Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI 2
I. PENDAHULUAN 3
1.1. Pendahuluan / Dasar Teori 3
1.1.1. Thrifting 3
1.1.2. Industri Tekstil di Indonesia 3
1.2. Latar Belakang 4
II. IDENTIFIKASI MASALAH 6
2.1. Situation 6
2.2. Complication 6
2.3. Question 7
2.4. Problem Statement 7
III. ANALISIS 8
3.1. Industri Tekstil di Indonesia Terhambat, Impor Baju Bekas bukan
Satu-satunya Faktor 8
3.2. Pemerintah sebagai Peran Kunci dalam Menentukan Kebijakan untuk
mengatasi Terhambatnya Industri Tekstil Indonesia 9
3.3. Menjembatani Interest Pemangku Kepentingan 11
3.4. Industri Tekstil di Indonesia : Peluang Teknologi dan Tantangan
Menembus Pasar 12
IV. SOLUSI 14
4.1. Opsi Solusi 14
4.2. Proposed Solution 15
4.2.1. Mengefektifkan Eksekusi Permendag 15
4.2.2. Program TriTExtile 15
V. KESIMPULAN 18
DAFTAR PUSTAKA 19
LAMPIRAN 20
Lampiran 1. Lembar Orisinalitas Karya 20
I. PENDAHULUAN

1.1. Pendahuluan / Dasar Teori


1.1.1. Thrifting
Thrifting merupakan kegiatan membeli atau mencari barang-barang bekas
dengan tujuan untuk dipakai kembali. Thrifting menjadi kegiatan yang cukup hits
dan banyak diminati, terutama oleh kalangan anak muda. Karena itu, banyak
pelaku bisnis memanfaatkan kegiatan ini dengan membuka usaha thrifting [1].
Barang-barang yang dijual di toko thrift biasanya berasal dari luar negeri
dan merupakan barang donasi atau barang koleksi pribadi yang masih layak pakai.
Barang-barang ini ditawarkan dengan harga yang sangat murah, bahkan bisa
mendapatkan barang-barang branded dengan harga terjangkau. Barang-barang
thrift juga memiliki keunikan dan variasi yang tidak biasa seperti selera pasar saat
ini [2].
Thrifting juga memiliki manfaat bagi lingkungan, karena dapat
mengurangi limbah tekstil dan mendukung gerakan zero waste. Thrifting juga
dapat membantu menghemat pengeluaran dan menumbuhkan kreativitas dalam
berbusana [3].
1.1.2. Industri Tekstil di Indonesia
Industri tekstil adalah industri yang bergerak di bidang produksi dan
pengolahan bahan-bahan tekstil, seperti serat, benang, kain, dan pakaian. Industri
tekstil memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia, karena
memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), ekspor, dan
penyerapan tenaga kerja. Industri tekstil juga merupakan salah satu sektor
prioritas dalam Peta Jalan Making Indonesia 4.0, yang bertujuan untuk
meningkatkan daya saing dan inovasi dengan memanfaatkan teknologi digital [4].
PDB industri tekstil dan pakaian jadi meningkat hingga 9,34% pada 2022, yang
mana peningkatan tersebut merupakan yang tertinggi kedua dalam satu dekade
terakhir [5].
Gambar 1. Perkembangn PDB Tekstil di Indonesia

Industri tekstil di Indonesia terdiri dari berbagai subsektor, mulai dari


industri serat dan benang, pemintalan, pertenunan dan perajutan, percetakan atau
pengecapan, hingga industri pakaian jadi. Seluruh produk subsektor ini disebut
sebagai Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Industri TPT memiliki struktur yang
terintegrasi dari hulu hingga hilir, serta semakin kompetitif dengan tingginya
permintaan dari pasar domestik maupun internasional [4].
Industri tekstil di Indonesia juga menghadapi berbagai tantangan dan
peluang di era globalisasi dan digitalisasi. Beberapa tantangan yang dihadapi
antara lain adalah persaingan dengan produk impor, ketersediaan bahan baku dan
energi, serta isu lingkungan dan keberlanjutan. Untuk mengatasi tantangan ini,
pemerintah dan pelaku industri melakukan berbagai upaya, seperti memberikan
insentif potongan harga mesin, mendorong perluasan akses pasar,
merestrukturisasi mesin dan peralatan dengan teknologi 4.0, serta menerapkan
konsep ekonomi sirkular melalui sustainable textile and fashion [6].

1.2. Latar Belakang


Thrifting atau bisnis pakaian bekas impor tengah menjadi sorotan
pemerintah. Presiden Joko Widodo mengeluarkan larangan terhadap bisnis
thrifting, karena bisnis itu dinilai merugikan industri tekstil lokal. Larangan ini
sebenarnya sudah ada sejak tahun 2022, pakaian bekas sudah termasuk barang
yang tidak boleh diimpor sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor
40 Tahun 2022 yang merupakan perubahan dari Peraturan Menteri Perdagangan
No 18/2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor. Tujuan
dari regulasi ini adalah untuk melindungi usaha mikro, kecil, dan menengah
(UMKM) yang kehilangan pasar karena bersaing dengan pakaian bekas impor.
Pasar industri tekstil dan pakaian nasional tidak dapat berkembang optimal.
Penyerapan tenaga kerja juga tidak maksimal. Hal ini berdampak pada kontribusi
industri tekstil terhadap pertumbuhan ekonomi yang menjadi terbatas.
Meskipun pemerintah telah melarang impor pakaian bekas, penyelundupan
pakaian bekas masih sering terjadi. Sepanjang tahun 2022, Direktorat Jenderal
Bea Cukai telah mengamankan 234 impor pakaian bekas. Dari jumlah itu, ada
6.177 ball pakaian bekas yang disita. Pemerintah juga telah beberapa kali
memusnahkan pakaian bekas impor di Indonesia. Misalnya, pada Maret 2023,
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memusnahkan pakaian bekas impor di
Pekanbaru, Riau dan Mojokerto, Jawa Timur. Pakaian bekas yang masih dimiliki
oleh importir dan menjadi barang bukti impor ilegal dapat dimusnahkan. Namun,
pakaian bekas yang sudah beredar dan diperdagangkan oleh UMKM tidak perlu
disita dan dimusnahkan, kecuali pemerintah dapat memberikan ganti rugi.
Industri tekstil lokal menghadapi banyak kendala. Selain sulit menembus
pasar ekspor yang lebih besar, produk tekstil lokal juga kalah saing dengan produk
impor di pasar dalam negeri. Meskipun ekspor tumbuh, pada saat yang sama
impor produk tekstil juga ikut tumbuh hingga tiga kali lipatnya. Masalah lain
muncul dari impor tekstil yang dinilai terlalu direlaksasi lewat fasilitas Pusat
Logistik Berikat (PLB) dan post border. Selain itu, impor ilegal yang dilakukan
oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab juga ikut menambah hambatan
yang dirasakan oleh industri tekstil lokal.
II. IDENTIFIKASI MASALAH

Pada bagian pemaparan masalah ini, kerangka kerja SCQ terdiri dari
Situation, Complication, Question, dan diakhiri dengan Problem Statement.
Penggunaan SCQ framework ini bertujuan untuk menyusun informasi secara
sistematis sehingga penulisan menjadi lebih jelas dan komprehensif.

2.1. Situation
Industri tekstil dalam negeri mengalami tantangan berupa maraknya impor
barang tekstil bekas. Hal ini mengakibatkan peralihan pangsa pasar yang kini
dikuasai oleh pakaian bekas impor sehingga usaha tekstil lokal (baik
manufacturer, distributor, maupun seller) mengalami penurunan revenue.
Dilandasi permasalahan di atas, pemerintah menerapkan kebijakan
Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No 18/2021 tentang Barang
Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor (Permendag Nomor 40 Tahun 2022)
yang menyatakan bahwa pakaian bekas dilarang untuk diimpor. Dengan
diterapkannya peraturan ini, pemerintah berharap untuk dapat mengembalikan
penguasaan pangsa pasar tekstil oleh industri dalam negeri, khususnya untuk
memicu tumbuh-kembang UMKM tekstil lokal.
2.2. Complication
Terdapat tiga major stakeholders pada penerapan kebijakan: Pemerintah
RI, usaha tekstil lokal, dan pelaku existing usaha thrifting impor; kepentingan dari
masing-masing ketiga pihak tersebut memicu conflict-of-interest yang perlu
disolusikan. Landasan diterapkannya kebijakan larangan impor barang bekas
adalah objektif pemerintah pusat untuk memacu tumbuh-kembang UMKM
Indonesia (e.g. Program PEN) dan perluasan lapangan kerja (e.g. UU Cipta Kerja)
[7][8]. Pemerintah perlu melindungi kesuksesan UMKM tekstil dalam negeri dari
popularitas barang tekstil impor tanpa mengganggu keberjalanan usaha thrifting
dalam negeri yang terancam akibat penerapan Permendag Nomor 40 Tahun 2022.
Penerapan kebijakan tersebut juga memicu munculnya kasus-kasus
penyelundupan pakaian bekas.
2.3. Question
Berdasarkan penjabaran pada bagian situation dan complication, berikut
adalah pertanyaan mengenai efektifivitas kebijakan larangan impor baju bekas.
● Apakah dengan ditegakkannya aturan mengenai larangan impor baju bekas
dapat menghasilkan dampak yang signifikan terhadap perkembangan
industri tekstil lokal?
● Apa langkah yang harus diambil oleh pemerintah untuk meningkatkan
perkembangan industri tekstil lokal di tengah tren impor barang tekstil di
Indonesia?
2.4. Problem Statement
Problem statement yang dapat diajukan berdasarkan Situation,
Complication, dan Question di atas adalah,

“Bagaimana dampak dari larangan impor baju bekas terhadap


perkembangan industri tekstil lokal di Indonesia dan apa langkah yang
harus diambil oleh pemerintah untuk mendukung industri tersebut di
tengah tren impor barang tekstil?”
III. ANALISIS

3.1. Industri Tekstil di Indonesia Terhambat, Impor Baju Bekas


bukan Satu-satunya Faktor

Gambar 2. Issue Tree Analysis

Permasalahan utama yang dihadapi oleh industri tekstil di Indonesia


adalah perkembangan yang tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara
lain. Menurut data World Bank, nilai tambah industri tekstil Indonesia hanya
tumbuh sebesar 2,8 persen pada tahun 2022, lebih rendah daripada Vietnam (9,3
persen), Bangladesh (8,6 persen), dan India (4,5 persen).
Permasalahan turunan yang menyebabkan perkembangan industri tekstil
rendah dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu aktivitas impor pakaian bekas,
ketidakmampuan bersaing dengan produk impor, dan rendahnya serapan pasar
domestik.
Aktivitas impor pakaian bekas dapat menimbulkan dua permasalahan:
pelanggaran aturan impor dan impor non prosedural, yang berdampak pada
kerugian industri tekstil lokal dalam bentuk penurunan produksi, penjualan, dan
pendapatan, serta dapat menyebabkan dampak lingkungan dan kesehatan.
Ketidakmampuan bersaing dengan produk impor disebabkan oleh kualitas
produk lokal yang kurang bersaing, kurangnya dukungan pemerintah, dan kendala
dalam infrastruktur, teknologi, bahan baku, modal usaha, dan SDM. Faktor-faktor
ini memengaruhi daya saing industri tekstil lokal.
Rendahnya serapan pasar domestik terjadi karena konsumen beralih ke
produk impor dan karena produk lokal kurang memiliki kualitas, variasi, dan
inovasi yang sesuai dengan selera pasar. Data BPS menunjukkan peningkatan
volume dan nilai impor produk tekstil, menunjukkan preferensi konsumen
terhadap produk impor. Produk lokal perlu meningkatkan daya tarik dan
diferensiasi untuk memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri.

3.2. Pemerintah sebagai Peran Kunci dalam Menentukan


Kebijakan untuk mengatasi Terhambatnya Industri Tekstil
Indonesia
Berikut adalah gambar stakeholder matrix dari penerapan kebijakan
larangan impor pakaian tekstil bekas.

Gambar 3. Stakeholder Matrix


Berikut adalah tabel penjabaran power-interest (1-10) dari masing-masing
stakeholders.

Gambar 4. Stakeholder Power-Interest

Seperti pada tabel di atas, ketiga stakeholders dipetakan berdasarkan


power (kuasa) dan interest (minat). Pemerintah memiliki power-interest tertinggi
sebagai kreator kebijakan yang direncanakan dapat mampu mengatasi isu
ekonomi negara. Pelaku usaha TPT lokal dan usaha thrifting impor dipetakan
memiliki tingkat minat yang sama namun dengan nilai power pelaku usaha TPT
lokal lebih tinggi yang dilandasi pertimbangan berikut.
● Penerapan Permendag No. 40 Tahun 2022 ditujukan untuk menjaga
tumbuh-kembang dan stabilitas industri TPT lokal dari kompetisi barang
bekas luar negeri. Didapati bahwa pada 2021 (penerapan Permendag No
18/2021) sampai 2022 (penerapan Permendag No 40/2022), impor barang
tekstil bekas meningkat dari 7,39 ton ke 26,22 ton (+255%) [9].
● Selain kompetisi dari barang impor, industri tekstil lokal juga sedang
mengalami surutnya pendapatan dari berkurangnya operasi ekspor. Valuasi
ekspor produk tekstil mengalami penurunan sebesar 28% (yoy) di 2022,
dan volume ekspor turun 15% pada kuartal 1 2023 dibandingkan dengan
kuartal 1 2022 [10]. Kelesuan ekspor inilah yang mengakibatkan
kecenderungan pemerintah untuk lebih memihak industri TPT lokal.
● Meskipun keberlangsungan existing import thrifting businesses terancam,
mereka masih memiliki opsi untuk mengubah pendekatan penjualan. Salah
satu caranya adalah dengan memasarkan produk tekstil lokal bekas.
Mereka juga tetap dapat mengedarkan dan menjual tekstil impor bekas
yang diperoleh sebelum penerapan Permendag No 40/2022.
3.3. Menjembatani Interest Pemangku Kepentingan
Berdasarkan pengumpulan peluang dan masalah pada bagian sebelumnya,
value proposition analysis (VPA) dilakukan untuk mengidentifikasi potensi
kebutuhan masing-masing stakeholders.

Gambar 5. Value Proposition Analysis

Ketiga stakeholders dipetakan berdasarkan tiga area value yang diajukan:


finansial, legal, dan stabilitas. Hasil analisis menunjukkan bahwa pada aspek
keuangan, pemerintah telah memicu kelonggaran kompetisi bagi usaha tekstil
lokal. Permasalahan finansial dirasakan oleh usaha thrifting business yang merasa
perlu untuk menerima bantuan dan pemberdayaan akibat penerapan kebijakan.
Pada aspek legal, usaha TPT lokal dan thrift business sepakat untuk memastikan
pemerintah mampu mengendalikan implikasi kebijakan. Stabilitas bisnis dari
perspektif pemerintah merujuk pada redanya resesi yang mengakibatkan kelesuan
ekspor. Usaha TPT lokal juga berharap pemberdayaan UMKM tekstil tidak hanya
dibatasi oleh pelarangan impor, tetapi juga penggunaan barang lokal secara
berkelanjutan oleh masyarakat. Terakhir, usaha thrifting impor mengharapkan
relasi dengan existing customers and vendors dapat tetap terjalin untuk
melanjutkan proses atau metode bisnis alternatif.
3.4. Industri Tekstil di Indonesia : Peluang Teknologi dan
Tantangan Menembus Pasar

Gambar 6. PESTEL Analysis

Faktor politik yang memengaruhi industri tekstil di Indonesia adalah


larangan impor pakaian bekas oleh pemerintah untuk melindungi industri lokal
dan UMKM. Namun, pelaksanaan larangan ini kurang efektif karena masih ada
penyelundupan dan perdagangan ilegal pakaian bekas impor. Diperlukan solusi
yang memperhitungkan dampak sosial, terutama bagi pedagang UMKM yang
terkena dampak dari larangan tersebut.
Faktor ekonomi memengaruhi industri tekstil di Indonesia dengan adanya
kesulitan dalam ekspansi ke pasar ekspor dan persaingan produk impor di dalam
negeri. Industri tekstil lokal menghadapi tantangan seperti biaya produksi tinggi,
kualitas rendah, inovasi yang kurang, dan promosi yang lemah. Selain itu, kondisi
ekonomi global dan nasional mempengaruhi permintaan dan penawaran produk
tekstil, seperti dalam situasi krisis ekonomi yang dapat menyebabkan penurunan
pendapatan industri lokal.
Faktor sosial memengaruhi industri tekstil di Indonesia karena perubahan
preferensi dan perilaku konsumen. Mereka semakin sadar akan dampak
lingkungan dari produksi pakaian, beralih ke produk yang ramah lingkungan dan
mengikuti tren mode global. Industri tekstil lokal perlu beradaptasi dengan
kebutuhan dan ekspektasi konsumen yang dinamis ini.
Faktor teknologi memengaruhi industri tekstil di Indonesia dengan
kemajuan teknologi yang dapat meningkatkan efisiensi, kualitas, dan variasi
produk serta memperluas jangkauan pasar melalui media sosial dan e-commerce.
Namun, industri tekstil lokal masih kurang memanfaatkan teknologi ini dalam
produksi dan pemasaran. Selain itu, perlu mengantisipasi teknologi disruptif
seperti 3D printing dan smart clothing yang dapat mengubah industri ini.
Faktor lingkungan memengaruhi industri tekstil di Indonesia karena
dampak negatif dari produksi dan konsumsi pakaian. Industri tekstil berkontribusi
besar terhadap pencemaran lingkungan, termasuk air, udara, tanah, dan emisi gas
rumah kaca. Limbah padat dan cair yang dihasilkan juga sulit didaur ulang,
menyebabkan masalah seperti kerusakan ekosistem, perubahan iklim, dan
penurunan kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan
produksi yang bersih, hemat energi, dan ramah lingkungan dalam industri tekstil.
Faktor hukum memengaruhi industri tekstil di Indonesia melalui regulasi
impor dan ekspor. Regulasi ini melindungi industri lokal dari produk impor yang
murah atau bermutu rendah, tetapi juga dapat menghambat pengembangan pasar
ekspor. Penting untuk menyesuaikan regulasi dengan standar internasional,
termasuk kesehatan, keselamatan, kualitas, dan lingkungan, untuk meningkatkan
reputasi produk tekstil lokal di pasar global.
IV. SOLUSI

4.1. Opsi Solusi


Komplikasi pada kasus penerapan Permendag No 40/2022 memiliki
beberapa opsi solusi sebagai berikut.
1. Sepenuhnya setuju dengan Permendag dan melanjutkan existing policy
yang berlaku.
2. Tidak setuju dengan penerapan Permendag dan melakukan perancangan
kebijakan dan/atau program pemerintah baru.
3. Tetap melanjutkan kebijakan Permendag, sekaligus menyusun serta
mengusulkan program yang memaksimalkan value bagi setiap
stakeholders.
Berikut adalah impact-feasibility matrix (1-10) dari ketiga opsi tersebut.

Gambar 7. Impact-Feasibility Matrix

Kebijakan existing secara umum berhasil menciptakan citra pemerintah


yang peduli dengan perkembangan industri dan UMKM lokal, setidaknya dengan
melindungi pelaku usaha dari kerasnya tekanan kompetisi asing. Ditilik dari satu
tahun penerapan kebijakan Permendag, fakta menunjukkan bahwa pangsa pasar
tekstil lokal di akhir tahun masih 41% dikuasai oleh produk tekstil impor.
Kebijakan ini juga menjadi pemicu maraknya impor ilegal (+12,2% yoy pada
2022). Oleh karena itu, opsi solusi pertama memiliki nilai impact relatif kecil.
Opsi menghapus Permendag yang berlaku dan menyusun rancangan baru
mungkin berpotensi untuk memberikan solusi dengan pendekatan yang berbeda
seperti berfokus kepada tumbuh kembang bisnis thrifting impor. Namun, dengan
kerasnya persaingan dengan produk impor bekas, surutnya ekspor akibat resesi
global, dan penurunan inisiatif pengembangan UMKM dan perluasan lapangan
kerja, opsi ini dinilai tidak rasional (not feasible) untuk diterapkan. Pemerintah
dinilai lebih bijak untuk melanjutkan kebijakan yang baru diterapkan dengan tetap
menguatkan proses eksekusi melalui pelaksanaan program dari berbagi angle.
Opsi ketiga berfokus kepada pengefektivan penerapan Permendag dengan
mengeksekusi beberapa mission critical programs/projects. Dengan tetap memilih
Permendag sebagai landasan hukum utama, pemerintah, badan usaha terkait, dan
masyarakat dapat secara terpusat berkolaborasi dalam program dan proyek
pemerintah untuk untuk meningkatkan tumbuh kembang UMKM dan industri
TPT lokal. Dengan demikian, opsi ketiga dipilih sebagai proposed solution.
4.2. Proposed Solution
4.2.1. Mengefektifkan Eksekusi Permendag
Pemerintah perlu berpegang teguh pada penerapan Permendag No 40/2022
serta merancang, mensosialisasikan, dan menerapkan program yang bersama
dengan Permendag bertujuan untuk memajukan industri tekstil lokal, khususnya
UMKM. Program tersebut akan menjadikan UMKM tekstil lokal sebagai target
pemberdayaan sekaligus driver kebangkitan tekstil lokal di Indonesia.

4.2.2. Program TriTExtile


Program TriTExtile merupakan rangkaian program yang berfokus pada
peningkatan kemampuan UMKM tekstil lokal dan pemberian edukasi kepada
masyarakat. Program ini terdiri Enable, Enhance, dan Educate.

a. Stage 1 : Enable
Pada tahap Enable, Pemerintah memberikan fasilitas kepada UMKM
industri tekstil lokal berupa platform digital yang mudah diakses, aman, dan
terintegrasi. Fitur pada platform ini meliputi pengajuan bantuan pendanaan
UMKM serta akses portal informasi perizinan dan legal dari pemerintah. Selain
itu, terdapat fitur penjualan online bagi industri tekstil lokal yang dapat membantu
memperluas jangkauan pasar, meningkatkan omzet, dan mengurangi biaya
operasional.
Berikut adalah Objective Key Results dari tahap Enable.
1) Membangun dan meluncurkan platform digital untuk UMKM industri tekstil
lokal dalam waktu 6 bulan.
2) Menjangkau dan mendaftarkan minimal 500 UMKM industri tekstil lokal ke
platform digital dalam waktu 3 bulan setelah peluncuran.
3) Menyediakan fitur pengajuan bantuan pendanaan UMKM, akses portal
informasi perizinan dan legal, dan penjualan online di platform digital.
4) Meningkatkan omzet UMKM industri tekstil lokal yang terdaftar di platform
digital sebesar 20% dalam waktu 6 bulan setelah peluncuran.
5) Meningkatkan kepuasan UMKM industri tekstil lokal yang terdaftar di
platform digital sebesar 80% dalam waktu 6 bulan setelah peluncuran.

b. Stage 2 : Enhance
Memberikan pelatihan manajemen dan pemasaran bagi industri tekstil
lokal dengan materi yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik usaha
mereka. Pelatihan ini dapat membantu industri tekstil lokal untuk meningkatkan
kualitas produk, layanan, dan manajemen usaha mereka, serta untuk menjangkau
pasar yang lebih luas.
Berikut adalah Objective Key Results dari tahap Enhance.
1) Menyelenggarakan minimal 10 sesi pelatihan manajemen dan pemasaran bagi
industri tekstil lokal dalam waktu 1 tahun.
2) Menjangkau dan melibatkan minimal 200 UMKM industri tekstil lokal dalam
pelatihan manajemen dan pemasaran.
3) Menyediakan materi pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik
usaha UMKM industri tekstil lokal, seperti analisis pasar, strategi pemasaran,
branding, pengelolaan keuangan, dan lain-lain.
4) Meningkatkan kualitas produk, layanan, dan manajemen usaha UMKM
industri tekstil lokal sebesar 30% berdasarkan hasil evaluasi pelatihan.
5) Meningkatkan jangkauan pasar UMKM industri tekstil lokal sebesar 20%
berdasarkan hasil survei pelanggan.

c. Stage 3 : Educate
Melakukan edukasi dan sosialisasi tentang dampak produk baju bekas
impor. Program ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran
masyarakat tentang dampak positif dan negatif dari mengonsumsi produk baju
bekas impor, serta cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak
negatifnya.
Berikut adalah Objective Key Results dari tahap Educate.
1) Membuat dan menyebarkan minimal 20 konten edukatif dan informatif
tentang produk baju bekas impor melalui media sosial, televisi, radio, dan
media lainnya dalam waktu 6 bulan.
2) Menjangkau dan meningkatkan kesadaran minimal 10.000 masyarakat tentang
dampak positif dan negatif dari mengonsumsi produk baju bekas impor
berdasarkan hasil survei online dalam waktu 6 bulan.
3) Mengadakan minimal 5 kegiatan sosialisasi dan diskusi tentang produk baju
bekas impor yang melibatkan berbagai pihak terkait dalam waktu 6 bulan.
4) Meningkatkan jumlah konsumen yang melakukan daur ulang atau donasi
produk baju bekas impor sebesar 30% berdasarkan hasil pelacakan online
dalam waktu 6 bulan.

Berikut adalah roadmap dari program TriTExtile.


V. KESIMPULAN

Larangan impor baju bekas TIDAK berdampak secara signifikan terhadap


perkembangan industri tekstil lokal di Indonesia. Selain karena implementasi
kebijakan tersebut yang masih tidak efektif, seperti masi banyaknya
penyelundupan, nyatanya impor baju bekas bukan menjadi satu-satunya faktor
penyebab terhambatnya perkembangan industri tekstil lokal di Indonesia. Faktor
lainnya adalah,
1. Kualitas produk lokal yang kurang bersaing dengan produk impor karena
kurang memiliki kualitas, variasi, dan inovasi yang sesuai dengan
kebutuhan dan selera pasar.
2. Industri lokal menghadapi kendala dalam hal infrastruktur, teknologi,
bahan baku, modal usaha, SDM, dan tidak mendapatkan dukungan dan
fasilitas yang cukup dari pemerintah.
3. Konsumen beralih ke produk impor, baik baju bekas maupun produk jadi

Kemudian untuk membantu meningkatkan perkembangan industri tekstil


di Indonesia, pada makalah ini diusulkan dua solusi utama yaitu meningkatkan
efektifitas eksekusi Permendag dan pelaksanaan program TriTExtile, yang terdiri
dari Enable, Enhance, dan Educate. Pemerintah perlu berpegang teguh pada
penerapan Permendag No 40/2022 serta merancang, mensosialisasikan, dan
menerapkan program yang bersama dengan Permendag bertujuan untuk
memajukan industri tekstil lokal, khususnya UMKM. Kemudian, pada TriTExtiel,
Enable berfokus pada penyediaan platform digital untuk pengajuan bantuan
pendanaan UMKM, akses portal informasi perizinan, dan platform penjualan
online bagi industri tekstil lokal. Enhance berfokus pada pemberian pelatihan
manajemen dan pemasaran bagi industri tekstil lokal. Terakhir, Educate berfokus
pada edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat untuk membantu memperluas
pasar dari produk tekstil lokal di Indonesia. Keseluruhan solusi tersebut
diharapkan mampu membuka peluang lebih luas bagi pelaku industri tekstil lokal
untuk mengembangkan value produk dan model bisnisnya serta memperluas pasar
produk tekstil lokal di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA

[1] https://www.hipwee.com/style/perbedaan-thrift-dan-preloved/
[2] https://www.suara.com/lifestyle/2020/11/21/193321/apa-itu-thrifting-berikut-
arti-thrifting-plus-tips-dan-trik-berbelanja
[3] https://www.akseleran.co.id/blog/thrift-adalah/
[4] https://arti-definisi-pengertian.info/pengertian-industri-tekstil/
[5] https://dataindonesia.id/sektor-riil/detail/kinerja-industri-tekstil-meningkat-
934-pada-2022
[6] https://www.kemenperin.go.id/artikel/21230/Kemenperin:-Industri-Tekstil-
dan-Pakaian-Tumbuh-Paling-Tinggi
[7] https://dpmpt.kulonprogokab.go.id/detil/1301/upaya-pemerintah-untuk-
memajukan- umkm-indonesia
[8] https://www.ekon.go.id/publikasi/detail/1668/peraturan-pelaksanaan-uu-cipta-
kerja-ciptakan-era-baru-berusaha-untuk-perluasan-lapangan-kerja
[9] https://www.cnbcindonesia.com/news/20230316103151-4-422141/aneh-
ternyata-impor-pakaian-bekas-ada-datanya-resmi
[10] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/03/17/volume-ekspor-tekstil
-turun-pada-2022-lebih-rendah-dari-masa-pandemi
LAMPIRAN

Lampiran 1. Lembar Orisinalitas Karya

LEMBAR ORISINALITAS KARYA

Yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Daffa Febryananta Arifinsyah
Jabatan : Ketua Tim

“Peningkatan Efektivitas Permendag dan Program TriTExtile:


Meningkatkan Perkembangan Industri Tekstil di Indonesia”

Menyatakan bahwa karya tersebut bersifat ORISINAL, bukan plagiat dan belum
pernah menjuarai lomba sejenis sebelumnya. Pernyataan ini kami buat dengan
sebenar-benarnya. Apabila di kemudian hari terbukti tidak benar, saya bersedia
menerima sanksi yang telah ditetapkan oleh pihak panitia “Business Case
Competition 2023”.

Bandung, 16 September 2023

(Daffa Febryananta Arifinsyah)

Anda mungkin juga menyukai