Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“SEJARAH MASUKNYA ISLAM DIMANADO”

DISUSUN OLEH
NAMA : PUTRI NURKHALISHAH ADAM
KELAS : Xl IPA 5
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI
MANADO” ini dapat tersusun hingga selesai. Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi nilai tugas dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan
dan wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman maka saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempuraan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini
dapat berguna bagi para pembaca.
Daftar Isi

Kata Pengantar………...........................................................................(Halaman)

Dafta Isi……………………………...........................................................(Halaman)

BAB l PENDAHULUAN…………...........................................................(Halaman)

1.1 Latar Belakang……….......................................................................(Halaman)

1.2 Rumusan Masalah…………..............................................................(Halaman)

1.3 Tujuan……........................................................................................(Halaman)

BAB II PEMBAHASAN…………............................................................(Halaman)

2.1 Sejarah Masuknya Islam di Manado……………...............................(Halaman)

2.2 Masuknya Islam di Desa Bailang………………………………...........(Halaman)

2.3 Proses Masuknya Agama Islam di Kampung Islam Manado… .......(Halaman)

2.4 Sejarah masuknya agama Islam di Tanah Toar Lumimuut……….…….......(Halaman)

2.5 Kampung Arab………………………………………………....................(Halaman)

BAB III PENUTUP………………….........................................................(Halaman)

3.1 Kesimpulan….................................................................................. (Halaman)

DaftarPustaka…………………………….................................................(Halaman)
BAB l

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kota Manado adalah ibu kota dari provinsi Sulawesi Utara. Kota Manado
sering kali disebut sebagai Menado. Motto Sulawesi Utara adalah Si Tou Timou
Tou, sebuah filsafat masyarakat Minahasa yang dipopulerkan oleh Sam
Ratulangi, yang berarti “Manusia hidup untuk memanusiakan yang lain” atau
“Orang hidup untuk menghidupkan yang orang lain”.
Islam merupakan agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya
yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, dimana pun dan kapan pun,
yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Kota Manado merupakan pengembangan dari sebuah negeri yang bernama
Pogidon. Kota Manado diperkirakan telah terkenal sejak abad ke-16. Menurut
sejarah, pada abad itu jugalah Kota Manado telah didatangi oleh orang-orang
dari luar negeri. Nama “Manado” daratan mulai digunakan pada tahun 1623
menggantikan nama “Pogidon” atau “Wenang”. Kata Manado sendiri merupakan
nama pulau disebelah pulau Bunaken, kata ini berasal dari bahasa daerah
Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti
“di jauh”.Penduduk Muslim di Manado merupakan minoritas hanya 30%
penduduknya beragama Islam dibandingkan dengan penduduk Kristen yang
mencapai 68%, dan 2% lainnya beragama lain.
1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah maka dapat dirumuskan suatu pokok


masalah yang kemudian disusun dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut: Apa
yang dimaksud dengan dinamika? Apa yang dimaksud dengan masyarakat? Apa
yang dimaksud dengan kebudayaan? Apa yang dimaksud dengan dinamika
masyarakat dan kebudayaan secara umum? Apa saja konsepsi-konsepsi khusus
mengenai pergeseran masyarakat dan kebudayaan? Apa saja contoh dalam
kehidupan sehari-hari berdasarkan konsepsi-konsepsi tersebut?

1.3Tujuan

Adapun tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu,Untuk memenuhi nilai


tugas mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam,dan Untuk menambah
wawasan tentang Sejarah Masuknya Islam dimanado.
BAB ll

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Masuknya Islam dimanado

Agama Islam yang pertama kali masuk di Manado yaitu melalui Minahasa,
maskunya Islam pertama kali di Minahasa pada tahun 1525 melalui Belang,
dibawah oleh orang-orang Bolaang Mongondow. Kemudian lebih berkembang
karena datangnya pejuang-pejuang kemerdekaan yang dibuang/ditawan oleh
penjajah Belanda, antara lain Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro,
bersama pengikutnya.

1). Kyai Modjo di tondano – Minahasa

Kyai Modjo lahir sekitar tahun 1792 dan kemudian menjadi guru agama
Pajang dekat Delanggu, Surakarta. Nama sebenarnya adalah Muslim
Mochammad Khalifah. Ayah Kyai Modjo bernama Iman Abdul Arif, yang
merupakan seorang ulama dusun tersebut berada dekat Pajang dan merupakan
tanah pemberian (perdikan/swatantra) Raja Surakarta kepada beliau. Ibu Kyai
Modjo adalah saudara perempuan Hamengku Buwono III, dan dengan demikian
ditinjau dari hubungan kekerabatan Kyai Modjo adalah kemenakan Pangeran
Diponegoro karena ibu Kyai Modjo bersepupu dengan Pangeran Diponegoro.
Kyai Modjo mempelajari agama Islam dengan berguru kepada Kyai
Syarifudin di Gading Santren Klaten. Setelah dewasa, ia berguru kepada Kyai
Ponorogo. Disinilah Kyai Modjo mendapatkan pengajaran tentang ilmu
kanuragan. Sejak saat itulah beliau terkenal akan kesaktiannya, disamping
terkenal akan pendidikan agama dan pesantrennya. Ia termasuk salah seorang
kepercayaan Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwono VIPB VI.
Sepeniggal ayahnya, Kyai Modjo melanjutkan tugas ayahnya sebagai guru
agama di pesantren Modjo di mana banyak putra dan putri dari kraton
SoloKraton Yogyakarta kemungkinan membuat pangeran diponegoro memilih
Kyai Modjo sebagai penasehat agamanya sekaligus panglima perangnya.
Dekadensi moral yang terjadi di keraton kemudian berimbas pada kehidupan
masyarakat luas semakin menderita, telah menjadi sebab keluarga Imam Abdul
Ngarip, khususnya Muhammad Muslim (Kyai Modjo) berserta saudara-
saudaranya dan masyarakat luas mengangkat senjata menetang Belanda.
Setelah di tangkap oleh Belanda pada 17 November 1828 di dusun Kembang
Arum, Jawa Tengah, Kyai Modjo dibawah ke Batavia dan selanjutnya diasingkan
ke Tondano – Minahasa (Sulawesi Utara) hingga wafat di sana pada tanggal 20
Desember 1849 dalam usia 57 tahun.

2). Kyai Hasan Maulani

Pada seperempat abad 18 tarekat Syattariyah adalah tarekat yang peling


tersebar luas di daerah Banyumas. Diperkirakan, tarekat ini bersumber dari
murid-murid Syekh Abdul Mukhyi, Garut, seorang mursyid tarekat Syattariyah
yang mendapatkan ijazah Irsyad-nya dari Syekh Abdurrauf Singkel, Aceh. Di
Banyumas, Syattariyah menciptakan varian baru yang menggabungkan
beberapa ajaran tarekat Akmaliyah/Kamaliyah. Kyai Hasan Maulani adalah guru
sekaligus pendiri tarekat Akamaliyah di Cirebon. Akmaliyah merupakan tarekat
yang kental dengan ajaran wahdatul wujud dan sinkretisme Jawa. Banyaknya
pengikut tarekat Akmaliyah menakutkan penguasa saat itu. Hal ini mendorong
Belanda membuang Kyai Hasan Maulani ke Tondano pada tahun 1846.

3). Pangeran Ronggo Danupoyo

Pangeran Ronggo Danupoyo adalah anak dari Pangeran Aryo Danupoyo


atau cucu dari Sunan Pakubuwono IV di Surakarta Jawa Tengah. Beliau
menentang kebijakan Belanda, dan karena itu dibuang ke Tondano. Di kampung
Jawa Tondano Ronggo Danupoyo menikah dengan putri dari Suratinoyo dan
memperoleh 6 orang anak, salah satu anaknya kembali ke Jawa sedangkan 5
anaknya yang lain (2 laki dan 3 perempuan) tetap tinggal di kampung Jawa
Tondano. Dari 2 orang anak laki-lakinya (Raden Glemboh dan Raden Intu)
menurunkan keluarga (fam) Danupoyo sekarang ini.
4). Imam Bonjol

Peto Syarif yang kemudian lebih dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol
dilahirkan pada tahun 1772 di kampung Tanjung Bunga, Kabupaten Pasaman
Sumatra Barat. Ia dilahirkan dalam lingkungan agama. Mula-mula ia belajar
agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian dari beberapa orang ulama lainnya,
seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pendiri negeri Bonjol. Dia
adalah pemimpin yang peling terkenal dalam gerakan Padri di Sumatra, yang
pada mulanya menentang perjudian, adu ayam, penggunaan opium, minuman
keras, tembakau dan lain-lain, tetapi kemudian mengadakan perlawanan
terhadap penjajah Belanda, yang mengakibatkan perang Padri (1821-1838).
Pada tahun 1837, desa Imam Bonjol berhasil diambil alih oleh Belanda, dan
Imam Bonjol akhirnya menyerah. Dia kemudian diasingkan di beberapa tempat,
dan pada akhirnya dibawah ke Minahasa. Di sana Tuanku Imam Bonjol wafat
tanggal 6 November 1864 dalam usia 92 tahun, dikebumikan didesa Lotak
Pineleng berjarak 25 km dari Tondano ke arah Manado. Beberapa pengikut
Imam Bonjol kemudian menikah dengan wanita kampung Jawa Tondano adalah
Mallim Muda (menikah dengan cucu Kyai Demak), Haji Abdul Halim (menikah
dengan Wonggo-Masloman), Si Gorak Panjang (menikah dengan putri
Nurhamidin), dan Malim Musa. Dari mereka menurunkan keluarga (fam) Baginda
di Minahasa dewasa ini.

5). K.H. Ahmad Rifa’i

Kyai Haji Ahmad Rifa’i dilahirkan pada 9 Muharam 1200 H atau 1786 di desa
Tempuran Kabupaten Semarang. Beliau seorang ulama keturunan Arab,
memimpin suatu pesantren di Kendal Jawa Tengah. Setelah beberapa kali
keluar masuk penjara Kendal dan Semarang karena dakwanya tegas, dalam
usia 30 tahun.Tahun 1272 H (1856) adalah merupakan tahun permulaan krisis
bagi gerakan Kyai Haji Ahmad Rifa’i. Hal ini disebabkan hampir seluruh kitab
karangan disita oleh pemerintah Belanda, disamping itu para murid dan Ahmad
Rifa’i sendiriterus menerus mendapat tekanan Belanda. Sebelum Haji Ahmad
Rifa’i diasingkan dari Kaliwungu Kendal Semarang, tuduhan yang dikenal
hanyalah persoalan menghasut pemerintah Belanda dan membawa Haji Ahmad
Rifa’i dipenjara beberapa hari di Kendal, semarang dan terakhir di Wonosobo.
Tahun 1859 Ahmad Rifa’i diasingkan Belanda ke Ambon, kemudian
diasingkan ke Tondano pada tahun 1861bergabung dengan grup Kyai Modjo.
Dikampung Jawa Tondano K.H Ahmad Rifa’i menciptakan kesenian terbang
(rebana) disertai dengan lagu-lagu, syair-syair, nadzam-nadzam yang diambil
dari kitab karangannya. Beliau wafat di Kampung Jawa Tondano pada Kamis 25
Rabiul Akhir 1286 H atau tahun 1872 (usia 86 tahun) dan dimakamkan
dikomplek makan Kyai Modjo.

6). Sayid Abdullah Assagaf

Sayid Abdullah Assagaf adalah orang Arab yang lahir di Palembang, Sumatra
Selatan. Belanda mengasingkannya di Tondano pada tahun 1880 karena
menganggapnya mengahasut masyarakat untuk melawan Belanda. Di
Palembang Assagaf konon menikah dengan wanita Belanda (Nelly Meijer) putri
Residen Bengkulu. Dari pernikahannya dengan wanita Belanda ini ia
memperoleh satu orang anak laki-laki (Raden Nguren/Nuren). Sebelum menikah
dengan Assagaf, Nelly Meijer adalah janda beranak satu dari perkawinannyya
dengan adik sultan Palembang (Mahmud Badaruddin II). Nelly Meijer dan kedua
anaknya kemudian menyusul ke Kempung Jawa Tondano dan Raden Nguren
kemudian menikah dengan wanita Minahasa asal Remboken. Anak Nelly Meijer
yang satunya lagi menikah di Kampung Jawa Tondano dan menurunkan
keluarga (fam) Catradinigrat. Di Kampung Jawa Tondano Sayed Abdullah
Assagaf menikah lagi dengan Ramlah Suratinoyo dan memiliki 7 orang anak,
dan dari mereka menurunkan keluarga (fam) Assagaf di Kampung Jawa
Tondano.Keberadaan Abdullah Assagaf di Kampung Jawa Tondano telah
mendistorsi budaya Kampung Jawa Tondano yang semula sangat kental dengan
budaya Jawa. Abdullah Assagaf berhasil mentransfer dan mengawinkan budaya
Arab-Sumatra dengan budaya Jawa dan melahirkan budaya Jaton generasi
ketiga.

7). Gusti Perbatasari

Pangeran Perbatasari melakukan pemberontakan tehadap Belanda namun


kemudian ia ditangkap di daerah Kutai ketika dalam perjalanan membeli
persenjataan dan tahun 1884 diasingkan ke Kampung Jawa Tondano. Di
Kampung Jawa Tondano Pangeran Perbatasari menikah dengan wanita Jawa
Tondano. Satu orang saudara laki-lakinya (Gusti Amir) kemudian menysul ke
Kampung Jawa Tondano dan menikah dengan wanita Jawa Tondano
(fam.Sataruno).Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa
masuknya Islam di Manado itu awal mulanya dari di asingkannya para pahlawan
ke Kampung Jawa Tondano. Manado merupakan kota yang selalu dikunjungi
orang-orang diluar daerah kota Manado seperti Gorontalo, Sanger, Minahasa,
dll, hal tersebut disebabkan karena kota Manado pusat perdagangan.
Masuknya Islam di Manado bukan hanya melalui para pahlawan yang
diasingkan ke Tondano, tetapi melalui para pedagang Arab yang singgah di
pesisir daerah Manado. Disamping berdagang mereka juga menyiarkan ajaran
agama Islam.Kemudian Islam masuk di Manado juga melalui jalur pernikahan.
2.2 Masuknya Islam di Desa Bailang

Bailang merupakan desa yang terletak didaerah kecamatan Tuminting kota


Manado. Dinamakan desa Bailang karena konon katanya dahulu pada zaman
penjajahan Belanda, tentara Belanda yang masuk di desa Bailang tidak bisa
keluar dari desa Bailang. Hal tersebut dikarenakan tentara Indonesia yang
ditugaskan di desa Bailang membunuh mereka secara diam-diam.
Desa Bailang terdiri dari 5 lingkungan, masyarakat di desa Bailang bervarian
ragamnya, ada suku Gorontalo, Sangir, Minahasa, Bantik, Bugis, Jawa.
Walaupun beraneka ragam tetap aman sejahtera.
Islam masuk di desa Bailang dibawah dari para perantau yang berasal dari
Gorontalo, Jawa, Kotamobagu. Perkembangan Islam di desa Bailang cukup
stabil, masyarakat muslim di desa Bailang sekarang ini gemar-gemarnya
mengikuti suatu jama’ah yang sering masyarakat Bailang kenal dengan sebutan
Jama’ah Tabliq.Jama’ah Tabliq awal mulanya tidak begitu berkembang di
kalangan masyarakat desa Bailang akan tetapi sekarang ini masyarakat di desa
Bailang banyak yang mengikuti Jama’ah Tabliq.Awal mulanya Jama’ah Tabliq ini
berasal dari desa Maasing kecamatan Tuminting, lambat laun sudah menyebar
sampai ke desa Bailang. Jama’ah Tabliq ini mengajak para kaum muslimin untuk
lebih taqwa dan beriman kepada Allah, mencintai Rasul dan mengikuti sunnah
Rasul.Tiap Senin malam para anggota Jama’ah Tabliq berkumpul di Mesjid
untuk mendengarkan siraman-siraman rohani dengan mengajak para
masyarakat yang belum menjadi anggota Jama’ah Tabliq untuk bisa menjadi
anggota Jama’ah Tabliq.Para anggota Jama’ah Tabliq sering keluar kota/desa
selama beberapa hari atau bahkan sampai 40 hari meninggalkan urusan duniawi
kemudian mengurusi urusan akhirat, yaitu menyebarkan agama Islam atau
menegakkan ajaran agama Islam.Dengan adanya Jama’ah tabliq ini masyarakat
di desa Bailang lebih terarahkan dalam hal ketaqwaan kepada Allah SWT, dan
juga lebih mencintai Rasul. Tidak semua masyarakat di desa Bailang mengikuti
Jama’ah Tabliq ini, akan tetapi Alhamdulillah dengan adanya Jama’ah Tabliq ini
sudah jarang kita temukan orang-orang yang biasanya mabuk dijalanan. Hingga
sekarang Jama’ah Tabliq ini masih berperan penting dalam penyebaran dan
penguatan ajaran agama Islam. Insya Allah para Jama’ah Tabliq ini masih diberi
istiomah untuk menjalani profesinya.

2.3 Proses Masuknya Agama Islam di Kampung Islam Manado

Kedatangan Islam di Kampung Islam tidak lepas dari masuknya Islam di


Indonesia yang pada umumnya di bawah oleh pedagang Islam. Orang-orang
Islam yang datang di Manado khususnya di Kampung Islam datang dari
beberapa daerah yang ada di Indonesia seperti Palembang, Sulawesi Selatan,
Gorontalo, Maluku dan Jawa. disamping itu Islam masuk dibawa oleh para
pedagang dari Arab yang sebelumnya telah singgah dan secara tidak langsung
telah menyiarkan Islam di Jawa, Maluku dan Sumatera. Adapun orang Arab yang
datang pertama kali untuk berdagang tanpa suatu misi khusus menyebarkan
agama. Dalam perkembangan selanjutnya,
di samping berdagang, turut juga guru-guru agama menapakkan kakinya di sini
Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya makam seorang guru agama seperti
Syech Said Achmad Alan yang wafat tahun 1860 pada usia 72 tahun, dan
kemudian dimakamkan di Kampung Islam Kecamatan Tuminting Manado.
Penyebaran agama Islam mendakwahkan halal haramnya suatu perbuatan,
tetapi tidak menempuh cara-cara yang dapat menggoyahkan adat istiadat
masyarakat. Walaupun penyiaran ajaran Islam mendapat perlindungan dari
penguasa (Raja),tetapi para penyiar agama Islam tetap mendapat pengawasan
dan perlindungan yang bertujuan untuk menghindari terjadinya pertentangan
antara adat istiadat dengan syariat Islam yang dapat menggangu kestabilan
sosial. (Hamid, 1983 :347) Sedangkan untuk mengambalikan wibawa
pemerintahan pusat, sekaligus dalam rangka mengisi
pembangunan di segenap sektor, dari Jakarta pemerintah kemudian
mengirimBaramuli untuk dapat bertindak sebagai Gubernur Propinsi Sulawesi
Utara.Dengan membawa serta 17 orang karyawan sipil berpengalaman,
Baramuli tiba di Manado, dan langsung terlibat menangani urusan pemerintahan
diprovinsi ini. Singkatnya, bagian dari para bekas prajurit dari pusat dan
karyawan pengikut Baramuli inilah yang kemudian dapat disebut sebagai
kelompok imigran lain yang telah menambah kelompok-kelompok
imigran Islam sebelumnya yang sudah beranak-pinak di kota ini. Namun, lebih
dari itu, dengan kehadiran kelompok-kelompok imigran ini perkembangannya
justru telah mengundang imigran lainnya, terutama
dari Gorontalo, Bugis Makasar dan Bolaang Mongondow, di mana sebagian di
antaranya kemudian memilih bermukim di Kampung Islam Tuminting.
Latar belakang terbentuknya Kampung Islam dan kampong-kampung
disekitarnya sesungguhnya sangat berkaitan dengan dibangunnya benteng Fort
Amsterdam oleh pemerintah colonial Belanda.Terutama setelah benteng
direnovasi besar-besaran pada awal abad ke 18.Disamping tenaga ahli
beretnis Cina, tidak sedikit etnis Minahasa dari pedalaman, juga dari Ternate
yang beragama Islam sebagai buruh kasar yang didatangkan. Lokasi benteng
pun berkembang, termasuk telah tumbuh menjadi pusat perdagangan.Analisis
dari Mawikere (2004) menyatakan bahwa perputaran ekonomis yang
demikian besar di lokasi benteng dengan sendirinya telah pula meningkatkan
arus masuk penduduk secara parelel.Buruh yang tidak sedikit didatangkan itu,
seperti disebutkan, memilih untuk tidak kembali ke kampung halamannya.Malah
Belanda sendiri telah menciptakan iklim berusaha yang kemudian telah
mengundang lebih banyak pedagang etnis Cina, Arab, Ternate, Sangir, Bugis-
Makassar dan Gorontalo. Kelompok-kelompok etnis dari luar Minahasa inilah
sebagai bagian dari imigran selanjutnya yang masuk dan bermukim di bakal kota
Manado; sementara kemunculan dari kelompok-kelompok sub etnis
Minahasa yang tidak sedikit, dan yang juga telah memutuskan untuk tinggal di
kitaran lokasi benteng, dengan sendirinya telah menambah kelompok pendatang
bagi cikal-bakal kota Manado ini.Pembauran lintas etnis dan agama pun segera
terjadi. Namun karena politik kolonial Belanda tetap tidak hendak membuat
persatuan di antara mereka (politik „devide et impera‟, memecah belah) maka
pola pemukimannya pun diatur hanya berdasarkan agama dan atau etnis. Dapat
dikatakan kemudian bahwa hingga seperempat terakhir abad ke-19, di kitaran
benteng telah berdiri kampung Belanda, kampung Cina, kampung Arab,
kampung Ternate, kampung Islam, lalu kampung Sindulang. Khusus sebutan
Kampung Islam, mulanya pemerintah Belanda menamakan itu dengan sebutan
Letter A. Namun entah mengapa istilah Letter A telah dikembalikan ke sebutan
awal menjadi Kampoeng Islam.

2.4 Sejarah masuknya agama Islam di Tanah Toar Lumimuut

Sejarah masuknya agama Islam di Tanah Toar Lumimuut, tak bisa


dipisahkan dari berdirinya dua masjid di Kota Manado. Yakni Masjid Al Muttaqin
yang terletak Kampung Pondol, Kelurahan Wenang Selatan, Kecamatan
Wenang dan Masjid Agung Awwal Fathul Mubien, berada di bagian utara Kota
Manado, tepatnya di Jl Hasanuddin, Kelurahan Kampung Islam,
kecamatan Tuminting.

Masjid Al Muttaqin

Berdasarkan data sejarah, Masjid Al Muttaqin didirikan pada sekitar tahun


1775 di Kampung Pondol.Nama Pondol sendiri adalah sebutan dalam bahasa
Suku Bantik yang berarti ujung.Disebut ujung karena kampung ini berada di
pesisir pantai.Masjid Al-Muttaqin di Kampung Pondol, Kota Manado (Istimewa)
Pembangunan Masjid Al Muttaqin berawal dari kedatangan rombongan nelayan
di tahun 1750 ke Kota Manado. Mereka datang ke Manado atas titah dari Sultan
Ternate yang ingin menyebarkan agama Islam. Selain melakukan pekerjaan
sehari-hari dengan pergi melaut dan menangkap ikan, para nelayan ini juga
melakukan aktivitas dakwah.Lama-kelamaan penduduk muslim yang berada di
Kampung Pondol, tempat para nelayan Ternate ini bermukin semakin
banyak. Maka pada sekitar tahun 1775 dibangunlah sebuah masjid yang diberi
nama Masjid Al Muttaqin.
Masjid Agung Awwal Fathul Mubien

Tak seperti Masjid Al Muttaqin Masjid Agung Awwal Fathul Mubien cukup
dikenal di Sulawesi Utara.Umumnya masyarakat mengenal masjid ini lah yang
merupakan masjid tertua di Sulawesi Utara.Untuk akses ke Masjid ini,
sebetulnya cukup mudah karena hanya beberapa menit saja dari pusat Kota
Manado.Ada dua jalur pilihan untuk bisa mencapai masjid ini, yakni melalui
jembatan Megawati di Jl Hasanudin atau melalui Jembatan Soekarno,
penghubung jalan Boulevard - Boulevard Dua.Secara fisik bangunannya sudah
mengalami lima kali renovasi, sudah tidak nampak keaslian rumah ibadah yang
pertama dibangunnya bersifat langgar (tahun 1776).Kondisi Masjid Agung Awwal
Fathul Mubien saat didatangi Tribun Manado pada 23 Mei 2018.
(TRIBUNMANADO/INDRI PANIGORO) Menurut penuturan Hamzah Radjap soal
sejarah singkat sebagaimana yang dia kutip dari Alm Ust Said Taha Bachmid,
dirunut para Wekmester/Lurah tentang, Masjid Awwal Fathul Mubien
artinya masjid pertama pembuka yang nyata.Sejarahnya berawal saat tahun
1760 beberapa orang Muslim dari Ternate, Makiang dan Ambon datang dan
bermukin di Kota Manado bagian utara.

2.5 Kampung Arab

Di Manado, Sulawesi Utara, kantong-kantong umat Islam terutama


terletak di Kampung Arab, Kampung Islam, Kampung Ketang Baru, dan
Kampung Ternate Baru. Namun, yang paling ramai adalah Kampung Arab,
Kelurahan Istiqlal."Bicara perkembangan Islam di Manado, awalnya berkembang
dari Kampung Arab. Para penganjur Islam tersebut adalah saudagar dan ulama
asal Yaman (Hadramaut). Mereka datang ke Manado tahun 1800-an untuk
berdagang sekaligus berdakwah," ujar mantan Ketua Al Irsyad. Kampung Arab
merupakan mercu suar Islam di Manado. Di kampung ini, aktivitas umat Islam
sangat semarak. Pusat kegiatan itu adalah Masjid Istiqlal, yang berada di
tengah-tengah Kampung Arab."Setiap hari, masjid ini dipakai untuk sholat
berjamaah lima waktu, dari subuh sampai isya," ujar Ustadz Taha bin
Muhammad Bahmid, imam Masjid Istiqlal, saat berbincang.Ditinjau dari luas
wilayah, Kampung Arab relatif kecil. Luasnya hanya 9,2 hektare. "Kampung Arab
merupakan kelurahan yang paling kecil di kota Manado, tapi paling besar gaung
Islamnya. Masjid Istiqlal merupakan masjid yang paling makmur di Manado,"
kata Taha yang didampingi imam lainnya, Haji Ali Assegaf.Taha menyebutkan,
Kampung Arab dihuni sekitar 400 kepala keluarga (KK). Jumlah penduduknya
sekitar 3.000 orang. Meskipun namanya Kampung Arab, tidak semuanya
merupakan orang-orang keturunan Hadramaut (Arab). Ada juga sebagian orang
keturunan non-Arab yang kini tinggal di kelurahan tersebut. "Saat ini hanya 70
persen orang keturunan Arab yang mendiami Kelurahan Istiqlal,"
ujarnya.kampung Arab telah melahirkan orang-orang besar dalam pergerakan
Islam di Sulawesi Utara (Sulut). "Pimpinan-pimpinan Masyumi, NU,
Muhammadiyah di Sulut umumnya berasal dari Kampung Arab," ujar Taha yang
merupakan generasi ketiga saudagar dan ulama asal Hadramaut di Manado.Ali
Assegaf mengatakan, pusat kegiatan umat Islam di Kelurahan Istiqlal berada di
Masjid Istiqlal (dulu disebut Masjid Masyhur). "Masjid Masyhur adalah masjid
terindah di Manado, bahkan terindah di Indonesia Bagian Timur. Masjid itu
dibangun dengan swadaya masyarakat" katanya. Masjid tersebut, kata dia,
berdiri sekitar tahun 1880. Renovasi terakhir tahun 1988, masjid tersebut
dibongkar total. "Menurut riwayat, awalnya luas masjid tersebut 16 meter
persegi, sekarang menjadi empat lantai dengan kapasitas 2.000 orang,"
ujarnya.Masjid Istiqlal diresmikan Wapres Try Sutrisno pada 1992. Selain
merupakan masjid yang paling semarak kegiatan Islamnya, Masjid Istiqlal
bertambah harum karena pernah disinggahi banyak sekali tokoh besar. "Buya
Hamka, Kasman Singodimedjo, Muhammad Room, Muhammad Natsir, Amien
Rais, Yusril Ihza Mahendra, Salim Al Jufri, Zainuddin MZ, pernah sholat di Masjid
Istiqlal," ungkap Ali Assegaff.Kepedulian warga Kampung Arab terhadap umat
Islam di Manado sangat besar. Mereka selalu berusaha menolong saudara-
saudaranya seagama yang membutuhkan. Untuk itu, mereka antara lain
membentuk Yayasan Amal Masjid Istiqlal Manado (YAMIM). Yayasan tersebut
bergerak di bidang sosial dan ekonomi. Salah satunya adalah usaha mobil
ambulans yang ditujukan membantu warga Muslim Manado yang
membutuhkan.Suasana Islam di Manado makin terasa kental pada hari raya Idul
Fitri. Pada hari kedua ada tradisi yang namanya iwad. "Ini merupakan silaturahim
langsung masyarakat door to door. Tidak pandang bulu, siapa pun dia, pokoknya
400 rumah harus dimasuki. Acara tersebut berlangsung dari pukul 07.00 sampai
pukul 14.00. Tradisi ini hanya ada di Kampung Arab," ujar Taha.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian yang telah di kemukakan dalam pembahasan,


maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan berikut:

Proses terbentuknya kampung Islam berawal dari masuknya Islam di


Manado yang datang dari beberapa daerah di Indonesia yaitu Ternate,
Goronalo, Jawa, Sumatera dan dibawa oleh pedagang- pedagang asing Arab
dan India.Dalam proses penyebaran Islam pertama, tujuan mereka adalah
untuk berdagang dan secara tidak langsung dapat pula sambil menyampaikan
ajaran-ajaran Islam, sehingga kampung Islam yang merupakan salah satu
daerah tertua yang dipilih dan didiami oleh orang-orang Islam menjadi tempat
berkumpulnya orang-orang Islam yang datang dari berbagai
daerah.Terbentuknya kampung Islam tidak lepas hubungannya dengan
keberadaan kampung Pondol dan daerah sekitar muara sungai Tondano yang
ketika penduduknya telah padat dan diatur penataannya oleh Belanda
sehingga sebagian penduduk pindah ke pesisir pantai Utara Manado di daerah
Tuminting dan kemudian kampung itu dinamakan Letter A atau Kampung
Islam.

Salah satu simbol yang menjadi ikon kampung Islam yaitu adanya
sebuah masjid agung bernama Awwal Fathul Mubien yang berarti awal
pembuka nyata.Mesjid ini merupakan tempat ibadah pertama kali para
saudagar dari Makassar, Ambon, dan Maluku yang transit di
Manado.Kemudian dapat tumbuh menjadi lebih ramai dengan kedatangan
saudagar dari Jawa dan Palembang.Masjid ini tumbuh dan menjadi besar
bersamaan dengan tumbuhnya penduduk Islam di sekitarnya.Keberadaan
lokasi benteng Amsterdam yang telah mewariskan pusat perdagangan di kota
Manado secara tidak langsung telah turut mempengaruhi kegiatan ekonomi
dan sosial budaya masyarakat kampung islam; lokasi yang sangat dekat,
bahkan bersinggungan pusat eknomi kota.Kehidupan sosial masyarakat
kampung Islam terjadi dalam bermacam-macam hubungan.Hal ini mereka
wujudkan dalam kegiatan berupa interaksi antara individu dengan golongan
ataupun kelompok.Kehidupan masyarakat yang hidup menetap di kampung
Islam tidak terikat lagi sepenuhnya dengan dengan adt dan kebiasaan dari
daerah asalnya masing-masing.Hal ini di sebabkan oleh kondisi bahwa mereka
itu berasal dariberbagai daerah asal yang berbeda masing.Interaksi sosial
masyarakat kampung Islam menunjukan sikap dan adanya toleransi untuk
saling memberi dan menerima, misalnya saja dalam hal perjanjian untuk
pembangunan tempat ibadah yang tidak pernah ada penolakan.Dalam hal ini
pembangunan fisik pun terlihat ada kerja sama yang baik antara
masyarakat.Kegiatan-kegiatan bernafas Islam pun sangat sering di lakukan
oelh masyarakat seperti melakukan pengajian oleh kaum ibu-ibu masing-
masing memiliki nama majelis seperti AL fala, Al Khairat dan Al
Ikhtiha.Perkembangan umat Islam juga mempengaruhi perkembangan
Organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama.Organisasi Nahdlatul Ulama sangat
berperan penting di kampung Islam di bandingkan dengan MUhammadiyah.

Anda mungkin juga menyukai