, 1987).
Parameter Kesesuaian Lahan

Rejim Temperatur
Temperature (suhu) udara merupakan tingkat (derajat) panas dan dingin
udara. Disetiap tempat temperature udara tidak selalu sama. Beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi tinggi dan rendahnya temperatur udara disuatu daerah,
yaitu : (1) arah datangnya sinar matahari, dimana semakin tegak sudut datang
matahari akan membuat energi panas yang diterima akan semakin besar, (2)
kecerahan cuaca, semakin cerah cuaca akan membuat energi yang sampai ke
permukaan bumi akan semakin banyak, (3) durasi penyinaran matahari (4) posisi
lintang, (5) ketinggian tempat, jika suatu daerah yang dekat dengan pantai maka
suhu udara didaerah tersebut akan semakin panas dan sebaliknya semakin dekat
dengan daerah penggunungan makan semakin dingin pula suhu udara. Hal
tersebut sesuai dengan teori Braak, dimana semakin kita naik 100 m, maka suhu
udara akan turun 0,61°C. Berikut rumus Braak :
Tx = 26,3°C – (0,01 X elevasi dalam meter X 0,6°C)
Dengan :
Tx : suhu udara pada ketinggian tempat (°C)
26,5°C : suhu udara rata-rata tahunan dipermukaan air laut
0,6°C : gradien suhu setiap kenaikan 100 m
(Sugiharyanto,2007).
Indonesia terletak tepat digaris katulistiwa, yang mana sinar matahari
didapatkan secara maksimal dan merata sepanjang tahunnya. Rata-rata suhu udara
di Indonesia setiap tahunnya adalah 27°C, untuk daratan rata-rata 28°C dan laut
sebesar 26,3°C. Semua diukur di atas permukaan air laut. Untuk setiap kenaikan
100 meter pada suhu normal akan mengalami penurunan sebesar 0,6°C, tetapi
untuk udara kering suhu udara dapat turun hingga 1°C setiap kenaikan 100
meternya (Purwantara,2011).
Suprapto (2001), dalam penelitiannya menyatakan bahwa tanaman jagung
dapat tumbuh baik dengan temperatur optimum 23°C - 27°C.
Reaksi Tanah (pH)
Istilah reaksi tanah sering digunakan untuk menyatakan reaksi asam basa
dalam tanah atau sering dikenal dengan istilah pH. Keasaman tanah digunakan
untuk mencirikan suatu kesesuaian tanaman terhadap tanaman tanah untuk
tumbuh secara optimal. pH merupakan singkatan dari potensial hydrogen dengan
skala 1-14 dalam menentukan keasaman, netral, atau kealkalian suatu tanah. Suatu
tanah dapat dikatakan masam apabila kepekatan ion hydrogen (H +) meningkat dan
pH tanah lebih kecil dari 7. Sebaliknya jika pH tanah itu lebih besar dari 7, maka
kepekatan akan ion hydrogen menyusut tetapi kepekatan akan ian hidroksil (OH -)
meningkat dan cenderung menjadi alkalin (basa). Dalam keadaan kepekatan ion
H+ dan OH- adalah sama (yaitu pH 7) maka keadaan pH tanah seperti itu
dinyatakan sebagai pH netral (Hardjowigeno, 1987).
Reaksi tanah yang harus diketahui adalah masam, netral atau alkalin. Hal
itu berdasarkan pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Reaksi tanah
yang menunjukkan sifat kemasaman atau alkalinitas tanah dinilai berdasarkan
konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan nilai pH. Bila dalam tanah ditemukan ion
H+ lebih banyak dari OH- , maka disebut masa (pH < 7). Sedangkan apabila ion
OH- lebih banyak disbanding ion H+ maka disebut basa (pH >7 ) (Hakim dkk,
1986). Pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan
kapur, respon tanah terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin
berlangsung dalam proses pembentukan tanah, dan lain-lain (Hardjowigeno,
2003).
Penyebab kemasanan tanah dipengaruhi oleh bahan induk tanah, reaksi
oksidasi terhadap mineral tertentu, bahan organic, dan pencucian basa-basa.
Tingkat keasaman tanah sangat penting karena mempengaruhi proses-proses yang
lain. Menurut Tan (1998), sejumlah proses tanah dipengaruhi reaksi tanah.
Banyak reaksi kimia dan biokimia tanah hanya dapat berlangsung pada reaksi
tanah spesifik. Pertumbuhan tanaman juga dipengaruhi oleh reaksi asam dalam
tanah, baik langsung maupun tidak langsung. Pengaruh tidak langsungnya
terhadap tanaman adalah melalui pengaruhnya terhadap kelarutan dan
ketersediaan hara tanaman. Secara langsung ion H+ dilaporkan mempunyai
pengaruh meracun terhadap tanaman jika terdapat dalam konsentrasi tinggi.
Tekstur Tanah
Tekstur merupakan perbandingan relative dari butir-butir pasir, debu dan
klei, yaitu partikel tanah yang diameter efektifnya ≤ 2 mm. Dalam pendapatnya
Hillel (1982) menanbahkan bahwa, tekstur tanah berhubungan erat dengan
pergerakan air dan zat terlarut, udara, pergerakan panas, berat volume tanah, luas
permukaan spesifik (specific surface), kemudahan tanah memadat
(compressibility) dan lain-lain. Berbagai Lembaga penelitian atau institusi
mempunyai kreteria sendiri untuk pembagian fraksi partikel tanah.
Tekstur menunjukkan sifat halus dan kasarnya butiran-butiran tanah.
Lebih khusus lagi, tekstur ditentukan oleh perbandingan antara kandungan pasir,
debu, dan klei yang terdapat dalam tanah. Dalam pengukuran tekstur tanah, kerikil
dan partikel yang lebih besar tidak diperhitungkan karena materi ini tidak
mengambil peranan penting dalam penentuan tekstur tanah (Hanafiah, 2005).

Drainase Tanah
Drainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau
keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenih air (Ritung, et al.,
2007). Selaras dengan hal tersebut, Hardjowigeno (2007), menambahkan bahwa
kelas drainase ditentukan di lapangan dengan melihat adanya gejala-gejala
pengaruh air dalam penampang tanah yang dapat dilihat dengan mengamati warna
tanah. Apabila tanah memiliki warna pucat atau kelabu kebiruan dapat
diindikasikan bahwa tanah tersebut masuk kedalam kelas drainase buruk.
Sedangkan tanah yang berwarna merah atau cokelat, menunjukkan bahwa tidak
ada air yang menggenang pada tanah tersebut sehingga tanah dapat dikategorikan
kedalam tanah yang memiliki drainase baik.
Suprapto (2001), mengatakan bahwa untuk tanaman jagung yang di tanam
pada tanah berat dengan kondisi drainase yang buruk perlu dibuat saluran drainase
yang cukup dekat letaknya dengan tanaman, karena tanaman jagung tidak tahan
terhadap genangan air dan dapat membuat akar tanaman jagung membusuk
apabila tidak dibuatkan sistem drainase yang baik.
Kapasitas Tukar Kation (KTK)
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat
hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan
organic atau kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir
(Hardjowogeno, 2003). Nilai KTK tanah sangat beragam dan bergantung pada
sifat dan ciri tanah itu sendiri. Hakim, et al (1986), menambahkan bahwa besar
kecilnya KTK tanah dipengaruhi oleh sifat dan ciri tanah yang antara lain : reaksi
tanah atau pH ; tekstur tanah atau jumlah liat; jenis mineral liat; bahan organic;
pengapuran dan pemupukan. Pada pH tanah yang rendah, KTK tanah akan relatif
rendah, karena liat dan bahan organik banyak menjerat ion-ion H+ atau Al3+.
Kation-kation yang terjerat dalam tanah akan dapat dilepaskan dari tanah dan
ditukar tempatnya oleh ion-ion H+ yang dilepaskan oleh akar tanaman. Kation-
kation yang berupa unsur hara itu kemudian larut dalam air tanah dan diisap oleh
tanaman.

Bahaya Erosi
Erosi adalah terangkatnya lapisan tanah atau sedimen karena tekanan yang
ditimbulkan oleh Gerakan angin tau air pada permukaan tanah atau dasar perairan
(Poerbandono et al., 2006). Pada lingkungan DAS, laju erosi dikendalikan oleh
kecepatan aliran air dan sifat sedimen. Faktor eksternal yang menimbulkan erosi
adalah curah hujan dan aliran air pada lereng DAS. Curah hujan yang tinggi dan
lereng DAS yang miring merupakan faktor utama yang membangkitkan erosi.
Tingkat Bahaya Erosi (TBE) adalah perkiraan jumlah tanah yang hilang
maksimum yang akan terjadi pada suatu lahan, bila pnegelolaan tanaman dan
tindakan konservasi tanah tidak mengalami perubahan. Analisis TBE secara
kuantitatif dapat menggunakan formula yang dirumuskan oleh Wischmeier dan
Smith (1978) berupa rumus Universal Soil Loss Equation (USLE).
Wischemeier dan Smith (1962) dalam (Hardjowigeno, 2007)
mengemukanan rumus pendugaan erosi (universal Soil Loss Equation) yang
berlaku untuk tanah-tanah di Amerika Serikat. Walaupun demikian rumus ini
banyak pula digunakan di negara lain, salah satunya di Indonesia. Saat ini telah
ada perbaikan terhadap rumus USLE yang di kenal dengan rumus RUSLE
(Revised universal Soil Loss Equatiton), tetapi dikarenakan memerlukan banyak
data yang sulit didapat maka rumus USLE masih tetap digunakan. Rumus USLE
tersebut adalah sebagai berikut: A=R-K-L-S-C-P
Dimana, A = Jumlah tanah yang hilang rata-rata setiap tahun (ton/ha/tahun)
R = Indeks daya erosi curah hujan (erosivitas hujan)
K = Indeks kepekaan tanah terhadap erosi (erodibilitas tanah)
LS = Faktor Panjang (L) dan curamnya (S) lereng
C = Faktor tanaman (vegetasi)
P = Faktor usaha-usaha pencegahan erosi
Lereng mempengaruhi erosi dalam kaitannya dengan kecuraman dan
panjang lereng. Lahan dengan kemiringan lereng yang curam (30-45%) akan
memiliki pengaruh gaya berat (gravity) yang lebih besar dibandingkan lahan
dengan kemiringan lereng agak curam (15-30%) dan landau (8-15%). Hal ini
disebabkan gaya berat semakin besar dengan semakin mirignya permukaan tanah
dari bidang horizontal. Gaya berat ini merupakan syarat mutlak terjadinya proses
pengikisan (detachment), pengangkutan (transportation), dan pengendapan
(sedimentation) (Wiradisastra, 1999).
Menurut Suprapto (2001), pada tanah dengan kelerengan kurang dari 8 %
masih dapat ditanami jagung dengan arah barisan melintang searah kemiringan
tanah, dengan maksud mencegah erosi tanah apabila terjadi hujan.

Kedalaman Efektif
Kedalaman efektif tanah adalah kedalaman dimana perakaran tanaman
masih bisa masuk kedalam tanah. Kedalaman tersebut umumnya dibatasi oleh
suatu lapisan penghambat, misalnya natu keras (bedrock), padas atau lapisan lain
yang mengganggu atau menghambat perkembangan perakaran, diukur dalam
(cm). Kedalaman tanah sampai pada lapisan kedap air akan menentukan aliran
laju air permukaan karena berpengaruh terhadap banyaknya air yang dapat diserap
oleh tanah. Dengan kata lain berkurangnya aliran permukaan akan mengurangi
pengikisan tanah dan secara langsung akan berpengaruh terhadap nilai erosi tanah
(Hardjowigeno, 2007).
Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Kesesuaian lahan dibagi menjadi dua yaitu kesesuaian lahan kualitatif dan
kesesuaian lahan kuantitatif. Keduanya dinilai secara actual dan potensial.
Kesesuaian lahan kualitatif adalah kesesuaian lahan yang hanya didasarkan pada
pengamatan kondisi fisik dilahan, tanpa memperhitungkan secara tepat produksim
masukan, dan keuntungan yang dapat diperoleh. Sedangkan kesesuaian lahan
kuantitatif adalah kesesuaian lahan yang tidak hanya didasarkan pada kondisi fisik
lahan, melainkan juga mempertimbangkan aspek ekonomi, dan cost-benefit
(Ritung et al, 2011).
Pada prinsipnya klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan dengan cara
memadukan antara kebutuhan tanaman atau persyaratan tumbuh tanaman dengan
karakteristik lahan. Oleh karena itu, klasifikasi ini sering juga disebut species
matching. Klas kesesuaian lahan terbagi menjadi empat tingkat, yaitu sangat
sesuai (S1), sesuai (S2), sesuai marjinal (S3) dan tidak sesuai (N). Sub Klas pada
klasifikasi kesesuaian lahan ini juga mencerminkan jenis penghambat. Ada tujuh
jenih penghambat yang dikenal, yaitu e (erosi), w (drainase), s (tanah), a
(kemasaman), g (kelerengan), sd (kedalaman tanah) dan c (iklim)
(Siswanto,2006).
Kesesuaian lahan actual adalah kesesuaian lahan berdasarkan data sifat
biofisik tanah atau sumber daya lahan sebelum lahn tersebut diberikan masukan-
masukan yang diperlukan untuk mengatasi kendala. Data biofisik tersebut berupa
karakteristik tanah dan iklim yang berhubungan dengan persyaratan tumbuh
tanaman yang dievaluasi. Kesesuaian lahan potensial menggambarkan kesesuaian
lahan yang akan dicapai apabila dilakukan usaha-usaha perbaikan. Lahan yang
dievaluasi dapat berupa hutan konversi, lahan terlantar atau tidak produktif, atau
lahan pertanian yang diproduktivitasnya kurang memuaskan tetapi masih
memungkinkan untuk dapat ditingkatkan bila komoditasnya diganti dengan
tanaman yang lebih sesuai (Ritung et al, 2007).
BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tanah. Tanah yang digunakan adalah tanah yang diambil dari areal
pertambangan
Bahan-bahan kimia. Bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis
sifat kimia dan fisika tanah sesuai dengan parameter yang diamati.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bor tanah. Bor tanah digunakan untuk mengambil sampel tanah terganggu.
Ring sampel. Ring sampel digunakan untuk mengambil sampel tanah tidak
terganggu.
Abney level. Digunakan untuk mengukur kelerengan lahan.
Meteran. Digunakan untuk mengukur Panjang lereng.
GPS. Digunakan untuk menyimpan koordinat lokasi pengambilan sampel.
Peralatan lapangan. Digunakan sebagai alat bantu kegiatan lapangan,
seperti spidol, kantong plastic, linggis, dan lain-lain.
Alat-alat laboratorium. Digunakan untuk kegiatan Analisa sampel di
laboratorium, seperti ayakan tanah, neraca analitik, pipet dan lain-lain.
Alat tulis. Alat tulis digunakan untuk mencatat data hasil pengamatan
dilapangan maupun di laboratorium.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan


metode survey. Setelah menentukan titik pengambilan contoh tanah dengan
metode acak sederhana (simple random sampling/SRS) secara representative
(mewakili) yang akan menentukan lokasi pengambilan sampel tanah terusik dan
tanah tidak terusik.
Pengumpulan data sekunder dilakukan secara time series dari hasil
laporan pemantauan lingkungan. Sementara untuk data sifat dan kimia dilakukan
pengambilan sampel tanah dan selanjutnya dianalisis di Laboratorium.

Pelaksanaan Penelitian

Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan April 2022.
Penelitian dilaksanakan di wilayah bekas tambang batubara . Pelaksanaan analisa
kimia dilakukan di Rumah Kaca Jurusan Tanah dan Laboratorium Kimia dan
Fisika Tanah Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat.

Pelaksanaan
Pengambilan sampel dan data lapangan. Sampel yang diambil meliputi
tekstur tanah, berat volume, pH tanah, Salinitas, KTK, N total, N total, C-Organik,
permeabilitas tanah. Data lapangan yang diambil berupa koordinat lokasi
pengambilan sampel.

Uji sampel tanah. Pengujian sampel tanah dilakukan dilaboratorium.


Adapun parameter yang diuji adalah tekstur tanah, berat volume, pH tanah,
Salinitas, KTK, N total, N total, C-Organik, permeabilitas tanah

Pengumpulan data sekunder Data sekunder yang dikumpulkan berupa data


erodibilitas tanah.

Pembuatan peta. Pembuatan peta dilakukan menggunakan software


ArcGIS, Garmin BaseCamp dan Global Mapper. Pembuatan peta dilakukan
dengan tujuan untuk memberikan gambaran tentang lokasi kegiatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bennema and Meester, T.D 1980. The role of soil erosion and land degradation in
the process of land evaluation. First draft. Rio de Janeiro. 54 pp.

Dariah, A., A. Abdurachman dan D. Subardja. 2010. Reklamasi lahan eks-


penambangan untuk perluasan areal pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan
Vol. 4 No. 1:1-12. ISSN 1907-0799.

Hakim., et al. 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.

Hanafiah dan Ali Keimas. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Raja Grofindo Persada.
Jakarta.

Hardjowigeno, S. 1987. Ilmu Tanah. Jakarta: PT Mediyatama Sarana Perkasa.

Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika


Pressindo.

Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.

Hillel, D. 1982. Introduction to Soil Rhysics. Academic Press., Inc. San Diego,
California.

Lingga, P. dan Marsono. 2013. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Jakarta: Penebar


Swadaya.

Purwantara, S. 2011. Studi Temperatur Udara Terkini di Wilayah di Jawa Tengah


dan DIY. Informasi, 37(2) : 167-179.

Purwono dan R. Hartono. 2005. Bertanam Jagung Unggul. Jakarta: Penebar

Swadaya.

Poerbandono, A., Basar, A. B., Harto., dan Rallyanti, P. 2006. Evaluasi Perubahan
Perilaku Erosi Daerah Aliran Sungai Citarum Hulu dengan Pemodelan
Spasial. J. Infrastuktur dan Lingkungan Binaan, II (2) :-

Risejet, R. 2013. Tambang Terbuka (Surface Mining).


Rachmatrisejet.blogspot.com. Diakses tanggal 5 Januari 2022.

Ritung et, al. 2011. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian.
BBSDLP, BPPP, Bogor. 166 hal.

Ritung, S., Wahyunto, Agus. F., Hidayat, H. 2007. Panduan Evaluasi Kesesuaian
Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan Lahan Kabupaten Aceh
Barat. Balai penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF),
Bogor, Indonesia.

Riwandi, M. Handajaningsih dan Hasanudin. 2014. Teknik Budidaya Jagung


dengan Sistem Organik di Lahan Marginal. Bengkulu: UNIB Press.

Rukmana, R. 1997. Usaha Tani Jagung. Yogyakarta: Kanisius.

Sheoran, V., A.S. Sheoran, and P. Poonia. 2010. Soil reclamation of abandoned
mine land by revegetation: A review. International Journal of Soil,
Sediment and Water, Vol. 3 [2010], Iss. 2, Art. 13 ISSN: 1940-3259.
Produced by The Berkeley Electronic Press

Sitorus, S. R. P 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung: TARSITO.

Siswanto. 2006. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Surabaya: UPN press.

Subowo, G. 2011. Penambangan Sistem Terbuka Ramah Lingkungan Dan Upaya


Reklamasi Pasca Tambang Untuk Memperbaiki Kualitas Sumber daya
Lahan Dan Hayati Tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan.Vol. 5 No. 2:83-94.

Sugiharyanto. 2007. Geografi dan Sosiologi. Yogyakarta: Yudhistira.

Suprapto, H.S. & Rasyid Marzuki, H.A. (2002). Bertanam Jagung. Penebar
Swadaya. Jakarta.

Suprapto, H. S. 2001. Bertanam Jagung. Jakarta: Penebar Swadaya.

Tan, K. H. 1998. Dasar-dasar Kimia Tanah. Gadjah Mada. Yogyakarta:


University Press.

Wischmeier, W. H., and Smith, D. D. 1978. Predicting Rainfal Erosion Losses –


A Guide to Conservation Planning. US Department of Agriculture.
Agriculture Handbook No. 537.

Wiradisastra. 1999. Geomorfologi dan Analisis Lanskap. Lab. Pengindraan Jauh


dan Kartografi Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian. IPB press, Bogor.

Anda mungkin juga menyukai