DISUSUN OLEH
NAMA : PUTRI NURKHALISHAH ADAM
KELAS : Xl IPA 5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa atas segala
rahmat-Nya sehingga makalah dengan judul “SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI
MANADO” ini dapat tersusun hingga selesai. Penyusunan makalah ini bertujuan
untuk memenuhi nilai tugas dalam mata pelajaran Sejarah Kebudayaan Islam.
Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan agar menambah pengetahuan
dan wawasan bagi para pembaca. Karena keterbatasan pengetahuan maupun
pengalaman maka saya yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini.
Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari pembaca demi kesempuraan makalah ini. Akhir kata semoga makalah ini
dapat berguna bagi para pembaca.
Daftar Isi
Kata Pengantar………...........................................................................(Halaman)
Dafta Isi……………………………...........................................................(Halaman)
BAB l PENDAHULUAN…………...........................................................(Halaman)
1.3 Tujuan……........................................................................................(Halaman)
BAB II PEMBAHASAN…………............................................................(Halaman)
DaftarPustaka…………………………….................................................(Halaman)
BAB l
PENDAHULUAN
Kota Manado adalah ibu kota dari provinsi Sulawesi Utara. Kota Manado
sering kali disebut sebagai Menado. Motto Sulawesi Utara adalah Si Tou Timou
Tou, sebuah filsafat masyarakat Minahasa yang dipopulerkan oleh Sam
Ratulangi, yang berarti “Manusia hidup untuk memanusiakan yang lain” atau
“Orang hidup untuk menghidupkan yang orang lain”.
Islam merupakan agama wahyu berintikan tauhid atau keesaan Tuhan yang
diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW sebagai utusan-Nya
yang terakhir dan berlaku bagi seluruh manusia, dimana pun dan kapan pun,
yang ajarannya meliputi seluruh aspek kehidupan manusia.
Kota Manado merupakan pengembangan dari sebuah negeri yang bernama
Pogidon. Kota Manado diperkirakan telah terkenal sejak abad ke-16. Menurut
sejarah, pada abad itu jugalah Kota Manado telah didatangi oleh orang-orang
dari luar negeri. Nama “Manado” daratan mulai digunakan pada tahun 1623
menggantikan nama “Pogidon” atau “Wenang”. Kata Manado sendiri merupakan
nama pulau disebelah pulau Bunaken, kata ini berasal dari bahasa daerah
Minahasa yaitu Mana rou atau Mana dou yang dalam bahasa Indonesia berarti
“di jauh”.Penduduk Muslim di Manado merupakan minoritas hanya 30%
penduduknya beragama Islam dibandingkan dengan penduduk Kristen yang
mencapai 68%, dan 2% lainnya beragama lain.
1.2 Rumusan Masalah
1.3Tujuan
PEMBAHASAN
Agama Islam yang pertama kali masuk di Manado yaitu melalui Minahasa,
maskunya Islam pertama kali di Minahasa pada tahun 1525 melalui Belang,
dibawah oleh orang-orang Bolaang Mongondow. Kemudian lebih berkembang
karena datangnya pejuang-pejuang kemerdekaan yang dibuang/ditawan oleh
penjajah Belanda, antara lain Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro,
bersama pengikutnya.
Kyai Modjo lahir sekitar tahun 1792 dan kemudian menjadi guru agama
Pajang dekat Delanggu, Surakarta. Nama sebenarnya adalah Muslim
Mochammad Khalifah. Ayah Kyai Modjo bernama Iman Abdul Arif, yang
merupakan seorang ulama dusun tersebut berada dekat Pajang dan merupakan
tanah pemberian (perdikan/swatantra) Raja Surakarta kepada beliau. Ibu Kyai
Modjo adalah saudara perempuan Hamengku Buwono III, dan dengan demikian
ditinjau dari hubungan kekerabatan Kyai Modjo adalah kemenakan Pangeran
Diponegoro karena ibu Kyai Modjo bersepupu dengan Pangeran Diponegoro.
Kyai Modjo mempelajari agama Islam dengan berguru kepada Kyai
Syarifudin di Gading Santren Klaten. Setelah dewasa, ia berguru kepada Kyai
Ponorogo. Disinilah Kyai Modjo mendapatkan pengajaran tentang ilmu
kanuragan. Sejak saat itulah beliau terkenal akan kesaktiannya, disamping
terkenal akan pendidikan agama dan pesantrennya. Ia termasuk salah seorang
kepercayaan Ingkang Sinuhun Kangjeng Susuhunan Paku Buwono VIPB VI.
Sepeniggal ayahnya, Kyai Modjo melanjutkan tugas ayahnya sebagai guru
agama di pesantren Modjo di mana banyak putra dan putri dari kraton
SoloKraton Yogyakarta kemungkinan membuat pangeran diponegoro memilih
Kyai Modjo sebagai penasehat agamanya sekaligus panglima perangnya.
Dekadensi moral yang terjadi di keraton kemudian berimbas pada kehidupan
masyarakat luas semakin menderita, telah menjadi sebab keluarga Imam Abdul
Ngarip, khususnya Muhammad Muslim (Kyai Modjo) berserta saudara-
saudaranya dan masyarakat luas mengangkat senjata menetang Belanda.
Setelah di tangkap oleh Belanda pada 17 November 1828 di dusun Kembang
Arum, Jawa Tengah, Kyai Modjo dibawah ke Batavia dan selanjutnya diasingkan
ke Tondano – Minahasa (Sulawesi Utara) hingga wafat di sana pada tanggal 20
Desember 1849 dalam usia 57 tahun.
Peto Syarif yang kemudian lebih dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol
dilahirkan pada tahun 1772 di kampung Tanjung Bunga, Kabupaten Pasaman
Sumatra Barat. Ia dilahirkan dalam lingkungan agama. Mula-mula ia belajar
agama dari ayahnya, Buya Nudin. Kemudian dari beberapa orang ulama lainnya,
seperti Tuanku Nan Renceh. Imam Bonjol adalah pendiri negeri Bonjol. Dia
adalah pemimpin yang peling terkenal dalam gerakan Padri di Sumatra, yang
pada mulanya menentang perjudian, adu ayam, penggunaan opium, minuman
keras, tembakau dan lain-lain, tetapi kemudian mengadakan perlawanan
terhadap penjajah Belanda, yang mengakibatkan perang Padri (1821-1838).
Pada tahun 1837, desa Imam Bonjol berhasil diambil alih oleh Belanda, dan
Imam Bonjol akhirnya menyerah. Dia kemudian diasingkan di beberapa tempat,
dan pada akhirnya dibawah ke Minahasa. Di sana Tuanku Imam Bonjol wafat
tanggal 6 November 1864 dalam usia 92 tahun, dikebumikan didesa Lotak
Pineleng berjarak 25 km dari Tondano ke arah Manado. Beberapa pengikut
Imam Bonjol kemudian menikah dengan wanita kampung Jawa Tondano adalah
Mallim Muda (menikah dengan cucu Kyai Demak), Haji Abdul Halim (menikah
dengan Wonggo-Masloman), Si Gorak Panjang (menikah dengan putri
Nurhamidin), dan Malim Musa. Dari mereka menurunkan keluarga (fam) Baginda
di Minahasa dewasa ini.
Kyai Haji Ahmad Rifa’i dilahirkan pada 9 Muharam 1200 H atau 1786 di desa
Tempuran Kabupaten Semarang. Beliau seorang ulama keturunan Arab,
memimpin suatu pesantren di Kendal Jawa Tengah. Setelah beberapa kali
keluar masuk penjara Kendal dan Semarang karena dakwanya tegas, dalam
usia 30 tahun.Tahun 1272 H (1856) adalah merupakan tahun permulaan krisis
bagi gerakan Kyai Haji Ahmad Rifa’i. Hal ini disebabkan hampir seluruh kitab
karangan disita oleh pemerintah Belanda, disamping itu para murid dan Ahmad
Rifa’i sendiriterus menerus mendapat tekanan Belanda. Sebelum Haji Ahmad
Rifa’i diasingkan dari Kaliwungu Kendal Semarang, tuduhan yang dikenal
hanyalah persoalan menghasut pemerintah Belanda dan membawa Haji Ahmad
Rifa’i dipenjara beberapa hari di Kendal, semarang dan terakhir di Wonosobo.
Tahun 1859 Ahmad Rifa’i diasingkan Belanda ke Ambon, kemudian
diasingkan ke Tondano pada tahun 1861bergabung dengan grup Kyai Modjo.
Dikampung Jawa Tondano K.H Ahmad Rifa’i menciptakan kesenian terbang
(rebana) disertai dengan lagu-lagu, syair-syair, nadzam-nadzam yang diambil
dari kitab karangannya. Beliau wafat di Kampung Jawa Tondano pada Kamis 25
Rabiul Akhir 1286 H atau tahun 1872 (usia 86 tahun) dan dimakamkan
dikomplek makan Kyai Modjo.
Sayid Abdullah Assagaf adalah orang Arab yang lahir di Palembang, Sumatra
Selatan. Belanda mengasingkannya di Tondano pada tahun 1880 karena
menganggapnya mengahasut masyarakat untuk melawan Belanda. Di
Palembang Assagaf konon menikah dengan wanita Belanda (Nelly Meijer) putri
Residen Bengkulu. Dari pernikahannya dengan wanita Belanda ini ia
memperoleh satu orang anak laki-laki (Raden Nguren/Nuren). Sebelum menikah
dengan Assagaf, Nelly Meijer adalah janda beranak satu dari perkawinannyya
dengan adik sultan Palembang (Mahmud Badaruddin II). Nelly Meijer dan kedua
anaknya kemudian menyusul ke Kempung Jawa Tondano dan Raden Nguren
kemudian menikah dengan wanita Minahasa asal Remboken. Anak Nelly Meijer
yang satunya lagi menikah di Kampung Jawa Tondano dan menurunkan
keluarga (fam) Catradinigrat. Di Kampung Jawa Tondano Sayed Abdullah
Assagaf menikah lagi dengan Ramlah Suratinoyo dan memiliki 7 orang anak,
dan dari mereka menurunkan keluarga (fam) Assagaf di Kampung Jawa
Tondano.Keberadaan Abdullah Assagaf di Kampung Jawa Tondano telah
mendistorsi budaya Kampung Jawa Tondano yang semula sangat kental dengan
budaya Jawa. Abdullah Assagaf berhasil mentransfer dan mengawinkan budaya
Arab-Sumatra dengan budaya Jawa dan melahirkan budaya Jaton generasi
ketiga.
Masjid Al Muttaqin
Tak seperti Masjid Al Muttaqin Masjid Agung Awwal Fathul Mubien cukup
dikenal di Sulawesi Utara.Umumnya masyarakat mengenal masjid ini lah yang
merupakan masjid tertua di Sulawesi Utara.Untuk akses ke Masjid ini,
sebetulnya cukup mudah karena hanya beberapa menit saja dari pusat Kota
Manado.Ada dua jalur pilihan untuk bisa mencapai masjid ini, yakni melalui
jembatan Megawati di Jl Hasanudin atau melalui Jembatan Soekarno,
penghubung jalan Boulevard - Boulevard Dua.Secara fisik bangunannya sudah
mengalami lima kali renovasi, sudah tidak nampak keaslian rumah ibadah yang
pertama dibangunnya bersifat langgar (tahun 1776).Kondisi Masjid Agung Awwal
Fathul Mubien saat didatangi Tribun Manado pada 23 Mei 2018.
(TRIBUNMANADO/INDRI PANIGORO) Menurut penuturan Hamzah Radjap soal
sejarah singkat sebagaimana yang dia kutip dari Alm Ust Said Taha Bachmid,
dirunut para Wekmester/Lurah tentang, Masjid Awwal Fathul Mubien
artinya masjid pertama pembuka yang nyata.Sejarahnya berawal saat tahun
1760 beberapa orang Muslim dari Ternate, Makiang dan Ambon datang dan
bermukin di Kota Manado bagian utara.
KESIMPULAN
Salah satu simbol yang menjadi ikon kampung Islam yaitu adanya
sebuah masjid agung bernama Awwal Fathul Mubien yang berarti awal
pembuka nyata.Mesjid ini merupakan tempat ibadah pertama kali para
saudagar dari Makassar, Ambon, dan Maluku yang transit di
Manado.Kemudian dapat tumbuh menjadi lebih ramai dengan kedatangan
saudagar dari Jawa dan Palembang.Masjid ini tumbuh dan menjadi besar
bersamaan dengan tumbuhnya penduduk Islam di sekitarnya.Keberadaan
lokasi benteng Amsterdam yang telah mewariskan pusat perdagangan di kota
Manado secara tidak langsung telah turut mempengaruhi kegiatan ekonomi
dan sosial budaya masyarakat kampung islam; lokasi yang sangat dekat,
bahkan bersinggungan pusat eknomi kota.Kehidupan sosial masyarakat
kampung Islam terjadi dalam bermacam-macam hubungan.Hal ini mereka
wujudkan dalam kegiatan berupa interaksi antara individu dengan golongan
ataupun kelompok.Kehidupan masyarakat yang hidup menetap di kampung
Islam tidak terikat lagi sepenuhnya dengan dengan adt dan kebiasaan dari
daerah asalnya masing-masing.Hal ini di sebabkan oleh kondisi bahwa mereka
itu berasal dariberbagai daerah asal yang berbeda masing.Interaksi sosial
masyarakat kampung Islam menunjukan sikap dan adanya toleransi untuk
saling memberi dan menerima, misalnya saja dalam hal perjanjian untuk
pembangunan tempat ibadah yang tidak pernah ada penolakan.Dalam hal ini
pembangunan fisik pun terlihat ada kerja sama yang baik antara
masyarakat.Kegiatan-kegiatan bernafas Islam pun sangat sering di lakukan
oelh masyarakat seperti melakukan pengajian oleh kaum ibu-ibu masing-
masing memiliki nama majelis seperti AL fala, Al Khairat dan Al
Ikhtiha.Perkembangan umat Islam juga mempengaruhi perkembangan
Organisasi Islam seperti Nahdlatul Ulama.Organisasi Nahdlatul Ulama sangat
berperan penting di kampung Islam di bandingkan dengan MUhammadiyah.