Anda di halaman 1dari 3

Nama: Aini Kurnia

Kelas: 63.3A.37
NIM: 63221006
Tugas 1 perpajakan lanjutan

Tugas Pertemuan 1 Pajak Lanjutan

1. Berikan contoh Subjek Pajak Dalam Negeri dan Subjek Pajak Luar Negeri?

2. Jelaskan apakah Diplomat sebagai perwakilan negara lain yang ada di Indonesia misalnya Diplomat
Australia dapat dikenakan pajak?

3. Apa bedanya pajak final dengan tidak final?

4. Bank ABC memberikan bunga tabungan Kpd Bp Anto sebesar Rp 150.000 hitung PPh terhutang?

5. Tn Bagus menjual seluruh saham PT Unilever yang dimilikinya kpd pialang saham dengan harga jual Rp
250.000.000 hitung PPh terhutang?

6. Ny Anita mendapatkan hadiah undian berupa mobil sedan senilai 650.000.000 hitung PPh terhutang?

7. PT Anggrek menyewa gedung milik PT Dahlia sebesar Rp 70.000.000 per bulan hitung PPh terhutang?

Jawaban
1. Subjek Pajak Dalam Negeri adalah individu atau entitas yang dikenakan pajak oleh pemerintah
suatu negara atas pendapatan atau transaksi yang terjadi di dalam negeri. Contohnya adalah:
 seorang warga negara Indonesia yang bekerja di Indonesia dan membayar pajak
penghasilan kepada pemerintah Indonesia.
 Jika orang perorangan lahir di Indonesia atau telah lama tinggal lebih dari 183 hari dalam
jangka waktu 12 bulan tau berniat untuk tinggal lama di Indonesia, dia dapat disebut
sebagai subjek pajak pribadi dalam negeri.
 Pendapatan Pribadi: Pajak penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan pada
pendapatan individu, seperti gaji, honorarium, atau penghasilan usaha kecil.
 Pendapatan Perusahaan: Pajak penghasilan (PPh) badan adalah pajak yang dikenakan
pada pendapatan perusahaan atau badan usaha.

Subjek Pajak Luar Negeri adalah individu atau entitas yang dikenakan pajak oleh pemerintah suatu
negara atas pendapatan atau transaksi yang berasal dari luar negeri. Contohnya adalah:
 perusahaan asing yang melakukan bisnis di Indonesia dan harus membayar pajak atas
pendapatan yang diperolehnya dari operasinya di Indonesia.
 Pendapatan dari Investasi Asing: Pendapatan yang diterima dari investasi dalam bentuk
dividen, bunga, atau capital gains dari aset yang berada di luar negeri dapat menjadi
subjek pajak luar negeri.
 Transaksi Ekspor dan Impor:Ekspor barang dan impor barang dapat melibatkan pajak lintas
batas, seperti Bea Cukai atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dikenakan pada barang-
barang yang keluar masuk negara.
 Pendapatan dari Pekerjaan di Luar Negeri: Pendapatan yang diterima oleh warga negara
suatu negara saat bekerja di luar negeri dapat menjadi subjek pajak di negara asal atau di
negara tempat mereka bekerja.

2. Diplomat asing yang menjadi perwakilan negara lain di Indonesia biasanya tidak dikenakan pajak
atas pendapatan pribadi mereka di Indonesia. Ini berdasarkan prinsip imunitas diplomatik yang
diakui dalam hukum internasional. Imunitas diplomatik adalah prinsip yang melindungi diplomat
asing dari tuntutan hukum dan kewajiban pajak di negara penerima (negara penerima adalah
negara yang menerima diplomat tersebut).
Dalam konteks Indonesia, diplomat asing yang bertugas di sini, termasuk diplomat dari Australia,
biasanya mendapatkan perlindungan imunitas diplomatik yang mencakup imunitas pajak. Artinya,
mereka tidak dikenakan pajak penghasilan atau pajak konsumsi atas pendapatan mereka di
Indonesia.
Namun, perlu diingat bahwa imunitas diplomatik ini biasanya hanya berlaku untuk urusan resmi
diplomat dan tidak termasuk aktivitas komersial atau bisnis pribadi yang dapat dilakukan oleh
diplomat di luar tugas resmi mereka. Selain itu, ketentuan hukum dan peraturan terkait imunitas
diplomatik dapat berubah, jadi sebaiknya diplomat dan negara yang diwakilinya selalu mematuhi
peraturan dan kesepakatan yang ada antara negara-negara tersebut.

3. Pajak final dan pajak tidak final adalah dua konsep dalam peraturan pajak yang memengaruhi cara
perpajakan terhadap suatu jenis pendapatan atau transaksi. Berikut adalah perbedaan antara
keduanya:
Pajak Final:
 Pungutan Sekali Bayar:Pajak final adalah jenis pajak yang dikenakan satu kali pada saat
transaksi atau peristiwa tertentu terjadi. Ini berarti bahwa pungutan pajak tersebut
biasanya terjadi pada titik awal, misalnya pada saat penjualan atau pembayaran.
 Tidak Dapat Dikreditkan:Pajak final tidak dapat dikreditkan atau dikurangkan dari pajak
penghasilan masa depan. Artinya, orang atau entitas yang membayar pajak final tidak
dapat mengurangkan jumlah tersebut dari kewajiban pajak mereka di masa depan.
 Tidak Memerlukan Pelaporan Lanjutan:Biasanya, pembayar pajak final tidak perlu
melaporkan pendapatan atau transaksi tersebut lebih lanjut dalam pengembalian pajak
tahunan mereka karena pajak tersebut dianggap sudah selesai.
Pajak Tidak Final:
 Pungutan Bertahap: Pajak tidak final adalah jenis pajak yang dikenakan secara berkala
pada pendapatan atau transaksi selama periode tertentu, seperti pajak penghasilan
yang dikenakan setiap tahun.
 Dapat Dikreditkan:Pajak tidak final dapat dikreditkan atau dikurangkan dari kewajiban
pajak penghasilan di masa depan. Pajak yang telah dibayar sebelumnya dapat
mengurangkan jumlah pajak yang harus dibayarkan pada tahun berikutnya.
 Memerlukan Pelaporan Tahunan:Pembayar pajak tidak final umumnya diwajibkan
melaporkan pendapatan atau transaksi tersebut secara teratur dalam pengembalian
pajak tahunan mereka, dan perhitungan pajak akhir dilakukan pada akhir tahun pajak.
 Contoh pajak final termasuk pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) yang
dikenakan pada saat pembelian mobil, sementara pajak penghasilan (PPh) adalah
contoh pajak tidak final karena dikenakan secara tahunan dan dapat dikurangkan dari
pendapatan tahun berikutnya.

4. Jika tarif pajak bunga tabungan adalah 20%, dan Bank ABC memberikan bunga sebesar Rp 150.000
kepada Bapak Anto, maka PPh terhutangnya dapat dihitung sebagai berikut:
PPh terhutang = Tarif pajak x Jumlah bunga
PPh terhutang = 20% x Rp 150.000
PPh terhutang = Rp 30.000
Jadi, jika tarif pajak adalah 20%, maka PPh terhutang atas bunga tabungan sebesar Rp 150.000
adalah Rp 30.000.

5. Tarif 0,1% dri jumlah bruto + 0,5% dari nilai saham untuk sahham pendiri = 0,6%
PPh terhutang = Tarif pajak x Keuntungan penjualan saham
PPh terhutang = 0,6% x (Harga jual – Harga beli)
PPh terhutang = 0,6% x (Rp 250.000.000 – Rp 200.000.000)
PPh terhutang = 0,6% x Rp 50.000.000
PPh terhutang = Rp 30.000.000

6. Tarif pajak atas hadiah undian adalah 25%, maka PPh terhutang atas hadiah mobil senilai Rp
650.000.000 dapat dihitung sebagai berikut:
PPh terhutang = Tarif pajak x Nilai hadiah undian
PPh terhutang = 25% x Rp 650.000.000
PPh terhutang = 0,25 x Rp 650.000.000
PPh terhutang = Rp 162.500.000

7. Pajak Penghasilan (PPh) atas sewa properti biasanya dihitung dengan menggunakan tarif pajak
yang berlaku di negara Anda. Asumsikan tarif pajak atas pendapatan sewa properti adalah 10%,
maka PPh terhutang:
PPh terhutang = Tarif pajak x Jumlah sewa bulanan
PPh terhutang = 10% x Rp 70.000.000
PPh terhutang = 0,10 x Rp 70.000.000
PPh terhutang = Rp 7.000.000 per bulan

Anda mungkin juga menyukai