Anda di halaman 1dari 13

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA KELAS INKLUSI

DI SD NEGERI WIDORO KECAMATAN PENGASIH


KABUPATEN KULON PROGO

ARTIKEL JURNAL

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan


Universitas Negeri Yogyakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh
Erlis Riasti
NIM 11108241035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN PENDIDIKAN PRASEKOLAH DAN SEKOLAH DASAR
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
MEI 2015

i
ii
Implementasi Pendidikan Karakter...(Erlis Riasti) 1

IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA KELAS INKLUSI DI SD


NEGERI WIDORO KECAMATAN PENGASIH KABUPATEN KULON PROGO
IMPLEMENTATION CHARACTER EDUCATION AT INCLUSIVE CLASS IN SD NEGERI
WIDORO PENGASIH KULON PROGO
Oleh : Erlis Riasti, PPSD/PGSD, UNY
lieztia@gmail.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter pada kelas inklusi.
Aspek yang diamati meliputi pembelajaran, keteladanan, penguatan, dan pembiasaan. Penelitian ini merupakan
penelitian kualitatif dengan jenis studi kasus. Subjek penelitian ini adalah guru kelas V(SN). Pengumpulan data
yang digunakan adalah observasi berperan serta, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Data dianalisis
dengan menggunakan langkah-langkah reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik
pemeriksaan keabsahan data dengan menggunakan triangulasi teknik dan sumber. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa guru kelas V SD Negeri Widoro sudah menanamkan nilai-nilai karakter pada siswa di kelasnya melalui
pembelajaran, keteladanan, penguatan, dan pembiasaan. Pada pelaksanaan pembelajaran, guru menekankan
penanaman nilai karakter toleransi dan peduli. Hal tersebut dilakukan guru dalam pembelajaran dengan cara
menanamkan konsep melalui penjelasan, membahas isu moral, cerita, pembelajaran aktif, serta metode kerja
sama. Selain itu, guru juga memberikan keteladanan dalam sikap dan tindakan, memberi penghargaan, memberi
pendampingan individual serta membiasakan siswa berbaur dengan temannya yang berkebutuhan khusus, baik
di dalam kelas maupun di luar kelas.
Kata kunci: pendidikan karakter, kelas inklusi

Abstract

This research is aimed to describe implementation of character education at inclusive class. This research
is a qualitative case study. Aspects observed in implementation of character education includes learning,
modeling, reinforcing, and habituating. The subjects which is used in this research is teacher in fifth grade
class with initial SN. Informants in this study were headmaster and two students in the fifth grade class. The
data collection that is used in this study using observation, interview and documentation. Data is analyzed using
data reduction, data display, and making conclusion. Validity test of the data using triangulation source and
triangulation techniques. The results showed that teacher in the fifth grade at SD Negeri Widoro do character
education by learning, modeling, reinforcing, and habituating. In the learning, teacher give priority to value
tolerance and caring. Theacher did it with give the concept through explanation, discution moral issue, story,
active learning, and cooperative method. Beside that, teacher also give modeling, reward, individual
accompaniment and habituating the students interact with their friends that have special needs, in the class and
in the out of class.
Keywords : character education, inclusive class

PENDAHULUAN suatu sekolah. Hargio Santoso (2012: 18)


menyatakan bahwa pendidikan inklusi dipandang
Pemerintah telah menjamin hak warga
sebagai upaya memberdayakan individu yang
negara untuk mendapatkan pendidikan. Anak
mempunyai keragaman. Anak tidak lagi dibeda-
berkebutuhan khusus berhak mendapatkan
bedakan menurut label atau karakteristik
pendidikan untuk mengembangkan potensinya.
tertentu. Inklusi merupakan suatu proses untuk
Pendidikan inklusi memberi kesempatan kepada
merespon keragaman di antara semua individu
anak-anak berkebutuhan khusus untuk dapat
yang ada. Pendidikan inklusi dapat menjadi
belajar bersama dengan anak pada umunnya di
2 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 9 Tahun ke IV Mei 2015

sarana yang efektif dalam penanaman nilai-nilai pada pengembangan intelektual semata,
karakter. Hal ini sejalan dengan pernyataan sedangkan aspek nonakademik sebagai unsur
Hamid Muhammad : utama pendidikan karakter belum diperhatikan
“Bercampurnya anak dengan berbagai latar secara optimal. Guru terkesan mengejar target
belakang pendidikan, ekonomi, sosial,
terselesaikannya materi pembelajaran dan
budaya, dan karakteristik dalam lingkungan
sekolah inklusif, akan menumbuhkan pencapaian Kriteria Ketuntasan Minimal
semangat untuk peduli, kerja sama,
(KKM). Beberapa sekolah belum memberikan
menghargai perbedaan, dan saling
menghormati. Pernyataan ini diungkapkan perhatian pada pemenuhan kebutuhan akan
oleh Hamid Muhammad Direktur Jenderal
terbentuknya karakter yang baik. Penanaman
Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan (Kemdikbud), di Kendari, nilai-nilai karakter lebih banyak pada teori
Sulawesi Tenggara (Sultra), Jumat
pemahaman melalui penjelasan dan belum ada
(19/9/2014).
pembiasaan untuk melaksanakan secara
Lebih lanjut, dapat dijelaskan bahwa
berkelanjutan.
lingkungan sekolah inklusif dapat dijadikan
Hal tersebut menjadi salah satu sebab
tempat yang baik untuk menumbuhkan nilai-nilai
banyaknya siswa Sekolah Dasar (SD) yang
karakter siswa. Nilai-nilai karakter seperti
belum mencerminkan nilai-nilai karakter dalam
peduli, kerja sama, menghargai perbedaan, dan
tindakannya, misalnya tidak mengahargai
saling menghormati tersebut penting ditanamkan
keragaman yang dimiliki teman, kurangnya
dalam kehidupan sehari-hari, termasuk di
kepedulian terhadap sesama, memilih-milih
sekolah. Hal tersebut dianggap penting dengan
teman ketika berkelompok, rendahnya tanggung
alasan masih ada sebagian masyarakat yang
jawab individu dan kelompok, tindak kekerasan,
kurang bisa menghargai perbedaan. Dalam
serta adanya rasa curiga dan kebencian antar
konteks inklusi misalnya, banyak masyarakat
sesama. Beberapa permasalahan moral tersebut
yang memandang anak berkebutuhan khusus
sebagian terlihat ketika peneliti melakukan
memiliki kekurangan dan kecacatan.
Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di salah
Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
satu SD di Kecamatan Wates pada bulan
seharusnya mampu menanamkan nilai-nilai
Agustus-September 2014. Ada salah satu siswa
karakter tersebut kepada siswa. Namun
kelas 1 SD yang berbeda agama menutup telinga
realitanya pada praktik pendidikan di sekolah,
ketika teman yang beragama muslim berdoa
guru cenderung mengedepankan penguasaan
sebelum memulai pelajaran. Selain itu, ada siswa
aspek pengetahuan (hard skill) daripada aspek
kelas V SD yang tidak mau mengerjakan tugas
keterampilan dan sikap (soft skills), padahal
bersama karena ada temannya yang selalu
aspek soft skills merupakan unsur pembentukan
menggunakan bahasa Indonesia. Siswa juga
karakter siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat
saling ejek keadaan fisik, misalnya karena
Zubaedi (2011: 3) yang menyatakan bahwa
tubuhnya yang gendut. Perilaku memilih-milih
pendidikan di Indonesia lebih menitikberatkan
teman ketika berkelompok juga masih tampak
Implementasi Pendidikan Karakter .... (Erlis Riasti) 3

pada siswa SD. Siswa cenderung ingin menjadi salah satu sarana pemanusiaan dan
berkelompok dengan teman akrabnya (geng) pembudayaan. Kita ingin menciptakan sebuah
atau teman yang dianggapnya pintar secara lingkungan hidup yang menghargai hidup
kognitif. Ketika berkelompok pun ada siswa manusia, menghargai keutuhan dan keunikan
yang tidak mau bekerja di dalam kelompok ciptaan, serta menghasilkan sosok pribadi yang
karena mempercayakan tugasnya itu kepada memiliki kemampuaan intelektual dan moral
temannya. Ada juga siswa yang egois yang seimbang sehingga masyarakat akan
mengerjakan tugas kelompok sendirian. Hal ini menjadi semakin manusiawi. Sejalan dengan
diperkuat dengan hasil wawancara guru SD N pendapat tersebut, Novan Ardy Wiyani (2013:
Widoro pada tanggal 16 Oktober 2014 yang 98) menyatakan bahwa sekolah berfungsi
menegaskan bahwa pemasalahan tersebut kadang sebagai wahana transformasi nilai-nilai luhur
juga terjadi di SD N Widoro, meskipun hanya yang akan menentukan corak berpikir dan
terjadi pada beberapa siswa. berperilaku anak sesuai norma di masyarakat
Permasalahan karakter tersebut sejalan melalui pendidikan karakter.
dengan beberapa hal mengenai merosotnya Penanaman nilai-nilai karakter harus
karakter bangsa yang dinyatakan oleh Thomas dilaksanakan pada semua jenjang pendidikan.
Lickona (Barnawi dan M. Arifin, 2012: 12-14) Pada jenjang Sekolah Dasar (SD) porsinya
yaitu meningkatnya kekerasan remaja, mencapai 60% dibandingkan dengan jenjang
penggunaan bahasa dan kata-kata yang pendidikan lainnya agar nilai-nilai karakter lebih
memburuk/tidak baku, pengaruh kelompok mudah diajarkan dan melakat pada peserta didik
bermain yang kuat dalam tindak kekerasan, hingga dewasa (Sofan Amri,dkk 2011: 50).
meningkatnya perilaku yang merusak diri Lembaga pendidikan di tingkat sekolah dasar,
misalnya penggunaan narkoba, semakin termasuk sekolah dasar penyelenggara inklusi
kaburnya pedoman moral baik dan buruk, hendaknya menjadi tempat yang baik bagi
menurunnya etos kerja (belajar), rendahnya rasa pertumbuhan karakter siswa.
hormat pada orangtua dan guru, rendahnya Salah satu sekolah dasar di kecamatan
tanggung jawab individu dan kelompok, tidak Pengasih yang telah menyelenggarakan
jujur, serta adanya rasa curiga dan kebencian pendidikan inklusi adalah SD N Widoro.
antar sesama. Problem-problem tersebut tentu Berdasarkan hasil wawancara dengan Kepala SD
saja tidak bisa dilepaskan dari ranah afektif N Widoro pada tanggal 9 Oktober 2014
dalam pembentukan karakter terpuji di sekolah. didapatkan data bahwa SD N Widoro menerima
Penerapan pendidikan karakter di sekolah anak berkebutuhan khusus sejak tahun 2009 dan
dapat menjadi solusi untuk mengatasi memperoleh Surat Keputusan sebagai sekolah
permasalahan di atas. Doni Koesoema (2010: inklusi pada tahun 2013. Anak berkebutuhan
116) menyatakan bahwa pendidikan karakter khusus yang belajar di SD N Widoro di
yang diterapkan dalam lembaga pendidikan bisa antaranya adalah gangguan pendengaran,
4 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 9 Tahun ke IV Mei 2015

tunadaksa, tunagrahita, gangguan penglihatan sebagai setting penelitian karena di kelas tersebut
dan slow learner yang tersebar mulai dari kelas terdapat siswa yang beragam, termasuk adanya
satu hingga lima. Menurut hasil wawancara juga siswa berkebutuhan khusus.
didapatkan data bahwa anak berkebutuhan Metode Penelitian
khusus terbanyak berada di kelas V, yaitu ada Jenis Penelitian
anak tunagrahita, tunadaksa, dan anak dengan Penelitian ini menggunakan metode
gangguan penglihatan. penelitian kualitatif karena peneliti menyajikan
Mengenai pelaksanaan pendidikan karakter, data dalam bentuk kata-kata yang bersifat
kepala sekolah menuturkan bahwa SD N Widoro deskriptif.
berkomitmen dan berupaya untuk menerapkan Waktu dan Tempat Penelitian
pendidikan karakter dengan sebaik mungkin Waktu yang digunakan dalam penelitian ini
mengingat tujuan pendidikan bukan hanya untuk adalah bulan Februari-Maret. Tempat penelitian
menjadikan peserta didik cerdas secara adalah SD Negeri Widoro, kecamatan Pengasih,
intelektual tetapi juga berkarakter. Hal ini kabupaten Kulon Progo.
diperkuat dengan hasil wawancara dan observasi Subjek Penelitian
dengan Ibu SN guru kelas V SD Widoro pada Subjek (key informan) yang digunakan
tanggal 16 Oktober 2014. Berdasarkan hasil dalam penelitian ini adalah guru kelas V SD
wawancara dan observasi, didapatkan data Negeri Widoro berinisial SN. Informan dalam
bahwa guru telah menanamkan nilai-nilai penelitian ini adalah kepala sekolah dan dua
karakter baik terintegrasi dalam materi orang siswa kelas V.
pembelajaran atau di luar materi pembelajaran. Teknik Pengumpulan Data
Ibu SN menyatakan bahwa kepala sekolah selalu Teknik pengumpulan data yang digunakan
menekankan pada guru bahwa guru tidak hanya dalam penelitian ini adalah observasi,
mengajar tetapi juga mendidik. wawancara dan studi dokumentasi.
Berdasarkan paparan di atas dapat diketahui Teknik Analisis Data
bahwa SD Widoro merupakan sekolah inklusi Penelitian ini menggunakan teknik analisis
yang berkomitmen dan berupaya menerapkan model Miles and Huberman (Andi Prastowo,
pendidikan karakter. Peneliti tertarik untuk 2012: 241), yang terdiri dari tiga alur kegiatan
melakukan penelitian terhadap guru kelas V SD yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan
Widoro. Guru sebagai ujung tombak pelaksana kesimpulan.
pendidikan di sekolah, tentunya akan lebih HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
sering berinteraksi dengan siswa. Peneliti ingin Hasil Penelitian
mengetahui bagaimana cara guru dalam Implementasi Pendidikan Karakter melalui
menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa Pembelajaran
sebagai implementasi dari pendidikan karakter. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
Peneliti tertarik menjadikan kelas V SD Widoro dapat disimpulkan bahwa dalam menanamkan
Implementasi Pendidikan Karakter .... (Erlis Riasti) 5

konsep karakter pada siswa, guru menentukan kadang menggunakan cerita sebagai metode
nilai-nilai karakter yang menjadi prioritas untuk untuk menanamkan nilai-nilai karakter.
ditanamkan pada siswa. Guru menekankan pada Implementasi Pendidikan Karakter melalui
nilai karakter toleransi dan peduli. Guru Keteladanan
menjelaskan nilai-nilai karakter tersebut secara Berdasarkan data hasil observasi dan
terintegrasi dalam pembelajaran. Guru wawancara, dapat disimpulkan bahwa guru
menjelaskan dengan memberikan contoh menunjukkan keteladanan sikapnya dalam
kontekstual kepada siswa. Guru berupaya untuk menanamkan nilai-nilai karakter kepada siswa.
menggali materi pembelajaran dalam Guru menunjukkan sikap cinta dan rasa hormat
menanamkan konsep mengenai karakter kepada siswa. Hal tersebut ditunjukkan ketika
menghargai dan membantu. guru membimbing siswa dengan sabar dan
Guru berupaya memberikan contoh tindakan tlaten. Ketika meminta bantuan kepada siswa,
yang sesuai dan tidak sesuai dengan nilai-nilai guru menggunakan kata yang halus misalnya
karakter. Contoh tersebut merupakan contoh “tolong”. Guru juga memberikan kesempatan
kontekstual yang dekat dengan kehidupan siswa yang sama kepada siswa biasa dan siswa
dan terjadi di lingkungan rumah atau sekolah. berkebutuhan khusus untuk berpartisispasi di
Guru memberi contoh bentuk bantuan untuk kelas. Guru sering mendekati siswa
siswa tunadaksa misalnya membantu berkebutuhan khusus dan membantunya.
membelikan makanan di kantin dan membatu ke Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
kamar mandi. dapat disimpulkan bahwa guru berusaha
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, menunjukkan keteladanan dalam perilaku atau
dapat disimpulkan bahwa guru berusaha tindakannya. Guru juga menunjukkan tindakan
menciptakan pembelajaran yang membuat siswa peduli lingkungan dengan berpartisipasi dalam
aktif berpartisipasi di kelas seperti percobaan, kegiatan piket dan kegiatan kerja bakti di
diskusi, membuat produk, dan melakukan sekolah. Selain itu, guru juga memberi contoh
pengamatan di luar kelas. Guru juga tindakan peduli dengan cara memperhatikan
menggunakan metode kerja sama untuk kesulitan siswa, membimbing, dan memberi
membangkitkan sikap, kemauan, dan kebiasaan bantuan kepada siswa yang membutuhkan. Guru
siswa agar menampilkan nilai-nilai karakter. sering mendekati siswa berkebutuhan khusus dan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, membantunya.
dapat disimpulkan bahwa guru membahas Implementasi Pendidikan Karakter melalui
permasalahan siswa yang tidak sesuai dengan Penguatan
nilai-nilai karakter secara klasikal untuk Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
dijadikan pelajaran bagi semua siswa. Guru dapat disimpulkan bahwa penguatan dalam
pernah membahas isu moral di media massa bentuk penataan lingkungan dilakukan dengan
yang berkaitan dengan karakter. Guru kadang- adanya visi dan misi sekolah yang jelas. Selain
6 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 9 Tahun ke IV Mei 2015

itu, ada juga slogan atau poster bermuatan nilai- dipanggil ke ruang guru oleh Bu SN kemudian
nilai karakter yang dipajang di dalam kelas dan dinasihati, diberitahu kalau perbuatan itu tidak
di depan setiap kelas. Terdapat aturan di kelas V baik, dan memberi peringatan untuk tidak
SD N Widoro, aturan kelas tidak tertulis. mengulanginya lagi.
Peraturan tersebut dapat mendukung penerapan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
nilai-nilai karakter dalam implementasi dapat disimpulkan bahwa guru melakukan
pendidikan karakter. Sekolah menyediakan pemantauan karakter siswa selama pembelajaran
tempat sampah organik dan anorganik di setiap di kelas dan selama siswa berada di luar kelas
kelas agar siswa terbiasa untuk membuang saat istirahat. Selain itu, guru
sampah pada tempatnya. mengkomunikasikan permasalahan siswa yang
Sementara itu dalam penataan kelas, hal berkaitan dengan karakter kepada orangtua
yang menjadi perhatian adalah penempatan siswa, meskipun respon orangtua kurang baik.
siswa berkebutuhan khusus di dalam kelas. Ketika pembagian raport, selain menyampaikan
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, prestasi akademik siswa, guru juga shearing
dapat disimpulkan bahwa guru menentukan dengan orangtua siswa mengenai perilaku siswa
tempat duduk siswa. Siswa berkebutuhan khusus selama di sekolah. Guru meminta orangtua siswa
duduk berdampingan dengan siswa biasa. Ketika untuk melakukan pendampingan ketika siswa
belajar secara berkelompok, guru menempatkan berada di rumah.
siswa dalam kelompok yang berbeda agar siswa Implementasi Pendidikan Karakter melalui
dapat saling berbaur dan membantu temannya Pembiasaan
yang berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
Berdasarkan observasi dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa siswa dibiasakan untuk
penguatan yang dilakukan oleh guru misalnya menghargai dan mau berkelompok dengan siswa
mendukung perilaku siswa yang sesuai dengan berkebutuhan khusus selama di kelas. Selain itu,
nilai-nilai karakter. Guru mendukung perilaku siswa dibiasakan untuk menyayangi teman, tidak
siswa yang sesuai dengan nilai-nilai karakter membeda-bedakan dalam berkelompok,
dengan cara memberi penghargaan lisan atau memahami dan menghargai kemampuan
dalam bentuk nilai. Bentuk penguatan lain temannya. Siswa juga dibiasakan untuk tanggap
adalah guru mengoreksi siswa yang berbuat tidak dan mau membantu jika temannya ada yang
sesuai dengan nilai-nilai karakter berkaitan membutuhkan bantuan. Guru sering meminta
dengan sikap dan kebiasaan. Hal ini dilakukan siswa untuk mengajari temannya yang
dengan cara menegur, menasihati, dan berkebutuhan khusus.
memberikan hukuman yang mendidik. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara,
Selain itu, guru memberikan pendampingan dapat disimpulkan bahwa guru membiasakan
individual kepada siswa yang perilakunya tidak siswa untuk menerima dan tidak membeda-
sesuai dengan nilai-nilai karakter. Siswa bedakan teman selama di luar kelas. Hal tersebut
Implementasi Pendidikan Karakter .... (Erlis Riasti) 7

tampak ketika siswa biasa dapat bermain sejalan dengan pendapat Budiyanto (2005: 73-
bersama, bercanda, dan berbaur dengan 74) yang menyatakan bahwa toleransi memuat
temannya yang berkebutuhan khusus pada waktu unsur saling menghormati, menerima,
istirahat. Guru juga memberikan tugas kelompok penghormatan terhadap perbedaan,
di rumah agar siswa dapat berbaur dengan baik penghormatan terhadap kelompok minoritas, dan
meskipun tidak di lingkungan sekolah. terbuka. Sedangkan peduli memuat unsur cinta,
Pengelompokan ditentukan secara acak dengan peduli, dan kemurahan hati.
menempatkan siswa berkebutuhan khusus pada Guru menjelaskan dan mengaitkan setiap
kelompok yang berbeda. Pembiasaan peduli nilai karakter yang akan ditanamkan kepada
tampak ketika siswa bersedia membantu siswa, yaitu toleransi dan peduli ketika
temannya yang membutuhkan, terlebih pada pembelajaran. Selain itu, guru juga memberi
siswa berkebutuhan khusus. Hal ini ditunjukkan contoh setiap nilai karakter tersebut dalam
ketika siswa perhatian terhadap temannya yang kehidupan siswa. Hal ini sesuai dengan Jean
sedang sakit, menjenguk teman yang sakit. Piaget yang menyatakan bahwa siswa sekolah
Berkaitan dengan keberadaan BR (siswa dasar memasuki tahap operasional konkret
tunadaksa) bentuk bantuan yang sering diberikan sehingga dalam menguasai suatu pengetahuan
siswa adalah mengantar BR ke kamar mandi membutuhkan contoh nyata (Ritta Eka Izzati,
serta membelikan makanan. Guru juga 2008: 35). Guru memberi contoh bentuk peduli
membiasakan siswa untuk peduli lingkungan, terhadap siswa berkebutuhan khusus, khususnya
disiplin, religius, jujur, dan bertanggung jawab. siswa tunadaksa, misalnya membelikan makanan
Pembahasan di kantin dan mengantar ke kamar mandi.
Implementasi Pendidikan Karakter melalui Namun, di sisi lain bantuan tersebut dapat
Pembelajaran membuat siswa tergantung pada temannya. Hal
Guru menentukan nilai-nilai karakter yang ini tidak sesuai dengan Dedy Kustawan (2013:
menjadi prioritas untuk ditanamkan pada siswa 137-138) yang menyatakan bahwa aksesibilitas
di kelas inklusi, di antaranya adalah toleransi dan atau kemudahan disediakan untuk mewujudkan
peduli. Hal ini sejalan dengan pendapat Sofan kemandirian bagi semua orang termasuk orang
Amri, dkk (2011: 5) yang menjelaskan bahwa yang memiliki hambatan fisik. Oleh karena itu,
penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah bantuan sebagai kemudahan tersebut tentunya
harus berpijak pada nilai-nilai karakter dasar tidak selalu diberikan agar siswa bisa lebih
yang sesuai dengan kebutuhan, kondisi, dan mandiri.
lingkungan sekolah itu sendiri. Lebih lanjut, Sementara itu, guru juga menggunakan
toleransi diwujudkan dalam bentuk menerima, pembelajaran aktif dengan cara melibatkan siswa
menghormati, dan tidak membeda-bedakan. untuk berpartisipasi mengemukakan pendapat,
Sedangkan peduli diwujudkan dalam bentuk diskusi, percobaan, membuat produk, dan
cinta, kasih sayang dan mau membantu. Hal ini melakukan pengamatan di luar kelas. Hal ini
8 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 9 Tahun ke IV Mei 2015

sejalan dengan Novan Ardy (2013: 105) yang dilakukan guru dengan cara menentukan
menjelaskan bahwa dalam pendidikan karakter, prioritas nilai karakter, menjelaskan, memberi
guru dapat menuntun siswa agar terlibat aktif contoh, menggunakan pembelajaran aktif,
dalam pembelajaran. Metode kerja sama sering melibatkan siswa untuk bekerja sama, membahas
digunakan agar siswa dapat berbaur dengan permasalahan siswa, membahas isu moral, serta
temannya yang berkebutuhan khusus. Muchlas menggunakan metode cerita selama kegiatan
Samani (2013: 162-163) menegaskan bahwa pembelajaran. Guru menyampaikan setiap nilai
salah satu manfaat pembelajaran kooperatif atau yang akan ditanamkan dengan cara
kerja sama dapat meningkatkan kualitas mengintegrasikannya ke dalam setiap kegiatan
pembelajaran salah satunya dapat pembelajaran. Hal ini sesuai dengan Zubaedi
mengembangkan karakter siswa seperti (2011:137) yang menjelaskan bahwa pendidikan
kemandirian, berani mengemukakan pendapat, karakter yang diterapkan di sekolah tidak
tanggung jawab, toleransi, dan sebagainya. diajarkan melalui pelajaran khusus. Namun
Dalam mengembangkan sikap mencintai dilaksanakan melalui keseharian pembelajaran
perbuatan baik ketika pembelajaran, guru yang sudah berjalan di sekolah.
membahas permasalahan siswa, membahas isu Implementasi Pendidikan Karakter melalui
moral, dan menggunakan metode bercerita. Guru Keteladanan
membahas permasalahan siswa yang tidak sesuai Guru memberikan keteladanan sikapnya,
dengan nilai karakter untuk dijadikan pelajaran yaitu menunjukkan rasa cinta, menerima dengan
bagi semua siswa. Guru juga membahas isu senang hati, berlaku adil atau tidak membeda-
moral di media massa yang berkaitan dengan bedakan, dan menghargai potensinya.
karakter. Hal ini sejalan dengan pendapat Sofan Keteladanan yang diberikan guru dilakukan
Amri, dkk (2011: 90) yang menjelaskan bahwa secara berulang-ulang. Hal ini sesuai dengan
penanaman nilai dapat dilakukan dengan cara pernyataan Darmiyati Zuchdi (2011: 179) yang
mendorong siswa berpikir aktif tentang masalah menjelaskan bahwa proses pengembangan
moral yang ada di sekeliling siswa, misalnya karakter memerlukan model, teladan, dan contoh
mengajak siswa berdiskusi tentang masalah- konkret yang konsisten, khususnya dari mereka
masalah moral. Selain itu, guru menggunakan yang menjadi panutan para peserta didik.
cerita sebagai metode untuk menanamkan nilai- Guru menunjukkan keteladanan dalam
nilai karakter. Cerita merupakan cara alami perilaku atau tindakannya. Berkaitan dengan
untuk mengikat dan mengembangkan sisi emosi keberadaan siswa berkebutuhan khusus di
dari sebuah karakter anak (T. Lickona, 2012: kelasnya, guru memberi contoh tindakan peduli
125). dengan cara memperhatikan kesulitan siswa,
Guru berupaya untuk menanamkan nilai- membimbing, dan memberi bantuan kepada
nilai karakter, khususnya nilai toleransi dan siswa yang membutuhkan. Melalui model atau
peduli melalui pembelajaran. Hal tersebut keteladanan, diharapkan siswa akan meniru dan
Implementasi Pendidikan Karakter .... (Erlis Riasti) 9

menerapkan sikap serta perilaku guru dalam sesuai dengan nilai-nilai karakter. Bentuk
kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan penguatan lain adalah guru mengoreksi siswa
pernyataan Mumpuniarti (2012: 254) yang yang berbuat tidak sesuai dengan nilai-nilai
menyatakan bahwa siswa di sekolah dasar karakter berkaitan dengan sikap dan kebiasaan.
inklusi memerlukan suatu contoh nyata yang Hal ini dilakukan dengan cara menegur,
mendorong tingkah lakunya mengidentifikasi menasihati, dan memberikan hukuman yang
dengan contoh. Selain itu, guru juga memberikan mendidik. Penguatan sikap positif dan negatif
keteladanan peduli lingkungan, disiplin, merupakan salah satu cara untuk menanamkan
tanggung jawab, jujur, dan religius. nilai karakter (Sofan Amri, dkk 2011: 89).
Guru memberikan keteladanan dalam sikap Guru memberikan pendampingan individual
dan tindakannya sebagai contoh nyata penerapan kepada siswa apabila tindakannya tidak sesuai
nilai-nilai karakter yang ditanamkan di kelas dengan nilai-nilai karakter. Hal tersebut sesuai
inklusi. Hal ini sejalan dengan Doni Koesoema dengan pendapat Doni Koesoema (2010: 231)
(2010: 214) yang menyatakan bahwa yang menyatakan bahwa pendampingan
keteladanan menjadi salah satu hal klasik bagi individual, dilakukan tahap demi tahap, dan
berhasilnya pendidikan karakter. mengangkatnya sebagai keprihatinan seluruh
Implementasi Pendidikan Karakter melalui kelas merupakan cara guru dalam praktik
Penguatan pendidikan karakter.
Hal yang menjadi perhatian peneliti dalam Guru mengkomunikasikan permasalahan
penataan kelas adalah penempatan siswa siswa yang bertindak diskriminasi dan menyakiti
berkebutuhan khusus di dalam kelas. Siswa temannya. Namun pelaksanaannya tidak secara
berkebutuhan khusus duduk berdampingan tatap muka, hanya melalui pesan kepada siswa
dengan siswa biasa. Hal ini dilakukan agar siswa sehingga komunikasi berjalan belum efektif. Hal
dapat menerima, menghargai, saling membantu ini ditunjukkan dengan respon orangtua yang
dan bekerja sama dengan temannya yang kurang baik ketika guru menyampaikan perilaku
berkebutuhan khusus. Temuan peneliti tersebut salah satu siswa yang menyakiti RZ (siswa
sesuai dengan pernyataan Doni Koesoema tunagrahita).
(2010: 231) yang menjelaskan bahwa guru Guru berupaya menerapkan penguatan
semestinya membantu setiap siswa untuk saling dalam bentuk penataan lingkungan, penguatan
menghargai satu sama lain, memandang yang langsung berupa pujian, nasihat, dan
lain sebagai pribadi yang unik, memiliki rasa pendampingan individual, serta komunikasi
hormat, saling mengasuh satu sama lain, dan dengan orang tua. Hal ini sejalan dengan Ajat
menjadi bagian serta bertanggung jawab dalam Sudrajat (2011: 54) yang menyatakan bahwa
kelompok. nilai-nilai karakter harus diperkuat dengan
Selanjutnya, penguatan oleh guru dilakukan penataan lingkungan, kegiatan-kegiatan di
dengan cara mendukung perilaku siswa yang
10 Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar Edisi 9 Tahun ke IV Mei 2015

lingkungan sekolah, dan pelibatan keluarga atau dilakukan malalui tutor sebaya ketika
masyarakat. pembelajaran. Selain itu, kepedulian siswa juga
Implementasi Pendidikan Karakter melalui tampak ketika mereka berkelompok. Interaksi
Pembiasaan dalam kelompok terjalin dengan baik. Mereka
Guru membiasakan siswa untuk berbaur saling bekerja sama dan saling membantu dalam
dengan temannya yang berkebutuhan khusus. kelompoknya. Sejalan dengan hal tersebut,
Hal tersebut dilakukan dengan cara mengatur Hargio Santoso (2012: 29) menyatakan bahwa
posisi tempat duduk siswa. Siswa berkebutuhan model pembelajaran untuk saling bekerja sama,
khusus duduk berdampingan dengan siswa biasa saling mengajar, dan aktif berpartisipasi tepat
dan selalu berganti-ganti. Selain itu, siswa juga diterapkan dalam kelas inklusif. Semua anak
dibiasakan untuk menerima temannya ketika berada di satu kelas bukan untuk berkompetisi,
berkelompok. Temuan peneliti tersebut tetapi untuk saling bekerja sama dan saling
merupakan bentuk nilai toleransi yang tumbuh belajar dari yang lain.
melalui pembiasaan di kelas dalam pelaksanaan Pembiasaan peduli juga tampak ketika siswa
pendidikan inklusi. Hal ini sesuai dengan bersedia membantu temannya yang
pendapat Hargio Santoso (2012: 24) yang membutuhkan, terlebih pada siswa berkebutuhan
menyatakan bahwa pendidikan inklusi adalah khusus. Hal ini ditunjukkan ketika siswa mau
hak asasi dan ini merupakan pendidikan yang membantu temannya yang berkebutuhan khusus
baik untuk meningkatkan toleransi sosial. ketika istirahat. Bentuk bantuan yang sering
Guru membiasakan siswa untuk menerima diberikan siswa adalah mengantar BR ke kamar
dan tidak membeda-bedakan teman. Hal tersebut mandi serta membelikan makanan. Bantuan yang
tampak ketika siswa biasa dapat bermain diberikan kepada siswa tunadaksa seharusnya
bersama, bercanda, dan berbaur dengan tidak dilakuan secara terus-menerus, dalam arti
temannya yang berkebutuhan khusus pada waktu bantuan diberikan ketika siswa membutuhkan
istirahat. Hal ini sejalan dengan pendapat Hargio saja. Sementara itu, ada beberapa kegiatan di
Santoso (2012: 24) yang menyatakan bahwa luar kelas untuk membiasakan siswa agar
dalam pendidikan inklusi ditekankan pada menampilkan nilai karakter peduli lingkungan,
pengembangan kesadaran sosial, termasuk di disiplin, jujur, religius, dan bertanggung jawab.
dalamnya pengembangan kontak dan komunikasi Pembiasaan yang diterapkan di kelas
di antara siswa. maupun di luar kelas cukup mendukung siswa
Selain itu, siswa dibiasakan untuk untuk melaksanakan nilai-nilai karakter. Hal ini
menyayangi, tanggap dan mau membantu jika sesuai dengan Mumpuniarti (2012: 254) yang
temannya ada yang membutuhkan bantuan, menjelaskan bahwa pembiasaan merupakan
terlebih temannya yang berkebutuhan khusus. kondisi yang memungkinkan selalu
Guru meminta siswa untuk membantu kesulitan memunculkannya perilaku yang dipandang
temannya yang berkebutuhan khusus. Hal ini bernilai karakter.
Implementasi Pendidikan Karakter .... (Erlis Riasti) 11

KESIMPULAN Dedy Kustawan. (2013). Manajemen Pendidikan


Inklusif: Kiat Sukses Mengelola
Berdasarkan hasil penelitian dan
Pendidikan Inklusif di Sekolah Umum dan
pembahasan, dapat disimpulkan bahwa guru Kejuruan. Jakarta: PT Luxima Metro
Media.
kelas V SD Negeri Widoro sudah menanamkan
Doni Koesoema A. (2010). Pendidikan
nilai-nilai karakter pada siswa di kelasnya Karakter: Strategi Mendidik anak di
ZamanGlobal. Jakarta: Grasindo.
melalui pembelajaran, keteladanan, penguatan,
Hamid Muhammad. (2014). “Pendidikan Inklusif
dan pembiasaan. Guru menekankan pada Jadi Sarana Edukatif Pendidikan
Karakter”. Diambil dari
penanaman nilai karakter toleransi dan peduli.
http://kemdikbud.co.id/node/2345, pada
Pada pelaksanaan pembelajaran, guru tanggal 09 Oktober 2014 pukul 12.35.
Hargio Santoso. (2012). Cara Memahami dan
menanamkan konsep toleransi dan peduli
Menididk Anak Berkebutuhan Khusus.
melalui penjelasan, membahas isu moral, cerita, Yogyakarta: Gosyen Publishing.
Lickona, Thomas. (2012). Mendidik untuk
pembelajaran aktif, serta metode kerja sama.
Membentuk Karakter: Bagaimana Sekolah
Guru juga memberi keteladanan bentuk toleransi dapat Memberikan Pendidikan tentang
Sikap Hormat dan Tanggung Jawab.
dan peduli melalui sikap dan tindakan, baik
Penerjemah: Juma Abdu Wamanungo.
dalam pembelajaran atau di luar pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Muchlas Samani dan Hariyanto. (2013). Konsep
Sementara itu, penguatan dilakukan guru dengan
dan Model Pendidikan Karakter. Bandung:
cara penataan tempat duduk siswa, memberi PT Remaja Rosdakarya.
Mumpuniarti. (2012). “Pembelajaran Nilai
pujian kepada siswa yang menunjukkan sikap
Keberagaman dalam Pembentukan
toleransi/peduli, dan memberi pendampingan Karakter Siswa di sekolah dasar Inklusi.”
Jurnal Pendidikan Karakter. (Nomor 3
individual kepada siswa yang bertindak
tahun 2). Hlm. 248-257.
diskriminasi. Pembiasaan dilakukan dengan Novan Ardy W. (2013). Konsep Praktik dan
Strategi Membumikan Pendidikan
membiasakan siswa berbaur dengan temannya
Karakter di Sekolah Dasar. Yogyakarta:
yang berkebutuhan khusus di dalam kelas Ar- Ruzz Media.
Ritta Eka Izzati, dkk. (2008). Perkembangan
maupun di luar kelas.
Peserta Didik. Yogyakarta: UNY Press.
DAFTAR PUSTAKA Sofan Amri, dkk. (2011). Implementasi
Pendidikan Karakter dalam Pembelajaran
Ajat Sudrajat. (2011). “Mengapa Pendidikan
“Strategi Analisis dan Pengembangan
Karakter.” Jurnal Pendidikan Karakter
Karakter Siswa dalam Proses
(Nomor 1 tahun 1). Hlm. 47-58.
Pembelajaran. Jakarta: Prestasi Pustaka.
Andi Prastowo. (2012). Metode Penelitian
Zubaedi. (2011). Desain Pendidikan Karakter:
Kualitatif dalam Perspektif Rancangan
Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Penelitian. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Pendidikan. Jakarta: Kencana.
Barnawi, dan M. Arifin. (2012). Strategi dan
Kebijakan Pembelajaran Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Budiyanto. (2005). Pengantar Pendidikan
Inklusif Berbasis Budaya Lokal. Jakarta:
Depdiknas.
Darmiyati Zuchdi. (2011). Pendidikan Karakter
dalam Perspektif Teori dan Praktik.
Yogyakarta: UNY Press.

Anda mungkin juga menyukai